PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TURNAMENTS (TGT) PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SD NEGERI 1 KEPURUN.

(1)

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TURNAMENTS (TGT)

PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SD NEGERI 1 KEPURUN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh Nur Utami Latifah NIM 13108241152

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TURNAMENTS (TGT)

PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SD NEGERI 1 KEPURUN Oleh:

Nur Utami Latifah NIM 13108241152

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui model cooperative learning tipe teams games turnaments (TGT) pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri 1 Kepurun.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif yang menciptakan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas. Penelitian ini menggunakan desain Kemmis Taggart. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Kepurun yang berjumlah 23 siswa. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setiap siklus melalui empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, angket, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan keaktifan belajar siswa di kelas V SD Negeri 1 Kepurun pada mata pelajaran IPS menggunakan model cooperative learning tipe teams games turnaments TGT. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan keaktifan belajar siswa pada siklus I mencapai 68,65% (tinggi) dan setelah dilakukan perbaikan pada siklus II meningkat menjadi 84,63% (tinggi sekali). Artinya ada peningkatan sebesar 15,98%. Hasil angket juga menunjukkan adanya peningkatan dari rata-rata 76,6 pada siklus I dan meningkat menjadi 80,2 pada siklus II. Tindakan penelitian ini dihentikan dan dikatakan berhasil pada siklus II karena telah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan.


(3)

iii

THE INCREASE OF STUDENT ACTIVITIES THROUGH COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE TEAMS GAMES TURNAMENT (TGT) IN SOCIAL STUDIES FOR FIFTH GRADE STUDENTS IN KEPURUN 1

ELEMENTARY SCHOOL By:

Nur Utami Latifah NIM 13108241152

ABSTRACT

The purpose of the research was to increase the students activities through cooperative learning model type teams games turnaments (TGT) in social studies fifth grade students of Kepurun 1 Elementary School.

The kind of research was collaborative classroom action research which took collaboration between the researcher herself and the fifth grade teacher. The research used Kemmis and Taggart design. The subject of the research were 23 of fifthh grade students in Kepurun 1 Elementary School. The research consisted of two cycles. Each cycle consisted of four steps: planning, acting, observing, and reflecting. The techniques of data submittion were by using observation, questionnaire, and documentation. The techniques of data analysis were quantitative descriptive and qualitative descriptive.

The result of the research showed that the students activities in social studies of fifth grade students in Kepurun 1 Elementary School has increased after using cooperative learning model type teams games turnaments (TGT). This could be seen from the students activities that has increased up to 68,65% (high) in cycle I and after revising in cycle II the result has increased up to 84,63% (very high). It means there is 15,98% increase. Questionnaire result also showed there was an increase from 76,6 average in cycle I and increase up to 80,2 in cycle II. This research has stopped and said successful in cycle II because it has reach the success criteria.


(4)

iv


(5)

v


(6)

vi


(7)

vii MOTTO

-Cara terbaik untuk belajar adalah dengan melakukan- (Penulis)


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN Tugas Akhir Skripsi penulis persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya sehingga saya bisa diberi kesempatan untuk menuntut ilmu hingga sekarang.

2. Orang tua tercinta dan keluarga yang selalu mendoakan, mendukung, dan memotivasi saya hingga sekarang.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Turnaments (TGT) pada Mata Pelajaran IPS Kelas V SD Negeri 1 Kepurun” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar.

2. Bapak Suparlan, M.Pd.I. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

3. Ibu Sekar Purbarini Kawuryan, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Bapak Wagiman, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri 1 Kepurun yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Ibu Purwanti, Ama. selaku guru kelas V yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

TUGAS AKHIR SKRIPSI ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB IIKAJIAN TEORI ... 11

A. Pembelajaran IPS di SD ... 11

1. Pengertian IPS ... 11

2. Karakteristik Pembelajaran IPS ... 13

3. Kurikulum Mata Pelajaran IPS di SD ... 14

B. Tinjauan tentang Keaktifan ... 15

1. Pengertian Keaktifan Belajar ... 15

2. Klasifikasi Keaktifan dalam Belajar ... 17


(12)

xii

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar ... 23

C. Model Pembelajaran Cooperative Learning ... 26

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning ... 26

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 27

3. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif ... 29

4. Prinsip-Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 32

5. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif... 35

D. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Games Tournament (TGT) ... 36

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe TGT ... 36

2. Komponen-Komponen Team Games Tournament (TGT) ... 37

3. Langkah-Langkah Cooperative Learning Tipe TGT ... 40

4. Kelebihan Cooperative Learning Tipe TGT ... 43

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD) ... 44

F. Penelitian yang Relevan ... 47

G. Kerangka Pikir ... 48

H. Hipotesis Tindakan ... 50

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 51

A. Jenis Penelitian ... 51

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 52

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

D. Model Penelitian ... 52

E. Metode Pengumpulan Data ... 58

F. Instrumen Penelitian ... 59

G. Uji Validitas Instrumen ... 64

H. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Hasil Penelitian ... 71

1. Pra Penelitian Tindakan Kelas ... 71

2. Hasil Penelitian Siklus 1 ... 72


(13)

xiii

4. Hasil Lembar Observasi Keaktifan Belajar Siswa ... 105

6. Hasil Angket Keaktifan Belajar Siswa ... 108

B. Pembahasan ... 109

C. Keterbatasan Penelitian ... 119

BAB VSIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Simpulan ... 120

B. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Hasil Observasi Awal Tingkat Keaktifan Siswa di Kelas V

pada Mata Pelajaran IPS………... 5

Tabel 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester 2………...

15

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi Keaktifan Belajar

Siswa dalam Pembelajaran IPS………...

61

Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Lembar Angket Keaktifan Belajar

Siswa……… 63

Tabel 5 Pedoman Penskoran Butir Angket Keaktifan Belajar Siswa……… 64

Tabel 6 Interval Angket Keaktifan Belajar Siswa…………..……... 69

Tabel 7 Waktu Pelaksanaan Penelitian.……… 72

Tabel 8 Lembar Kerja Siswa Per Pertemuan Siklus I…..……… 75

Tabel 9 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I………...… 77

Tabel 10 Hasil Perolehan Poin Turnamen Siklus I……..……….. 88

Tabel 11 Frekuensi Nilai Evaluasi Siswa Siklus I………..… 89

Tabel 12 Refleksi Siklus I dan Ketercapaian……….. 91

Tabel 13 Perbandingan dari Tahapan TGT Siklus I dan Siklus II…….. 92

Tabel 14 Lembar Kerja Siswa Per Pertemuan Siklus II……….. 94

Tabel 15 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus II………..……… 95

Tabel 16 Hasil Perolehan Poin Turnamen Siklus II……… 102

Tabel 17 Frekuensi Nilai Evaluasi Siswa Siklus II………. 103

Tabel 18 Refleksi Siklus II……….. 105

Tabel 19 Data Hasil Observasi Keaktifan Belajar IPS………... 106


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Penempatan Meja Turnamen...……… 39

Gambar 2 Kerangka Pikir……….……… 50

Gambar 3 Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas…….……… 53 Gambar 4 Grafik Perbandingan Nilai Evaluasi Siswa Siklus I dan

Siklus II………..………. 103

Gambar 5 Grafik Data Hasil Observasi Keaktifan Belajar IPS………… 107 Gambar 6 Meja Turnamen Siklus I……….. 113 Gambar 7 Meja Turnamen Siklus II………. 114


