PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL.

(1)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Tiza Ariesta Saputri NIM 13108241138

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL Oleh:

Tiza Ariesta Saputri NIM 13108241138

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui proses peningkatan hasil belajar IPS dan 2) mengetahui peningkatan hasil belajar IPS menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dengan subjek penelitian siswa kelas V SD Negeri Bogo yang berjumlah 20 siswa. Desain penelitian menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Data dikumpulkan dengan observasi dan tes. Teknik analisis data yaitu deskripsi kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Keberhasilan penelitian ini adalah minimal 75% dari total keseluruhan siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥ 76 dan 75% siswa berperilaku baik.

Pembelajaran IPS menggunakan metode role playing dilakukan dengan menerapkan langkah pemanasan, memilih siswa yang akan berperan, menyiapkan penonton yang akan mengobservasi, mengatur panggung, permainan, diskusi dan evaluasi, permainan berikutnya, diskusi lebih lanjut, dan generalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS ranah kognitif dan psikomotor siswa kelas V SD Negeri Bogo dapat ditingkatkan menggunakan metode role playing. Peningkatan hasil belajar kognitif dapat dilihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM. Pada pratindakan siswa yang mencapai KKM sebanyak 2 siswa (10%), siklus I 11 siswa (55%), siklus II meningkat menjadi 19 siswa (95%). Peningkatan hasil belajar psikomotor siswa dapat dilihat melalui aspek perception, set, dan guided response. Pada pratindakan siswa kurang berantusias dan kurang aktif saat pembelajaran IPS, siklus I siswa yang mencapai kriteria perilaku minimal B (baik) sebanyak 4 siswa (20%). Pada siklus II, siswa yang mencapai kriteria perilaku minimal B (baik) sebanyak 15 siswa (75%).


(3)

iii

IMPROVING FIFTH GRADE STUDENTS' SOCIAL STUDIES LEARNING ACHIEVEMENT USING ROLE PLAYING METHOD IN SD NEGERI

BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL

By:

Tiza Ariesta Saputri NIM 13108241138

ABSTRACT

The objection of this research is: 1) to perceive the process of improving 5th grade students' social studies learning achievement and 2) to find out the social studies learning achievement using role playing method in SD Negeri Bogo.

This research was a Classroom Action Research with 20 5th grade students in SD Negeri Bogo as the subject. The design of the research was Kemmis and Mc Taggart model. This research was held in 2 cycles. The data was collected by observation and test. Quantitative and qualitative descriptive were used as the analytic techniques. The indicator of success was if at least 75% of students reach the minimum point of success criteria (≥ 76) and 75% of students behave well during learning process.

The role playing method conducted in social studies learning was performed by following these steps; warming-up, choosing students to play characters, preparing the viewers who were also observers, setting the stage, games, holding discussions and evaluations, doing next games, further discussion, and generalization. The result of this research proves that role playing method definitely improve the 5th grade students’ cognitive and psychomotor aspects of social studies learning achievement in SD Negeri Bogo. In pre cycle learning, students who passed the minimum success point were only 2 (10%). In cycle 1, it increased to 11 students (55%), and increased again in cycle 2 to 19 students (95%). The improvement of students’ behaviour during learning process could be seen from the following aspects: perception, set, and guided response. In pre cycle, students were less enthusiastic and less active. In cycle 1, the students who passed the “excellent” behaviour criteria was 4 students (20%). In cycle 2, the students who passed the “excellent” behaviour criteria increases to 15 (75%). Keywords: social studies learning achievement, role playing method, elementary


(4)

(5)

(6)

(7)

vii MOTTO

“Pendidikan bukanlah suatu proses untuk mengisi wadah yang kosong, akan tetapi pendidikan adalah suatu proses menyalakan api”


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibu yang senantiasa memberikan doa dan dukungan.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Wijirejo Pandak Bantul”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Mujinem, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak

memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Ibu Mujinem, M. Hum, selaku Validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehinggga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

3. Ibu Dr. Mami Hajaroh, M.Pd. dan Bapak Dr. Anwar Senen, M.Pd. yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

4. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I, selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar, beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

5. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

6. Ibu Jariyatun, S.Pd. SD, Selaku Kepala SD Negeri Bogo yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

7. Para guru dan staf SD Negeri Bogo yang telah memberi bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

8. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas


(10)

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hasil Belajar IPS ... 15

1. Pengertian Belajar ... 15

2. Prinsip-prinsip Belajar ... 16

3. Hasil Belajar ... 19

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 36

5. Pengertian IPS di SD ... 40

6. Tujuan IPS di SD ... 41

7. Ruang Lingkup IPS ... 43

8. Hasil Belajar IPS ... 45

B. Metode Role Playing ... 49

1. Metode-metode Pembelajaran IPS ... 49

2. Pengertian Metode Role Playing ... 54

3. Langkah-langkah Metode Role Playing ... 56

4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing ... 58

C. Penerapan Metode Role Playing dalam Pembelajaran IPS ... 60

D. Karakteristik Siswa SD ... 63

E. Definisi Operasional... 67

F. Kajian Penelitian yang Relevan ... 70


(12)

xii

H. Hipotesis Tindakan... 73

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 74

B. Desain Penelitian ... 75

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 79

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 79

E. Teknik Pengumpulan Data ... 80

F. Variabel Penelitian ... 82

G. Instrumen Penelitian... 82

H. Uji Validias Instrumen ... 83

I. Teknik Analisis Data ... 83

J. Kriteria Ketuntasan ... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBEHASAN A. Hasil Penelitian ... 88

1. Deskripsi Awal Pra Tindakan ... 88

2. Pelaksanaan Tindakan ... 90

a. Deskripsi Tindakan Siklus I ... 90

1) Planning (Perencanaan Tindakan Siklus I) ... 90

2) Act and Observ (Pelaksanaan dan Observasi Siklus I) .. 91

3) Reflect (Refleksi Siklus I) ... 105

b. Deskripsi Tindakan Siklus II ... 107

1) Planning (Perencanaan Tindakan Siklus II) ... 107

2) Act and Observ (Pelaksanaan dan Observasi Siklus II) . 111 3) Reflect (Refleksi Siklus II) ... 128

B. Pembahasan ... 133

C. Keterbatasan Penelitian ... 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 145

B. Implikasi ... 146

C. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 148


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Belajar Penilaian Akhir Semester 1 Siswa Kelas V SD

Negeri Bogo Bantul Tahun Ajaran 2016/2017 ... 7

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP SD Negeri Bogo tahun pelajaran 2016/2017 ... 44

Tabel 3. Alokasi Waktu Standar Kompetensi 2. Menghargai Peranan Tokoh Penjuang dalam Memproklamasikan dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia ... 45

Tabel 4. Kategori Penilaian Perilaku Siswa ... 84

Tabel 5. Kriteria Pencapaian Akademik ... 86

Tabel 6. Hasil Belajar Ranah Kognitif Pra Tindakan (Pre-test) ... 89

Tabel 7. Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siklus I ... 101

Tabel 8. Hasil Belajar Ranah Kognitif (Post-test) Siklus I ... 102

Tabel 9. Perbandingan Hasil Belajar Ranah Kognitif pada Pratindakan dan Siklus I ... 103

Tabel 10. Klasifikasi Kecakapan Akademik Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus I ... 104

Tabel 11. Klasifikasi Kecakapan Akademik Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siswa pada Siklus II ... 125

Tabel 12. Hasil Belajar Ranah Kognitif (Post-test) Siklus II... 126

Tabel 13. Klasifikasi Kecakapan Akademik Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus II ... 127

Tabel 14. Peningkatan Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siswa dalam Pembelajaran IPS Siklus I dan II ... 131


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir ... 73 Gambar 2. Model Spiral Kemmis dan Mc Taggart ... 75 Gambar 3. Diagram Hasil Belajar IPS Pra Tindakan (Pre-test) ... 90 Gambar 4. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Kognitif

Pada Pratindakan dan Siklus I ... 103 Gambar 5. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Psikomotor

dari Siklus I ke Siklus II ... 126 Gambar 6. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Kognitif dari

Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 128 Gambar 7. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Kognitif dari

Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 135 Gambar 8. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Psikomotor


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 152

Lampiran 2. Surat Keterangan/Izin Penelitian ... 153

Lampiran 3. Jadwal Peneitian Tindakan Kelas ... 154

Lampiran 4. Daftar Identitas Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Bantul ... 155

