109 yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta terintegrasi dengan
beberapa hal, seperti dengan mata pelajaran, pembiasaan atau kultur, dan juga program atau kegiatan yang ada di sekolah. Selain
itu, beberapa unsur modal sosial yang dimiliki oleh SMA Negeri 5 Yogyakarta antara lain: 1 Kepercayaan, 2 Nilai dan norma, 3
Jaringan sosial, 4 Kerjasama, 5 Partisipasi, 6 Kebersamaan.
c. Peran Modal Sosial dalam Membentuk Karakter Anak
Dalam pembentukan karakter anak, SMA Negeri 5 Yogyakarta memanfaatkan modal sosial yang dimiliki. Modal sosial yang dimiliki
oleh SMA Negeri 5 Yogyakarta antara lain : 1 Kepercayaan, 2 Nilai dan norma, 3 Jaringan sosial, 4 Kerjasama, 5 Partisipasi, 6
Kebersamaan. Keenam unsur tersebut mempunyai keterkaitan untuk mencapai tujuan SMA Negeri 5 Yogyakarta dalam bentuk program-
program sekolah dan aktivitas-aktivitas yang terjadi di sekolah. Berikut ini hasil penelitian yang berkaitan dengan peran modal sosial
dalam membentuk karakter anak di SMA Negeri 5 Yogyakarta: a
Kepercayaan Kepercayaan merupakan faktor utama dalam modal sosial
dan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial yang dimiliki oleh sebuah lembaga.
Kepercayaan yang ada di masyakarakat berkembang seiring dengan berbagai prestasi yang telah diraih oleh SMA Negeri 5
Yogyakarta. SMA Negeri 5 Yogyakarta mendapatkan penghargaan
110 sebagai sekolah pengembang PAI tingkat nasional. Untuk
mendukung bahwa SMA Negeri 5 Yogyakarta sebagai sekolah afeksi, maka dibuatlah program-program yang ditujukan untuk
menyentuh ranah afeksi anak. Program-program tersebut antara lain seperti Pagi Simpati, tadarus Al-
Qur’an, Mabit Malam Bina Iman dan Taqwa, mentoring, dan lain-lain. Selama observasi yang
dilakukan oleh peneliti pun, program-program yang mendukung SMA N 5 Yogyakarta sebagai sekolah afeksi rutin untuk
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Selanjutnya, dengan didukung oleh program-
program tersebut, SMA Negeri 5 Yogyakarta pun memperoleh penghargaan sebagai sekolah pengembang PAI tingkat nasional,
seperti yang dijelaskan oleh Bapak J: “….Sekolah ini ada pengakuan sekolah pengembang PAI
terbaik nasional. Yang dari kegiatan-kegiatan kecil tadi saya sampaikan, dan saya punya dokumentasinya, termasuk
perubahan dari sholat yang berkloter terus Pagi Simpati yang buatkan rumusnya. Dan banyak tidak hanya itu nggeh
yang kaitannya dengan membangun karakter…” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Pernyataan di atas didukung oleh Ibu M, yang menjelaskan bahwa: “…Karena prestasi keagamaannya kan bagus, sehingga
masyarakat percaya bahwa SMA 5 ini bagus. Kita pernah juara nasional pengembang PAI…” wawancara dengan Ibu
M, 18 Januari 2017.
