Bakteri merupakan
kelompok mikroorganisme
terpenting dalam sistem penanganan limbah karena kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan
bahan organik yang tidak diinginkan dari air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk
menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung
di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan Laksmi, 1990.
dalam sistem biologis, bakteri menggunakan limbah untuk mensintesis bahan pembentuk sel baru dan
menyediakan energi untuk sintesis. Bakteri juga dapat menggunakan suplai makanan yang sebelumnya sudah
terakumulasi secara internal untuk respirasi dan cadangan itu akan digunakan apabila tidak ada sumber makanan
dari luar. Sintesis dan respirasi endogenus berlangsung secara simultan dalam sistem biologis dan sintesis akan
berlangsung lebih banyak bila terdapat makanan eksogenus yang berlebihan, sedangkan respirasi endogenus akan
mendominasi bila suplai makanan eksogenus sedikit atau tidak ada. Adanya bahan organik makanan, metabolisme
mikroba akan menghasilkan sel-sel baru dan energi serta padatan mikroba akan meningkat Sugiaharto, 1987.
3.10 Kurva Pertumbuhan Mikroba Bila mikroba ditumbuhkan pada media yang sesuai
dan dengan keadaan optimum maka pertumbuhannya akan meningkat dengan waktu yang relatif singkat. Pertumbuhan
mikroba, yaitu peningkatan jumlah populasi sel mikroba akibat pembelahan sel. Selang waktu yang diperlukan sel
untuk membelah disebut doubling time atau generation time. Doubling time
tiap organisme sangat bervariasi. Kebanyakan bakteri memiliki doubling time antara 1 sampai 3 jam, tetapi
beberapa bakteri mampu membelah dalam waktu 10 menit, dan bakteri lain ada yang memiliki doubling time beberapa
jam bahkan beberapa hari.Kurva pertumbuhan bakteri dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Fase adaptasi atau fase lag Fase lag merupakan fase penyesuaian bakteri
terhadap lingkungan dimana bakteri tersebut ditumbuhkan. Pada fase lag belum terjadi
pertambahan jumlah sel. Fase lag dapat singkat atau lama tergantung pada sejarah kultur bakteri
tersebut dan kondisi pertumbuhannya.
2. Fase eksponensial Pada fase eksponensial terjadi pembelahan sel
dimana pada awalnya terjadi peningkatan jumlah sel dengan kecepatan lambat, tetapi meningkat
dengan cepat sehingga terjadi peningkatan jumlah sel yang luar biasa. Jika sebuah kultur
yang berada pada fase eksponensial diinokulasi ke dalam medium yang sama pada kondisi
pertumbuhan yang sama, ternyata fase lag tidak akan terjadi dan pertumbuhan eksponensial
langsung dimulai.
3. Fase stasioner Fase
stasioner membatasi
pertumbuhan eksponensial, yaitu tidak terjadi peningkatan
maupun penurunan jumlah sel bersih. Fase ini terjadi karena nutrien yang dibutuhkan oleh
bakteri telah berkurang. Meskipun biasanya tidak terjadi pertumbuhan lagi pada fase ini,
banyak fungsi sel yang masih berlangsung seperti metabolisme energi dan beberapa proses
biosintesis. Pada beberapa organisme, mungkin masih terjadi pertumbuhan lambat pada fase
stasionernya, tetapi jumlah sel yang membelah diimbangi oleh jumlah sel yang mati sehingga
tidak terjadi peningkatan maupun penurunan bersih dalam jumlah selnya. Jika suatu inokulum
diambil dari kultur yang sudah tua fase stasioner dan diinokulasi pada medium yang sama, maka
fase lag biasanya terjadi meskipun jika semua sel dalam inokulumnya adalah viable, yaitu mampu
untuk membelah diri. Hal ini disebabkan karena sel biasanya menghabiskan berbagai zat penting
dan diperlukan waktu untuk mensintesanya kembali.
4. Fase kematian Pada fase kematian jumlah sel akan berkurang
karena nutrisi dalam media telah habis dan cadangan makanan dalam sel juga telah habis.
Pada kurva pertumbuhan, fase kematian pada
siklus pertumbuhan juga merupakan fase eksponensial, tetapi pada kebanyakan kasus
kecepatan kematian sel jauh lebih lambat daripada kecepatan pertumbuhan eksponensialnya.
