Pudarnya Kekuatan Syair Tradisi tari seudati masyarakat Kota Lhokseumawe Aceh (Analisis epistemologi Islam gerakan dan syair) - Repository UIN Sumatera Utara TESIS KHAIRIL FAZAL

pasang surut dan jelas memiliki sejarah yang cukup panjang. Seudati juga telah mengalami “metamorfosa” dari tarian yang dipakai sebagai pengobar semangat berperang, menjadi media sosialisasi informasi atau program, hingga sebatas hiburan rakyat. Kesederhanaan dari tari Seudati tidak menjadikannya kekurangan nilai-nilai estetika. Walaupun hanya mengandalkan syair serta musik yang bersumberkan pada gerakan justru mengambarkan keperkasaan dari para penarinya yang mengalir seiring syair dari sang aneuk syahi anak penggiring,ritme tari terus meningkat semakin cepat dan cepat lalu berhenti secara tiba-tiba dalam suasana sunyi.Pada keadaan inilah penonton kemudian terbawa emosi hingga memberikan tepuk tangan dan sorakan yang sangat meriah untuk tarian ini. 222 Seudati pernah menjadi primadona pertunjukan dan hiburan di beberapa wilayah Aceh khususnya daerah Pidie hingga ke Langsa. Di Pidie, Tari Seudati tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara berlanjut ke daerah Bireun. Tari Seudati muncul juga di daerah pesisir seperti Lancok dan Kuala Raja, Krueng Mane, Blang Lancang, Krueng Geukuh, Geudong, Alue Ie Puteeh dan Panton Labui, Aceh Timur, Idi, hingga ke Langsa. Pada masa keemasannya tari Seudati juga muncul di beberapa daerah Aceh Barat sampai berlangsung antara tahun 1967 hinjgga awal tahun 90-an dan kemudian dikarenakan beberapa hal, sinar Seudati pun meredup. Kini berbagai upaya coba dilakukan untuk menghidupkan kembali sinar tarian Seudati yang mengagumkan ini. 223

1. Pudarnya Kekuatan Syair

Tarian Seudati merupakan tarian yang mengandalkan kekuatan syair-syair sebagai salah satu pesonanya. Syair-syair dalam Seudati dinyanyikan tanpa bantuan alat musik, yang ada hanyalah iringan suara petikkan jari, hentakkan kaki dan tepukkan yang berasal dari para penari saat memukul dadanya. Syair-syair ini, pada awal perkembang tarian Seudati cenderung berisi nilai-nilai keagamaan dan 222 Essi Hermaliza,dkk, Seudati Aceh.,h. 166. 223 Essi Hermaliza,dkk, Seudati Aceh.,h. 167. dakwah, mengajak penikmatnya untuk memahami dan meresapi ajaran agama Islam, hubungan antara manusia dengan Allah swt habluminallah dan hubungan sesama manusia habluminannas. Inilah yang dianggap sebagai penghubung antara Seudati sebagai media dakwah dan asal nama Seudati sendiri yaitu syahadattin. 224 Kemudian memasuki tahun-tahun perjuangan dan pemberontakan terhadap kolonial belanda pada kisaran tahun 1940-1950, Seudati berkembang tidak hanya menjadi sebagai media dakwah, tapi juga menjadi sebagai media pengobar semangat juang melawan kafir Belanda. Nilai-nilai heroik yang terkandung dalam syair dan gerakan tarian ini pernah membuat tarian ini sempat dilarang di zaman pemerintahan kolonial Belanda karena dianggap bisa „memprovokasi‟ para pemuda untuk melakukan perlawanan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, Seudati biasa ditarikan pada saat para pejuang beristirahat sehingga semangat perjuangan mereka tidak kendur. 225 Pasca kemerdekaan, fungsi Seudati kembali menjadi tarian yang dipakai sebagai media dakwah sampai akhirnya juga menjadi sebuah media hiburan. Pada masa ini, antara tahun 1960 sampai dengan 1980an, Seudati memasuki era keemasannya, hampir disetiap event yang diadakan berbagai gampong akan memasukkan pertunjukkan Seudati sebagai hiburannya, mulai dari hiburan pasca panen, pernikahan, sampai kepada hari peringatan kemerdekaan Indonesia Seudati akan dimainkan. Seudati menggema diberbagai tempat di Aceh mulai dari pasar hingga lapangan terbuka dan ini diadakan hampir setiap waktu kecuali bulan Maulid dan Ramadhan yang sangat sepi event. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh T. Alamsyah: “... kalau dulu. Misalnya malam ini membuat kami diundang bermain di lhokseumawe untuk 3 malam, baru main 2 malam sudah dapat lagi bookingan untuk main lagi di Sigli, dan biasanya lapangan tempat kami bermain itu di tutup dan kemudian penonton di pungut uang tiket. Pada masa itu syair-syair Seudati sudah diisi dengan tema-tema kehidupan sehari-hari, terkadang berisi lelucon-lelucon jenaka, ajaran-ajaran agama, sosialisasi beberapa program, bahka sindiran-sindiran terhadap pemerintahan atau juga pada kondisi sosial 224 Essi Hermaliza,dkk, Seudati Aceh.,h. 167. 225 Essi Hermaliza,dkk, Seudati Aceh.,h. 168. tertentu. Lirik yang dihadirkan bisa sesuai dengan tema event yang akan diadakan. Seudati ini merupakan guru penerangan karena menurutnya Seudati bisa menyampaikan beberapa informasi sesuai dengan selera panitia atau masyarakat. Seudati juga pernah menjadi salah satu media sosialisasi program keluarga berencana kb dan berbagai informasi lainnya. 226 Tarian seudati juga bisa dibawakan dengan mengisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu persoalan secara bersama.Permasalahan terkini tentang syair dalam Seudatiadalah bahwa saat ini lirik-lirik pada syair Seudati tidak sekaya pada masa lalu. Keberadaan aneuk syahianak penggiring yang semakin langka menjadi salah satu alasannya. Posisi aneuk syahianak penggiring merupakan salah satu hal yang sulit untuk dilakukan, selain harus memiliki kemampuan suara yang memadai seorang aneuk syahianak penggiring juga harus mampu berkreasi secara spontan pada saat pertunjukan. Saat ini, belum ada regenerasi aneuk syahianak penggiring yang bisa dianggap mampu menggantikan generasi aneuk syahianak penggiring. 227

2. Tunang