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa SMA Negeri 5 Yogyakarta merupakan sekolah dengan predikat sekolah
pengembang PAI terbaik tingkat nasional. Hal inilah yang menjadi
111 kepercayaan warga sekolah dan masyarakat bahwa SMA Negeri 5
Yogyakarta merupakan sekolah unggulan, yang di dalamnya terdapat program-program PAI yang digunakan untuk membentuk
karakter anak, khususnya menyentuh afeksi peserta didik. Harapannya adalah bahwa nantinya anak tidak hanya tumbuh
menjadi orang yang pintar, namun juga sholeh sholehah. Dalam pelaksanaan program-program tersebut, seluruh
warga sekolah saling berkomunikasi satu sama lain. Dengan adanya komunikasi yang dilakukan secara intensif antar warga
sekolah yang ada dapat menimbulkan kepercayaan yang tinggi. Seperti yang dijelaskan Bapak J, bahwa:
“….. antara satu dengan yang lain ini kami biasakan melalui briefing, rapat, kita terbuka akan permasalahan-
permasalahan yang ada di antara kita, kita sampaikan. Dari situ, sehingga warga sekolah enggak ada rasa-rasa yang itu
menimbulkan miss
komunikasi di antara kita sendiri …” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Dalam wawancara tersebut dijelaskan bahwa dalam segala sesuatunya di SMA Negeri 5 Yogyakarta dilakukan secara
musyawarah, melalui briefing dan rapat sehingga permasalahan- permasalahan yang terjadi dapat teratasi. Selain itu, dengan secara
kontinyu mengadakan kegiatan briefing ini pula tidak terjadi miss komunikasi antara warga sekolah, baik itu antara guru, karyawan,
dan yang lain sebagainya. Dengan adanya komunikasi yang intensif ini pula dapat menimbulkan rasa kekeluargaan yang ada di
SMA Negeri 5 Yogyakarta, sehingga kepercayaan ini juga dapat
112 timbul dari rasa kekeluargaan, di mana rasa kekeluargaan ini
dibentuk melalui pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak A:
“…. Ya sekolah tetap menjadi konsultan anak-anak ketika mau melakukan aktivitas hubungan dengan sekolah lain.
Mereka berkonsultasi sehingga kita masih tetap menjaga rambu-rambu itu sehingga anak-anak tidak dapat lompat
keluar dari norma…” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017.
Dalam wawancara tersebut dijelaskan bahwa dalam melakukan segala aktivitas, baik yang bersifat internal maupun
eksternal, para peserta didik selalu mengkomunikasikannya kepada guru-guru ataupun Wakil Kepala Sekolah urusan Kemahasiswaan.
Hal ini bertujuan agar apa-apa yang dilakukan oleh peserta didik tidak keluar dari rambu-rambu yang ada di SMA Negeri 5
Yogyakarta. Selain itu, usaha tersebut dilakukan guna membentuk iklim yang baik antar warga sekolah, sehingga timbul rasa nyaman
dalam segala proses interaksi yang terjadi di lingkungan SMA Negeri 5 Yogyakarta. Hal ini diperkuat dengan hasil observasi
yang menunjukkan bahwa dalam setiap melaksanakan kegiatan sekolah, baik itu yang bersifat internal maupun eksternal sekolah,
para peserta didik selalu meminta pertimbangan dari guru, khususnya dengan Wakil Kepala Sekolah urusan Kesiswaan.
b Nilai dan norma
Nilai dan norma yang berlaku di SMA Negeri 5 Yogyakarta tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang
113 berlaku di masyarakat. Nilai dan norma di sekolah berupa tata
tertib, sanksi pelanggaran dan norma tidak tertulis dibuat oleh warga sekolah dan untuk warga sekolah. Pemberlakuan atau
penanaman nilai dan norma ini bagi warga sekolah melalui kultur yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta ataupun pembiasaan-
pembiasaan yang telah berjalan di SMA Negeri 5 Yogyakarta, seperti yang dijelaskan oleh Bapak A, yang menjelaskan bahwa:
“…. dengan melalui pembiasan-pembiasaan, dengan afeksi, dengan program PAI berbasis afeksi itu diharapkan anak
terbiasa memiliki karakter yang bagus ….” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017.