Lampiran 5. RPP Siklus I Pertemuan 1... 156

Lampiran 6. Pertemuan 2 ... 162

Lampiran 7. Pertemuan 3 ... 168

Lampiran 8. RPP Siklus II Pertemuan 1 ... 173

Lampiran 9. Pertemuan 2 ... 179

Lampiran 10. Pertemuan 3 ... 185

Lampiran 11. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Siklus I ... 191

Lampiran 12. Soal Tes Hasil Belajar Siklus I ... 192

Lampiran 13. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Siklus II ... 201

Lampiran 14. Soal Tes Hasil Belajar Siklus II ... 202

Lampiran 15. Kisi-kisi Observasi Perilaku Siswa ... 208

Lampiran 16. Lembar Observasi Perilaku Siswa Pertemuan 1 ... 209

Lampiran 17. Pertemuan 2 ... 210

Lampiran 18. Pertemuan 3 ... 211

Lampiran 19. Rubrik Penskoran Penilaian Perilaku Siswa (Psikomotor) ... 212

Lampiran 20. Lembar Pengamatan Role Playing (LKS) Siklus I ... 215

Lampiran 21. Siklus II ... 217

Lampiran 22. Tabel Perilaku Siswa dalam Pembelajaran IPS Siklus I ... 219

Lampiran 23. Siklus II ... 220

Lampiran 24. Daftar Nilai Tes Pratindakan ... 221

Lampiran 25. Rekapitulasi Nilai Tes Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 222

Lampiran 26. Rekapitulasi Perilaku Siswa (Psikomotor) Siklus I dan Siklus II ... 223

Lampiran 27. Teks Drama Siklus I ... 224


(16)

xvi

Lampiran 29. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran... 237 Lampiran 30. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 242


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan paling dasar dalam sistem pendidikan formal di Indonesia. Jenjang sekolah dasar ditempuh selama 6 tahun, yaitu mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Siswa yang menempuh pendidikan di sekolah dasar, diberikan sejumlah keterampilan dasar supaya menjadi manusia-manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUSPN No. 20 th 2003 Bab II Pasal 3. Salah satu mata pelajaran yang berkontribusi untuk menjadikan siswa warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan nama mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep disiplin ilmu sosial, konsep tentang manusia dan kehidupan sosialnya, serta isu-isu yang berkembang di masyarakat (Sapriya, 2009: 20). Mata pelajaran IPS di jenjang sekolah dasar mempunyai peranan penting bagi siswa untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepekaan siswa secara utuh menyeluruh dalam menghadapi perkembangan zaman secara lebih bijaksana. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hidayati (2002: 19) mengungkapkan bahwa tujuan pengajaran IPS adalah menjadikan warga negara yang baik (good citizen). Warga negara yang baik merupakan warga negara yang bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ia miliki, sehingga ia menjadi


(18)

2

manusia yang bertanggung jawab dalam menghadapi masalah-masalah sosial di masyarakat.

Hidup dalam suatu masyarakat tentu memerlukan bekal pengetahuan, untuk dapat menyikapi masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Masalah-masalah kehidupan masyarakat terus berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan IPTEK, yang menghadapkan kita dengan kehidupan yang penuh tantangan. Berdasarkan hal tersebut, IPS dirancang tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan saja, akan tetapi juga mengembangkan keterampilan dan sikap siswa. Hidayati (2002: 16) menambahkan bahwa IPS mendorong kepekaan siswa terhadap hidup dan kehidupan sosial. Dengan kepekaan hidup dan kepekaan sosial yang dimiliki, diharapkan siswa mampu menanggapi dan menghadapi masalah-masalah sosial secara rasional.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, idealnya proses pembelajaran IPS dapat memberikan kontribusi untuk menjadikan siswa sebagai manusia-manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mengahadapi dan menyikapi masalah-masalah sosial. Namun, untuk mewujudkan pembelajaran IPS yang ideal tersebut tentu tidak mudah. Mewujudkan pembelajaran IPS yang ideal, tentu memerlukan peran guru yang kompeten. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapriya dalam Winataputra, dkk (2008: 8.1) dalam proses belajar mengajar seringkali ditemui seorang guru mengalami kesulitan dalam menentukan, memilih serta mempertimbangkan materi yang sesuai dengan konsep-konsep IPS SD.


(19)

3

Banyaknya cakupan materi IPS yang bersifat teoritis, sering kali menuntut seorang guru IPS untuk mampu mendesain pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, mampu melibatkan peran aktif siswa, menempatkan siswa sebagai subjek belajar, dan senantiasa melakukan evaluasi pembelajaran untuk memantau kemajuan perkembangan setiap siswanya.

Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa. Supaya terjadi komunikasi yang baik dalam kegiatan pembelajaran, maka siswa perlu diberi stimulus yang dapat memancing partisipasi aktif siswa, seperti dengan menerapkan strategi, metode dan media pembelajaran yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Arsyad (2011: 15) yang mengatakan bahwa dalam suatu proses belajar mengajar, metode dan media pembelajaran merupakan dua unsur yang amat penting. Lebih lanjut Anitah, dkk (2008: 5.4) juga mengemukakan bahwa metode mengajar merupakan salah satu komponen yang harus digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran maupun dalam pembentukan kemampuan siswa. Melalui pemilihan metode mengajar yang tepat, diharapkan guru dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif, dimana terdapat interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada proses pembelajaran di kelas V SD Negeri Bogo Bantul pada tanggal 25 Januari 2017, diperoleh data bahwa pada saat proses pembelajaran IPA berlangsung, penyampaian materi oleh guru dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, penugasan dan presentasi. Guru melibatkan siswa secara aktif dalam


(20)

4

pembelajaran. Guru juga melakukan mobilitas kelas yang baik saat memberikan contoh membuat magnet secara induksi dan gosokan. Siswa juga terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran dengan diberikannya contoh secara langsung oleh guru bagaimana cara membuat magnet secara induksi dan gosokan. Siswa juga aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru terkait materi. Secara keseluruhan, iklim belajar dapat tercipta dengan baik. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Metode yang digunakan guru pada pelajaran ini antara lain metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Guru menyampaikan prosedur pengerjaan tugas yang jelas ketika memberikan penugasan kepada siswa dan juga memantau pengerjaan tugas siswa. Siswa aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru, namun terdapat beberapa siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru karena bermain sendiri.

Pada saat pelajaran IPS berlangsung, penyampaian materi oleh guru dilakukan dengan metode ceramah dan metode tanya jawab. Guru terlihat kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran, karena penyampaian materi pembelajaran cenderung didominasi menggunakan metode ceramah. Guru tidak menggunakan media pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi abstrak. Guru kurang memahami karakteristik siswa sehingga penggunaan metode pembelajaran sangatlah minim. Karakteristik siswa kelas V yang masih senang bermain tidak dimanfaatkan guru untuk memilih metode pembelajaran yang tepat. Kurangnya pelibatan siswa dalam pembelajaran, membuat siswa merasa bosan pada saat proses pembelajaran IPS berlangsung. Siswa juga kurang memperhatikan saat guru menerangkan. Hal tersebut terlihat dengan adanya beberapa siswa yang


(21)

5

melakukan aktivitas lain, seperti menggambar, bermain kertas, berbicara dengan teman, menoleh ke arah teman, dan tiduran. Dengan kondisi yang kurang kondusif tersebut, menyebabkan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kurang dapat diterima oleh siswa secara optimal.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada proses pembelajaran di kelas V SD Negeri Bogo Bantul pada tanggal 26 Januari 2017, diperoleh data bahwa pada saat proses pembelajaran Matematika berlangsung, penyampaian materi oleh guru dilakukan dengan metode ceramah dan penugasan. Guru menyampaikan materi terlebih dahulu, baru kemudian memberikan soal-soal kepada siswa. Guru mengulangi penjelasan materi bagi siswa yang kurang mengerti terhadap materi yang disampaikan. Siswa berani untuk bertanya dan fokus saat mengerjakan soal dari guru, sehingga kondisi kelas kondusif untuk belajar. Pelajaran selanjutnya adalah IPA, yang disampaikan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, percobaan, dan presentasi. Guru membimbing siswa saat melakukan percobaan membuat elektromagnet dan guru melakukan penguasaan kelas yang baik. Semua siswa antusias dalam membuat elektromagnet. Siswa yang sudah selesai dengan tugasnya, membantu temannya yang belum berhasil. Pada akhirnya, semua siswa berhasil membuat elektromagnet. Sedangkan pada pembelajaran IPS, materi yang disampaikan merupakan lanjutan dari materi pada hari sebelumnya. Metode yang digunakan guru dalam mengajar yaitu metode ceramah dan metode tanya jawab. Guru menyampaikan materi sama persis dengan buku (text book). Sesekali guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan dijawab dengan baik oleh siswa. Guru


