Latar Belakang Masalah UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD NEGERI BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin pesat memberikan konsekuensi bagi manusia untuk terus selalu meningkatkan kualitasnya. Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas Bab I Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Setiap manusia berhak memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini sesuai dengan pasal 31 UUD 1945 bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. Begitu pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus, juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti manusia normal lainnya. Hak pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 bahwa “pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikut i pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial”. 2 Hal ini sangat berarti karena anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang diberikan untuk anak- anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum. Pendidikan inklusi ada untuk menyamakan hak anak berkebutuhan khusus agar mendapatkan pendidikan sama dengan teman lainnya secara inklusif tidak terpisah. Pendidikan inklusi berasumsi bahwa perbedaan pada manusia merupakan hal yang normal sehingga pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Kurikulum sekolah inklusi merupakan kurikulum normal yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa. Aktivitas belajar di sekolah inklusi tidak menbedakan antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan Sardiman, 2007: 100. Siswa dikatakan aktif apabila sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara siswa dengan guru ataupun dengan siswa itu sendiri. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu 3 tidak ada belajar tanpa aktivitas. Pengalaman belajar hanya dapat diperoleh jika siswa aktif berinteraksi dengan lingkungan. Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari interaksi dengan lingkungan sekitar, baik dari proses mengamati, meniru, maupun memodifikasi melalui mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, salah satunya Ilmu Pengetahuan Alam IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran wajib pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada sekolah dasar dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Selain itu, Usman Samatowa 2006: 3 juga mengungkapkan empat alasan perlunya IPA diajarkan di SD yaitu 1 karena IPA merupakan dasar teknologi sehingga berfaedah bagi suatu bangsa; 2 IPA memberikan kesempatan berpikir kritis jika IPA diajarkan salah satunya dengan mengikuti metode menemukan sendiri; 3 IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang “dilakukan sendiri oleh anak”; dan 4 IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Oleh karena itu, IPA sangat berperan penting dalam meningkatkan aktifitas siswa yang berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa. 4 Berdasarkan uraian tentang pendidikan inklusi dan pembelajaran IPA tersebut, siswa SD Inklusi diharapkan memiliki hasil belajar yang baik dalam pembelajaran IPA sebagai salah satu aspek perkembangannya. Perkembangan yang dimaksud adalah meningkatnya keaktifan siswa saat proses pembelajaran dan meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi yang diterima tanpa tergantung dengan orang lain guru pembimbing khusus pada pembelajaran IPA. Peneliti menemukan permasalahan terkait hasil belajar siswa di sekolah inklusi pada saat Praktik Pengalaman Lapangan PPL tahun 2015 di SD Negeri Bangunrejo 2. SD Negeri Bangunrejo 2 merupakan SD Inklusi dengan perbandingan jumlah siswa berkebutuhan khusus yang hampir sama dengan jumlah siswa normal pada umumnya. Hasil observasi menunjukkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Hal tersebut berdasarkan hasil pengamatan terhadap siswa, yaitu siswa tidak mau bertanya apabila tidak ditunjuk, siswa tidak memiliki inisiatif untuk mengeluarkan buku pelajaran atau alat tulis jika tidak disuruh, saat diberikan pertanyaan oleh guru tidak ada siswa yang berani menjawab secara individu bahkan beberapa siswa tetap diam meskipun sudah ditunjuk. Hasil belajar siswa Kelas V juga belum optimal. Berdasarkan pada rata-rata nilai Ulangan Tengah Semester UTS ada dua mata pelajaran yang masih dibawah nilai standar Kriteria Ketuntasan Minimal KKM, yaitu matematika dan IPA. Rata-rata nilai matematika dan IPA masing-masing adalah 55 dan 59, nilai standar KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 60. Selisih nilai UTS antara nilai tertinggi dan terendah 5 mata pelajaran matematika adalah 35, dengan nilai tertinggi 80 dan terendah 45. Sedangkan pada mata pelajaran IPA selisih nilai tertinggi dan terendah yaitu 54, dengan nilai tertinggi 90 dan terendah 36. Pada penelitian ini peneliti memilih mata pelajaran IPA karena selisih nilai tertinggi dan terendah mata pelajaran IPA lebih besar dari pada matematika serta rata-rata nilai mata pelajaran matematika hanya sedikit dibawah IPA. Variasi nilai IPA di kelas V disebabkan oleh kemampuan intelegensi siswa yang beragam. Kelas V SD Negeri Bangunrejo 2 terdiri dari 20 orang siswa. Kelas ini merupakan kelas dengan jumlah siswa berkebutuhan khusus yang paling banyak dibandingkan kelas lainnya, yaitu dari 20 anak ada 13 anak merupakan siswa berkebutuhan khusus yang terdiri dari enam anak penyandang tunagrahita ringan dan tujuh anak dengan keterlambatan belajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas didapati bahwa cukup banyak siswa yang berkesulitan membaca, menulis, atau berhitung. Siswa yang mengalami kesulitan berkebutuhan khusus dibantu oleh Guru Pendamping Khusus GPK selama proses pembelajaran. Siswa berkebutuhan khusus juga dibantu oleh GPK pada evaluasi pembelajaran atau ulangan harian sehingga nilai siswa bisa mencapai nilai KKM, tetapi pada Ulangan Tengah Semester UTS maupun Ulangan Kenaikan Kelas UKK siswa berkebutuhan tidak lagi didampingi oleh GPK sehingga banyak diperoleh nilai yang belum mencapai KKM. Jadi, dapat dikatakan bahwa siswa berkebutuhan khusus dikelas V masih sangat bergantung pada GPK. 6 Berdasarkan hasil observasi, siswa tidak dilibatkan secara aktif pada kegiatan pembelajaran IPA. Siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan guru dan belajar secara individual. Siswa jarang dilibatkan dalam kerja kelompok. Padahal, pembelajaran IPA sangat memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang menuntut siswa belajar secara aktif dalam kelompok. Adanya beberapa permalasahan tersebut memancing keinginan peneliti untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui kerja tim atau kelompok, khususnya pada mata pelajaran IPA. Salah satu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa aktif dalam kelompok sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa yaitu dengan pembelajaran kooperatif cooperative learning. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial Agus Suprijono, 2015: 80. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Keaktifan Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Mata Pelajaran IPA Siwa Kelas V SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta ”.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING COMMUNITY SD NEGERI NO 106195 PULAU GAMBAR.