Pernyataan di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Bapak J, yang menjelaskan bahwa:
“…. Kami menanamkan di mulai dari pembiasaan, disampaikan itu sampai nanti pelaksanaannya itu….”
wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Dengan adanya pembiasaan-pembiasaan melalui kultur sekolah yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta ini diharapkan
karakter anak yang terbentuk dapat sesuai dengan tujuan sekolah, yaitu membentuk lulusan SMA Negeri 5 Yogyakarta yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, terus menjadikan anak sholeh sholehah, terampil, mandiri, bermanfaat bagi dirinya, orang
lain, menjadi aset bangsa yang cerdas. Oleh karena itu, nilai dan norma merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.
Adapun agar nilai-nilai dan norma-norma tersebut dapat tercipta
114 dan tertanam dalam diri setiap warga sekolah, maka perlu
diciptakan pembiasaan-pembiasaan yang telah berjalan dan membutuhkan proses yang panjang dan secara bertahap.
Sebagaimana observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, bahwa nilai dan norma tersebut diberlakukan atau ditanamkan kepada
peserta didik melalui pembiasaan atau kultur yang ada di sekolah. Sebagai contoh ketika bertemu dengan Kepala Sekolah, guru, dan
karyawan, para peserta didik selalu menerapkan kebiasaan 5S senyum salam sapa sopan santun, dan begitupun sebaliknya. Hal-
hal yang kecil inipun sudah menjadi kultur yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta.
Nilai dan norma yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta dipegang teguh oleh seluruh warga sekolah karena merupakan
dasar dari berbagai tindakan atau tingkah laku para warga sekolah dalam menjalankan sekolah. Tata tertib yang dibuat pun dijabarkan
dalam bentuk
peraturan lengkap,
dengan sanksi
dan pelanggarannya, serta reward bagi yang berprestasi. Dampak dari
penerapan nilai dan norma ini adalah adanya keselarasan dalam bertindak dan berperilaku dalam menjalankan sekolah.
c Jaringan sosial
115 Jaringan
yang terbentuk
merupakan hubungan
antarindividu, antara individu dengan kelompok, serta hubungan antarkelompok. Jaringan yang terbentuk ini berupa antarsiswa,
antarguru, antarsiswa dengan guru, guru dengan orangtuawali siswa. Salah satu jaringan yang terbentuk dari hubungan
antarindividu diambil dari pernyataan Bapak A, yang menjelaskan bahwa:
“…. Selanjutnya ada pengajian guru-guru SMA Negeri 5 Yogyakarta yang dilakukan secara bergilir dengan
pengelompokan….” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017.
Selain itu, pernyataan senada juga diungkapkan oleh Bapak J, yang menjelaskan bahwa:
“…. Selain itu, di SMA Negeri 5 Yogyakarta ini juga ada kumpulan
pengajian guru-karyawan.
Pelaksanaannya selama dua bulan sekali dan dibiayai oleh Bapak Ibu
penyelenggara….” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa guru dan karyawan yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta mempunyai
sebuah komunitas, yaitu komunitas pengajian guru karyawan. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kotak-kotak atau geng antar guru.
Dengan kata lain dibangun kebersamaan antar guru. Pengajian guru ini pun rutin dilakukan selama dua bulan sekali, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Ibu M, yang menjelaskan bahwa,
116 “Di sini ada kelompok pengajian guru karyawan, 2 bulan
sekali. Itu yang satu ikatan kekuatan.” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Selain pengajian guru, di SMA Negeri 5 Yogyakarta juga rutin melaksanakan pengajian kelas. Pengajian kelas merupakan
suatu kegiatan yang wajib dilakukan oleh semua kelas di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
membina silaturahim antarsesama dan meningkatkan iman dan taqwa. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan selama 2 kali dalam satu
semester dan menjadi tanggung jawab wali kelas. Bapak A menjelaskan bahwa:
“….. Kemudian terdapat kegiatan pengajian kelas. Kegiatan ini dilaksanakan di salah satu rumah siswa yang dilakukan
selama 2 kali dalam 1 semester…..” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017.