(22)

6

tidak melakukan mobilitas yang baik, karena guru hanya duduk di tempat duduknya selama menyajikan materi. Perilaku siswa selama pembelajaran beragam, yaitu terdapat siswa yang fokus pada pembelajaran, bermain sendiri, bermain penggaris, mengobrol dengan teman dan menggambar.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 25 dan 26 Januari 2017 di kelas V SD Negeri Bogo Bantul, terlihat bahwa proses pembelajaran IPS kurang menunjukkan adanya komunikasi dan interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Metode yang digunakan juga kurang bervariasi jika dibandingkan dengan metode yang digunakan pada pembelajaran lainnya. Proses pembelajaran IPS tidak menggunakan media, guru masih text book dan guru kurang dapat melakukan penguasaan kelas yang baik. Perilaku siswa pada proses pembelajaran IPS juga kurang aktif jika dibandingkan dengan perilaku siswa pada proses pembelajaran lainnya. Siswa kurang antusias dan melakukan aktifitas lain saat guru menjelaskan. Berdasarkan hal tersebut, nampak bahwa tedapat permasalahan pada proses pembelajaran IPS.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada tanggal 25 Januari 2017 dengan beberapa siswa kelas V (AYS, DN, LF, RN, FZN), mereka mengungkapkan bahwa mereka merasa kurang suka dengan pembelajaran IPS karena materinya yang sulit dan banyak materi terkait peristiwa sejarah yang sulit untuk dihafalkan. Hal tersebut membuat siswa kurang antusias terhadap pembelajaran IPS sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPS.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas V (INH) pada tanggal 26 Januari 2017, guru mengungkapkan bahwa metode yang digunakan


(23)

7

pada proses pembelajaran IPS adalah metode ceramah dan penugasan. Guru juga memaparkan bahwa pembelajaran IPS selama ini mengandalkan hafalan siswa karena cakupan materinya luas dan materinya terkait sejarah yang tidak langsung dialami oleh siswa.

Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil observasi mengenai hasil belajar siswa kelas V pada semester gasal diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Belajar Penilaian Akhir Semester 1 Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Bantul Tahun Ajaran 2016/2017

No Mata Pelajaran Nilai Rata-rata PAS

1. Bahasa Indonesia 73

2. Matematika 70

3. IPA 74

4. IPS 68

5. PKn 76

(Sumber: Daftar Nilai Siswa Kelas V Tahun Ajaran 2016/2017)

Berdasarkan hasil Penilaian Akhir Semester I di atas, terlihat bahwa hasil belajar mata pelajaran IPS menempati posisi terendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPS adalah 76. Siswa yang mencapai KKM sebanyak 11 siswa (55%), sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 9 siswa (45%). Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul masih tergolong rendah.

Materi pada kelas V semester 2 terdapat standar kompetensi tentang menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan kompetensi dasar 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.


(24)

8

Pada materi tersebut siswa merasa kesulitan dalam menghafal tanggal-tanggal, tokoh-tokoh serta peristiwa-peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan. Guru juga mengungkapkan bahwa materi tersebut merupakan materi yang dirasa sulit oleh siswa. Penyampaian materi dari guru didominasi dengan metode ceramah, kemudian siswa diminta menghafal apa yang disampaikan guru. Hal tersebut kurang mengoptimalkan kegiatan belajar siswa sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya perubahan pada cara mengajar guru. Walaupun memiliki tujuan yang baik, kenyataan di lapangan menunjukkan kualitas pembelajaran IPS seringkali jauh dari apa yang diharapkan. Danim (2011: 224) mengatakan bahwa perilaku yang masih umum dilakukan oleh guru-guru di sekolah, sebagai berikut.

1. Komunikasi guru dan siswa cenderung satu arah dan siswa dituntut menjadi pendengar yang baik.

2. Guru mengembangkan sikap “instan” dan “pragmatis”, serta tidak sabar ingin mencapai hasil akhir.

3. Guru bekerja untuk memudahkan dirinya. 4. Guru memosisikan siswa sebagai objek belajar.

Perilaku guru tersebut kurang menunjukkan adanya interaksi antara guru dan siswa. Metode mengajar yang demikian kurang dapat memaksimalkan proses belajar. Penggunaan satu metode serta pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat, dapat mengakibatkan pembelajaran menjadi membosankan dan menjadi kurang efektif (Djamarah & Zain, 2002: 83). Guru harus memliki strategi agar siswa belajar dengan efektif, efisien dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal senada diungkapkan oleh Anitah, dkk (2008: 5.4) bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran harus bervariasi sehingga tidak menimbulkan


(25)

9

kejenuhan aktivitas dalam proses pembelajaran. Kaitannya dengan mengajar IPS, guru dapat mengembangkan metode pembelajaran dengan tujuan untuk membantu guru lebih mengenal siswa dan menciptakan pembelajaran yang lebih bervariasi.

Guru yang menggunakan metode mengajar secara bervariasi, dapat meminimalisir kekurangaktifan siswa. Kurangnya keaktifan belajar siswa ini, dapat menghambat perkembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Anitah, dkk (2008: 1.4) bila siswa hanya duduk sambil melamun saat guru menjelaskan pelajaran, berarti siswa tersebut tidak sedang mencerna pelajaran, yang artinya siswa tidak melakukan proses belajar. Akibatnya, hasil belajar yang dicapai siswa kurang optimal karena iklim belajar di kelas kurang kondusif. Proses belajar mengajar yang demikian, kurang memberikan makna bagi siswa, sehingga siswa kurang dapat optimal dalam menerapkan konsep dan pengetahuan IPS yang diperoleh di kehidupan sosialnya.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti dapat mengungkapkan penyebab rendahnya hasil belajar IPS yaitu guru kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga apa yang disampaikan guru kurang optimal diterima oleh siswa. Selain itu guru juga belum menggunakan metode yang bervariasi. Maka sangat penting bagi guru untuk melakukan variasi dalam pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang menarik serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa, supaya siswa juga memiliki kebebasan untuk berkembang sesuai dengan keinginan dan kemampuan siswa. Salah satunya adalah dengan merubah cara mengajar guru dengan metode mengajar yang variatif dan memungkinkan siswa belajar secara optimal serta menempatkan siswa


(26)

10

sebagai subjek belajar. Perlu adanya tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan metode role playing atau metode bermain peran dalam pembelajaran IPS.

Metode role playing merupakan salah satu jenis metode simulasi. Anitah, dkk (2008: 5.23) mengatakan bahwa metode mengajar simulasi banyak digunakan pada pembelajaran IPS, PKn, pendidikan agama dan pendidikan apresiasi. Metode role playing merupakan metode pembelajaran dengan memperagakan suatu situasi tertentu agar siswa memiliki pemahaman yang lebih terkait materi yang sifatnya abstrak. Anitah, dkk (2008: 3.17) menambahkan bahwa dengan bermain peran, siswa dapat memahami pengertian perilaku sosial, interaksi sosial, dan cara-cara memecahkan masalah sosial dengan cara-cara yang lebih efektif. Penyajian materi IPS menggunakan metode role playing dapat membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan sosialnya.

Metode role playing dapat dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar IPS. Shaftel & Shaftel (1982: 36) menjelaskan bahwa jika di suatu kelas terdapat siswa yang kurang dihargai oleh teman sekelasnya, melalui role playing siswa tersebut berkesempatan untuk menunjukkan keterampilan dan kemampuan dirinya di luar persepsi teman-temannya selama ini. Unjuk diri yang dilakukan tersebut dapat berdampak pada peningkatan status individu, konsep diri dan pada akhirnya dapat terjadi perubahan yang siginifikan pada hasil belajarnya.

Kelebihan metode role playing sebagaimana dijelaskan oleh Sudjana (2002: 89) yaitu: 1) dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan


(27)

11

siswa, 2) sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias, 3) membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi, 4) dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri, serta 5) dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan atau membuka kesempatan bagi lapangan kerja. Apabila metode role playing diterapkan dalam pembelajaran IPS, diharapkan siswa dapat lebih memahami isi materi pelajaran. Hal tersebut senada dengan Baroroh (2011: 162) yang mengatakan bahwa metode role playing yang dilakukan dengan memerankan seseorang atau sesuatu, dapat membuat siswa lebih mudah memahami dan menghayati isi materi secara keseluruhan. Metode yang demikian juga akan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas proses pembelajaran dapat meningkat.

