45 c. Penyakit pada waktu anak-anak, misalnya : kekurangan vitamin A,
diare, panas tinggi, morbili dan radang otak. d. Trauma fisik mengenai mata, misalnya : terkena cairan kimia,
terbakar api dan tertusuk. e. Infeksi oleh virus, bibit penyakit yang dibawa serangga, jamur yang
menyerang selaput mata. f. Degenerasi atau penurunan anatomis fisiologi yang berakibat
gangguan pada organ mata dan fungsi penglihatannya, misalnya pada kasus macula degeneresis, retino blastoma, kemunduraan kekuatan
lensa karena usia tua.
3. Klasifikasi Ketunanetraan
Menurut kemampuan melihat, tunanetra visual impairment dapat dikelompokkan pada dalam Purwaka Hadi, 2007 : 18 :
a. Buta blind, ketunanetraan jenis ini terdiri dari : 1 Buta total totally blind adalah mereka yang tidak dapat melihat
sama sekali baik gelap maupun terang. 2 Memiliki sisa penglihatan residual vision adalah mereka yang
masih bisa membedakan antara terang dan gelap. b. Kurang Penglihatan low vision, jenis-jenis tunanetra kurang lihat,
yaitu : 1 Light perception, apabila hanya dapat membedakan terang dan
gelap.
46 2 Light projection, tunanetra ini dapat mengetahui perubahan
cahaya dan dapat menentukan arah sumber cahaya. 3 Tunnel vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra
adalah terpusat 20 sehingga apabila melihat objek hanya terlihat bagian tengahnya saja.
4 Periferal vision atau penglihatan samping, sehingga pengamatan terhadap benda hanya terlihat bagian tepi.
5 Penglihatan bercak, pengamatan terhadap obyek ada bagian- bagian tertentu yang tidak terlihat.
Menurut WHO dalam Lay Kekeh Marthan, 2007 : 59 masalah penglihatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buta blind dan lemah
penglihatan low vision. Anak yang buta tidak dapat belajar dengan menggunakan penglihatan dan karena itu menggunakan indera lain
sebagai penggantinya misalnya melalui pendengaran dan perabaannya taktil. Anak yang lemah penglihatannya masih dapat belajar dengan
memanfaatkan sisa penglihatannya. Anak buta belajar membaca dan menulis dengan huruf braille, sedangkan anak yang lemah penglihatannya
dapat belajar membaca dan menulis dengan huruf-huruf yang dibesarkan ukurannya.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan maka dapat diketahui bahwa klasifikasi ketunanetraan itu ada dua, yaitu buta blind dan kurang
penglihatan low vision.
47
4. Karakteristik Tunanetra
Ketunanetraan yang dihadapi oleh seseorang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam bersikap dan berperilaku terhadap
lingkungannya. Kekurangan bahkan kehilangan fungsi penglihatan yang dialami tunanetra mengakibatkan mereka memiliki ciri-ciri khusus atau
karakteristik tertentu yang penting untuk dipahami dalam memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi anak tunanetra. Karakteristik
tersebut antara lain : a. Karakteristik Kognitif
Kemampuan mengingat seorang tunanetra cenderung lebih baik daripada kemampuan berpikir konseptualnya. Menurut Suppas dalam
Mega Iswari, 2007 : 52 hambatan kognitif yang terjadi pada tunanetra dapat dikaitkan pada kenyataan sederhana sehingga mereka kurang
informasi dan tertinggal dalam kuantitas informasi yang disalurkan melalui indera tersebut.
Pada dasarnya kondisi kecerdasan anak tunanetra tidak berbeda dengan anak normal umumnya. Apabila diketahui kondisi kecerdasan
anak tunanetra lebih rendah dari anak normal awas, melihat pada umumnya hal tersebut disebabkan karena anak tunanetra mengalami
hambatan persepsi, berpikir secara komprehensif dan mencari rangkaian sebab akibat Mohammad Efendi, 2006 : 44.
48 b. Karakteristik Sosial dan Emosional
Kemampuan untuk bersosialisasi anak tunanetra sama dengan anak awas. Kelambatan dalam perkembangan sosial anak tunanetra,
banyak disebabkan karena sikap, perlakuan, dan reaksi-reaksi orangtua, keluarga, teman sebaya dan masyarakat pada umumnya
sebagai konsekuensi dari kecacatan mata yang diderita. Cutsforth dalam Tin Suharsimi, 2009 : 77 menekankan bahwa
kekurangmampuan menyesuaikan diri pada anak tunanetra disebabkan karena perlakuan-perlakuan masyarakat kepada anak tunanetra.
Kurangnya kontak sosial menyebabkan anak tunanetra lebih canggung dalam bergaul dengan lingkungan anak-anak awas.
Kelambatan dalam perkembangan sosial juga disebabkan karena ketidakmampuan anak tunanetra untuk menerima dan merespon
rangsang visual. Kurangnya rangsang visual ini kadang dapat menimbulkan persepsi yang salah. Persepsi yang salah tentang
lingkungan sosialnya dapat menghambat perkembangan sosialnya. Menurut Purwaka Hadi 2007 : 24 tunanetra sering menunjukan
kepribadian yang kaku, kurangnya ekspresi dan gerak-gerik muka sehingga memberikan kesan kekakuan pada wajah, kekakuan dalam
gerak tubuh dan tingkah laku serta melakukan adatan blindsm. Untuk tunanetra total sering merasa khawatir dan takut terhadap
lingkungan, sedangkan untuk tunanetra dengan sisa penglihatan low
49 vision sering timbul perasaan rendah diri karena sisa penglihatannya
tidak mampu diperlihatkan sebagaimana anak awas. c. Karakteristik Perilaku
Heather Mason dkk, 1999 dalam Purwaka Hadi, 2007 : 35 menemukan bahwa diantara tingkah laku yang kurang pantas
dilakukan oleh tunanetra berupa mengedip-kedipkan dan menggoyang atau memutar mata. Hal semacam itu banyak dilakukan oleh
penyandang tunanetra dalam bentuk tingkah laku fisik yang lain, misalnya : mengoyang-goyangkan tubuh maju mundur atau kanan kiri
silih berganti, memutar badan ke kanan dan ke kiri terus menerus, dan bertepuk-tepuk tangan. Munculnya perilaku ini disebabkan karena
tunanetra tidak menerima rangsangan secara visual sehingga ia akan melakukan kegiatan yang dapat menghilangkan kebosanannya.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan maka dapat diketahui bahwa karakteristik pada anak tunanetra dapat dilihat dari kognitif, sosial
dan emosional serta perilaku. Karakteristik kognitif tunanetra antara lain kemampuan mengingat seorang tunanetra cenderung lebih baik dari pada
kemampuan berpikir konseptualnya. Karakteristik sosial dan emosional tunanetra sering menunjukan kepribadian yang kaku, kurangnya ekspresi
dan gerak-gerik muka, kekakuan tubuh dan tingkah laku. Sedangkan karakteristik perilaku yang sering mucul adalah mengedip-kedipkan dan
menggoyang atau memutar mata.
50
5. Keterbatasan Tunanetra