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Nama Siswa………. 127

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan siklus II. 128 Lampiran 3 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I dan Siklus II………. 162

Lampiran 4 Soal Evaluasi siklus I dan siklus II………. 164

Lampiran 5 Hasil Evaluasi Siklus I dan Siklus II………... 173

Lampiran 6 Daftar Kelompok Siklus I dan Siklus II……….. 174

Lampiran 7 Lembar Observasi Keaktifan Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II………... 176

Lampiran 8 Lembar Observasi Keterlaksanaan TGT………. 191

Lampiran 9 Angket Keaktifan Belajar Siswa………. 203

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Angket Keaktifan Belajar………. 216

Lampiran 11 Dokumentasi pelaksanaan TGT……….. 219


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya, 2009:7). Ciri khas mata pelajaran IPS pada jejang pendidikan dasar adalah sifat terpadu (integrated) dari sejumlah mata pelajaran dengan tujuan agar mata pelajaran IPS lebih bermakna bagi peserta didik. Karakteristik mata pelajaran IPS dilihat dari dimensi tujuan pembelajaran, yaitu: 1) pengembangan kemampuan berpikir siswa; 2) pengembangan nilai dan etika; dan 3) pengembangan tanggung jawab dan partisipasi sosial. Berdasarkan karakteristik tersebut tujuan dari pembelajaran IPS bukan sekedar siswa memperoleh pengetahuan saja namun juga dalam pengembangan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial tersebut akan menjadi dasar bagi siswa dalam berinteraksi di lingkungan masyarakat.

Mata pelajaran IPS di sekolah dasar yang merupakan integrasi dari beberapa ilmu sosial membuat materi yang harus di pelajari siswa dalam pembelajaran IPS cukup kompleks. Konsep-konsep IPS seperti waktu, perubahan, lingkungan, akulturasi, kekuasaan, dan demokrasi adalah konsep-konsep abstrak yang harus dibelajarkan kepada siswa. Oleh karena itu penyampaian pembelajaran IPS di sekolah dasar harus dikemas guru melalui pendekatan, model, dan metode yang tepat agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam. Namun pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak guru yang masih menerapkan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPS. Hal tersebut


(18)

2

didukung oleh pernyataan dari Susanto (2014:3), bahwa dalam pemilihan model pembelajaran guru kurang mengikutsertakan peseta didik dalam proses pembalajaran namun cenderung menggunakan ceramah yang mengutamakan siswa pada kekuatan ingatan dan hafalan kejadian-kejadian serta nama-nama tokoh, tanpa mengembangkan wawasan dan penyelesaian masalah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar aktif.

Belajar merupakan proses dimana anak-anak harus aktif (Nasution, 2000:88). Dalam pembelajaran guru hanya dapat menyediakan bahan pelajaran, namun siswa sendiri yang mengolah dan mencernanya sesuai dengan bakat dan kemauan masing-masing. Seorang siswa akan lebih menguasai materi pelajaran jika siswa tersebut memiliki keaktifan dalam belajar. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98). Paul B. Diedrich (Sardiman, 2012:101) menggolongkan keaktifan siswa yang meliputi 1) visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain; 2) oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi; 3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: percakapan, diskusi, musik, pidato; 4) writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin; 5) drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram; 6) motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain; 7) mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan


(19)

3

soal, menganalisa, mengambil keputusan; dan 8) emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, tenang.

Berdasarkan hal tersebut peneliti berniat melakukan penelitian di SD Negeri 1 Kepurun. Setelah berdiskusi dengan Kepala Sekolah dan beberapa guru akhirnya diputuskan bahwa kelas yang akan dijadikan subyek penelitian adalah kelas V dengan alasan bahwa tingkat keaktifan di kelas tersebut menurut guru masih rendah. Akhirnya peneliti melakukan observasi dan wawancara yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 05 November 2016. Observasi dilakukan di kelas V SD Negeri 1 Kepurun yang berjumlah 23 siswa. Dari observasi yang telah peneliti lakukan hal-hal ditemui adalah sebagai berikut.

Pertama, metode berkelompok yang digunakan guru masih konvensional. Dalam wawancara guru menyampaikan bahwa dalam pembelajaran IPS dan PKn guru memang menggunakan metode berkelompok dalam menyampaikan materi. Selaian memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembentukan kelompok tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa. Namun metode berkelompok yang digunakan guru belum bervariasi. Metode berkelompok yang diterapkan guru adalah metode berkelompok yang umum. Aktifitas yang dilakukan siswa dalam kelompok yaitu mulai dari mendengarkan guru menjelaskan materi, mengerjakan soal dalam LKS, dan mengkoreksi hasil pekerjaan. Dalam pembentukan kelompok cenderung bersifat homogen karena kelompok dibentuk oleh siswa sendiri. Kelompok antara siswa putra dan putri berbeda, selain itu jumlah siswa dalam setiap kelompok juga tidak sama yaitu antara 2 sampai 6 siswa setiap kelompok. Ketika peneliti melakukan wawancara


(20)

4

dengan wali kelas V guru menyampaikan bahwa ketika berkelompok memang siswa yang membentuk kelompok sendiri, karena ketika guru yang menentukan kelompok ada beberapa anak yang tidak mau satu kelompok dengan anak yang lain. Hal tersebut menjadi salah satu kendala guru ketika melakukan pembelajaran secara berkelompok.

Kedua, keaktifan siswa di kelas tersebut masih rendah. Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran IPS membuat tingkat keaktifan siswa kurang. Hal berbeda terlihat ketika peneliti melakukan observasi pada mata pelajaran IPA. Dalam pembelajaran dengan materi gaya siswa melakukan beberapa percobaan sederhana mengenai gaya magnet. Dengan adanya percobaan maka aktivitas siswa tidak hanya sebatas mendengarkan dan mencatat namun siswa terlibat langsung dalam percobaan, hal tersebut membuat keaktifan siswa dalam mata pelajaran IPA lebih tinggi dibandingkan dengan keaktifan siswa pada saat mata pelajaran IPS. Selama proses pembelajaran IPS dari 23 siswa terlihat hanya 5 anak yang aktif bertanya kepada guru, 6 anak aktif menanggapi pertanyaan guru, 8 anak aktif menyampaikan pendapat dalam diskusi, 10 anak mau bekerja sama dalam kelompok, dan 15 anak aktif mencatat hal-hal penting dalam pembelajaran. Ketika guru membagikan LKS kepada setiap kelompok dan meminta kelompok untuk mengerjakan tidak semua siswa menyampaikan pendapatnya ketika diskusi. Bahkan ada kelompok yang hanya satu siswa saja yang mengerjakan, sedangkan anggota kelompok yang lain tidak, hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kerja sama siswa dalam satu kelompok.


(21)

5

Tingkat keaktifan siswa dalam mata pelajaran IPS masing-masing dijabarkan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Observasi Awal Tingkat Keaktifan Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPS

No. Indikator Keaktifan Jumlah Persentase

1. Bertanya kepada guru 5 21,73 %

2. Menanggapi pertanyaan dari guru 6 26,1 % 3. Menyampaikan pendapat dalam

diskusi

8 34,78 %

4. Mencatat hal-hal penting dari materi yang dipelajari

15 65,21 %

Sumber : Observasi langsung oleh peneliti

Ketiga, sumber belajar siswa masih terbatas. Sumber belajar merupakan hal utama bagi siswa dalam memperoleh suatu ilmu. Dalam pembelajaran IPS di kelas tersebut sumber belajar yaitu terdiri dari guru, buku teks, dan lembar kerja siswa. Salah satu permasalahan sumber belajar siswa yaitu adanya keterbatasan jumlah buku teks yang di miliki oleh sekolah. Jumlah buku teks yang dimiliki tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada di kelas V, sehingga terkadang guru perlu menggandakan materi yang ada dalam buku teks ketika sedang menjelaskan materi IPS.