Materi pada mata pelajaran IPS di kelas V terkait dengan peristiwa-peristiwa di masa lampau. Materi pelajaran yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa masa lampau, memerlukan daya imajinasi siswa untuk membayangkan bagaimana peristiwa-peristiwa sejarah itu terjadi. Sedangkan daya imajinasi masing-masing siswa berbeda. Role playing dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi perbedaan individual tersebut, dengan cara memvisualisasikan materi terkait peristiwa masa lampau. Hal ini senada dengan Anitah, dkk (2008: 5.25) yang mengatakan bahwa metode role playing lebih menitikberatkan pada tujuan untuk


(28)

12

mengingat atau menciptakan kembali gambaran masa silam. Peristiwa sejarah yang bersifat abstrak, dapat lebih dikonkretkan melalui penerapan metode role playing. Metode role playing atau bermain peran juga sesuai dengan karakteristik siswa, yaitu karakter suka bermain. Melalui metode role playing, siswa dapat bermain untuk memerankan tokoh dan situasi tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Wijirejo Pandak Bantul”. Melalui penerapan metode role playing ini, diharapkan guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih termotivasi dalam meningkatkan hasil belajarnya. Untuk itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Wijirejo Pandak Bantul.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat ditentukan identifikasi masalah dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD Negeri Bogo sebagai berikut.

1. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran IPS kurang bervariasi. 2. Kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran IPS.

3. Guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran IPS.

4. Hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPS masih rendah dibanding dengan mata pelajaran lainnya.


(29)

13 C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, peneliti membatasi penelitian ini agar lebih terfokus, yaitu: masih rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas V, kurang bervariasinya metode mengajar yang digunakan guru dan metode role playing yang belum pernah digunakan dalam proses pembelajaran IPS.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut.

1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar IPS melalui metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul?

2. Apakah hasil belajar IPS dapat ditingkatkan melalui metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. untuk mengetahui proses meningkatkan hasil belajar IPS melalui metode role

playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul.

2. untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS melalui metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Siswa


(30)

14

motivasi belajar IPS, sehingga berdampak positif pada peningkatan hasil belajar IPS siswa.

b. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar pada pembelajaran IPS di kelas.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul pada pembelajaran IPS menggunakan metode role playing.

3. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam pengembangan proses pembelajaran IPS.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan masukan serta pengetahuan untuk mengetahui hasil belajar IPS siswa SD Negeri Bogo Bantul dengan menggunakan metode role playing.


(31)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar ialah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya (Purwanto, 2011: 38). Hal ini senada dengan pendapat Sugihartono, dkk (2013: 74) belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Menurut Aunurrahman (2010: 38) belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah suatu usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak (Susanto, 2015: 4).

Anitah, dkk (2008: 1.3) berpendapat bahwa ciri utama belajar itu ada tiga. Pertama, belajar adalah proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan. Kedua, hasil belajar berupa perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, maupun afektif). Ketiga, belajar berlangsung melalui pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung.

Penelitian ini diharapkan terdapat perubahan perilaku dalam diri siswa yang berupa pemahaman, pengetahuan maupun keterampilan. Perubahan tingkah laku dalam hal berpikir, merasa maupun bertindak diperoleh melalui interaksi


(32)

16

dengan lingkungan. Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep IPS dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, belajar bukan sekadar mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas dari itu yaitu mengalami.

2. Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Sebagai suatu hukum, prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar. Anitah, dkk (2008: 1.17) mengemukakan prinsip-prinsip belajar, sebagai berikut.

a. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berkaitan langsung dengan tujuan pelajaran itu sendiri.

b. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran, dapat dilakukan melalui pelibatan siswa itu sendiri atau menciptakan situasi belajar yang menarik bagi siswa.

c. Aktivitas. Aktivitas belajar melibatkan pikiran dan perasaan siswa. Bila pikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Untuk merangsang siswa supaya lebih aktif belajar, dapat digunakan metode dan media yang bervariasi.

d. Balikan. Balikan diperlukan supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Balikan dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.


(33)

17

e. Perbedaan individual. Semua siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda, dan hendaknya guru dapat memfasilitasi perbedaan siswa tersebut sesuai dengan karakteristik masing-masing siswa.

Prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran (Aunurrahman, 2010: 113), yaitu:

a. apapun yang siswa pelajari, harus dia yang belajar, bukan orang lain yang melakukan aktivitas belajar untuknya,

b. setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya,

c. pemberian penguatan langsung pada siswa, dapat menjadikan siswa belajar dengan baik,

d. penguasaan materi yang baik pada setiap langkah pembelajaran, memungkinkan siswa memahami makna dari materi yang dipelajarinya, dan e. motivasi belajar siswa dapat meningkat apabila diberi tanggung jawab dan

kepercayaan penuh atas belajarnya.

Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003: 27-28) sebagai berikut. a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) Usahakan untuk melibatkan siswa secara aktif, meningkatkan minat dan membimbing siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

2) Untuk mencapai tujuan instruksional, perlu adanya penguatan dan motivasi bagi siswa.

3) Lingkungan belajar perlu diatur sedemikian rupa agar siswa dapat melakukan eksplorasi dan belajar dengan efektif.


(34)

18 b. Sesuai hakikat belajar

1) Belajar merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan tahap demi tahap. 2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan diskoveri.

3) Belajar memiliki keterkaitan antar pengertian dan belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respon.

c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2) Belajar dilaksanakan sesuai tujuan instruksional dan untuk mengembangkan kemampuan tertentu.

d. Syarat keberhasilan belajar

1) Sarana yang memadai diperlukan untuk mendukung proses belajar.

2) Perlu adanya repetisi (pengulangan) agar pengertian, keterampilan maupun sikap yang diajarkan dapat tertanam pada diri siswa.

Penelitian ini mengambil prinsip-prinsip belajar sebagai berikut: a. Belajar memerlukan proses.

b. Perlu adanya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, karena siswa berperan sebagai subjek pembelajaran.

c. Model dan metode yang digunakan dalam pembelajaran, disesuaikan dengan karakteristik siswa.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, memberikan penjelasan dalam memaknai belajar dan dapat mengetahui apa yang perlu diperhatikan dalam mendukung proses pembelajaran, serta dapat dijadikan pegangan dalam


(35)

19

pelaksanaan kegiatan belajar. Dengan demikian, proses belajar dapat dilaksanakan secara optimal.

3. Hasil Belajar

Purwanto (2011: 46) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar, yang disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, hasil belajar erat kaitannya dengan belajar. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang diperoleh dari hasil tes sejumlah materi pelajaran tertentu dan dinyatakan dalam bentuk skor.

Taksonomi Bloom terdiri dari tiga ranah sebagai bentuk klasifikasi tujuan pendidikan dan tahapan pencapaiannya, yaitu (Bloom, 1956: 7): (1) ranah kognitif (pengetahuan), (2) ranah afektif (sikap), dan (3) psikomotorik (ketramplian). Taksonomi ini merupakan tahapan proses berpikir siswa dari tingkat keterampilan berpikir paling rendah sampai tingkat keterampilan berpikir yang lebih kompleks. Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengembangan intelektual. Ranah afektif mencakup tujuan yang menggambarkan perubahan sikap, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi. Ranah psikomotor mencakup area manipulatif atau motorik.

