24
proses berpikir. Anak telah mampu berpikir abstrak, menggunakan berbagai teori dan menggunakan berbagai hubungan logis tanpa harus
menunjukkan pada hal-hal yang konkret. Tahap operasi formal merupakan landasan yang memungkinkan anak melakukan pemecahan
berbagai masalah. Banyak anak berkebutuhan khusus yang meskipun umurnya mencapai 11 tahun tetapi masih berada pada tahapan operasi
konkret. Mereka memerlukan banyak bantuan dan latihan agar memiliki landasan yang kuat untuk mencapai tahapan operasi formal. Transisi
dari suatu tahapan ke tahapan yang lain memerlukan kematangan. Menurut Piaget dalam Nini Triani dan Amir 2013: 19, tahapan-
tahapan tersebut berurutan dan hierarkis. Anak hendaknya diberi kesempatan untuk memantapkan perilaku dan berpikir sesuai dengan
tahapan-tahapan perkembangannya. Anak-anak lamban belajar mengalami kelambatan kematangan
fungsi neurologis, kognitif, motorik, dan lain-lain Nini Triani dan Amir, 2013: 18. Pemberian program pembelajaran atau tuntutan-
tuntutan yang tidak sesuai dengan kematangan peserta didik tidak hanya kurang sesuai, melainkan dapat menyebabkan timbulnya masalah baru
atau semakin memperparah kondisi peserta didik.
C. Tinjauan Tentang Keaktifan Belajar
1. Pengertian Keaktifan Belajar
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan
25
pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan dapat berupa
kegiatan fisik maupun psikis Dimyati, 2006: 45. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan
dan sebagainya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi,
membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Melvin Silberman 2006: 28 menyebut istilah keaktifan belajar dengan belajar aktif. Belajar aktif yaitu kegiatan belajar ketika siswa akan
mengupayakan sesuatu. Siswa menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau
mencari cara untuk mengerjakan tugas. Belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif
Sardiman: 2007:99. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey Dimyati, 2006: 44
mengemukakan bahwa belajar adalah apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman Baharuddin dan Esa , 2015: 14. Ernes ER.
26
Hilgard mendefinisikan belajar sebagai berikut: Learning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures
whether in the laboratory or in the natural environments as disitinguised from changes by factor or not attributable to training Yatim Riyanto,
2009: 4. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat simpulkan bahwa
keaktifan belajar adalah segala kegiatan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh siswa secara optimal untuk mencapai tujuan belajar.
2. Cara Menumbuhkan Keaktifan Belajar
Martinis Yamin 2007: 77 menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan dapat merangsang dan mengembangkan
bakat yang dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat memecahkan masalah- masalah dalam kehidupan sehari-hari. Cara merangsang siswa dalam
proses pembelajaran dapat dilakukan dengan membuat inovasi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru.
Menurut Sten Dimyati 2006: 62 peran seorang guru akan memberikan jaminan kepada setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan di dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang diberikan oleh guru hendaknya akan dapat menuntut siswa untuk selalu aktif
mencari, memperoleh, dan dapat mengolah apa yang telah diperoleh dari hasil belajarnya. Menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa dapat
dilakukan oleh guru dengan menerapkan perilaku-perilaku sebagai berikut:
27
a. Menggunakan metode dan media pembelajaran
b. Memberikan tugas secara individual maupun kelompok
c. Membetuk kelompok-kelompok kecil dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan eksperimen atau percobaan d.
Memberikan tugas mempelajarimembaca bahan pelajaran dalam buku pelajaran, atau menyuruh siswa untuk mencatat hal-hal yang kurang
jelas e.
Mengadakan tanya jawab dan diskusi. Berdasarkan pernyataan diatas, guru memiliki peran yang penting
dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Peran seorang guru yaitu menjamin setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam kondisi yang ada. Guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan
keaktifan siswa
selama proses
pembelajarannya dalam mencari, memperoleh, dan mengolah hasil belajarnya. Guru dapat membuat inovasi dalam kegiatan pembelajaran
untuk merangsang keaktifan siswa. Kegiatan pembelajaran dalam kelas dapat menjadi sarana dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Keaktifan siswa pada proses pembelajaran menurut Nana Sudjana 2005: 61 dapat dilihat melalui :
a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
b. Terlibat dalam pemecahan masalah
c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya
28
d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah e.
Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru f.
Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya g.
Melatih diri dalam memecahkan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya. Menurut Mc Keachie Martinis Yamin, 2007: 77 terdapat 6 aspek
terjadinya keaktifan siswa, yaitu: a.
Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran b.
Tekanan pada aspek afektif dalam belajar c.
Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar siswa
d. Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar
e. Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk
berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran f.
Pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran
Berdasarkan pendapat kedua tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa dianggap memiliki keaktifan dalam belajar apabila memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: a.
Berpartisipasi dalam pembelajaran b.
Bertanya atau memberikan tanggapan pada waktu pembelajaran
29
c. Berdiskusi dengan teman atau kelompok sesuai dengan petunjuk guru
d. Mampu memecahkan masalah dengan mencari informasi sendiri
e. Mampu menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
f. Memberi penilaian diri sendiri dan orang lain.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan atau kegiatan belajar-mengajar yang dapat memberi peluang pengembangan keaktifan
dalam belajar. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan yang mendukung siswa untuk itu karena pembelajaran kontekstual
menekankan aktivitas pada siswa secara penuh baik fisik maupun mental Syaefudin Sa’ud, 2012: 165. Slavin menggagas model pembelajaran
kelompok team yang mendorong siswa untuk bekerjasama dan saling mendukung untuk berhasil yang disebut Cooperative Learning Slavin,
2010:8. D.
Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran Slavin, 2010: 4. Pembelajaran kooperatif merupakan
sarana yang tepat untuk menumbuhkan kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan
serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka. Selain itu, pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk
30
mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa pendidikan khusu terbelakang secara
akademik dengan teman sekelas mereka. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya dalam satu kelompok atau satu tim Isjoni, 2010: 8.
Pembelajaran kooperatif cooperative learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar Sugiyanto, 2010: 37.
Abdulhak menjelaskan
bahwa pembelajaran
kooperatif dilaksanakan melalui berbagai proses antara peserta belajar sehingga dapat
mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri Isjoni, 2010: 28. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, di mana kelompok- kelompok kecil bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama, serta
bertanggungjawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggotanya menguasai materi pelajaran dengan baik Nur Asma,
2006: 12. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran proses dimana siswa aktif belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok
kecil untuk mencapai tujuan bersama dan pemahaman yang sama.
31
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok Isjoni, 2010: 33.
Menurut Nur Asma tujuan pembelajaran kooperatif ada tiga, yaitu untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial 2006:12. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik
dan meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar sehingga dapat menciptakan
budaya lebih dapat menerima prestasi yang menonjol dalam berbagai tugas pembelajaran akademik. Pembelajaran kooperatif memberi peluang
kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui
penggunaan struktur penghargaan kooperatif, serta belajar untuk menghargai satu sama lain. Pembelajaran ini juga penting untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kerjasama dan peran siswa dalam kelompok, melatih keterampilan siswa untuk memecahkan
32
masalahan, serta mengajarkan siswa untuk saling menghargai dan menerima keberagaman satu sama lain sehingga dapat mencapai hasil
belajar yang maksimal. 3.
Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Nur Asma 2006:
22 adalah sebagai berikut. a.
Kelas dibagi atas kelompok kelompok kecil, dengan anggota kelompok yang terdiri dari beberapa orang siswa yang memiliki kemampuan
akademik yang bervariasi serta memperhatika jenis kelamin dan etnis. b.
Siswa belajar dalam kelompoknya dengan bekerjasama untuk menguasi materi pembelajaran dengan saling membantu.
c. Sistem penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada
individu. Menurut Slavin Isjoni, 2010: 33-34 ada tiga konsep sentral yang
menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut. a.
Penghargaan kelompok Penghargaan kelompok diperoleh dari keberhasilan kelompok yang
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personel yang saling mendukung,
saling membantu, dan saling peduli
33
b. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggorta kelompok. Anggota kelompok harus saling membantu
agar setiap anggota siap menghadapi c.
Kesempatan yang sama untuk berhasil Setiap siswa baik yang berprestai rendah, sedang atau tinggi sama-
sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik karena penilaian menggunakan metode skoring dengan melihat
peningkatan nilai awal dan akhir. Berdasarkan pendapat kedua tokoh tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa karakteristik model pembelajaran kooperatif yaitu 1 adanya kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran; 2 setiap siswa
bertanggung jawab atas kelompoknya dan diri sendiri; dan 3 penghargaan diberikan kepada kelompok bukan individu.
4. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Tidak semua belajar kelompok bisa diangap sebagai kooperatif learning. Roberrt dan David Johnson Anita Lie, 2007: 31-35 mengatakan
bahwa untuk mencapai hasil maksimal ada lima unsur pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu sebagai berikut.
a. Saling ketergantungan positif, yaitu setiap anggota kelompok saling
bekerjasama agar tujuan kelompok dapat tercapai. b.
Tanggung jawab perseorangan, setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab atas tugasnya.
34
c. Tatap muka, yaitu setiap kelompok diberikan kesempatan untuk
bertemu muka dan berdiskusi sehingga dapat bekerjasaman dengan lebih baik.
d. Komunikasi antar anggota, yaitu komunikasi yang baik antar anggota
kelompok sehingga mampu memperkaya pengalaman belajar dan dapat mengembangkan mental dan emosional siswa.
e. Evaluasi proses kelompok, yaitu evaluasi kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh pengajar untuk mengetahui proses dan hasil kerja kelompok.
Menurut Bennet Isjoni, 2010: 60 ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:
a. Possitive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari
adanya kepentingan yang sama atau perasaan di antara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan
yang lain pula atau sebaliknya. b.
Interaction Face to face, yaitu interaksi langsung antar siswa tanpa ada perantara.
c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam
anggota kelompok. d.
Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan
kerja yang positif.
35
e. Meningkatkan keterampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah
proses kelompok. Berdasarkan pendapat kedua tokoh tersebut, dapat disimpulkan
unsur pembelajaran kooperatif sebagai berikut. a.
Adanya ketergantungan positif antar siswa dalam kelompok. b.
Tatap muka secara langsung siswa dalam kelompok. c.
Setiap siswa memiliki tanggung jawab atas tugasnya masing-masing. d.
Komunikasi dan hubungan yang baik antar anggota kelompok. e.
Evaluasi diberikan kepada kelompok dan individu selama proses pembelajaran agar dapat bekerjasama lebih efektif.
5. Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Nur Asma 2006: 14 menyebutkan dalam pembelajaran kooperatif setidaknya ada lima prinsip yang dianut, yaitu prinsip belajar siswa aktif
student active learning, belajar kerjasama cooperative learning, pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif reactive teaching, dan
pembelajaran menyenangkan joyfull learning. a.
Belajar siswa aktif Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif berpusat pada siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan siswa, pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah
dengan belajar bersama-sama dengan anggota kelompok sampai masing-masing siswa memahami materi pembelajaran dan mengakhiri
dengan membuat laporan kelompok dan individual.
36
b. Belajar Kerjasama
Proses pembelajaran dilalui dengan bekerjasama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang tengah dipelajari. Seluruh siswa
terlibat secara aktif dalam kelompok untuk melaakukan diskusi, memecahkan masalah dan mengujinya secara bersama-sama, sehingga
bentuk pengetahuan baru dari hasil kerjasama mereka. c.
Pembelajaran Partisipatorik Melalui model pembelajaran kooperatif siswa belajar dengan
melakukan sesuatu learning by doing secara bersama-sama untuk menemukan dan membanngun pengetahuan yang menjadi tujuan
pembelajaran. d.
Reactive Teaching Guru menciptakan strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai
motivasi belajar yang tinggi. Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat pelajaran untuk masa depan mereka.
e. Pembelajaran yang menyenangkan
Pembelajaran harus berjalan dalam suasana menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang menakutkan lagi bagi siswa atau suasana belajar
yang tertekan. Suasana belajar yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku guru di dalam maupun di luar kelas. Guru harus
37
memiliki sikap yang ramah dan tutur bahasa yang menyayangi siswa- siswanya.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team-Achievement Division
Metode Student Team Learning adalah teknik pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dan dikembangkan oleh John Hopskins
University Slavin, 2010:10. Student Team Learning yang diadaptasi pada sebagian mata pebelajaran dan tingkat kelas ada tiga, salah satunya
adalah Student Team-Achievement Division STAD. Slavin 2010: 143 juga berpendapat bahwa STAD merupakan salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif. STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.
Pada pembelajaran STAD menurut Slavin 2010: 11 para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda
tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etnik. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai meteri secara
sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu. Skor kuis pada siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian
mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang
38
mereka capai sebelumnya. Perolehan poin digunakan untuk mendapatkan penghargaan.
Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai
kemampuan yang diajarkan oleh guru Slavin, 2010: 12. Siswa memiliki tanggung jawab individual karena siswa tidak bolek saling bantu pada saat
kuis, padahal skor siswa akan berengaruh terhadap skor kelompok.
E. Penelitian yang Relevan