Keempat, kurangnya pemanfaatan sarana prasarana. Sebagai penunjang proses pembelajaran keberadaan sarana prasarana sangat penting. Di SD N Kepurun 1 belum memiliki LCD dimana hal ini menjadi salah satu penyebab guru jarang menggunakan media yang variatif khususnya dalam mata pelajaran IPS. Selain itu adanya ruang TIK belum begitu dimanfaatkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Penggunaan komputer masih sebatas digunakan untuk ekstrakulikuler TIK saja.


(22)

6

Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti menemukan bahwa keaktifan belajar siswa di kelas tersebut pada saat mata pelajaran IPS masih rendah. Keaktifan belajar siswa masih rendah kurangnya aktivitas pembelajaran yang diciptakan oleh guru. Selain itu penyebab rendahnya keaktifan peserta didik berdasarkan hasil observasi adalah karena kurangnya interaksi yang terjalin antara guru dengan peserta didik. Maka untuk meningkatkan keaktifan peserta didik diperlukan suatu inovasi pengajaran dimana siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

Beberapa usaha yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan keaktifan siswa diantaranya adalah penggunaan media yang melibatkan siswa secara langsung, penggunaan metode yang bervariasi, dan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru dalam meningkatkan keaktifan siswa. Pengajaran modern mengutamakan aktivitas anak-anak (Nasution, 2000:88), maka dalam hal ini guru sebaiknya mampu memilih model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga peran guru hanya terbatas sebagai fasilitator dan motivator.

Keaktifan di dalam pembelajaran dapat memacu siswa untuk termotivasi dalam memperoleh ilmu sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu dengan keaktifan yang baik akan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian dari Parwanti (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Permainan” yang menunjukkan bahwa hasil


(23)

7

belajar siswa dapat meningkat seiring meningkatnya keaktifan siswa dalam pembelajaran. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian dari Pembeu Olfin (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Keaktifan di kelas dengan Hasil Belajar Siswa pada Kelas V di SDN 25 Palu”. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, memiliki hubungan yang sangat erat dengan pencapaian prestasi belajar siswa. Hal ini terlihat pada Presentase keaktifan siswa yang tinggi, memiliki hubungan dengan prestasi belajar siswa yang tinggi. Apabila siswa berada pada kategori cukup dan kurang, maka akan terlihat prestasi belajar yang rendah pula.

Dalam upaya peningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri 1 Kepurun dipilih model pembelajaran kooperatif yaitu Team Games Tournament (TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki lima komponen yaitu presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan penghargaan (Slavin, 2008:166-167). Pembelajaran kooperatif tipe TGT dinilai mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa karena metode ini membutuhkan peran langsung dari siswa, mulai dari siswa melakukan diskusi kelompok hingga siswa melakukan tournament antar kelompok. Setiap siswa memiliki peran masing-masing dalam kelompoknya sehingga tidak ada siswa yang pasif. Proses pembelajaran yang berlangsung mengacu pada siswa (student centered) dan peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator.

Siswa kelas 5 SD memiliki beberapa karakter yang sesuai dengan tahapan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Pertama, siswa kelas 5 SD cenderung membentuk kelompok-kelompok teman sebaya. Karakter tersebut


(24)

8

sesuai dengan model cooperative learning tipe TGT pada tahap tim dimana pada tahap tersebut siswa akan dibentuk dalam kelompok-kelompok heterogen. Kedua, kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal kerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya. Karakter siswa yang memiliki kemampuan bekerjasama dan bersaing sesuai dengan tahapan TGT yaitu tahap turnamen dimana siswa akan saling bersaing untuk mengumpulkan poin bagu timnya.

Dengan penggunaan model kooperatif tipe TGT maka dalam pembelajaran harapannya adalah siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar sehingga suasana belajar menjadi lebih kondusif dan menyenangkan. Dari beberapa hal tersebut diharapkan bahwa keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran IPS dapat mengalami peningkatan melalui penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Aktivitas belajar siswa dalam berkelompok belum maksimal. 2. Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS masih rendah. 3. Sumber belajar IPS yang digunakan terbatas.

4. Kurangnya pemanfaatan sarana prasarana yang digunakan dalam pembelajaran IPS.

5. Belum diterapkannya model pembelajaran cooperative learning tipe teams games tournament (TGT).


(25)

9 C. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas maka fokus permasalahan pada penelitian ini adalah keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran IPS masih rendah dan belum diterapkannya model pembelajaran cooperative learning tipe teams games tournament (TGT).

D. Perumusan Masalah

Bagaimanakah meningkatkan keaktifan belajar siswa menggunakan model cooperative learning tipe Team Game Tournament (TGT) dalam mata pelajaran IPS kelas V di SD Negeri 1 Kepurun ?

E. Tujuan Penelitian

Meningkatkan keaktifan belajar siswa menggunakan model cooperative learning tipe Team Game Tournament (TGT) dalam mata pelajaran IPS kelas V di SD Negeri 1 Kepurun.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini dapat memperkuat teori bahwa model cooperative learning tipe TGT dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mata pelajaran IPS.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber acuan dan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya terkait penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT.


(26)

10

Berdasarkan dari tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk beberapa pihak, yaitu :

a. Bagi siswa, memberikan suasana baru yang lebih menarik dalam proses pembelajaran IPS, dengan harapan siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Bagi guru, menjadi alternatif pelaksanaan proses pembelajaran IPS yang lebih aktif dan penyampaian materi yang efektif.

c. Bagi sekolah, menambah variasi penggunaan metode dalam proses pembelajaran IPS.

d. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti sebagai calon pendidik terkait dengan proses pembelajaran IPS.


(27)

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPS di SD

1. Pengertian IPS

Ilmu pengetahuan sosial atau IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya, 2009:7).

Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan (Sapriya, 2009:11)

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah bidang studi yang memiliki garapan meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat yang menekankan pada gejala-gejala dan masalah di kehidupan nyata (Susanto, 2014:9)

Definisi dari pendidikan IPS berdasarkan National Council for the Social Studies (NCSS) (Savage dan Armstrong, 1996:9) yaitu:

The social studies is the integrated study of the social science and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from humanities, mathematic, and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.


(28)

12

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah studi terintegrasi dari ilmu sosial dan humaniora untuk memajukan kompetensi di masyarakat. Dalam program sekolah, pendidikan IPS disediakan secara terkoordinasi dan sistematis dari beberapa disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta konten yang sesuai dari humaniora, matematika , dan ilmu pengetahuan alam. Tujuan utama dari pendidikan IPS adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan dalam membuat keputusan yang beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga masyarakat yang beragam budaya, demokrasi dalam dunia yang saling tergantung.

Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik kemampuan berpikir peserta didik yang bersifat holistik (Sapriya, 2009:20).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat di simpulkan bahwa mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah dasar dan menengah sesuai dengan kurikulum. Mata pelajaran IPS adalah penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Di sekolah dasar mata pelajaran IPS disampaikan secara terpadu dan lebih dipentingkan dimensi pedagogik dan psikologis siswa.