Bloom (1956: 62-190) menjelaskan bahwa ranah kognitif melibatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual. Hal ini meliputi mengingat kembali fakta-fakta tertentu, pola prosedural dan konsep-konsep yang melayani dan mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan. Ada


(36)

20

enam kategori utama, yang dijabarkan dalam urutan yang dimulai dari perilaku yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Keenam tahap tersebut, yaitu:

a. knowledge (pengetahuan)

Menunjukkan adanya memori mengenai materi yang sebelumnya telah dipelajari, yang berkaitan dengan fakta-fakta dasar, syarat, konsep-konsep dasar dan pemilihan jawaban. Kata kunci yang digunakan pada tahap ini meliputi: siapa, apa, mengapa, kapan, alasan, dimana, yang mana, pilihlah, temukan, bagaimana, jelaskan, namai, tunjukkan, eja, daftar, cocokkan, hubungkan, ceritakan, pilih. Contoh:

1) cocokkan nama-nama karakter dengan gambar karakter, 2) cocokkan pernyataan dan tokoh yang menyatakannya, 3) aturlah kalimat acak ini menjadi cerita secara berurutan. b. comprehension (pemahaman)

Menunjukkan pemahaman tentang fakta-fakta dan ide-ide dengan mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan, memberikan deskripsi dan menyatakan ide utama. Kata kunci yang digunakan pada tahap ini meliputi: membandingkan, menunjukkan, menafsirkan, menjelaskan, memperpanjang, menggambarkan, menyimpulkan, menguraikan, berhubungan, menerjemahkan, meringkas, menampilkan, mengklasifikasikan. Contoh:

1) menjelaskan ide-ide yang dipilih atau bagian dari cerita menggunakan kalimatnya sendiri,


(37)

21

2) menggambar atau menulis sebuah kalimat yang menampilkan apa yang terjadi sebelum dan setelah bagian atau ilustrasi yang ditemukan di buku (visualisasi), 3) memprediksi kemungkinan yang bisa terjadi dalam suatu cerita sebelum

selesai membaca seluruh buku,

4) membuat gambar garis waktu yang berisi ringkasan apa yang terjadi dalam cerita, dan

c. application (penerapan)

Memecahkan masalah dalam situasi baru dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, fakta, teknik dan aturan dalam cara yang berbeda, atau baru. Kata kunci pada tahap ini meliputi: menerapkan, membangun, memilih, mengembangkan, wawancara, membuat penggunaan, mengatur, bereksperimen dengan, rencana, pilih, memecahkan, memanfaatkan, model, mengidentifikasi. Contoh:

1) mengklasifikasikan ciri-ciri manusia, hewan, atau benda, 2) membuat boneka jari dan tampil di luar bagian dari cerita,

3) pilih makanan yang sekiranya pemeran utama akan menyukainya: merencanakan menu dan metode melayaninya,

4) pikirkan situasi yang terjadi pada tokoh dalam cerita dan tulislah tentang bagaimana dia akan menangani situasi yang berbeda, dan

5) memberikan contoh dari orang-orang yang siswa tahu memiliki masalah yang sama sebagai karakter dalam cerita.

d. analysis (analisis)


(38)

22

mengidentifikasi motif atau penyebab. Membuat kesimpulan dan mencari bukti yang mendukung generalisasi. Kata kunci: menganalisis, mengkategorikan, mengklasifikasikan, membandingkan, menemukan, membedah, membagi, memeriksa, menyederhanakan, survei, tes, membedakan, daftar, perbedaan, tema, hubungan, fungsi, motif, kesimpulan. Contoh:

1) mengidentifikasi karakteristik umum (dinyatakan dan/atau tersirat) dari karakter utama,

2) membedakan apa yang bisa terjadi dari apa yang tidak bisa terjadi dalam cerita dalam kehidupan nyata,

3) pilih bagian-bagian cerita yang paling lucu, paling menyedihkan, paling bahagia dan paling luar biasa,

4) bandingkan dua karakter utama, dan

5) pilih tindakan dari karakter utama yang sama persis dengan apa yang akan dilakukan oleh siswa.

e. synthesis (sintesis)

Mengumpulkan informasi dengan cara yang berbeda dengan cara menggabungkan elemen dalam pola baru atau mengusulkan solusi alternatif. Kata kunci: membangun, memilih, menggabungkan, kompilasi, menulis, membuat desain, mengembangkan, memperkirakan, merumuskan, bayangkan, menciptakan, merencanakan, memprediksi, mengusulkan, memecahkan masalah/solusi, membahas, memodifikasi, memperbaiki, beradaptasi, meminimalkan, memaksimalkan, berteori, menguraikan, tes, terjadi, menghapus. Contoh:


(39)

23 1) menciptakan sebuah cerita berdasarkan judul,

2) membuat poster untuk mengiklankan cerita sehingga orang ingin untuk membacanya,

3) gunakan imajinasi anda untuk menggambar tentang cerita, 4) menciptakan produk baru yang terkait dengan cerita,

5) menulis buku harian yang berisi tentang pikiran dan kegiatan,

6) membuat karakter asli dan memberitahu bagaimana karakter akan masuk ke dalam cerita, dan

7) menulis musik dan lirik lagu bahwa salah satu karakter utama akan bernyanyi jika dia/itu menjadi bintang rock.

f. evaluation (evaluasi)

Mengajukan dan mempertahankan pendapat dengan membuat penilaian tentang informasi, validitas ide atau kualitas kerja berdasarkan seperangkat kriteria. Kata kunci: penghargaan, memilih, menyimpulkan, mengkritik, memutuskan, membela, sengketa, mengevaluasi, menilai, membenarkan, mengukur, membandingkan, menandai, merekomendasikan, persetujuan, memprioritaskan, pendapat, menafsirkan, menjelaskan, mendukung membuktikan, menyangkal, menilai, mempengaruhi, memahami, menghargai, memperkirakan, mengurangi. Contoh:

1) memutuskan dengan karakter yang mana ia ingin menghabiskan waktu bersamanya dan mengapa,

2) menilai apakah karakter harus bertindak dengan cara tertentu dan mengapa, dan


(40)

24

3) memutuskan jika cerita benar-benar bisa terjadi dan membenarkan alasan untuk keputusan.

Ranah afektif (Krathwohl, Bloom, Maisa, 1964) berkaitan dengan hal-hal emosional, perasaan, nilai-nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi dan sikap. Lima kategori utama tersebut dijabarkan dalam urutan perilaku yang sederhana sampai yang paling kompleks, sebagai berikut.

a. Receiving Phenomena (Penerimaan) Tingkatan afektif ini meliputi:

1) awareness (kesadaran untuk menerima), yaitu munculnya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang dipelajari). Ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus.

2) willingness to receive (kemauan untuk menerima), yaitu usaha untuk memusatkan perhatian pada stimulus.

3) controlled or selected attention (mengkhususkan perhatian), yaitu mengkhususkan perhatian pada fokus tertentu misalnya warna, suara atau kata-kata saja.

Kata kunci: bertanya, memilih, menjelaskan, mengikuti, memberikan, memegang, mengidentifikasi, menempatkan, nama, menunjuk, memilih, duduk, menempatkan, menjawab, menggunakan. Contoh:

1) mendengarkan orang lain dengan hormat, dan

2) mendengarkan dan mengingat nama orang-orang yang baru diperkenalkan. b. Responding to Phenomena (Menanggapi)


(41)

25

fenomena tertentu, memberikan respon terhadap stimulus yang meliputi proses sebagai berikut.

1) Acquiescene of responding (Kesiapan menanggapi), contohnya mengajukan pertanyaan, menaati peraturan lalu lintas, dll.

2) Willingness to respond (Kemauan menanggapi), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus dalam bagian yang diperhatikan.

3) Satisfaction in response (Kepuasan menanggapi), yaitu adanya kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan untuk mengetahui. Contoh: bertanya, membuat gambar, memotret, dll.

Kata kunci: menjawab, membantu, membahas, menyapa, label, melakukan, praktek, menyajikan, membaca, laporan, memilih, mengatakan, menulis. Contoh:

1) berpartisipasi dalam diskusi kelas, 2) memberikan presentasi,

3) menanyakan hal-hal baru mengenai konsep, model, dll untuk memahami mereka sepenuhnya, dan

4) tahu aturan-aturan untuk menjaga keselamatan dan mempraktekkannya. c. Valuing (Menghargai)

Harga atau nilai seseorang menempel ke objek tertentu, fenomena, atau perilaku. Menilai didasarkan pada internalisasi seperangkat nilai-nilai tertentu, sementara petunjuk untuk nilai-nilai ini dinyatakan dalam perilaku yang nampak pada siswa dan sering dapat diidentifikasi. Pada tahap ini mulai timbul


(42)

26

internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian ini dibagi menjadi tiga tahap, sebagai berikut.

1) Acceptance of value (Menerima nilai), merupakan kelanjutan dari kepuasan menanggapi yang lebih intensif.

2) Preference for a value (Menyeleksi nilai yang lebih disenangi), yang ditunjukkan dengan usaha untuk mencari sesuatu yang dapat memuaskan. 3) Komitmen, yaitu keyakinan terhadap suatu nilai dengan alasan tertentu yang

muncul setelah melalui pengalaman-pengalaman. Komitmen ditunjukkan dengan rasa senang, kagum, terpesona. Misalkan kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanina yang dihargainya.

