PMS tipe Hyperhydration PMS tipe Craving Landasan Teori

2.5.4 Tipe Pre Menstrual Syndrome

Tipe PMS bermacam-macam. Abraham dalam Aulia, 2009 dan Saryono, 2009 membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen penderita PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60, PMS C 40, dan PMS D 20. Tipe-tipe PMS ada empat, yaitu: a PMS tipe Anxiety Sindrom Premenstruasi tipe A anxiety ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.

b. PMS tipe Hyperhydration

PMS tipe hyperhydration memiliki gejala edema pembengkakan, perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel ekstrasel karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.

c. PMS tipe Craving

PMS tipe C craving ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi Universitas Sumatera Utara makanan yang manis-manis biasanya coklat dan karbohidrat sederhana biasanya gula. Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial omega 6, atau kurangnya magnesium.

d. PMS tipe Depression

Sindrom Premenstruasi tipe D depression ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata verbalisasi. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3 dari seluruh tipe PMS benar-benar tipe D. PMS tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine.

2.5.5 Faktor Risiko Pre Menstrual Syndrome

Sindrom premenstruasi biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Saryono 2009 dalam bukunya memaparkan beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS antara lain: Universitas Sumatera Utara a. Wanita yang pernah melahirkan PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksemia. b. Status perkawinan Wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum menikah. Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah Burman Margolin dalam Haijiang Wang, 2005. c. Usia PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun. Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua Freeman, 2007. d. Stres Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah. Stres dapat berasal dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan gejala premenstrual syndrome PMS Universitas Sumatera Utara Mulyono dkk, 2001 dalam Maulana, 2008. Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut. e. Diet Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS. Kebiasaan merokok dan minum alkohol; juga dapat memperberat gejala PMS. Penurunan asupan garam dan karbohidrat nasi, kentang, roti dapat mencegah edema bengkak pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein kopi juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia sulit tidur. Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS. f. Kegiatan fisik Olahraga berupa lari dikatakan dapat menurunkan keluhan premenstrual syndrome. Berolahraga dapat menurunkan stress dengan cara memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa berolah raga ketika mereka mengalami premenstrual syndrome dapat membantu relaksasi dan tidur di malam hari. Kurang Universitas Sumatera Utara berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS.

2.2.6 Penanganan Pre Menstrual Syndrome

Terdapat suatu persetujuan dalam penatalaksanaan PMS. Riwayat yang terinci dan dikaji dengan cermat serta kelompok gejala harian dan fluktuasi mood yang terdapat pada beberapa siklus dapat menjadi petunjuk dalam penyusunan rencana penatalaksanaan. Konseling, dalam bentuk kelompok pendukung atau konseling pasanganindividu dapat sangat bermanfaat. Penggunaan obat-obatan seperti inhibitor prostaglandin dan diuretik untuk meredakan edema, bromokriptin parlodel untuk mengatasi nyeri tekan pada payudara dan diet yang seimbang, rendah kafein dan natrium atau disertai makanan diuretik alami dapat meredakan gejala. Latihan fisik dan suplemen vitamin B6 dan E seringkali direkomendasikan. Wanita yang diganggu PMS dapat mengurangi gejala-gejala dengan melakukan perubahan pada dietnya seperti mengurangi jumlah gula yang dimakan, memperbanyak mengonsumsi serat, mengurangi asupan lemak, mengurangi jumlah garam jika terdapat retensi cairan dan menghindari kafein. Menurut Rayburn 2001, terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1 Terapi simtomatik untuk menghilangkan gejala-gejala antara lain dengan diuretika untuk mengobati kembung, anti depresan dan anti ansietas untuk menghilangkan cemas dan depresi, bromokriptin untuk menghilangkan bengkak dan nyeri pada payudara dan anti prostaglandin untuk mengatasi nyeri payudara, nyeri sendi dan nyeri muskuloskeletal. 2 Terapi spesifik dibuat untuk mengobati etiologi yang diperkirakan sebagai Universitas Sumatera Utara penyebab dari PMS antara lain dengan progesteron alamiah untuk mengatasi defisiensi progesteron dan pemberian vitamin B6. 3 Terapi ablasi yang bertujuan untuk mengatasi PMS dengan cara menghentikan haid. Terdapat suatu persetujuan dalam penatalaksanaan PMS. Riwayat yang terinci dan dikaji dengan cermat serta kelompok gejala harian dan fluktuasi mood yang terdapat pada beberapa siklus dapat menjadi petunjuk dalam penyusunan rencana penatalaksanaan. Konseling, dalam bentuk kelompok pendukung atau konseling pasanganindividu dapat sangat bermanfaat. Penggunaan obat-obatan seperti inhibitor prostaglandin dan diuretik untuk meredakan edema, bromokriptin parlodel untuk mengatasi nyeri tekan pada payudara dan diet yang seimbang, rendah kafein dan natrium atau disertai makanan diuretik alami dapat meredakan gejala. Latihan fisik dan suplemen vitamin B6 dan E seringkali direkomendasikan Saryono, 2009.

2.6 Landasan Teori

Faktor- faktor yang memengaruhi perilaku manusia adalah latar belakang individu sebagai berikut : 1 Faktor pribadi : kepribadian, kondisi emosional, intelegensi, nilai dan sikap. 2 Faktor sosial : Pendidikan, usia, jenis kelamin, pendapatan, religikepercayaan, dan kebudayaan. 3 Informasi, yaitu : pengetahuan, media dan tindakan. Individu tumbuh dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda dan membutuhkan informasi tentang Universitas Sumatera Utara beberapa hal, informasi yang diperoleh mendasari keyakinan mereka tentang konsekuensi suatu perilaku, tentang harapan-harapan normatif dari lingkungan sosial, dan juga tentang hambatan-hambatan yang dapat mencegah mereka untuk membentuk perilaku berdasarkan intensi yang dimilikinya. Teori Ajzen Dan Fishbein 2005 Gambar 2.1 Kerangka Teori Konsep konsepkarakteristik, pengetahuan, sikap serta upaya mengurangi Premenstrual Syndrome mengacu kepada teori diatas, seperti digambarkan pada skema kerangka konsep pada halaman berikut ini. Perilaku a. Faktor pribadi - Kepribadian - Kondisi emosional - Intelegensi. - Nilai - Sikap b. Faktor sosial - Pendidikan - Usia - Jenis kelamin - Pendapatan - Religi kepercayaan. - Ras dan etnis - Kebudayaan c. Informasi - Pengetahuan - media - Tindakan Keyakinan terhadap perilaku Keyakinan Normatif Pengendalian Keyakinan Kontrol Tindakan yang mengarah pada perilaku Norma Subjetif Pesepsi Pengendalian Pelikau Niat Aktualisasi pengendalian perilaku Universitas Sumatera Utara

2.7. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1 62 79

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014”,

14 158 133

Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur tentang Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan

10 80 82

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

1 43 116

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dalam Menentukan Masa Subur di Kelurahan Sari Rejo Medan Tahun 2010.

5 65 53

Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita di Lingkungan VIII Kelurahan Kampung Lalang

2 45 86

Pengetahuan dan Sikap Pasangan Usia Subur Tentang Infertilitas di Lingkungan I Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

1 54 54

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Gangguan Kesehatan Reproduksi Akibat Merokok Di kelurahan Sibuluan Indah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008

4 57 116

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Wanita Usia Subur - Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013

0 1 29

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013

0 0 53