(29)

13 2. Karakteristik Pembelajaran IPS

Karakteristik mata pelajaran IPS dilihat dari tiga aspek yaitu dari aspek tujuan, aspek ruang lingkup materi, dan aspek pendekatan pembelajaran. Ketiga aspek tersebut yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut.

a. Karakteristik dilihat dari aspek tujuan

Karakteristik mata pelajaan IPS dilihat dari dimensi tujuan pembelajaran, yaitu: 1) pengembangan kemampuan berpikir siswa; 2) pengembangan nilai dan etika; dan 3) pengembangan tanggung jawab dan partisipasi sosial. b. Karakteristik dilihat dari aspek ruang lingkup

Jika dilihat dari ruang lingkup materi, pendidikan IPS memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) menggunakan pendekatan lingkungan yang luas, 2) menggunakan pendekatan terpadu antar mata pelajaran yang sejenis, 3) berisi materi konsep, nilai-nilai sosial, kemandirian, dan kerja sama, 4) mampu memotivasi peserta didik untuk aktif, kreatif, dan inovatif dan sesuai dengan perkembangan anak, 5) mampu meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berpikir dan memperluas cakrawala budaya.

c. Karakteristik dilihat dari aspek pendekatan pembelajaran

Dilihat dari aspek pendekatan pembelajaran, bidang studi IPS sejak kurikulum 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integratif. Pendekatan lain dalam bidang studi IPS cenderung bersifat praktik di masyarakat dan keluarga atau antarteman di sekolah. Kemudian pada tahun 1994 pendekatan pembelajaran IPS lebih cenderung kepada pendekatan multidisipliner dan integratif. Metodologi pembelajaran IPS dewasa ini tertutama dalam


(30)

14

kaitannya dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan KTSP dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi waktu serta penetapan dan pengambangan kompetensi dasar yang mendukung pencapaian kompetensi lulusan, sedangkan dalam metodologi pembelajaran yang bersifat kontekstual.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran IPS dilihat dari aspek tujuan yaitu pengembangan kemampuan berpikir siswa, pengembangan nilai dan etika, serta pengembangan tanggung jawab dan partisipasi sosial. Selanjutnya karakteristik pembelajaran IPS dilihat dari aspek ruang lingkup materi yaitu menggunakan pendekatan lingkungan yang meliputi nilai-nilai kehidupan sosial, keandirian, dan kerja sama yang dapat mencetak siswa aktif, kreatif, dan inovatif. Karakteristik dilihat dari aspek pendekatan pembalajaran yaitu pembelajaran IPS dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi waktu serta penetapan dan pengambangan kompetensi dasar yang mendukung pencapaian kompetensi lulusan.

3. Kurikulum Mata Pelajaran IPS di SD

Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPS kelas V semester 2 di SD dapat dilihat dalam tabel berikut.


(31)

15

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai peranan

tokoh pejuang dan

masyarakat dalam

mempersiapkan dan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan

Sumber : Standar Isi BSNP (2006:180)

Secara khusus, tujuan pendidikan IPS di Sekolah Dasar sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum 2006 (Tim Penulis KTSP 2006:175) adalah sebagai berikut :

1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,

2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial,

3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan,

4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. B. Tinjauan tentang Keaktifan

1. Pengertian Keaktifan Belajar

Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Skinner (Sagala, 2010:140) belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Dalam pembelajaran belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus


(32)

16

dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik) (Sudjana, 2002:28).

Sedangkan pengertian keaktifan menurut KBBI (2005:23) keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat (bekerja, berusaha) sedangkan keaktifan sendiri mempunyai arti kegiatan atau kesibukan. Sardiman (2012: 100) mendefinisikan keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.

Usman (2011:3) mengartikan keaktifan dalam belajar siswa aktif yaitu keterlibatan intelektual emosional siswa dalam kegiatan belajar-mengajar yang bersangkutan, asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya (feedback) dalam pembentukan keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap.

Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan dimana siswa dapat aktif. Rousseau (Sardiman, 2012: 97) menyatakan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas proses pembelajaran tidak akan terjadi. Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas, baik aktifitas fisik maupun psikis.

Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang penting dalam interaksi belajar mengajar, sebab tidak ada belajar tanpa adanya aktivitas (Sardiman, 2012:96). Keaktifan dalam proses belajar sangat dibutuhkan oleh siswa karena keaktifan tersebut dapat mengkonstruksi pemahaman siswa. Keaktifan dalam belajar dapat berupa memperhatikan pelajaran, mencatat, berdiskusi, dan bertanya tetang meteri


(33)

17

pelajaran. Thorndike mengemukakan keaktifan belajar siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise”-nya bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan dan Mc Keachie menyatakan berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu” (Dimyati, 2009:45). Segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri , baik secara rohani maupun teknik.

Dari pengertian belajar dan keaktifan yang telah dijabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Aktivitas siswa dalam belajar meliputi mendengar, mencatat, menyampaikan pendapat, berfikir, dan sebagainya. Keaktifan dalam belajar sangat dibutuhkan sebab tidak akan terjadi proses belajar tannpa adanya aktivitas.

2. Klasifikasi Keaktifan dalam Belajar

Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Dalam setiap proses pembelajaran di kelas, siswa selalu menampakkan keaktifan (Dimyati, 2002:45). Keaktifan yang dimaksud sangat beraneka ragam bentuknya baik kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik meliputi kegiatan yang dapat kita amati seperti membaca, mendengar, menulis, berlatih, dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis yaitu kegiatan yang tidak dapat diamati seperti berpikir, memecahkan masalah, menyimpulkan hasil percobaan, dan lain sebagainya.


(34)

18

Berdasarkan pemaparan diatas maka jelas bahwa aktivitas siswa tidak terbatas pada mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah – sekolah tradisional. Usman (2011:22) menggolongkan aktivitas belajar siswa kedalam beberapa hal.

1) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen dan demonstrasi.

2) Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, dan menyanyi.

3) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasn guru, ceramah, pengarahan.

4) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis. 5) Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat

makalah, dan membuat surat.

Paul B. Diedrich menggolongkan jenis - jenis aktivitas siswa dalam belajar adalah sebagai berikut (Sardiman, 2006: 101) :

1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi., interupsi. 3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi , musik, pidato.

4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6) Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Sedangkan Getrude M. Whipple (dalam Hamalik, 2011:173) mengklasifikasikan aktivitas murid dalam kegiatan belajar menjadi tujuh kegiatan. Ketujuh kegiatan tersebut meliputi bekerja dengan alat-alat visual, ekskursi dan


(35)

19

trip, mempelajari masalah-masalah, mengapresiasi literatur, ilustrasi dan konstruksi, bekerja menyajikan informasi, dan cek dan tes.

Bekerja dengan alat-alat visual dapat berupa mengumpulkan dan mempelajari suatu gambar atau ilustrasi, mengurangi pameran, mencatat pertanyaan-pertanyaan yang menarik minat sambil mengamati bahan-bahan visual, memilih alat-alat visual ketika sedang memberikan laporan bentuk lisan, menyusun pameran, dan menulis tabel. Ekskursi dan trip dapat berupa mengunjungi tempat-tempat bersejarah, menundang lembaga/tokoh yang dapat memberikan keterangan-keterangan dan bahan-bahan, serta menyaksikan demonstrasi proses produksi suatu barang.

