Nilai Pendidikan edukatif Nilai Budaya

musyawarah. ayat yang senada dengan ayat tersebut ialah Alquran surat Ath Thalaaq ayat 6. ٍف ْ ب ْ ب ا ْأ meskipun dengan kata ا ْأ berembuklah yang melahirkan kata “Muktamar”. 216 Namun kewajiban melaksanakan musyawarah bukan hanya dibebankan untuk Nabi saja melainkan juga kepada umatnya secara menyeluruh. 217 Dalam masyarakat moderen yang ditandai dengan munculnya lembaga politik dan pemerintahan, lembaga ini menjadi subjek musyawarah, para pemimpinnya di bebani kewajiban melakasanakan musyawarah dengan melibatkan para anggotanya atau rakyat untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi.

4. Nilai Pendidikan edukatif

Nilai pendidikan adalah nilai nilai yang terkandung di dalamnya unsur pendidikan dan mengajar kepada orang lain tentang apa yang tidak diketahuinya menjadi tahu. Nilai-nilai yang terdapat dalam Seudati nilai-nilai pendidikan dalam mendidik generasi muda. Pendidikan bagi generasi muda bertujuan agar selalu berusaha keras, hal ini berarti generasi muda tidak boleh lemah dan menyerah dengan keadaan. Berusaha dan tabah merupakan kewajiban, dan cobaan merupakan ujian dari Allah Swt. 218

5. Nilai Budaya

Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, serta kebiasaan-kebiasaan yang dibuat oleh manusia sebagai anggota masyarakat, dipandang sebagai realitas yang menjadi sasaran ajaran Alquran Islam. Peran Islam dalam kebudayaan ini adalah memberikan nilai-nilai etis yang menjadi pedoman dan ukurannya. Kebudayaan itu sendiri dalam kerangka Islam Alquran diartikan sebagai proses pengembangan potensi kemanusiaan, yaitu mengembangkan fitrah, hati 216 Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial Mendialohkan Teks Dan Konteks, Yogyakarta: El-Saq Press, 2005, h. 155. 217 Nina M. Armando dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005, h. 329-330. 218 Taat Kurnita Yeniningsih, “Nilai- Nilai Budaya Dalam Kesenian Tutor PmtoH”, dalam HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI, Volume VIII No.2 Mei- Agustus 2007, h. 220. nurani, dan daya untuk melahirkan kekuatan dan perekayasaan. Oleh karena itu, apabila dari segi prosesnya, kebudayaan dalam Islam adalah pendayagunaan segenap potensi kemanusiaan agar manusia dapat mempertahankan dan mengembangkan akal budi yang manusiawi. Kebudayaan dalam tahap apapun tidaklah bebas nilai. Dalam tahap proses, ia terikat dengan nilai-nilai, baik estetika, logika maupun etika. Sedangkan dalam tahap produk ia adalah penjelmaan nilai-nilai itu sendiri. penjelmaan nilai estetika berkembang dalam kesenian, penjelmaan nilai logika atau epistemologi berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan sedangkan penjelmaan nilai etika berkembang dalam adat istiadat dan etika pergaulan. 219

F. Eksistensi Dan Perubahan

Perjalanan sejarah yang cukup panjang dan selalu bertumpu pada pola- pola tradisi yang ada. Dalam tari tradisional tersirat pesan yang berisi pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, dan norma yang ingin disampaikan oleh pembuat gerakan tari kepada para penonton ataupun masyarakat yang ada. Sebuah tari tradisional merupakan salah satu produk kebudayaan yang tumbuh dan hidup ditengah masyarakat secara turun-temurun sekaligus menjadi identitas dari tiap-tiap etnis dan ketika itu ditinggalkan maka secara langsung identitas sebuah etnis akan hilang. 220 Terkini, keberadaan beberapa tari tradisional bagaikan pribahasa “hidup segan mati tak mau” disebabkan hilangnya minat masyarakat pendukungnya. Generasi muda diberbagai etnis di Indonesia cenderung enggan untuk mempelajari tarian tradisional etnisnya. Tari-tari tradisi seperti Seudati,Tor- tor,Serampang Duabelas dan lainnya seperti tenggelam digerus tarian modern seperti Gangnam Style,Harlem Shake,dan goyangan lainnya. Globalisasi dan modern isasi telah “melabeli” tarian tradisional sebagai hal yang kolot dan ketinggalan zaman. 221 Begitu juga halnya Seudati, tarian yang pada awalnya tergolong dalam kategori Tribal War Dance atau tarian perang ini juga mengalami 219 Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2003, hal 248. 220 Essi Hermaliza,dkk,SeudatiAceh.,h.165. 221 Essi Hermaliza,dkk,SeudatiAceh.,h.166. pasang surut dan jelas memiliki sejarah yang cukup panjang. Seudati juga telah mengalami “metamorfosa” dari tarian yang dipakai sebagai pengobar semangat berperang, menjadi media sosialisasi informasi atau program, hingga sebatas hiburan rakyat. Kesederhanaan dari tari Seudati tidak menjadikannya kekurangan nilai-nilai estetika. Walaupun hanya mengandalkan syair serta musik yang bersumberkan pada gerakan justru mengambarkan keperkasaan dari para penarinya yang mengalir seiring syair dari sang aneuk syahi anak penggiring,ritme tari terus meningkat semakin cepat dan cepat lalu berhenti secara tiba-tiba dalam suasana sunyi.Pada keadaan inilah penonton kemudian terbawa emosi hingga memberikan tepuk tangan dan sorakan yang sangat meriah untuk tarian ini. 222 Seudati pernah menjadi primadona pertunjukan dan hiburan di beberapa wilayah Aceh khususnya daerah Pidie hingga ke Langsa. Di Pidie, Tari Seudati tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara berlanjut ke daerah Bireun. Tari Seudati muncul juga di daerah pesisir seperti Lancok dan Kuala Raja, Krueng Mane, Blang Lancang, Krueng Geukuh, Geudong, Alue Ie Puteeh dan Panton Labui, Aceh Timur, Idi, hingga ke Langsa. Pada masa keemasannya tari Seudati juga muncul di beberapa daerah Aceh Barat sampai berlangsung antara tahun 1967 hinjgga awal tahun 90-an dan kemudian dikarenakan beberapa hal, sinar Seudati pun meredup. Kini berbagai upaya coba dilakukan untuk menghidupkan kembali sinar tarian Seudati yang mengagumkan ini. 223

1. Pudarnya Kekuatan Syair