Kata kunci: Melengkapi, menunjukkan, membedakan, menjelaskan, ikuti, bentuk, memulai, mengundang, bergabung, membenarkan, mengusulkan, membaca, laporan, memilih, studi, bekerja. Contoh:

1) menunjukkan kepercayaan dalam proses demokrasi, peka terhadap individu dan budaya perbedaan (nilai keanekaragaman),

2) menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah, dan

3) mengusulkan rencana untuk perbaikan sosial dan mengikuti dengan komitmen.

d. Organization (Mengorganisasikan)

Mengatur nilai-nilai menjadi prioritas dengan cara mengontraskan nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik antara mereka dan menciptakan sistem nilai


(43)

27

yang unik. Penekanan adalah pada membandingkan, berhubungan dan sintesis nilai-nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yaitu:

1) konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, dan 2) pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun nilai dalam suatu sistem nilai

dengan urutan tingkatan sesuai dengan urutan kepentingan atau kesenangan pada masing-masing siswa.

Kata kunci: berpedoman, mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, membela, menjelaskan, merumuskan, mengidentifikasi, mengintegrasikan, memodifikasi, perintah, mengatur, mempersiapkan, berhubungan, mensintesis. Contoh:

1) mengakui kebutuhan akan keseimbangan antara kebebasan dan perilaku yang bertanggung jawab,

2) menjelaskan peran perencanaan yang sistematis dalam memecahkan masalah. 3) menerima standar etika profesional,

4) menciptakan rencana hidup dalam harmoni dengan kemampuan dan keyakinan,

5) memprioritaskan waktu efektif untuk memenuhi kebutuhan organisasi, keluarga, dan diri sendiri.

e. Internalizing Values (Characterization)

Memiliki sistem nilai yang mengontrol perilaku siswa. Perilaku ini merasuk, konsisten, dapat diprediksi, dan yang paling penting, sesuai dengan karakteristik siswa. Tujuan pengajaran berfokus pada pola penyesuaian diri siswa (pribadi, sosial, emosional). Tahap ini tediri dari dua tahap, yaitu:


(44)

28

1) generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang tertentu.

2) karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang membentuk kepribadian.

Kata kunci: bertindak, membedakan, menampilkan, pengaruh, mendengarkan, memodifikasi, melakukan, praktek, mengusulkan, memenuhi syarat, pertanyaan, merevisi, menyajikan, memecahkan, memverifikasi. Contoh: 1) menunjukkan kemandirian ketika bekerja secara individual,

2) bekerja sama dalam kegiatan kelompok (menampilkan kerjasama), 3) menampilkan komitmen profesional untuk praktik etis pada setiap hari,

4) merevisi penilaian dan perubahan perilaku dengan menyertakan bukti baru, dan

5) menilai orang apa adanya, bukan bagaimana mereka berpenampilan.

Elizabeth Shimpson (1966: 25-30) membagi menjadi lima kategori yang menjelaskan perjenjangan hasil belajar psikomotor atau perilaku. Kelima jenjang tersebut, yaitu perception, set, guided response, mechanism, dan complex overt response. Penjelasan dari masing-masing tingkat tersebut, sebagai berikut.

a. Perception (Persepsi)

Persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra untuk menangkap stimulus yang membimbing aktivitas gerak. Kategori itu bergerak dari stimulus sensori (kesadaran terhadap stimulus) melalui pemilihan stimulus (pemilihan tugas yang relevan). Kategori perception dibagi menjadi tiga subkategori yang menunjukkan


(45)

29

tiga tingkat yang berbeda sehubungan dengan proses persepsi. Subkategori tersebut, sebagai berikut.

1) Sensory Stimulation (Rangsangan Indera)

Berkaitan dengan stimulus pada satu atau lebih organ-organ indera (pendengar, peraba, perasa, penglihatan, dan pembau). Contoh: kepekaan pendengaran siswa dalam memainkan alat musik sebagai anggota kelompok, kepekaan dalam meraba suatu benda, dan kepekaan terhadap bumbu masakan.

2) Cue Selection (Pemilihan Stimulus)

Memutuskan stimulus apa yang harus ditanggapi seseorang untuk memenuhi persyaratan kinerja tugas tertentu. Ini melibatkan identifikasi stimulus atau stimulus dan mengaitkannya dengan tugas yang harus dilakukan. Ini mungkin melibatkan pengelompokan stimulus berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masa lalu. Stimulus yang relevan dengan situasi dipilih sebagai panduan tindakan dan stimulus yang tidak relevan diabaikan atau dibuang.

3) Translation

Terkait dengan persepsi untuk bertindak dalam melakukan tindakan motorik. b. Set (Kesiapan)

Kesiapan melakukan tindakan tertentu meliputi kesiapan mental, kesiapan fisik dan kesiapan emosioanl. Set (kesiapan) dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut. 1) Mental Set (Kesiapan Mental)

Kesiapan dalam arti mental, yaitu kesiapan untuk melakukan suatu tindakan motorik tertentu. Sebagai prasyarat, hal ini melibatkan tingkatan persepsi dan subkategorinya yang telah diidentifikasi. Contoh: pengetahuan tentang


(46)

langkah-30

langkah dalam mengatur meja dan pengetahuan tentang alat yang sesuai dengan kinerja berbagai mesin jahit.

2) Physical Set (Kesiapan Fisik)

Kesiapan dalam artian membuat penyesuaian anatomis yang diperlukan agar dapat melakukan kemampuan motorik. Kesiapan, dalam pengertian fisik, melibatkan rangkaian reseptor, yaitu kehadiran sensorik, atau memusatkan perhatian pada organ sensorik dan set postural yang dibutuhkan, atau posisi tubuh. Contoh: posisi tangan yang siap untuk mengetik.

3) Emotional Set (Kesiapan Emosi)

Kesiapan dalam hal perilaku yang menguntungkan terhadap tindakan motorik yang sedang berlangsung. Kesediaan untuk merespons secara tersirat. Contoh: disposisi untuk menampilkan operasi mesin jahit dengan kemampuan terbaik dan keinginan untuk mengoperasikan mesin produksi dengan skill.

c. Guided Response (Gerakan Terbimbing)

Gerakan terbimbing merupakan tahapan awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. Hal ini meliputi peniruan atau pengulangan perbuatan yang telah didemonstrasikan dan trial and error atau penggunaan pendekatan ragam respon untuk mengidentifikasi respon yang tepat. Guided response terbagi menjadi 2 kategori, sebagai berikut.

1) Imitation

Imitasi adalah eksekusi suatu tindakan sebagai respon langsung terhadap persepsi orang lain yang melakukan tindakan/akting tersebut. Contoh: menirukan proses


(47)

31

menjahit, melakukan tarian seperti setan, dan memotong paruh ayam sesuai yang telah dicontohkan.

2) Trial and Error

Mencoba berbagai tanggapan, biasanya dengan beberapa alasan untuk setiap respons, sampai respons yang tepat tercapai. Respon yang tepat adalah yang memenuhi persyaratan kinerja tugas, yaitu, "menyelesaikan pekerjaan" atau melakukannya dengan lebih efisien. Tingkat ini dapat didefinisikan sebagai pembelajaran respons ganda di mana respons yang dipilih dari beragam perilaku, mungkin melalui pengaruh reward dan punishment. Contoh: menemukan metode menyetrika blus yang paling efisien melalui uji coba berbagai prosedur dan memastikan urutan pembersihan ruangan melalui percobaan beberapa pola.

d. Mechanism (Gerakan Terbiasa)

Gerakan ini berkenaan dengan kinerja dimana respon telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dilakukan dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar level ini berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja tetapi tingkat kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya. Contoh: mampu mencampur bahan untuk membuat mentega dan mampu melakukan penyerbukan bunga oat.

e. Complex Overt Response (Gerakan yang Kompleks)

Gerakan kompleks yaitu gerakan sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks. Keahliannya terindikasi dengan gerakan cepat, lancar, akurat, dan menghabiskan energi yang minimum. Complex overt response terbagi menjadi 2 kategori, sebagai berikut.


(48)

32

1) Resolution of Uncertainty (Resolusi ketidakpastian)

Tindakan dilakukan tanpa ragu-ragu dari individu untuk mendapatkan gambaran mental dari urutan tugas. Artinya, dia tahu urutan yang dibutuhkan dan dengan demikian berjalan dengan percaya diri. Tindakan di sini didefinisikan sebagai sifat yang kompleks. Contoh: ketrampilan mengoperasikan mesin penggilingan, ketrampilan dalam menyiapkan dan mengoperasikan gergaji produksi, serta ketrampilan dalam meletakkan pola pada kain dan memotong garnet.