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak J, yang menjelaskan bahwa:
“….. Sedangkan untuk tingkat kelas juga ada pengajian kelas, yang dilaksanakan selama dua kali dalam satu
semester. Pelaksanaannya pun kesepakatan bersama antara
wali kelas dengan siswa ….” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Dalam hal ini, SMA Negri 5 Yogyakarta memang benar memprogramkan dan melaksanakan pengajian kelas dalam rangka
menjalin silaturahim dengan siswa maupun keluarga siswa. Pelaksanaan pengajian kelas tidak dijadwal oleh sekolah, tetapi
atas kesepakatan antara siswa dengan wali kelas.
117 Jaringan sosial yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta
bukan hanya guru dengan guru ataupun siswa dengan siswa, tetapi jaringan sosial tersebut juga terjadi antara guru dengan siswa, baik
dalam proses belajar mengajar maupun kegiatan yang lain. Hubungan internal yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta dapat
dikatakan baik, karena kultur yang ada di sekolah sudah terbentuk melalui pembiasaan-pembiasaan. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu
M, yang menjelaskan bahwa: “kalau anak-anak bertemu dengan guru di jalan salam. Itu
kan kultur dibentuk karakter, biasakan mendoakan orang lewat jabat tangan. Itu ga disuruh sudah otomatis, karena
tiap pagi kan salama
n, itu kan doa…” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kultur yang dibentuk di SMA Negeri 5 Yogyakarta muaranya adalah ke
dalam diri siswa, atau dengan kata lain ke karakter yang dimiliki oleh siswa. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan
Bapak J, beliau berkata: “jadi termasuk hubungan internal guru dengan guru, guru
dengan anak, kemudian anak dengan anak sudah dibangun seperti itu tadi.” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari
2017.
Terkait dengan pembentukan karakter anak, SMA Negeri 5 Yogyakarta juga mempunyai program-program yang dikhususkan
untuk menyentuh ranah afeksi anak. Program-program tersebut berupa Mabit Malam Bina Iman dan Taqwa, bakti sosial, Pagi
Simpati, mentoring, tadarus, dan lain-lain. Pada dasarnya, setiap
118 kegiatan yang dilaksanakan digunakan untuk mendukung SMA
Negeri 5 Yogyakarta sebagai sekolah afeksi. Dalam program Mabit ini pula sekolah mendatangkan trainer-trainer profesional, yang
tujuannya untuk penanganan ESQ anak. Seperti yang diutarakan oleh Bapak J, yang menjelaskan bahwa:
“… dia nginep saya undangkan dengan, seperti penanganan ESQ, kami datangkan narasumbertrainer-trainer
ya….” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu M: “…. Dalam Mabit itu juga didatangkan trainer-trainer dari
lembaga ESQ. Kan biar menyentuh afeksi si anak, salah satunya ya dengan ESQ tadi …” wawancara dengan Ibu
M, 18 Januari 2017.
Mabit merupakan kegiatan sekolah dalam mendukung IMTAQ siswa muslim yang dilakukan 3 kali. Teknis
pelaksanaannya dilakukan oleh Rohis, sehingga bulan-bulan dalam melakukan kegiatan ini adalah menyesuaikan. Selain Rohis,
kegiatan ini didukung pula oleh Wakasek Kesiswaan dan tim dari guru. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengharapkan ridho Allah
SWT, menumbuhkan semangat beribadah, meningkatkan iman dan taqwa siswa-siswi muslim SMA Negeri 5 Yogyakarta, membentuk
siswa-siswi muslim yang berkepribadian Islam seutuhnya dan mempunyai akhlak mulia, dan mempererat ukhuwah antarsesama
muslim khususnya antar siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya menanamkan nilai-nilai
119 tanggung jawab, percaya diri, kompetitif, dan hubungan sosial
antar rekan, serta menguatkan ibadah ritual. d
Kerjasama Kerjasama yang dibangun di SMA Negeri 5 Yogyakarta,
khususnya bagi siswa salah satunya melalui proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar yang berlangsung, siswa
dituntut untuk aktif. Selain itu, dalam proses belajar mengajar ini pula, guru dapat membina karakter anak, salah satunya melalui
forum diskusi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak A, yang menjelaskan bahwa:
“…. Dalam proses pembelajaran pun pembinaan karakter dilakukan lewat diskusi-diskusi yang terjadi di dalam kelas.
