kostum dapat menjadi media komunikasi bagi pemakainya.
188
Seperti halnya kostum yang dikenakan oleh penari Seudati. Kostum menjadi penunjang utama
bagi para penari Seudati. Dengan memakai kostum khas mereka, maka para penari ini ingin mengkomunikasikan kepada khalayak mengapa mereka harus memakai
kostum khas Seudati. Ada makna yang ingin disampaikan lewat kostum mereka, kenapa mereka
memakai kostum berwarna hitam dengan sarung dan tengkulok dikepala, serta rencong yang disematkan dipinggang. Hal ini dikarenakan kostum tidak hanya
sekedar pembungkus tubuh penari, tetapi kostum juga ikut memberikan andil dalam pembentukan karakter dan pemberi identitas budaya bagi tarian yang
bersangkutan. I Wayan Dibia mengatakan bahwa tata rias dan busana seringkali dipandang sebagai unsur ketiga atau pelengkap dalam pertunjukan tari, namun
sebenarnya tata rias berfungsi sebagai pembentuk karakter dan pemberi identitas budaya bagi tarian yang bersangkutan yang turut memperlihatkan dari lingkungan
budaya mana tarian berasal.
189
Kostum tari atau busana tari merupakan busana yang dipakai untuk kebutuhan tarian yang ditampilkan di atas pentas. Busana tari biasanya lebih
artistik dengan segala perlengkapannya termasuk asesoris, hiasan kepala dan tata rias wajah.
190
Kostum yang dipakai oleh para penari Seudati memiliki nilai filosofis, selain itu kostum penari Seudati juga dipengaruhi oleh perbendaharaan
gerak tari tersebut. Adapun seragam atau pakaian yang di gunakan dalam Seudati ialah
sebagai berikut:
1. Bagian Kepala Tutup Kepala Tangkulok Aceh
Tangkulok tutup kepala merupakan hiasan yang ada diatas kepala penari Seudati. Menurut Essi Hermaliza dalam buku Seudati Aceh dipilihnya tangkulok
tutup kepalauntuk hiasan kepala para penari Seudati, dikarenakan pada waktu itu
188
Koentjaraningrat, Pengantar., h. 26.
189
I Wayan Dibia, dkk, Tari Komunal, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Seni Nusantara, 2006, h. 191.
190
Siluh Made Astini, “Makna Dalam Busana Drama Tari Arja Di Bali”, dalam Harmonia
Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Vol. 2 No. 2 Mei-Agustus 2001.
ada pesta kerjaan dari berbagai daerah dengan menampilkan tarian daerah masing- masing dan untuk penanda ciri khas para penari Seudati yang berasal dari Aceh
maka dipilihlan tangkulok tutup kepala yang berbentuk seperti lidah yang sebenarnya merupakan ciri ekor burung Balam.
191
Menurut keterangan yang diperoleh dari wawancara, dapat disimpulkan bahwa hiasan kepala seperti ini pada awalnya tidak pernah ada, sampai pada suatu
ketika Sultan Aceh mengundang para relasi untuk hadir pada pesta kerajaan. Berbagai bentuk mahkota, topi, penutup kepala tampak dikenakan berbagai rupa,
sedangkan Sultan sendiri tidak memiliki hiasan kepala yang khas tetapi tidak terlalu formal. Oleh karena itu, Sultan meminta pengrajin untuk membuatkan
hiasan kepala yang dapat dijadikan simbol kebanggaannya. Ternyata bentuk hiasan yang dipilih Sultan adalah hiasan kepala yang sekarang dipakai oleh para
penari Seudati. Adapun bentuk hiasan kepala itu terinspirasi dari bentuk ekor burung balam yang tegak namum indah. Bentuk yang demikian itu sangat tepat
untuk menggambarkan figur laki-laki yang tegas dan bijaksana. Hiasan tersebut terbuat dari sepotong kain yang dilipat berulang kali tanpa
sambungan. Dahulu, tangkulok tutup kepala dijahit dengan tangan tanpa pola. Untuk menyambung bagian ujungnya biasanya cukup dengan jahitan tangan. Hal
ini menunjukkan keistimewaan tangkulok tutup kepala yang dibuat tanpa teknik gunting sambung. Layaknya pertunjukan Seudati yang bersifat pemersatu,
demikian pula filosofis yang terkandung dalam tangkulok tutup kepala.
192
Penutup kepala berwarna merah terbuat dari kain songket ini melambangkan keberanian seseorang. Sebuah tarian yang mengungkapkan keberanian tanpa rasa
takut sedikit pun dalam memperjuangan negara mereka dari penjajahan Belanda.
2. Baju dan Celanan