2) Automatic Performance (Kinerja Otomatis)

Pada tingkat ini, individu dapat melakukan keterampilan motorik yang terkoordinasi dengan baik dengan kemudahan dan kontrol otot yang hebat. Contoh: ketrampilan dalam melakukan langkah dasar tarian daerah dan keterampilan memainkan biola.

Soedjiarto (Purwanto, 2010: 46) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Carool dalam Sudjana (2002: 40) berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu a) bakat siswa, b) waktu yang tersedia untuk belajar, c) waktu yang digunakan untuk menjelaskan pelajaran, d) kualitas pembelajaran dan kemampuan individu. Howard Kingsley (Sudjana, 2002: 45) hasil belajar dibagi menjadi tiga, yaitu a) keterampilan dan kebiasaan, b) pengetahuan dan pengertian, c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.


(49)

33

Hasil belajar dibedakan menjadi tiga yaitu kognitif (penguasaan intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Untuk siswa SD, ranah kognitif yang dipilih cukup pengetahuan, pemahaman, dan penerapan (Sardjio, 2011: 8.19). Ketiga ranah hasil belajar tidak berdiri sendiri, tapi merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah (Sudjana, 2002: 49).

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Dalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi, keenam jenjang tersebut menurut Sudjana (2006: 23-29) yaitu: 1) pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk

mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya tanpa mengharap kemampuan untuk menggunakannya,

2) pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat,

3) penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret,


(50)

34

4) analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor-faktor-faktor lainnya.,

5) sintesis (synthesis) merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang berstruktur, dan

6) penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif ini dari lima jenjang menurut Sudjana (2006: 30) yaitu:

1) receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain,

2) responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara,

3) valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan,


(51)

35

4) organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada perbaikan umum, dan

5) characterization by a value or value complex (karakteristik dengan suatu nilai atau komplek nilai yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan berperilaku setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku), yang dapat terbentuk apabila siswa telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya. Terdapat enam tingkatan keterampilan menurut Sudjana (2006: 30-31), yaitu:

1) gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar; 2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;

4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan;

5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan kompleks; dan

6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah dicapai setelah melakukan suatu kegiatan dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, simbol maupun kalimat. Hasil belajar


(52)

36

IPS meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini peneliti meneliti ranah kognitif dan psikomotor karena disesuaikan dengan masalah yang terjadi di lapangan. Kemampuan kognitif yang diukur meliputi pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Ranah psikomotor yang diukur dalam penelitian ini meliputi perception atau persepsi (P1), set atau kesiapan (P2), dan guided response atau gerakan terbimbing (P3).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor ini dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri individu yang sedang melakukan proses belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Sugihartono (2013: 76) terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar, sebagai berikut.

a. Faktor internal (faktor dalam diri siswa)

1) faktor jasmaniah (berkaitan dengan tubuh seseorang), meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.

2) faktor psikologis (berkaitan dengan mental seseorang), meliputi faktor intelegensi, minat, perhatian, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa)

1) faktor keluarga, meliputi faktor cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.

2) faktor sekolah yang mempengaruhi belajar, meliputi faktor metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disiplin sekolah,


(53)

37

pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode mengajar dan tugas rumah.

3) faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat dan media massa.

Dalyono (2005: 55-60) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya. Di bawah ini dikemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar, sebagai berikut.

a. Fakror internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, meliputi: 1) Kesehatan

Kesehatan yang dimaksud meliputi kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Apabila jasmani siswa tidak sehat, maka dapat mengakibatkan siswa tidak semangat dalam belajar. Demikian pula halnya jika kesehatan rohani kurang baik dapat mengganggu atau mengurangi semangat belajar. Semangat belajar yang rendah dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar.

2) Intelegensi dan bakat

Aspek intelegensi dan bakat ini besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Seseorang yang mempunyai intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasil belajarnya cenderung baik. Sebaliknya, seseorang yang memiliki intelegensi rendah, cenderung mengalami kesulitan belajar, lambat berpikir, sehingga hasil belajarnya pun rendah. Seseorang yang memiliki bakat, akan lebih mudah belajar dan cepat pandai dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki bakat. Bila seseorang mempunyai intelegensi tinggi


(54)

38

dan bakat dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses.

3) Minat dan motivasi

Minat dapat timbul dari luar maupun dari dalam diri siswa. Minat belajar yang besar cenderung memperoleh hasil belajar yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang rendah akan menghasilkan hasil belajar yang rendah pula. Sesorang yang belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi hasil belajar.

4) Cara belajar

Cara belajar seseorang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar juga perlu untuk memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis dan ilmu kesehatan, supaya dapat memperoleh hasil belajar yang memuaskan. b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri, meliputi:

1) Keluarga

Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak serta famili yang menjadi penghuni rumah. Salah satu anggota keluarga yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan siswa dalam belajar adalah orang tua. Tinggi rendahnya penghasilan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya orang tua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya dapat mempengaruhi hasil belajar. 2) Sekolah


(55)

39

antara lain, kualitas guru, metode mengajar, kesusaian kurikulum dengan kemampuan siswa, keadaan fasilitas di sekolah, keadaan ruangan, jumlah siswa dalam masing-masing kelas, pelaksanaan tata tertib dan sebagainya.

3) Masyarakat

Keadaan masyarakat juga dapat menentukan hasil belajar siswa. Bila di sekitar siswa keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang berpendidikan, maka siswa akan terdorong untuk giat belajar. Tetapi apabila siswa tinggal di daerah yang banyak anak-anak nakal, pengangguran, anak tidak bersekolah, dapat mengurangi semangat belajar sehingga motivasi dan hasil belajar siswa juga dapat berkurang.

4) Lingkungan sekitar

Keadaan lingkungan tempat tinggal dapat sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Bila bangunan rumah penduduk sangat rapat, dapat mengganggu siswa dalam belajar. Keadan lalu lintas yang bising, suara pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu panas, semuanya akan mempengaruhi semangat belajar. Tempat yang nyaman, sejuk dan sepi akan menunjang proses belajar siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar meliputi faktor internal yang meliputi faktor jasmaniah dan faktor rohani. Faktor eksternal meliputi keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar. Penelitian ini peneliti fokuskan pada faktor eksternal yaitu sekolah, lebih khususnya penggunaan metode mengajar yang digunakan guru untuk menyampaikan materi IPS agar siswa memperoleh pemahaman materi IPS secara lebih bermakna.


(56)

40 5. Pengertian IPS di SD

Sapriya (2009: 20) menyatakan istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Hal senada diungkapkan oleh Susanto (2015: 137) bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar. Menurut Hidayati (2002: 13) untuk sekolah dasar, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial (ilmu sejarah, geografi, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi dan psikologi sosial) yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya (Samlawi dan Maftuh (1998: 1).

Winataputra (2008: 1.40) mengartikan IPS sebagai suatu studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah sosial tersebut dapat dipahami siswa. Berdasarkan hal tersebut, siswa dapat menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian IPS di sekolah dasar merupakan studi sosial yang mengkaji gejala dan masalah kehidupan sosial di masyarakat yang meliputi kajian sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi dan


(57)

41

antropologi. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi kehidupan siswa.

6. Tujuan IPS di SD

Tujuan utama IPS menurut Susanto (2015: 146) ialah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap positif terhadap segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil menghadapi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang terjadi pada dirinya ataupun yang terjadi pada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, IPS bukan hanya memberikan bekal pengetahuan saja, tetapi juga memberikan bekal nilai dan sikap serta keterampilan dalam kehidupan siswa di masayarakat, bangsa dan negara dalam berbagai karakteristik.