Mempelajari masalah-masalah dapat berupa mencari informasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penting, mempelajari ensiklopedi dan referensi, membawa buku-buku dari rumah dan perpustakaan umum untuk melengkapi koleksi sekolah, menafsirkan peta untuk menentukan lokasi, serta membuat ranguman dan menulis laporan untuk tujuan tertentu. Mengapresiasi literature dapat berupa membaca cerita-cerita, mendengarkan bacaan untuk hiburan atau mecari informasi. Ilustrasi dan konstruksi dapat berupa membuat chart atau diagram, membuat blue print, menggambar dan membuat peta, membuat poster, membuat ilustrasi, menyusun rencana permainan, serta membuat artikel untuk pameran.

Bekerja menyajikan informasi dapat berupa menyarankan cara-cara penyajian informasi menarik, menyensor bahan-bahan yang ada dalam buku, merencanakan dan melaksanakan suatu program assembly, serta menulis dan menyajikan


(36)

20

dramatisasi. Cek dan tes dapat berupa mengerjakan informal dan standardized test, menyiapkan tes-tes untuk murid lain, dan menyusun grafik perkembangan.

Dari uraian klasifikasi aktivitas seperti yang diuraikan di atas maka menunjukkn bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Jika berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah maka pembelajaran di sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan menjadi pusat aktivitas siswa.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis keaktifan menurut Paul B. Diedrich meliputi visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan emotional activities. Sedangkan menurut Getrude M. Whipple mengklasifikasikan aktivitas murid dalam kegiatan belajar menjadi tujuh kegiatan yaitu bekerja dengan alat-alat visual, ekskursi dan trip, mempelajari masalah-masalah, mengapresiasi literature, ilustrasi dan konstruksi, bekerja menyajikan informasi, dan cek dan tes.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan indikator keaktifan dari Paul B. Diedrich yang terdiri dari tujuh aktivitas dalam belajar. Peneliti mengamati keaktifan siswa dari segi kegiatan visual, kegiatan berbicara, kegiatan mendengarkan, kegiatan menulis, kegiatan menggambar, kegiatan gerak, kegiatan mental, dan kegiatan emosional. Alasan pemilihan indikator ini karena dalam pelaksanaan pembelajaran IPS ketujuh aspek tersebut dapat diamati dan dapat dimunculkan dalam pembelajaran. Hanya satu indikator yang tidak dapat


(37)

21

dimunculkan yaitu drawing activities atau kegiatan menggambar karena dalam pembelajran IPS yang dilaksanakan tidak ada kegiatan menggambar.

3. Peran Keaktifan dalam Belajar

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tanpa melakukan perbuatan maka anak tidak berpikir. Dengan berbuat menunjukkan bahwa siswa selalu melakukan aktivitas-aktivitas dalam kegiatan belajar, karena tanpa adanya aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2012:97). Gestalt dalam teori belajar nya mengatakan bahwa dalam belajar anak itu senantiasa merupakan suatu organisme yang aktif, bukan suatu bejana yang harus diisi, atau suatu otomat yang digerakkan oleh orang lain. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Gestalt dalam teorinya the method of problem solving bahwa belajar memerlukan kegiatan atau aktivitas pada pihak yang sedang belajar.

Hamalik (2011: 175-176) mengemukakan beberapa nilai penting yang diperoleh siswa dengan adanya penggunaan asas aktivitas dalam pembelajaran. Nilai-nilai tersebut memberikan dampak positif terhadap siswa. Siswa mengalami dan menemukan pengalaman mereka sendiri. Dengan siswa berbuat sendiri maka mereka akan mampu mengembangkan aspek-aspek pribadi yang ada di dalam dirinya secara utuh. Aktivitas belajar dapat memupuk kerjasama yang baik di antara siswa. Aktivitas belajar membuat siswa bekerja sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing. Kemudian aktivitas belajar juga memupuk rasa disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi lebih demokratis. Kegiatan pembelajaran yang diselenggrakan secara realistis dan kongkret dapat memupuk pemahaman dan cara berpikir kritis serta dapat menghindarkan sifat verbalistis.


(38)

22

Serta adanya aktivitas belajar mampu membuat pengajaran yang diselenggarakan di sekolah menjadi lebih hidup sebagaimana aktivitas yang ada dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan asas keaktifan besar nilainya bagi pengajaran terhadap peserta didik karena.

a. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung menemukan sendiri b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi secara integral c. memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa

d. para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri

e. memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar yang demokratis f. mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan antara orang tua dengan

guru

g. pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret.

Seorang guru dalam kegiatan pembelajaran memiliki peran yang besar dalam memberikan kesempatan belajar kepada siswa. Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat dikdaktis menjadi individualis, yaitu guru menjamin bahwa siswa mendapat pengetahuan dan keterampilan dari setiap kondisi yang ada. Hal ini pula maka kesempatan yang diberikan oleh guru akan selalu menuntut siswa untuk aktif mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan beajarnya. Untuk menciptakan keaktifan dalam diri siswa meka guru dapat melakukan beberapa hal. Menurut Dimyati (2002:62) peran guru dalam menumbuhkan keaktifan belajar siswa adalah sebagai berikut.


(39)

23

b. memberikan tugas secara individual dan kelompok

c. memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (beranggotaan tidak lebih dari 3 orang)

d. memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas, serta

e. mengadakan tanya jawab dan diskusi.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan dalam belajar merupakan salah satu asas yang penting dalam pembelajaran sebab belajar tidak akan berjalan baik tanpa adanya aktivitas. Maka dalam penelitian ini peneliti menekankan pada aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembelajaran IPS di kelas V. Guru sebagai fasilitator akan memberikan dorongan dan kesempatan kepada siswa agar mampu meningkatkan keaktifannya dalam belajar.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar

Syah (2012: 146) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik). Secara sederhana faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut:

a. Faktor internal peserta didik, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi:

1) aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,


(40)

24

dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran.

2) aspek psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Adapun faktor psikologis peserta didik yang mempengaruhi keaktifan belajarnya adalah sebagai berikut: (1) inteligensi, tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya; (2) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif; (3) bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing; (4) minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan (5) motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.

b. Faktor eksternal peserta didik, merupakan faktor dari luar siswa yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapaun yang termasuk dari faktor ekstrenal di anataranya adalah: (a) lingkungan sosial, yang meliputi: para guru, para staf


(41)

25

administrasi, dan teman-teman sekelas; serta (b) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

Hal yang sama dikemukakan oleh Ahmadi (2008: 78) bahwa faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni: (1) faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologis dan psikologi; serta (2) faktor ekstern (faktor dari luar manusia) yang meliputi faktor sosial dan non sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan peserta didik dalam proses belajar adalah faktor internal (faktor dari dalam peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik).

Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa terutama dalam faktor eksternal yaitu guru. Peran guru dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa yaitu dengan memperhatikan pemilihan model pembelajaran dan penggunaan media. Dalam penelitian ini guru menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe TGT dimana model tersebut merupakan model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan student centered. Selain itu guru menggunakan media berupa powerpoint, video, dan bigbook dimana media tersebut dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan dari guru.


(42)

26

C. Model Pembelajaran Cooperative Learning

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning

KBBI (2005:593) mendefinisikan arti kooperatif sebagai bentuk kerja sama. Kegiatan kooperatif adalah kegiatan saling kerja sama yang dilakukan dalam kelompok-kelompok, setiap individu dalam kelompok memiliki peran untuk memberikan keuntungan satu sama lain. Jadi, belajar kooperatif memiliki arti yaitu belajar dalam suatu kelompok-kelompok kecil dimana setiap individu dalam kelompok saling bekerja bersama untuk memaksimalkan kegiatan belajar.

