Karakteristik Siswa SD KAJIAN PUSTAKA

63 7. Permainan berikutnya. Permainan berikutnya dilakukan kelompok yang belum bermain. Kelompok yang telah bermain role playing bertugas sebagai penonton yang mengobservasi jalannya permainan role playing. Siswa mendapatkan lembar observasi untuk menuliskan hasil pengamatannya. 8. Diskusi lebih lanjut. Diskusi lebih lanjut digunakan untuk membahas materi lebih dalam, yang dilakukan dengan cara guru membimbing siswa untuk berdiskusi terkait materi yang telah diperankan. 9. Generalisasi. Guru dan siswa menyimpulkan materi yang dipelajari dari permainan role playing yang telah dilaksanakan.

D. Karakteristik Siswa SD

Piaget 1964: 177-178 membagi perkembangan intelektual siswa dalam empat tahap, sebagai berikut. 1. Tahap Sensori Motor usia 0 – 2 tahun Tahap ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan manusia. Selama tahap ini, terjadi perkembangan pengetahuan praktis yang merupakan gambaran dari pengetahuan. Contohnya adalah pembentukan skema dari benda konkret. Selama bulan pertama kehidupan, bayi belum bisa menyimpan ingatannya secara tetap. Ketika ingatannya tentang suatu objek menghilang, bayi akan mencarinya berdasarkan lokalisasi spasial. Akibatnya, selama terjadi pembentukan konsep tentang objek-objek konkret, terbentuklah juga konsep spasial atau sensori motor. Terdapat hubungan antara pembentukan serangkaian konsep dan hubungan sebab akibat. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan perlahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema- 64 skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru. 2. Tahap Pra-Operasional usia 2 – 7 tahun Tahap ini merupakan awal dari perkembangan bahasa anak, fungsi simbolis, fungsi pikiran atau representasi. Pada tahap ini siswa mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu mengekspresikan kalimat pendek secara efektif. Tetapi pada tingkat representasi pemikiran, harus ada sebuah rekonstruksi yang dikembangkan pada tingkat sensorik-motor, karena tindakan sensori motor tidak langsung diwujudkan dalam bentuk tindakan. Faktanya selama tahap ini berlangsung, belum ada tindakan seperti yang telah didefinisikan sebelumnya. Secara khusus, belum ada konservasi yang merupakan kriteria adanya tindakan yang dapat dibalik. Sebagai contoh, jika kita menuangkan cairan dari satu gelas ke gelas lain yang berbeda bentuk, anak pada tahap ini akan berpikir bahwa salah satu gelas memiliki cairan yang lebih banyak. Dalam ketiadaan pengetahuan tentang tindakan yang dapat dibalik, maka tidak ada konservasi kuantitas. 3. Tahap Operasional Konkret usia 7 – 11 tahun Tahap ini disebut sebagai operasi konkret karena siswa bertindak pada objek dan belum pada pengungkapan hipotesis secara verbal. Sebagai contoh, yaitu adanya tindakan mengklasifikasikan; menata; pembentukan konsep bilangan, ruang dan waktu; dan semua tindakan yang berdasar pada logika di kelas dan hubungan dengan teman sebaya; pengetahuan tentang matematika dasar, geometri dasar dan bahkan fisika dasar. Siswa sudah mempu memahami aspek- 65 aspek kumulatif volume dan jumlah, memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatannya bervariasi, dan mampu berpikir secara sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. 4. Tahap Operasinal Formal usia 11 – 14 tahun Pada tahap ini tindakan siswa sudah mencapai tingkat yang disebut operasi formal, maksudnya siswa sudah dapat mengungkapkan alasan atas hipotesis yang ia buat, dan dapat berpikir secara abstrak. Siswa sudah dapat berpikir menggunakan logikanya dan tidak hanya sebatas hal-hal yang terdapat di dalam kelas, hubungan teman sebaya, maupun tentang angka. Siswa dapat bekerja dengan kelompok secara lebih baik. Siswa telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara serentak maupun berurutan. Siswa juga dapat memahami materi pelajaran yang sifatnya abstrak. Mengacu pada teori kognitif Piaget, perkembangan intelektual siswa sekolah dasar termasuk dalam tahap pemikiran operasional konkret, yaitu masa dimana aktivitas mental siswa terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Berkaitan dengan materi peristiwa sekitar proklamasi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang kejadiannya merupakan kejadian yang terjadi pada masa lampau, maka metode role playing dapat digunakan untuk menghidupkan kembali suasana historis pada masa lampau agar siswa dapat terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya, dimana hal ini sesuai dengan tahap pemikiran operasional konkret. 66 Masa anak bersekolah yaitu usia 7 – 12 tahun. Menurut Dalyono 2005: 97 terdapat beberapa ciri pribadi masa ini antara lain: 1 kritis dan relistis, 2 banyak ingin tahu dan suka belajar, 3 ada perhatian terhadap hal-hal yang praktis dan konkret dalam kehidupan sehari-hari, 4 mulai timbul minat terhadap bidang- bidang pelajaran tertentu, 5 sampai umur 11 tahun anak suka meminta bantuan kepada orang dewasa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya, 6 mendambakan angka-angka raport yang tinggi tanpa memikirkan tingkat prestasi belajarnya, 7 siswa suka berkelompok dan memilih teman-teman sebaya dalam bermain dan belajar. Ciri-ciri khas siswa masa kelas tinggi sekolah dasar Izzaty, dkk, 2013: 115 yaitu perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari, ingin tahu, ingin belajar, realistis dan timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus. Ciri-ciri khas siswa tersebut, dapat diperhatikan oleh guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik siswa. Berdasarkan karakteristik siswa SD yang senang berkelompok dalam bermain dan belajar, memiliki kemampuan menganalisis, aktif, menemukan sendiri apa yang mereka ingin ketahui, mempunyai minat pada hal-hal kecil, kaya imajinasi dan kreatif dapat terakomodasi dengan menerapkan metode role playing pada pembelajaran. Melalui metode role playing khususnya pada pembelajaran IPS materi peristiwa sekitar proklamasi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, siswa dapat lebih aktif, berani tampil di depan kelas, kreatif, imajinatif, serta dapat ikut merasakan bagaimana perjuangan para tokoh untuk memperjuangkan kemerdekaan melalui penghayatan peran tokoh yang mereka mainkan masing-masing. 67

E. Definisi Operasional

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Melalui Metode Role Playing di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu

0 10 173

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI 4 RUKTI HARJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 10 62

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI 4 RUKTI HARJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 16 59

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SAMBI TAHUN AJ

0 1 15

PENDAHULUAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SAMBI TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 1 10

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 menggunakan metedo Role Playing.

0 6 312

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS III SD NEGERI BANJARAN KOKAP KULON PROGO.

0 1 191

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KELAS V SD NEGERI 1 NGERANGAN BAYAT KLATEN.

0 0 257

MENINGKATKAN PARTISIPASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PLAYEN III.

0 0 214

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MATERI TOKOH-TOKOH KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI SENDANGADI 1 MLATI SLEMAN.

0 4 191