Tujuan IPS dalam Sapriya (2009: 194-195) yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. Menurut Hidayati (2002: 19) tujuan IPS adalah menyiapkan peserta didik sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang baik (good citizen). Senada dengan Sapriya (2009: 157) yang mengungkapkan bahwa tujuan IPS adalah untuk mempersiapkan warga negara Indonesia agar dapat berpartisipasi dalam hidup di


(58)

42

masyarakat, yang memerlukan bekal kemampuan berupa pengetahuan (knowledge), sejumlah keterampilan (skill), sikap dan nilai (attitudes and value) serta kemampuan berperilaku (action) sebagai warga negara. Menurut Solehatin dan Raharjo (2009: 15) tujuan dari IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat disimpulkan tujuan IPS di SD yaitu memberikan bekal kepada siswa berupa pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupan siswa agar dapat menempatkan diri sebagai warga masyarakat yang baik, memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan memiliki sikap mental positif terhadap isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat, serta terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri siswa sendiri maupun menimpa masyarakat. Pembelajaran IPS pada penelitian ini menekankan pada pemahaman siswa tentang bagaimana menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia (menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan). Diharapkan dengan pemahaman tentang menghargai perjuangan para tokoh dan masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan, siswa dapat meneladani nilai-nilai luhur para tokoh pejuang kemerdekaan, sehingga siswa dapat meneruskan cita-cita kemerdekaan Indonesia.


(59)

43 7. Ruang Lingkup IPS

Ruang lingkup materi pelajaran IPS di sekolah dasar yang tercantum dalam kurikulum, menurut Depdiknas (2006) dalam Susanto (2015: 160), sebagai berikut:

a. Manusia, tempat dan lingkungan. b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan. c. Sistem sosial dan budaya.

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Materi IPS diambil dari penyederhanaan atau pengadaptasian bagian pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial, yang terdiri dari (Hidayati, 2002: 18):

a. fakta, konsep, generalisasi dan teori,

b. metodologi penyelidikan dari masing-masing ilmu-ilmu sosial, dan

c. keterampilan-keterampilan intelektual yang diperlukan dalam metodologi penyelidikan ilmu-ilmu sosial.

Materi IPS diambil dari konsep-konsep ilmu sosial yang disederhanakan sesuai dengan tingkat kematangan perkembangan siswa. Tingkat kematangan perkembangan siswa tersebut meliputi kematangan pada ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap dan nilai), dan ranah psikomotor (perilaku atau keterampilan). Cakupan materi IPS di kelas V semester II menurut KTSP dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(60)

44

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP SD Negeri Bogo tahun pelajaran 2016/2017

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Materi

2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

2.1 Mendeskripsikan

perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

Perjuangan para pejuang pada masa penjajahan

Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan

peranan tokoh

perjuangan dalam mempersiapkan

kemerdekaan Indonesia

Masa persiapan kemerdekaan

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

Peristiwa sekitar proklamasi

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan

kemerdekaan

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan Kompetensi Dasar 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.

Berdasarkan Silabus Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester 2 SD Negeri Bogo, alokasi waktu yang disediakan untuk menyelesaikan materi dalam tiap-tiap Kompetensi Dasar pada Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dapat dilihat dalam tabel berikut ini.


(61)

45

Tabel 3. Alokasi Waktu Standar Kompetensi 2. Menghargai Peranan Tokoh Pejuang dalam Mempersiapkan dan Mempertahankan Kemerdekaan

Indonesia

Kompetensi Dasar Alokasi Waktu

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

4 jp x 35 menit 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam

mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

5 jp x 35 menit 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam

memproklamasikan kemerdekaan

5 jp x 35 menit 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam

mempertahankan kemerdekaan

6 jp x 35 menit Sumber: Silabus Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester 2 SD Negeri Bogo 8. Hasil Belajar IPS

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, yang meliputi perubahan kognitif, afektif dan psikomotor akibat dari kegiatan pembelajaran. Ruang lingkup IPS disederhanakan dan dimasukkan dalam 4 kompetensi dasar di kelas V. Kompetensi dasar tersebut harus dikuasai oleh siswa supaya siswa dapat melanjutkan kompetensi dasar selanjutnya. Kompetensi dasar yang diambil dalam penelitian ini adalah menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPS adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah melakukan pembelajaran IPS dengan materi peristiwa sekitar proklamasi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang meliputi kemampuan kognitif dan psikomotor. Kemampuan kognitif yang diukur pada penelitian ini, sebagai berikut.


(62)

46 a. Knowledge atau mengingat (C1)

Hasil belajar pada tahap ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menunjukkan kembali adanya memori mengenai materi yang sebelumya telah dipelajari, yang meliputi fakta-fakta dan konsep-konsep pada materi peristiwa sekitar proklamasi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini yaitu, menyebutkan, mengidentifikasi, menunjukkan, memilih, menyatakan, menulis, memasangkan, menamai, dll. Sebagai contoh, siswa mampu untuk menyebutkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perumusan teks proklamasi, menyebutkan tanggal dan tempat terjadinya suatu peristiwa sekitar proklamasi, mengidentifikasi peristiwa menjelang proklamasi, menyebutkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam pertempuran Surabaya, mengidentifikasi peristiwa pertempuran Ambarawa, menyebutkan monumen-monumen perjuangan, dll.

b. Comprehension atau pemahaman (C2)

Hasil belajar pada tahap ini berkaitan dengan pemahaman siswa tentang fakta-fakta dan ide-ide dengan mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan, mendeskripsikan dan menyatakan ide utama pada materi peristiwa sekitar proklamasi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini yaitu, menjelaskan, menafsirkan, membandingkan, menguraikan, membedakan dll. Sebagi contoh, siswa mampu menyatakan penyebab terjadinya peristiwa Rengasdengklok, menyatakan alasan golongan muda tidak setuju kemerdekaan Indonesia dirapatkan dengan PPKI, menyatakan siasat yang digunakan Jendral Sudirman dalam mengadakan serangan


(63)

47

terhadap sekutu, menjelaskan alasan kota Bdnung dibumihanguskan oleh rakyat Bandung, dll.

c. Application atau penerapan (C3)

Hasil belajar pada tahap ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dalam situasi baru dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, fakta, teknik dan aturan dalam cara yang berbeda atau baru pada materi peristiwa sekitar proklamasi dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini yaitu, menerapkan, memanfaatkan, membiasakan, menilai, menyikapi, dll. Sebagai contoh, siswa mampu menunjukkan sikap untuk mengisi kemerdekaan, menerapkan sifat-sifat yang dapat diteladani dari para pahlawan, menyikapi orang asing yang datang ke Indonesia untuk berwisata, menunjukkan sikap menghargai jasa pahlawan di sekolah, rumah, dan masayarat, dll.

Ranah psikomotor yang diukur dalam penelitian ini, sebagai berikut. a. Perception (Persepsi)

Hasil belajar pada tahap ini berkaitan dengan kemampuan siswa yang melibatkan organ indera dan meliputi rangsangan indera, pemilihan stimulus, dan translasi. Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini yaitu mendengarkan, memilih, menjelaskan, mendeteksi, membedakan, mengidentifikasi, mengisolasi, menghubungkan, menyampaikan, memilih, dan memisahkan. Sebagai contoh, siswa mau untuk mendengarkan pendapat orang lain pada saat diskusi dan evaluasi dan menyampaikan pendapat.


(1)

237

Lampiran 29. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran

FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN SIKLUS I

Gambar 1. Guru menyampaikan cerita pengantar (langkah pemanasan)

Gambar 2. Siswa berlatih bersama kelompoknya


(2)

238

Gambar 4. Kelompok 2 bermain peran pengibaran bendera Merah Putih pada 17 Agustus 1945

Gambar 5. Kelompok 1 bermain peran pembacaan teks proklamasi


(3)

239

Gambar 7. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran (langkah generalisasi)


(4)

240

FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN SIKLUS II

Gambar 9. Siswa berlatih bersama kelompoknya

Gambar 10. Siswa berlatih bersama kelompoknya disertai adegan

Gambar 11. Kelompok 1 memerankan adegan Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Otto Iskandardinata, dan anggota rapat saat pemilihan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta


(5)

241

Gambar 12. Kelompok 2 bermain peran pertempuran di Ambarawa

Gambar 14.Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran (langkah generalisasi)


(6)

242


Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Melalui Metode Role Playing di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu

0 10 173

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI 4 RUKTI HARJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 10 62

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD NEGERI 4 RUKTI HARJO LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 16 59

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SAMBI TAHUN AJ

0 1 15

PENDAHULUAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SAMBI TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 1 10

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 menggunakan metedo Role Playing.

0 6 312

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS III SD NEGERI BANJARAN KOKAP KULON PROGO.

0 1 191

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KELAS V SD NEGERI 1 NGERANGAN BAYAT KLATEN.

0 0 257

MENINGKATKAN PARTISIPASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PLAYEN III.

0 0 214

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MATERI TOKOH-TOKOH KEMERDEKAAN MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI SENDANGADI 1 MLATI SLEMAN.

0 4 191