2.5 Pre Menstrsual Syndrome PMS
2.5.1 Definisi Pre Menstrual Syndrome
Premenstrual syndrome PMS adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami oleh banyak
wanita menjelang siklus menstruasi Brunner Suddarth, 2001. Magos dalam Hacker 2001, mendefenisikan bahwa PMS adalah gejala fisik, psikologis dan
perilaku yang menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik yang secara teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid yang tersisa.
Sekitar 5-10 wanita menderita PMS yang berat sehingga mengganggu kegiatan sehari-harinya.
PMS merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita dan secara konsisten terjadi selama tahap luteal dari
siklus menstruasi akibat perubahan hormonal saat ovulasi pelepasan sel telur dari ovarium dan menstruasi. Gejala-gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya
terjadi secara regular pada 7-14 hari sebelum datangnya menstruasi Saryono, 2009. Menurut Shreeve 1983 PMS adalah sejumlah perubahan mental maupun
fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-14 sebelum menstruasi dan mereda segera setelah menstruasi berawal. Dalton 1983, mendefinisikan PMS adalah
kambuhnya gejala pada saat premenstrum dan menghilang setelah menstruasi usai. Setiap wanita yang haid adalah calon bagi PMS, dengan hampir 50 dari
semua wanita dalam usia reproduksi mengalami gejala-gejala yang ringan atau berat. Meskipun para remaja mungkin menderita sindroma itu. Gejala-gejala PMS lebih
Universitas Sumatera Utara
berat pada wanita yang berusia lebih tua. Seringkali para wanita dalam usia 30-an memperlihatkan kesukaran-kesukaran prahaid untuk pertama kalinya Health Media
Nutrition Series, 1996. Wanita dengan PMS berat melaporkan bahwa PMS mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri, sosial
dan pekerjaan mereka Deuster et.,al., 1999.
2.5.2 Etiologi Pre Menstrual Syndrome
Etiologi PMS belum jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone dengan akibat
retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema Wiknjosastro, 2005
Beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini
mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi progesteron
kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar progesteron yang menurun
dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita
yang menderita PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi banyak juga wanita yang menderita gangguan
PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal Shreeve, 1983 dan Brunner Suddarth, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya
gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin B6 Piridoksin yang dikenal sebagai vitamin anti depresi
karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat
mengakibatkan depresi. Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner Suddarth, 2001.
Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah tersinggung,
tegang dan perasaan tidak enak. Gejala-gejala dapat dicegah bila pertambahan berat badan dicegah. Peranan estrogen pada PMS tidak nyata, sebab ketegangan ini timbul
terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat puncaknya. Kenaikan sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada retensi cairan
pada saat premenstruasi Ganong, 1983. Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMS adalah prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan
mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormone tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang
kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner Suddarth, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi menyebabkan gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti peningkatan
aktivitas beta endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan, metabolisme prostaglandin abnormal dan gangguan aksis hipotalamik pituitary ovarium sebagai
penyebabnya Brunner Suddarth, 2001. Hacker et al., 2001 juga mengemukakan penyebab PMS adalah kelebihan
atau defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormone anti diuresis, abnormalitas sekresi opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral,
seperti magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid, serta faktor- faktor evolusi dan genetik. Menurut Simanjuntak dalam Prawiroharjo 2005, faktor
kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah menderita PMS adalah wanita yang lebih peka
terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan terhadap faktor psikologis. Berbagai faktor gaya hidup tampaknya menjadikan gejala-gejala lebih buruk,
termasuk stres, kurangnya kegiatan fisik dan diet yang mengandung gula, karbohidrat yang diolah, garam, lemak, alkohol dan kafein yang tinggi.
2.5.3 Gejala Premenstrual Syndrome