Gambar 3.6. Kurva Pertumbuhan Bakteri
3.10.1 Pengukuran Pertumbuhan Mikroba Berdasarkan Turbiditas
Salah satu metode untuk mengukur pertumbuhan atau memperoleh perkiraan jumlah atau massa sel adalah
dengan melakukan pengukuran turbiditas kekeruhan. Suatu suspensi sel memiliki penampakan seperti cairan
yang keruh turbid jika dilihat dengan mata karena sel-sel menghamburkan sinar yang melewati suspensi tersebut.
Makin banyak mengandung sel, makin banyak sinar yang dihamburkan.
turbiditas dapat diukur menggunakan alat photometer atau spektrofotometer, yaitu peralatan yang melewatkan
Fase stasioner
Fase eksponensial Fase kematian
Waktu Jumlah sel
sinar melewati suspensi sel dan mendeteksi jumlah sinar yang dihamburkan. Perbedaan utama antara kedua
instrumen ini adalah bahwa sebuah photometer dilengkapi dengan ilter sederhana biasanya merah, hjau, atau biru
untuk menghasilkan sinar pada panjang gelombang yang relatif luas, sedangkan sebuah spektrofotometer dilengkapi
dengan sebuah prisma atau kisi difraksi untuk menghasilkan pada panjang gelombang sempit untuk diarahkan ke
sampel kedua peralatan tersebut hanya mengukur sinar yang dihamburkan, dan hasil pembacaan dicatat dalam
satuan photometer misalnya satuan
Klet untuk photometer Klet-Summerson atau satuan optical density Od untuk
spektrofotometer. Pada konsentrasi sel yang tinggi, cahaya yang
dihamburkan jauh dari satuan pendeteksi oleh satu sel dapat dihamburkan kembali oleh sel lain, dan jika hal ini terjadi,
hubungan satu persatu antara jumlah sel dan turbiditas kehilangan kelinearannya. Meskipun demikian, pada batas
tertentu pengukuran turbiditas dapat menjadi akurat dan memiliki kelebihan dalam kecepatan dan kemudahan
dalam pelaksanaanya. Pengukuran turbiditas secara luas telah digunakan untuk mengikuti kecepatan pertumbuhan
kultur mikroba, sampel yang sama dapat diuji berulang- ulang, dan hasil pengukuran diplot pada plot semilogaritmik
versus waktu dan digunakan untuk mengukur generation time
pada kultur yang sedang tumbuh. Sebelum alat spektrofotometer digunakan untuk
mengukur sampel, terlebih dahulu alat harus dikalibrasi dengan medium steril yang sama digunakan untuk
menumbuhkan mikroba yang diteliti. Selain itu, sebelum menggunakan turbiditas sebagai perkiraan jumlah
atau massa sel, harus disiapkan kurva standar terlebih dahulu untuk tiap mikroba yang akan dipelajari, untuk
menghubungkan antara hasil pengukuran langsung jumlah sel dengan hasil pengukuran tidak langsung dari turbiditas.
Untuk memperoleh korelasi antara konsentrasi sel dengan rapat optis O.d suatu biakan dapat dilakukan dengan
mengukur konsentrasi padatan tersuspensi yang menguap vSS sebagai perkiraan konsentrasi mikroba dalam biakan.
Biakan yang sama kemudian diencerkan dan O.d berbagai pengenceran tersebut diukur. Setelah nilai O.d didapat dan
konsentrasi sel vSS pada setiap pengenceran dihitung, maka kurva yang menggambarkan korelasi antar O.d
dengan konsentrasi mikroba dapat dibuat. Sekali kurva standar ini diperoleh, maka sejumlah besar biakan mikroba
dapat diukur kekeruhannya dan konsentrasinya segera diketahui dengan cara membaca kurva standar Siri, 1990.
3.10.2 Pengukuran VSS V olatile Suspended Solid
Pengukuran vSS volatile Suspended Solid atau konsentrasi padatan tersuspensi yang menguap umumnya
digunakan sebagai perkiraan konsentrasi mikroorganisme dalam unit penanganan biologik. vSS diperoleh dengan
memanaskan residu hasil analisa zat padat total pada suhu ± 550
C . bagian yang terbakar atau hilang selama pemanasan disebut sebagai residu volatile volatile suspended solid atau
zat padat organik, dan bagian yang tersisa disebut residu terikat atau zat padat anorganik Alaerts, 1990.
3.11. Cara Pengolahan Air Limbah