pertama di dunia yang dimaksudkan untuk membangun sebuah ilmu tentang cara yang berbeda dari aturan spesifik bagi suatu kasus tertentu atau ilmu yang
digunakan untuk mengakaji tata aturan hukum di negara manapun dan kapanpun. Pentingnya ilmu ushul fiqh bagi fiqih ialah sepadan dengan pentingnya logika bagi
filsafat jadi fiqh dalam kebudayaan Arab sebanding dengan posisi filsafat dalam kebudayaan Yunani.
148
Kelemahan yang paling mencolok dari tradisi nalar epistimologi bayani atau tradisi berpikir tekstual keagamaan adalah ketika ia harus berhadapan dengan
teks-teks keagamaan yang dimiliki oleh komunitas, kultur, bangsa atau masyarakat yang baragama lain. Dalam berhadapan dengan komunitas agama lain, corak
berpikir keagamaan model bayani biasanya bersifat dogmatik, defensif, apologis dan polemis. Pola berpikir bayani selalu mengedepankan qiyas. Selain itu
epistimologi bayani selalu mencurigai akal pikiran karena dianggap akan menjauhi kebenaran tekstual.
149
b. Nalar Irfani Olah Rasa
Kata „irfani berasal dari akar kata bahasa Arab ialah „Arafa yang sinonim
dengan kata ma‟rifah, yang bermakna suatu pengetahuan. „irfani atau makrifat
berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman. Hal ini berbeda dengan istilah atau konsep ilmu yang diperoleh melalui usaha
kasb pencarian dari transformasi naql atau penalaran rasio aql. „Irfani adalah
suatu pengetahuan yang diperoleh melalui pencapaian dan penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba yang menjalani sehingga terbuka hakekat tersebut.
150
Tradisi „Irfani pada dasarnya bersumber dari dalam Islam sendiri. Sebab,
pada dasarnya Islam dalam ajarannya terdapat suatu dimensi lainnya yang mengandung unsur batin yang mengambil pola aspek hakikat. Unsur hakikat
inilah yang membentuk nalar „Irfani atau gnostik.
151
Pengetahuan „rfani tidak
148
Arini Izzati Khairina, “Kritik Epistimologi Nalar Arab Muhammad Abed Al-Jabiri”,
dalam El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama Volume 4, Nomor 1, Juni 2016, h. 111.
149
Arini Izzati Khairina, Kritik.,h. 112.
150
Nasrullah, “Nalar „Irfani: Tradisi Pembentukan Dan Karakteristiknya”, dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika,Vol. 9, No. 2, Desember 2012, h. 176.
151
Nasrullah, Nalar „Irfani., h. 176.
didasarkan atas teks seperti bayani, tetapi pada kasyf, tersingkapnya rahasia- rahasia realitas oleh Tuhan. Karena itu, pengetahuan
„irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, dimana dengan kesucian hati,
diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis.
Dengan demikian pengetahuan „irfani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan,
yaitu pertama, dengan cara melakukan persiapan, kedua dengan cara melakukan penerimaan, dan yang ketiga, dengan cara melakukan pengungkapan dengan lisan
atau tulisan.
152
Istilah Irfan itu sendiri belum tersebar pemakaiannya dalam literatur- literatur sufistik kecuali pada periode belakangan. Sejak awal para sufi
membedakan antara pengetahuan yang diperoleh melalui indera atau akal, atau melalui keduanya dengan pengetahuan yang didapatkan melalui kasyf. Dzinun al-
Mishri w. 245 H misalnya, membagi pengetahuan menjadi tiga antara lain: 1. Pengetahuan marifah tauhid yang berlaku untuk kalangan umum,
mukmin dan mukhlishin. 2. Pngetahuan argumentatif dan Bayan, yaitu khusus bagi para hukama,
bulagha, dan ulama. 3. Pengetahuan sifat-sifat wihdaniyah, khusus bagi ahli wilayatullah
yang menyaksikan Allah melalui hatinya sehingga nampak suatu kebenaran yang belum pernah terlihat oleh orang lain.
153
c. Nalar