Mikroorganisme Pengurai Komponen Limbah

3. Fase stasioner : fase dengan kecepatan pertumbuhan dan kematian sel seimbang, tidak ada peningkatan sel dan metabolisme menurun, akumulasi metabolit toksik tinggi yang akhirnya menuju fase terakhir, yaitu kematian. 4. fase kematian : sebagian besar sel mati sehingga sehingga produktivitas menurun, akumulasi metabolit toksik tetap tinggi Sugiharto, 1987.

3.8 Mikroorganisme Pengurai Komponen Limbah

Proses penanganan air limbah secara biologis terdiri atas campuran mikroorganisme yang mampu memetabolisme limbah organik. Mikroorganisme yang diketemukan dalam air dan air limbah digolongkan dalam empat group, yaitu: virus, organisme prokariotik, organisme eukariotik, dan invertebrata sederhana. Organisme prokariotik dan eukariotik bersel tunggal, sedangkan invertebrata bersel jamak. virus adalah partikel-partikel yang tidak hidup dan berikatan dengan mikroorganisme yang mendapat perhatian utama baik dalam air maupun dalam penanganan air limbah Laksmi,1990. Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah. dalam air dan penanganan air limbah bakteri penting karena kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari air limbah. Beberapa jenis mikroba yang berperan dalam proses biodegradasi disajikan dalam tabel 3.3 Fungi Bakteria Actinomycetes Alternaria Aspegilius Chaetomium Coprinus Fomes Fusarium Myrothecium Pincillium Polyporus Rhizoctonia Rhizopus trametes trichoderma trichothecium verticilium Zygorhynchus Bacillus Cellulomonas Corynebacterium Cytphaga Polyangium Pseudomonas Sporocytophaga vibrio Micromonospora nocardia Streptomyces Streptosporangium

3.8.1 Kebutuhan Nutrien

Untuk mencapai penanganan limbah secara biologis yang memuaskan, limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor, dan unsur kelumit yang cukup untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum Laksmi,1990. Kebutuhan nutrisi yang sebenarnya akan berhubungan dengan cara proses penanganan biologis dilakukan. Proses dengan laju tinggi akan mempunyai laju sintesis mikroba yang tinggi. Akan tetapi untuk sistem penanganan bilogis dengan pertumbuhan yang stasioner atau menurun, seperti halnya pada kebanyakan sistem penanganan, akan terdapat Tabel 3.3.Mikroba yang Berperan dalam Proses Biodegradasi laju sintesis mikroba dan kebutuhan nutrien yang lebih rendah. nutrien yang dibutuhkan harus ditambahkan sesuai dengan laju sintesis sel. Secara praktis, bila limbah kekurangan nutrien, maka nutrien harus ditambahkan pada sistem yang sebanding dengan nutrien dalam padatan mikroba yang hilang dalam eluan dan atau dibuang dari sistem Laksmi,1990. Air limbah rumah tangga merupakan sumber yang banyak ditemukan di lingkungan. Salah satu komponennya yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan berasal dari deterjen yang merupakan salah satu bahan pembersih di rumah tangga. Penggunaan deterjen pada domestik hanya digunakan sebagai pembersih perabotlantai. Pengguna deterjen terbesar adalah pada sektor industri, antara lain a industri minyak bumi, untuk eksplorasi, memecah emulsi crude oil dan mengatasi tumpahan minyak di lepas pantai, b industri tekstil, sebagai penghilang lemak pada kain, peningkatan kualitas pewarnaan tekstil, melicinkan benang dan inishing kain, c industri argo, sebagai bahan campuran pestisidaherbisidabiodispersan dan sebagai weting agent, d industri logam, sebagai pencegah korosi, inishing permukaan logam dan penghilangan lemak dan kotoran pada logam, e industri kertas, sebagai penghilang tinta dan inishing kertas Rochman, 2004. deterjen dalam arti luas adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun cuci piring alkali dan cairan pembersih. Deinisi yang lebih spesiik dari deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Surfaktan merupakan bahan pembersih utama yang ada terdapat di dalam deterjen. Surfaktan di dalam deterjen berfungsi sebagai bahan pembasah yang menyebabkan menurunnya tegangan permukaan air sehingga air lebih mudah meresap ke dalam kain yang dicuci. Selain itu molekul-molekul surfaktan membentuk ikatan-ikatan diantara partikel kotoran dan air. Keadaan ini memungkinkan karena molekul surfaktan bersifat bipolar, dimana salah satu ujungnya bersifat nonpolar dan larut di dalam kotoran, sedangkan ujung yang lainnya bermuatan dan larut dalam air Fardius, 1992. Pada awalnya, surfaktan jenis Alkil Benzena Sulfonat ABS banyak digunakan oleh industri deterjen. ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradasi sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non‑biodegradable’. dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50 bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Lapisan permukaan molekul surfaktan pada batas antarfase udara-air dapat mencegah perpindahan oksigen. Pengaruh ini bertambah dengan bertambah panjangnya rantai alkil dalam surfaktan ABS. Perpindahan oksigen telah dikurangi sampai 70 tetapi sulit untuk menduga dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Biodegradasi ABS sangat lambat, karena adanya struktur rantai cabang. Makin panjang dan makin bercabang rantai hidrokarbon, adalah makin toksik karena makin stabil sehingga sukar dibiodegradasi. ABS tahan terhadap pengolahan limbah, sehingga senyawa itu tidak banyak digunakan lagi. tegangan permukaan air menjadi sangat rendah oleh deterjen, sehingga terjadi deloklasi koloid- koloid, lotasi pengapungan padatan, teremulsinya lemak dan minyak serta matinya bakteri. Keadaan yang tidak menguntungkan ini menyebabkan ABS diganti dengan surfaktan yang dapat diuraikan secara biologis, antara lain Linier Alkil Sulfonat LAS, salah satunya adalah dodecyl Benzena Sulfonat dBS Suriawiria, 1996 Gambar 3.5.Struktur LAS dodecyl Benzena Sulfonat LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS lebih mudah terurai karena tidak mempunyai rantai cabang dan tidak mengandung C tersier, sehingga berpeluang untuk mengalami penguraian secara biologis darmayasa, 2000. Hal-hal yang tak kalah pentingnya, surfaktan yang terkandung dalam badan air menyebabkan penurunan oksigen terlarut. Ada tiga faktor yang menyebabkan penurunan oksigen terlarut, yaitu: 1. Biodegradasi limbah oleh mikroba memerlukan oksigen dalam prosesnya. Makin banyak limbah deterjen terlarut, makin besar penurunan oksigen terlarut. 2. Buih di permukaan air akan menghalangi oksigen dari udara yang masuk dalam air. Meskipun airnya tidak sampai berbuih, molekul deterjen cenderung terkonsentrasi di permukaan surface active agent . dengan demikian, akan menghambat penetrasi oksigen dari udara ke permukaan air. 3. deterjen yang di dalamnya terkandung senyawa fosfat, akan menyubur kembangkan algae dan enceng gondok. Hal ini tentu cukup menghalangi penetrasi oksigen dari udara ke permukaan air. Kehadiran fosfat di perairan sering menimbulkan ledakan pertumbuhan blooming alga, sehingga terjadi eutroikasi.

3.9 Pengolahan Limbah Biologis dengan Lumpur Aktif