Bagaimana anak itu menyampaikan pendapat, menghargai orang lain, dan lain-lain, yang itu semua muaranya kan ke
dalam pembentukan karakter anak….” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bapak J, bahwa: “…. ya kita latih di dalam guru-guru pembelajaran pada
waktu diskusi. Pada waktu itu kan kelihatan anak-anak bagaimana tingkat menghormati temannya, bagaimana
kesabarannya dalam menerima pada waktu temannya
menyampaikan, dan sebagainya….” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembinaan karakter yang dilakukan di SMA Negeri 5 Yogyakarta terintegrasi
dengan proses belajar mengajar yang berlangsung. Kerjasama yang dijalin antarsiswa ini bertujuan agar para siswa tidak
mementingkan diri sendiri, melainkan mementingkan kepentingan
120 bersama. Selain itu, siswa juga belajar etika tentang menyampaikan
pendapat, menghargai orang lain, dan lain-lain. Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti, selama proses belajar mengajar yang
berlangsung, guru di sini hanya sebagai fasilitator. Artinya adalah bahwa peran guru di sini memberikan pelayanan untuk
memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran, atau dengan kata lain guru menjadi pendamping belajar siswa dengan
suasana yang demokratis. Selain itu, sekolah juga bekerjasama dengan orangtua siswa
terkait dengan pendidikan anak, karena tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberhasilan pendidikan seorang anak bukan hanya
tanggung jawab sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab orangtua. Bentuk kerjasama antara SMA Negeri 5 Yogyakarta
dengan orangtua siswa berupa kegiatan home visit. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu M, yang menjelaskan bahwa:
“… Terus kerjasama dengan orangtua bagus. Kita kalau ada siswa ga masuk selama 2 hari, kita home visit
…” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak J, yang menjelaskan bahwa:
“… Kita ini kalau ada siswa yang ga masuk selama beberapa hari, kami lakukan home visit. Home visit ini kan
salah satu layanan pendukung…” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa SMA Negeri 5 Yogyakarta memberikan perhatian yang lebih kepada
121 siswanya. Hal ini terbukti apabila ada siswa yang tidak masuk
selama beberapa hari, pihak sekolah melakukan home visit. Home visit ini pun bertujuan untuk membantu menangani masalah siswa
walaupun tidak berlaku untuk seluruh siswa. Maksudnya, hanya siswa tertentu yang menurut perkiraan guru pembimbing perlu
dilakukan kunjungan rumah. Inilah bentuk dukungan yang diberikan sekolah, khususnya dari kegiatan bimbingan dan
konseling siswa. e
Partisipasi Dalam program-program yang ada di SMA Negeri 5
Yogyakarta, Kepala Sekolah selalu melibatkan warga sekolah, khususnya guru. Dalam hal ini, guru dilibatkan dalam program
Pagi Simpati. Berikut ini pernyataan dari Bapak J, yang menjelaskan bahwa:
“… yang namanya menyambut anak-anak Pagi Simpati, itu ada rumus di sini, minimum 5 orang guru...... Jadi ada 2
dari tatib, 2 dari guru, ada 1 yang tugasnya ada di dalam lobby
…“ wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017. Hal senada juga disampaikan oleh Ibu M, yang menyampaikan
bahwa: “… Bapak Ibu yang bertugas di depan menyambut anak
datang, jabat tangan, ucapkan salam, dari jam 6.00. Yang piket ada petugas pengelola Pagi Simp
ati dan guru...“ wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Dalam observasi yang dilakukan peneliti, guru yang menangani Pagi Simpati ini antusias dalam menjalankan tugasnya.