Solihatin (2007:4) mendefinisikan cooperative learning sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Suprijono (2016:73) “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”

Artzt dan Newman (dalam Asma, 2006:10) mendefinisikan belajar kooperatif adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mnyelesaikan suatu tujuan bersama.

Model pembelajaran cooperative learning menurut Slavin (Solihatin, 2009 :4) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4


(43)

27

sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian cooperative learning adalah model pembelajaran dimana dalam pelaksanaannya yaitu dilakukan secara berkelompok dengan anggota antara 4 sampai 6 siswa. Dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning) keberhasilan bukan ditentukan atas pencapaian kemampuan secara individu tetapi belajar akan lebih baik jika dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pengembangan pembelajaran kooperatif memiliki tujuan untuk meningkatkan hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Asma, 2006:12). Masing-masing tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pencapaian hasil belajar

Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada siswa yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik, baik kelompok bawah maupun kelompok atas. Dalam hal ini akan


(44)

28

tercipta pelayanan tutor teman sebaya dengan siswa yang kemampuan akademiknya tinggi bertindak sebagai tutor terhadap teman yang kemampuan akademiknya lebih rendah.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan selanjutnya dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan konsisi untuk bekerja saling bergantng satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, serta belajar untuk menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting dimiliki dalam masyarakat karena banyak orang yang bekerja diakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain meskipun dengan perbedaan budaya.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran koperatif yaitu pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial. Dalam hal pencapaian hasil belajar, pembelajaran kooperatif mampu membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit dan dengan tutor sebaya antara siswa yang berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah maka siswa dapat


(45)

29

meningkatkan hasil belajarnya. Penerimaan terhadap perbedaan individu akan muncul karena siswa saling tergantung dalam kelompok yang memiliki berbagai latar belakang sehingga mereka akan mampu menghargai perbedaan individu yang ada. Tujuan terakhir adalah mengembangkan keterampilan sosial dalam hal kerja sama dan kolaborasi.

Fokus utama yang ingin dicapai peneliti dari tujuan pembelajaran kooperatif adalah mengembangkan keterampilan sosial siswa. Melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat bekerjasama dan melakukan kolaborasi antar anggota kelompok. Dalam mencapai kerja sama dan kolaborasi kelompok yang baik dibutuhkan peran aktif masing-masing siswa sehingga melalui pembelajaran kooperatif harapannya tingkat keaktifan siswa dapat meningkat.

3. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Robert dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif ada unsur-unsur dasar yang membedakan dengan pembagian kelompok yang asal-asalan (Lie,2005:29). Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Suprijono (2016:77) menguraikan kelima unsur tersebut adalah.

a. Positive independence (saling ketergantungan positif) b. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) d. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)


(46)

30

Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Selanjutnya Suprijono (2016:78) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam membangun ketergantungan positif sebagai berikut

1) Menumbuhkan perasaan bahwa peserta didik saling terintegrasi dalam kelompok maka dalam mencapai tujuan kelompok dibutuhkan kerjasama antaranggota kelompok.

2) Memberikan penghargaan yang sama kepada semua anggota kelompok ketika kelompok berhasil mencapai tujuan.

3) Membagi keseluruhan tugas dalam kelompok kepada masing-masing siswa sehingga mereka merasa bahwa tugas belum selesai ketika mereka belum menyatukan bagian-bagian dari tugas tersebut.

4) Setiap peserta didik ditugasi atau diberikan peran yang saling menguhubungkan, saling mendukung, dan saling mengikat antaranggota kelompok.

Unsur kedua pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab individual. Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin anggota yang diperkuat dengan kegiatan belajar bersama. Atinya,


(47)

31

setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota klompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah.

1) Kelompok belajar jangan terlalu besar 2) Melakukan assesmen terhadap setiap siswa

3) Memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada seluruh peserta didik di depan kelas

4) Mengamati setiap kelompok dan mencatat peran individu dalam membantu kelompok

5) Menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya

6) Menugasi peserta didik mengajar temannya

Unsur ketiga pembelajaran kooperatif adalah interaksi promotif. Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif yaitu 1) saling membantu secara kti dan isian; 2) saling memberi informasi dan sarana yang dibutuhkan; 3) memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien; 4) saling mengingatkan; 5) saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi; 6) saling percaya; 7) saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

Unsur keempat pembelajaran kooperatif adalah keterampilan sosial. Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik


(48)

32

harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, dan mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

Unsur kelima pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan kelompok. Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahap kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa diantara anggota klompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboatif untuk mencapai tujuan kelompok

Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembelajaran kooperatif meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi promotif, komunikasi antaranggota, dan pemrosesan kelompok. Agar pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran IPS di kelas V dapat memberikan hasil maksimal maka siswa harus mencapai semua unsur-unsur tersebut. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran kooperatif seharusnya mampu memberikan kesempatan dan bimbingan kepada siswa agar mampu memenuhi semua unsur tersebut.

4. Prinsip-Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif terdapat prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran yang lain. Asma (2006:14-15) menyebutkan bahwa prinsip pembelajaran kooperatif terdiri dari prinsip belajar siswa aktif, belajar kerja sama, pembelajaran partisipatorik, reactive teaching, dan


(49)

33

pembelajaran yang menyenangkan. Prinsip-prinsip tersebut masing-masing dijelaskan sebagai berikut.

a. Belajar siswa aktif

Pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaannya adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga aktivitas pembelajaran dilakukan oleh siswa, pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar bersama-sama dengan anggota kelompok sampai masing-masing siswa memahami materi yang dipelajari. Dalam kegiatan kelompok jelas aktivitas yang dilakukan siswa adalah dengan kerja sama, melakukan diskusi, mengemukakan ide masing-masing anggota dan mengujinya bersama-sama, siswa menggali seluruh informasi yang berkaitan dengan topik atau materi yang menjadi pokok bahasan dengan kelompok dan mendiskusikan pula dengan kelompok yang lain.

b. Belajar kerjasama

Proses pembelajaran kooperatif dilakukan secara kerja sama dalam kelompok untuk mengkonstruksi pengetahuan yang sedang dipelajari. Prinsip pembelajaran inilah yang melandasi keberhasilan penerapan model pembelajatan kooperatif. Seluruh siswa terlibat aktif dalam kegiatan diskusi, memecahkan masalah dan mengujinya bersama-sama.

c. Pembelajaran partisipatorik

Pembelajaran kooperatif menganut prinsip pembelajaran partisipatorik, karena dalam pelaksanaanya siswa belajar sambil melakukan (learning by doing) secara bersama-sama untuk menemukan dan mengkonstruki pengetahuan mereka sendiri sesuai dengan tujuan pembelajaran.


(50)

34 d. Reactive teaching

Penggunaan strategi yang tepat dalam pembelajaran kooperatif mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta meyakinkan siswa bahwa pelajaran memiliki manfaat bagi masa depan mereka. e. Pembelajaran yang menyenangkan

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut prinsip pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran harus berjalan dalam suasana yang menyenangkan, tidak ada lagi suasama belajar yang menakutkan atau suasana tertekan bagi siswa. Suasana belajar yang menyenangkan muncul dari sikap dan perilaku guru di dalam maupun di luar kelas. Seorang guru harus memiliki sikap ramah dengan tutur bahasa yang menyayangi siswanya.

Dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif meliputi prinsip belajar siswa aktif dimana pembelajaran yang berlangsung berpusat pada siswa, belajar kerja sama dalam memecahkan masalah dalam kelompok, pembelajaran partisipatorik yaitu dimana siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi siswa, dan pembelajaran yang menyenangkan.

Dalam penelitian ini prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif tersebut harus dipenuhi semua. Pelaksanaan pembelajaran IPS dilaksanakan dengan berpusat pada siswa, aktivitas belajar didominasi oleh siswa, dan siswa saling bekerja sama


(51)

35

dalam kelompok. Melalui pembelajaran kooperatif pembelajaran IPS akan lebih menyenangkan sehingga motivasi belajar siswa akan lebih meningkat.

5. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Arends (Asma, 2006:26) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak satupun studi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh negatif. Berikut beberapa kelebihan dari adanya pembelajaran kooperatif (Asma, 2006:26).

a. Pembelajaran kooperatif terbukti unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model pembelajaran individual

b. Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan menjadi lebih aktif

c. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan termotivasi

d. Meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya, dan siswa berprestasi lebih memeningkan orang lain Penelitian ini memiliki tujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS melalui model pembelajaran kooperatif. Pemilihan model tersebut sesuai dengan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh model pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan menjadi lebih aktif. Dengan kelebihan tersebut maka pembelajaran kooperatif diharapkan mampu membantu


(52)

36

meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS kelas V sesuai dengan tujuan peneliti.

D. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Games Tournament (TGT)

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe TGT

Asma (2006:54) mendefinisikan bahwa TGT adalah suatu model pembelajaran yang didahului dengan penyajian materi pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Badar (2014:131) mengatakan bahwa dalam model ini siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

Menurut Saco (Rusman, 2011:224), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Rusman (2011:224) menjelaskan bahwa TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.

Sedangkan menurut Huda (2012:117) setiap siswa dalam model TGT ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari 3 orang yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dengan demikian, masing-masing kelompok memiliki anggota yang comparable. Setiap kelompok akan mempelajari materi secara bersama-sama kemudian akan siswa dengan kemampuan yang sama akan saling


(53)

37

bertanding dalam game akademik dan maju ke turnamen. Nilai yang didapatkan dalam turnamen akan menyumbangkan nilai bagi nilai kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu sosial, maupun bahasa dari jenjang pendidikan dasar (SD,SMP) hingga perguruan tinggi (Badar, 2014:132).

Berdasarkan uraian diatas maka pengertian dari TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 5 sampai 6 siswa dalam setiap kelompok. Dalam satu kelompok memiliki anggota yang heterogen yaitu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. TGT dalam pelaksanaannya berupa penyajian materi hingga pelaksanaan turnamen antar kelompok.

2. Komponen-Komponen Team Games Tournament (TGT)

Slavin (2008:166-167), komponen-komponen TGT terdiri dari presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Kelima komponen tersebut masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

a. Presentasi di kelas

Materi yang akan dipelajari siswa dalam TGT pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Presentasi di kelas merupakan pengajaran langsung atau diskusi yang dilakukan oleh guru di dalam pembelajaran. Perbedaan presentasi di kelas dengan pengajaran biasanya adalah bahwa presentasi yang dilakukan haruslah fokus terhadap TGT. Selama tahap presentasi siswa harus memberikan perhatian penuh agar mereka mampu mengerjakan kuis-kuis dan turnamen karena skor mereka akan menentukan skor tim.


(54)

38 b. Tim

Pembentukan tim terdiri dari empat atau lima siswa yang terdiri dari siswa yang heterogen. Heterogenitas anggota kelompok meliputi potensi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya dalam mengerjakan kuis di tahap selanjutnya. Tim ini memberikan dukungan penting bagi kinerja akademik kelompok dalam pembelajaran, dan hal tersebut memberikan hasil penting seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang.

c. Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguju pengetahuan siswa saat presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan oleh tiga siswa di atas meja, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil satu nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor yang ada dalam kartu tersebut.

d. Turnamen

Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit (satu kompetensi dasar), setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama guru menunjuk siswa untuk


(55)

39

berada pada meja turnamen – tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja 1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetensi yang seimbang ini memungkinkan siswa berkontribusi menyumbangkan skor untuk timnya masing-masing.

Setelah turnamen pertama setiap siswa akan bertukar posisi meja sesuai dengan hasil kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja memiliki kesempatan untuk naik tingkat ke meja selanjutnya yang lebih tinggi (misalnya dari meja 6 ke meja 5), skor tertinggi kedua tetap tinggal di meja yang samaa, dan yang skornya paling rendah diturunkan ke meja dibawahnya. Dengan cara ini siswa akan dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya. Penempatan siswa dalam turnamen dapat dilihat dalam gambar berikut.


(56)

40 e. Rekognisi tim

Rekognisi tim adalah tahap penghargaan bagi kelompok. Tim akan mendapatkan bentuk penghargaan apabila skor mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki lima komponen. Pertama, presentasi di kelas yaitu guru menyampaikan materi secara klasikal. Kedua, pembentukan tim yang terdiri dari empat sampai lima siswa. Ketiga, game yaitu guru memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk menguji pemahaman siswa pada saat presentasi di kelas. Keempat, turnamen yaitu dimana game berlangsung yang dilakukan di akhir sub pembelajaran. Kelima, penghargaan kelompok yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan capaian yang mereka peroleh pada saat turnamen.

Komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT sehingga, tidak dapat dipisah-pisahkan. Penelitian ini menggunakan model kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS. Dalam hal ini peneliti akan melaksanakan pembelajaran IPS menggunakan semua komponen TGT seperti yang telah diuraikan di atas.

3. Langkah-Langkah Cooperative Learning Tipe TGT

Warsono (2013: 198) menjelaskan bahwa langkah-langkah untuk menggunakan TGT adalah sebagai berikut:


(57)

41

a. Permainan dilakukan menggunakan meja-meja, setiap meja terdiri dari 3 orang siswa mewakili tim yang berbeda. Permainan terdiri dari sejumlah pertanyaan yang dirancang guru untuk mengatahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi tertentu. Permainan berupa kartu-kartu soal yang diberi nomor, setiap perwakilan tim mengambil kartu soal tersebut dan berusaha menjawabnya.

b. Turnamen merupakan struktur terkait pelaksanaan permainan tersebut. Untuk turnamen pertama, guru menetapkan siapa yang bertanding pada meja permainan. Guru juga menetapkan tiga siswa peringkat atas dari setiap tim untuk duduk di meja 2 dan seterusnya. Dengan demikian, setiap meja akan diisi oleh siswa yang kompetensinya seimbang.

c. Pada pertemuan selanjutnya siswa boleh berpindah meja tergantung pada kinerjanya pada turnamen minggu pertama tersebut. Pada prinsipnya pemenang dari setiap meja naik ke meja yang lebih tinggi berikutnya.

d. Skor tim dihitung berdasarkan seluruh skor anggota tim.

Langkah-langkah pembelajaran TGT menurut Slavin (2005: 163-165) adalah sebagai berikut:

a. Class Presentation/presentasi kelas

Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dan menyajikan informasi/materi melalui demonstrasi/bahan bacaan. Selanjutnya diumumkan kepada semua siswa bahwa akan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan siswa diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim.


