babakan saleum aneuk salam anak dan syahi panyang penggiring panjang. Peran yang tidak kalah penting dari aneuk syahi anak penggiring adalah
kemampuan untuk mengikuti kecepatan tarian dengan irama yang tepat. Jika aneuk syahi anak penggiring tidak mampu mengikuti, penari yang sudah ada
dalam fase tempo cepat akan kembali melambat dan ketukan kaki menjadi berantakan. Dengan demikian, aneuk syahi anak penggiring juga memiliki peran
yang sangat penting dalam menjaga ritme permainan diantaranya sebagai berikut:
a. Memiliki suara yang jelas, mengingat syair berisi pesan atau
informasi yang harus diketahui oleh pendengar maka aneuk syahi harusnya mampu melafalkan kata secara tepat dan jelas
b. Memiliki suara yang tinggi dan merdu, menjadi nilai tambah bila
nafasnya juga panjang mengingat pada momen tertentu irama dan tempo menjadi semakin cepat dan semakin cepat.
c. Berwawasan luas, karena seorang syahi dituntut dapat mengarang
syairnya sendiri seusuai keadaan dan kebutuhan saat Seudati itu tampil di hadapan public
d. Memahami ketukan dalam gerak Seudati, agar kesesuaian gerak
dan syair senantiasa seirama
e. Mampu beradaptasi dengan cepat, dengan lingkungan dan keadaan
sekitar ketika Seudati tampil
f. Spontanitas baik juga merupakan kriteria yang penting karena hal-hal
yang tidak terduga dapat terjadi di sepanjang pertunjukkan Seudati.
121
Kriteria di atas memang tidak menjadi syarat mutlak yang tertulis, namun secara alami seorang aneuk syahi anak penggiring dengan sendirinya dituntut
untuk memiliki kemampuan lebih agar dapat mengimbangi kemampuan seorang Syekh dan apeet wakil yang memimpin tim Seudatinya. Kemampuan mereka
teruji ketika mereka tampil dalam Seudati Tunang dan Seudati semalam suntuk. Wawasan dan spontanitas mutlak diperlukan agar syahi tidak kehabisan ide dan
121
Essi Hermaliza, Seudati di Aceh., h. 44.
kisah dalam mengiringi gerak seperti halnya spontanitas Syekh memunculkan ragam gerak baru sejauh nada dan ketukan dapat disesuaikan.
122
Essi Hermaliza dalam bukunya Seudati Aceh, Menurut T. Alamsyah yang sudah menjadi aneuk syahi sejak tahun 1957, ada beberapa kriteria yang harus
dimiliki oleh seorang aneuk syahi, di antaranya memiliki kualitas suara, syair, nafas dan alunan suara yang baik. Alunan suara seorang aneuk syahi akan berbeda
dengan seorang syekh dan kualitas nafas seorang aneuk syahi akan menentukan kecepatan tim tari dalam bermain. Semakin cepat tim dapat bermain, peniilaian
pun akan semakin tinggi jika dalam kecepatan penuh tim mampu bermain rapi dan kompak. Kemampuan syair, dalam hal ini menciptakan syair secara spontan juga
sangat dibutuhkan. Dalam Seudati Tunang, aneuk syahi harus mampu mengikuti syair yang telah dibawakan syekh pada babakan saman dan kisah.
123
Kemampuan vokal yang sempurna dan kemampuan mengikuti kecepatan penari dengan nyanyian merupakan alasan kuat penyebab kurangnya kaderisasi
aneuk syahi anak penggiring. Jika dibandingkan dengan syekh, aneuk syahi anak penggiring merupakan posisi yang paling sulit digantikan. Kemudian yang
paling sulit adalah mengimbangi kecepatan penari dengan nyanyian tanpa aneuk syahi anak penggiring sendiri mampu merasakan dengan anggota tubuhnya
seberapa cepat gerakan tersebut. Syekh mampu mengimbangi vokalnya dengan kecepatan gerak karena ia pun ikut bergerak, ikut merasakan ketukan kakinya
sedangkan aneuk syahi anak penggiring hanya bisa melihat dan “merasakan”
dimana ketukan itu akan jatuh dan mengira-ngira kecepatan tempo yang dimainkan.
124
Dengan demikian, untuk dapat menampilkan penampilan Seudati yang spektakuler dibutuhkan kualitas kemampuan yang tinggi dari syekh dan
aneuk syahi anak penggiring serta kerjasama yang kuat dari penari lainnya. Namun, yang tidak kalah penting adalah kemampuan masing-masing penari untuk
membawa keindahan pada penampilan Seudati mereka secara keseluruhan. Tari Seudati juga mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan, penerangan
serta juga sebagai media hiburan, sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
122
Essi Hermaliza, Seudati di Aceh., h. 44.
123
Essi Hermaliza, Seudati di Aceh., h. 44.
124
Essi Hermaliza, Seudati di Aceh., h. 45.
1. Pendidikan