122 Selain itu, guru yang bertugas dalam program Pagi Simpati ini
sudah terjadwal, sehingga semua guru yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta selalu terlibat dalam program tersebut. Selain
melibatkan guru, Kepala Sekolah juga melibatkan alumni SMA Negeri 5 Yogyakarta. Para alumni ini oleh pihak sekolah diberikan
tugas berupa memberikan pengarahan kepada adik-adik melalui mentoring. Mentoring merupakan salah satu kegiatan mingguan
yang wajib dilakukan siswa muslim, selain kajian Al- Qur’an dan
sholat dhuha. Pelaksanaan mentoring sendiri dilakukan pada hari Jum’at saat jam efektif atau di luar jam sekolah. Berikut
pernyataan Ibu M, yang menjelaskan bahwa: “… Terus ada mentoring, pendampingan supaya imannya
mantap, tidak salah pilih, punya agama yang kokoh. Itu yang mentor kakak kelasnya atau alumni…” wawancara
dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak A, yang menjelaskan bahwa:
“… Mentoring ini dilakukan di luar jam sekolah. Mentoring kan alumni nyusun silabus dan dikonsulkan ke guru
agama…” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa para alumni
SMA Negeri 5 Yogyakarta ikut berperan aktif dalam program sekolah. Dalam hal ini, sekolah memberdayakan para alumni
sebagai mentor para siswa dalam kegiatan mentoring. Ini sesuai dengan salah satu fungsi partisipasi yaitu pemberdayaan. Hal di
atas juga diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan, bahwa
123 selama program mentoring ini berlangsung, yang menjadi mentor
merupakan para alumni SMA N 5 Yogyakarta yang dipilih oleh sekolah dan ditugaskan untuk membimbing para adik kelas dalam
memberikan pengarahan,
khususnya yang
tekait dengan
pembekalan iman dan taqwa. Peran orangtua dalam pendidikan anak pun sangat penting,
kaitannya dengan pendidikan karakter anak. Hal ini dikarenakan orangtua merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk
memperoleh pendidikan. Dengan kata lain, kesuksesan anak dalam pendidikan tidak hanya ditentukan oleh pendidikan di sekolah,
tetapi pendidikan di dalam keluarga juga mempunyai peranan yang penting. Hal ini diungkapkan oleh Ibu M, yang menjelaskan
bahwa: “… Selain itu, partisipasi orangtua dalam kegiatan sekolah
juga tinggi. Kita yang menggerakkan. Bahkan setiap ambil rapor orangtua dipanggil. Guru memberikan informasi
perkembangan dari si anak, ikut hanggarbeni. Kan sukses pendidikan ga cuma bertumpu pada guru, orangtua juga
harus terlibat…” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Selain itu, sekolah melalui orangtua juga memantau kegiatan anak selama di rumah dan juga di lingkungan. Sekolah
memantau lewat buku penghubung social worker. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak J:
“… Selain itu, orangtua juga tak libatkan dalam hal pembentukan karakter anak. Salah satunya lewat social
worker …” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017.
124 Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu M, yang menjelaskan
bahwa: “… Kan kita ada social worker, penerapan agama di rumah.