(58)

42 b. Teams/pengelompokan

Tim terdiri dari 4 atau lima siswa heterogten yang newakili seluruh bagian kelas dalam hal kemampuan akademisnya. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. Siswa beranggotakan 4 sampai 5 siswa yang merupakan campuran menurut tingkat kemampuan. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

c. Game

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengatahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi kelas dan pelaksanaan kerja tim. Guru mengarahkan aturan permainannya. Permainan dimainkan di atas meja dengan 4 sampai 5 orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.

d. Turnamen

Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 4 sampai 5 orang siswa dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara. Pada permulaan turnamen


(59)

43

diumumkan penetapan meja bagi siswa. Siswa diminta mengatur meja turnamen yang ditetapkan. Setelah lengkap kegiatan turnamen dapat dimulai. e. Pada akhir putaran pemenang mendapat satu kartu bernomor, penantang yang

kalah mengembalikan perolehan kartunya bila sudah ada namun jiika pembaca kalah tidak diberi hukuman. Setelah selesai turnamen tentukanlah skor tim dan persiapkan sertifikat tim untuk member rekognisi kepada tim peraih skor tertinggi. Untuk melakukan hal ini, pertama-tama periksalah poin turnamen yang ada pada lembar skor permainan. Lalu pindahkan poin-poin turnamen dari setiap siswa tersebut ke lembar rangkuman dari timnya masing-masing, tambahkan seluruh skor anggota tim, dan bagilah dengan jumlah anggota tim yang bersangkutan.

4. Kelebihan Cooperative Learning Tipe TGT

Model pembelajaran tipe TGT memiliki beberapa kelebihan dalam pelaksanannya. Menurut Istiqomah (Sudarti, 2015: 182) yang merupakan kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT antara lain:

a. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas yang diberikan b. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.

c. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam d. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa e. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain f. Motivasi belajar lebih tinggi

g. Hasil belajar lebih baik


(60)

44

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe TGT memiliki cukup banyak kelebihan. Salah satu kelebihan model kooperatif tipe TGT adalah proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa. Penelitian ini betujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran IPS. Dengan kelebihan yang dimiliki model TGT tersebut maka harapannya adalah keaktifan siswa dapat meningkat setelah di terapkan model kooperatif tipe TGT.

Metode TGT dinilai mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa karena metode ini membutuhkan peran langsung dari siswa, mulai dari siswa melakukan diskusi kelompok hingga siswa melakukan tournament antar kelompok. Setiap siswa memiliki peran masing-masing dalam kelompoknya sehingga tidak ada siswa yang pasif. Proses pembelajaran yang berlangsung mengacu pada siswa (student centered) dan peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator. E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD)

Seorang guru yang ideal adalah guru yang memiliki salah satu kriteria yaitu mampu memahami dan memenuhi kebutuhan dari peserta didik. Apabila seorang guru memiliki kemampuan tersebut maka guru akan mampu memberikan pendidikan dan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru haruslah berdasarkan kondisi dan situasi yang dialami oleh siswa. Penggunaan strategi, metode, dan media pembelajaran yang tepat oleh guru akan mampu meningkatkan pencapaian belajar peserta didik. Agar hal tersebut tercapai maka seorang guru sebaiknya memahami bagaimana


(61)

45

karakteristik dari anak usia sekolah dasar. Suharjo (2006:37-38) menyebutkan karakteristik siswa SD yaitu usia 6-12 tahun adalah sebagai berikut

1. Pertumbuhan fisik motorik maju pesat. Hal ini sangat penting peranannya bagi pengembangan dasar yang dipelukan sebagai makhluk individu dan sosial

2. Kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal kerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya

3. Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu

4. Kemampuan berpikirnya masih dalam tingkatan persepsional

5. Dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama

6. Mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat

7. Ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang dan kurang memerlukan perlindungan orang dewasa

Sedangkan menurut Izzaty (2008:116-117) ciri-ciri anak sekolah dasar dibagi menjadi dua fase yaitu.

1. Ciri-ciri anak masa kelas rendah Sekolah Dasar (6/7 – 9/10 tahun) a) Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah b) Suka memuji diri sendiri

c) Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting


(62)

46

d) Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya

e) Suka meremehkan orang lain

2. Ciri ciri anak masa kelas tinggi Sekolah Dasar (9/10 – 12/13 tahun) a) Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari

b) Ingin tahu, ingin belajar dan realistis

c) Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus

d) Anak-anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajar di sekolah

e) Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Penelitian dilaksanakan di kelas V SD Negeri 1 Kepurun dimana dalam kelas tersebut siswa telah menginjak usia 11 tahun. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas anak usia 11 tahun memiliki beberapa karakter yang sesuai dengan tahapan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Pertama, siswa kelas 5 SD cenderung membentuk kelompok-kelompok teman sebaya. Karakter tersebut sesuai dengan model cooperative learning tipe TGT pada tahap tim dimana pada tahap tersebut siswa akan dibentuk dalam kelompok-kelompok dalam proses pembelajaran. Kedua, kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal kerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya. Karakter siswa yang memiliki kemampuan bekerjasama dan bersaing sesuai dengan tahapan TGT yaitu tahap turnamen. Kegiatan siswa pada tahap turnamen yaitu bersaing mengumpulkan poin dengan cara menjawab


(63)

kartu-47

kartu soal. Ketiga, dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama anak tidak membedakan jenis, yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama. Karakter tersebut sesuai dengan model TGT dimana pembentukan tim atau kelompok belajar siswa dilakukan secara homogen dengan anggota setiap kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.

F. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian Lidariah

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Menggunakan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) di Kelas IV SDN Margakarya Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2015/2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan siswa meningkat dari hasil rata-rata perhitungan angket yaitu siklus I sebesar 76% dan siklus II meningkat menjadi 88%. Dengan demikian keaktifan siswa mengalami peningkatan sebesar 12%.

Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu meningkatkan keaktifan siswa dalam mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Perbedaannya adalah pada subjek penelitian dimana penelitian tersebut dilakukan di kelas IV sementara peneliti akan melakukan penelitian di kelas V.

2. Penelitian Suwardi

Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan


(1)

219

LAMPIRAN 11. DOKUMENTASI PELAKSANAAN TGT

Tahap presentasi kelas oleh guru

Tahap presentasi kelas oleh guru menggunakan LCD


(2)

220 Tahap tim

Siswa berdiskusi dalam kelompok


(3)

221

Tahap game turnamen siswa membaca kartu soal

Siswa menjawab pertanyaan guru


(4)

222


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas III SDN Kandri 02 Semarang

0 9 225

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Siswa Kelas IV SD Negeri Blangu 2 Gesi Srage

0 1 15

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Siswa Kelas IV SD Negeri Blangu 2 Gesi Srage

0 1 12

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL COOPERATIVE Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Kuncen Klaten Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 15

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV SDN 2 SUKAMAJU KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN

0 1 201

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA MATA PELAJARAN PKN MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) SISWA KELAS IV B DI SD N SENDANGSARI TAHUN AJARAN 2015/2016.

4 80 189

PenInGkATAn keAkTIFAn dAn PReSTASI BelAJAR MATeMATIkA MelAlUI MOdel COOPERATIVE LEARNING TIPe TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) PAdA SISWA kelAS V Sd n 1 BAlInGASAl kABUPATen keBUMen

0 1 6

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT KELAS IV SD NEGERI 2 PEKUNCEN

0 0 15