0 2 20

PENGARUH PEMBELAJARAN JOYFUL LEARNING TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS V MATA PELAJARAN IPA SD NEGERI TANGKIL 4 TAHUN Pengaruh Pembelajaran Joyful Learning Terhadap Minat Belajar Siswa Kelas V Mata Pelajaran IPA SD Negeri Tangkil 4 Tahun Pelajaran 2013

0 2 11

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT AGAR Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Cooperative Script Agar Prestasi Meningkat Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Kelas X PEKSOS 2 SMK Negeri

0 1 18

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT AGAR Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Cooperative Script Agar Prestasi Meningkat Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Kelas X PEKSOS 2 SMK Negeri

0 1 16

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E PADA MATA PELAJARAN Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Muhammadiyah 2 Kauman Surakarta Tahun

0 1 19

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E PADA MATA PELAJARAN Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Muhammadiyah 2 Kauman Surakarta Tahun

0 0 16

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar menggunakan pendekatan Problem Based Learning pada mata pelajaran Matematika siswa kelas V di SD Negeri Sidomoyo.

0 2 244

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar pada mata pelajaran PKN menggunakan model PBL untuk siswa kelas V SD Negeri Plaosan I.

0 2 230

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TURNAMENTS (TGT) PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SD NEGERI 1 KEPURUN.

0 1 240

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI SUROKARSAN II YOGYAKARTA.

0 1 204