Sejarah Wafatnya Iskandar Muda

Pada bait ketiga, diangkat pula kisah tentang permaisuri kerajaan Aceh Darussalam yang dikenal dengan nama Putroe Phang Puteri dari Pahang Malaysia. Ia sebenarnya adalah putri dari kerjaan Malaka yang bernama Putroe Kamaliah. Dalam sejarah Aceh, pada abad ke 17 Kesultanan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda mengalami masa keemasan dan telah menaklukkan kerajaan di sekitarnya, termasuk kerajaan dimana Putroe Kamaliah berasal. Ia dibawa ke Aceh setelah Malaka di taklukkan. Awalnya Putroe Kamaliah sebagai tawanan perang, akan tetapi Sultan jatuh cinta padanya dan akhirnya menikah. Kecerdasan dan kebijaksanaannya membuat rakyat Aceh mencintainya. Nama Putroe Phang sekarang menjadi tempat wisata di Kota Banda Aceh dan namanya diabadikan dalam sejarah Aceh tempo dulu.

5. Sejarah Wafatnya Iskandar Muda

Thon lhei sikureung leupah that malang Seuloktan Iskandar Muda Seuloktan Aceh nibak wate nyan Gop nyan buangan u pulou jawa Bak thon lhe ploh lhe na geu lake wou Raja geutanyou geu lake gisa Hana geu lake peutimang nanggrou Asai ji puwou u kuta raja Adak hana troh keunou u nanggrou Beu jitem puwoe et sabang saja Adak et sabang han cit jibi wou Raja geutanyou ka putoh asa Ka teungeh teungeh raja lake wou Raja geutanyo meuninggai donya penjelmaan roh abangnya Muria. Lihat Abdurrahim Dandy, Sejarah Daerah Dan Suku Gayo Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1979, h. 15. Yoh goh lom mate ka lheh geu waseit Yue puwoe manyet u kuta raja Oh lheuh geuwaseit mata pih teu pet Haba ji peu ek lam surat rakan khaba Han ji bi tamong di tanoh Aceh Yue tanom sideh di tanoh jawa Di master karnolis nama nanggrou nyan Teumpat seuloktan meuninggai donya. 205 Terjemahnya: Tahun 39 terdapat peristiwa yang sangat menyedihkan Sultan Iskandar Muda Sultan Aceh pada zaman dulu Beliau dibuangkan kepulau Jawa Pada tahun 33 beliau meminta pulang Raja kita minta untuk kembali Tidak meminta untuk menagani negeri Asalkan mau dipulang ke Kuta Raja Walaupun tidak sampai ke negeri Namun sampai ke Sabang saja sudah cukup Jika sampai Sabang tidak mau dipulangkan Raja kita sudah putuh asa Sudah sangat ingin sekali raja pulang Raja kita meninggal dunia Sebelum meninggal sudah diwariskan 205 Essi Hermaliza, dkk, Seudati Aceh., h. 137-138. Vidio Dari Dinas Perhubungan Pariwisata Dan Kebudayaan Kota Lhokseumawe Serta Direkomendasi Dari Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Aceh. Untuk memulangkan jasadnya ke Kuta Raja Setelah diwariskan matanya terpejam Kabarpun dimasukkan kedalam surat kabar Tidak boleh dikuburkan di tanah Aceh Disuruh kubur di Tanah Jawa Nama negeri Master Karnolis Tempat Sultan meninggal dunia Analisis peneliti dengan epistemologi Islam terhadap Syair: Dalam syair diatas diterangkan sejarah wafatnya Sultan Iskandar Muda. Pada bait pertama disampaikan bahwa beliau pernah ditawan dan dibuang ke Pulau Jawa. Pada tahun 1933, beliau meminta dipulangkan ke Aceh, tidak berkeinan memimpin negeri. Bait kedua, tetapi tidak dikabulkan. Beliau minta diasingkan ke Pulau Sabang, juga tidak terkabul. Karena putuis asa beliau akhirnya meninggal dunia pada tahun 1939. Dan beliau berwasiat agar jasadnya dimakamkan di Aceh atau Kuta Raja. Tapi wasiat itu pun tidak dipenuhi. Sultan tetap dimakamkan di pengasingannya. Dikaji lebih dalam sejarah yang terangkai dalam bait syair Seudati diatas, kiranya tidak mungkin Sultan Iskandar Muda yang berkuasa pada pada abad XVII wafat di abad XIX. Jadi yang di maksud dalam bait syair di atas yaitu Sultan Muhammad Daud Syah. Dilihat dari daftar pemimpin Aceh dalam catatan sejarah yang di keluarkan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh bersumber Harian Serambi Indonesia edisi tanggal 8 Februari 2007, Sultan Muhammad Daud Syah memimpin Aceh Tahun 1874-1903. Kepemimpinannya berakhir di tangan penjajah Belanda. 206 Muhammad Daud Syah yang mangkat dalam pembuangan di Pulau Jawa dibuang oleh pemerintah Belanda keluar Aceh pada tanggal 24 Desember 1907, karena dianggap tidak bisa diajak berkerja sama dengan Belanda. Kehidupan raja 206 Essi Hermaliza, dkk, Seudati., h. 139 Aceh ini tidak seindah dan semewah raja-raja lain di Nusantara yang mengakui keberadaan penjajah kolonial, dimana mereka menerima kemegahan dan status sosial sampai ke keturunannya kini. Sedangkan Sultan Aceh ini sejak ditabalkan menjadi raja, hidupnya terus bergerilya dalam hutan-hitan di Aceh demi mempertahankan marwah negerinya sampai beliau ditangkap dan dibuang oleh Belanda pada 20 Januari 1903 dan meninggal dalam pengasingan, tanpa pernah menyerahkan kedaulatan Aceh kepada kaum penjajah dan tidak pernah dimakzulkan diturunkan secara adat Aceh. 207

6. Kisah Agama