Itu selama satu semester kita memantau ibadah di rumah…” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orangtua dalam hal pendidikan karakter anak sangat diperlukan,
karena pendidikan yang diberikan oleh orangtua mempengaruhi karakter yang dimiliki oleh anak tersebut. Sekolah juga
mempunyai peranan yang penting dalam hal pembentukan karakter anak, oleh karena SMA Negeri 5 Yogyakarta merupakan sekolah
berbasis afeksi, maka sekolah pun memantau kegiatan anak selama berada di lingkungan rumah, salah satunya lewat buku social
worker tersebut. f
Kebersamaan kebersamaan tampak saat siswa pertama kali masuk
sekolah. Hal ini dapat terbukti dengan adanya perhatian yang diberikan oleh guru kepada para siswanya. Sebagaimana dijelaskan
oleh Bapak J, yang menjelaskan bahwa: “… Anak dekat dengan guru, anak dekat dengan Kepala
Sekolah, tingkat kenakalan yang namanya kelahi, yang namanya tawuran, anak sini ya gada yang ngomong seperti
itu…” wawancara dengan Bapak J, 5 Januari 2017. Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu M, yang menjelaskan
bahwa:
125 “… Jadi kan anak dekat dengan guru, dikaruhke, sambil
rambutnya yang tidak rapi dirapikan, seragam belum rapi, itu dari dekat jabat tangan, salam sapa senyum itu program
kita…” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017. Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
melalui kegiatan-kegiatan yang kecil pun, kebersamaan yang dibangun di SMA Negeri 5 Yogyakarta dapat terbentuk.
Kebersamaan ini terlihat dalam Pagi Simpati, di mana dalam program ini anak sudah disambut dengan 5S senyum salam sapa
sopan santun. Pagi Simpati bukan sekadar untuk saling mendoakan
dan menumbuhkan
kepedulian, tetapi
juga dikembangkan untuk sarana ketertiban dan kedisiplinan bagi siswa.
Hal ini diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti yang menunjukkan bahwa dalam program Pagi Simpati ini
sangat terlihat kebersamaan yang terjalin antara guru dengan siswa, di mana dalam hal ini guru memberikan perhatian dengan cara
mengawasi ketertiban dan kedisiplinan para siswanya. Selain itu, kebersamaan juga dapat timbul lewat kultur atau
pembiasaan yang ada di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Hal ini diungkapkan oleh Bapak A, yang menjelaskan bahwa:
“… guru juga membiasakan diri menjawab salam, kadang mendahului salam. Kemudian guru dan TU, dan sebagainya
mereka melayani anak dengan manusiawi, dengan cara
yang humanis, dengan cara yang santun…” wawancara dengan Bapak A, 31 Januari 2017.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu M, yang menjelaskan bahwa:
126 “… kalau anak-anak bertemu dengan guru di jalan salam.
Itu kan kultur dibentuk karakter, biasakan mendoakan orang lewat jabat tangan. Itu ga disuruh sudah otomatis,
karena tiap pagi kan salaman, itu kan d
oa…” wawancara dengan Ibu M, 18 Januari 2017.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kultur yang dimiliki oleh SMA Negeri 5 Yogyakarta mempunyai peranan
yang penting dalam membangun kebersamaan antarwarga sekolah. Hal ini diperkuat dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti
yang menunjukkan bahwa apabila siswa bertemu dengan Kepala Sekolah, guru, dan karyawan, mereka selalu menerapkan kebiasaan
5S senyum salam sapa sopan santun, dan begitupun sebaliknya. Hal-hal yang kecil inipun sudah menjadi kultur yang ada di SMA
Negeri 5 Yogyakarta.
B. Pembahasan
Penelitian ini mendeskripsikan tentang modal sosial yang digunakan untuk membentuk karakter anak di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Berdasarkan
temuan dari hasil penelitian di atas, pembahasan penelitian difokuskan pada tiga aspek pokok, yaitu: 1 Pendidikan karakter di SMA Negeri 5 Yogyakarta,
2 Modal sosial di SMA Negeri 5 Yogyakarta, dan 3 Peran modal sosial dalam membentuk karakter anak.
1. Pendidikan Karakter di SMA Negeri 5 Yogyakarta
Pendidikan yang berkualitas mempunyai peran yang penting dalam membentuk kualitas individu. Sekolah sebagai wujud dari lembaga
pendidikan formal, merupakan tempat di mana peserta didik dibina dalam