Permukiman di Pesisir Pantai

2.4 Permukiman di Pesisir Pantai

Menurut Iwan Suprijanto 2003 secara garis besar karakteristik umum permukiman tepi air antara lain: a. Karena belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, kawasan permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh. b. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana. c. Karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang. d. Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti: sifat mengotori dan mencemari sumber- sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan masalah- masalah di atas seperti sistem pembuangan air limbah, sampah, pengelolaan air bersih . Kay dan Alder 1999 menyatakan “ The band of dry land adjancent ocean space water dan submerged land in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan Ubiversitas Sumatera Utara wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan. Menurut Suprijanto 2003 wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antaradaratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasangsurut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di daratseperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatanmanusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwawilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuranantara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana padaumumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerahyang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garisbatas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalanyang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di daerah pesisir yanglandai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai.Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan lautdalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Ubiversitas Sumatera Utara 1. Karakteristik Fisik Lingkungan. a. Secara topografi, merupakan pertemuan antara darat dan air, dataran landai, serta sering terjadi erosi, abrasi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan badan perairan. Topografi tanah dapat dibedakan atas 3 tiga kategori, yaitu: 1. Daerah perbukitan dengan kemiringan dataran 20 - 60 di darat; 2. Daerah relatif datarkemiringan 0 - 20 di darat, termasuk daerah pasang surut; 3. Daerah rawa atau di atas air. b. Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi, terdapat tekanan air laut terhadap air tanah, serta merupakan daerah retensi sehingga run-off air rendah. c. Secara geologi, sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lunak, serta rawan bencana tsunami. d. Secara penggunaan lahan memiliki hubungan intensif antara air dan elemen kota. e. Secara klimatologi memiliki dinamika iklim, cuaca, angin, suhu dan kelembaban tinggi. f. Pergeseran fungsi badan perairan laut sebagai akibat kegiatan di sekitarnya menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan, seperti pencemaran. Ubiversitas Sumatera Utara 2. Karakteristik Perumahan dan Permukiman. a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahanpermukiman di kota pantai dapat dibedakan atas 2 dua kronologis, yaitu: 1. Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di suatu lokasi di pantai, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun-temurun membentuk suatu klankomunitas tertentu serta cenderung bersifat sangat homogen, tertutup dan mengembangkan tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter dan ciri khas permukiman tersebut. 2. Perkembangan sebagai daerah alternatif permukiman, karena peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan. b. Tahapan perkembangan kawasan perumahanpermukiman di kota pantai adalah: 1. Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat. Kota masih berupa suatu kelompok permukiman di pantai dan di atas air. 2. Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya kepentingan perdagangan maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi, dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang cenderung memanjang di pantai linier. Ubiversitas Sumatera Utara 3. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya kegiatan fungsional, sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan makin beragam. c. Kawasan permukiman di atas air cenderung rapat kepadatan bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat dan kumuh tidak teratur, kotor, dll. Dominasi kawasan perumahanpermukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belum tertata. d. Pola perumahan dipengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3 tiga, yaitu: 1. Daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah; 2. Daerah relatif datar cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola Grid atau Linear dengan tata letak bangunan berada di kiri-kanan jalan atau linear sejajar dengan mengikuti garis tepi pantai; 3. Daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan organik. Pada daerah-daerah yang telah ditata umumnya menggunakan pola grid atau linear sejajar garis badan perairan. e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai orientasi kegiatan berbasis perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke Ubiversitas Sumatera Utara darat semakin meningkat bahkan lebih dominan, maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesibilitas. f. Secara arsitektural, bangunan pada permukiman di kota pantai dibedakan atas: 1. Bangunan di atas tanah; 2. Bangunan panggung di darat; 3. Bangunan panggung di atas air; 4. Bangunan rakit di atas air pernah ada dan saat ini sudah jarang dijumpai; Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan sukuetnis masing-masing. g. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana, tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin, tsunami, gempa, dll. h. Sering terjadinya kebakaran karena kelalaian, penggunaan bahanperalatan berbahaya dan mudah terbakar, serta belum tersedianya sarana dan pedoman penanggulangan kebakaran, khususnya untuk perumahan di atas air. Kawasan pesisir rentan dengan berbagai permasalahan. Adapun permasalahan utama kawasan pesisir pantai: Ubiversitas Sumatera Utara 1. Permasalahan Fisik Lingkungan. a. Adanya abrasi dan akresi menyebabkan pengikisan dan sedimentasi sehingga garis pantai sering berubah, yang mengganggu aktivitas yang sedang maupun akan berlangsung. Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan sehingga transportasi air terganggu. b. Muka air tanah tinggi dan merupakan fungsi retensi menyebabkan sering terjadi genangan banjir, run-off rendah, lingkungan korosif, serta tingginya intrusi air laut ke air tanah. Arus pasang surut menimbulkan masalah pendaratan kapal. c. Secara geologis, kawasan tersebut rawan bencana tsunami serta muka tanah turun. d. Tata guna lahan dan pembangunan fisik yang tidak sesuai karakteristik area pantai akibat adanya kompetisi lokasi yang berhadapan dengan air. Hal ini mengakibatkan konflik kepentingan antara kawasan konservasi dan komersial. e. Dilihat dari kondisi klimatologinya, kawasan tersebut mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin, dan suhu, serta mempunyai kelembaban tinggi. f. Pergeseran fungsi tepi lautpantai mengakibatkan timbulnya: 1. Gejala erosi tanah yang terus meningkat sehingga terjadi pedangkalan perairan. 2. Jumlah air permukaan menuju badan air naik, sehingga timbul banjir. Ubiversitas Sumatera Utara 3. Pertentangan kepentingan. 4. Meningkatnya pencemaran air berakibat pada penurunan hasil perikanan. 5. Potensi perairan sebagai objek wisata sukar dimanfaatkan karena kecenderungan menurunnya estetika lingkungan. 6. Terjadi kecenderungan kenaikan muka air laut sebagai bagian dari pemanasan global global warming dan dampak pembangunan pada kawasan tepi lautpantai secara tidak berwawasan lingkungan. 7. Potensi perairan sebagai sumber air bersih penduduk menjadi tidak ekonomis lagi karena membutuhkan biaya tinggi untuk proses penjernihannya. 2. Permasalahan Perumahan dan Permukiman. a. Sebagian besar perumahan nelayan dan perumahan di atas air belum memenuhi standar persyaratan kesehatan, kenyamanan, keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan lingkungan. b. Kondisi lingkungan perairan kurang mendukung, sehingga perlu penyelesaian sistem struktur tepat guna pada kondisi perairan, khususnya di daerah pasang surut. c. Kecenderungan pengembangan kawasan pemukiman, terutama di atas air akan bersaing dengan lajunya pengembangan wilayah pelabuhan. d. Belum adanya pengaturan perencanaan, pelaksanaan, juga pengawasan dan pemeliharaan kawasan perumahan di pantai, terutama perumahan di atas air. Ubiversitas Sumatera Utara e. Belum maksimalnya teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan ini, baik dari aspek fisik bangunan, maupun teknologi sistem pendukungnya. Alternatif-alternatif teknologi yang dapat diterapkan umumnya relatif modern dan cenderung memakan biaya tidak murah, sehingga menjadi tidak efektif, mengingat daya jangkau relatif terbatas. Perlu beberapa teknologi murah dan tepat guna. f. Tidak didukung penyediaan material berkualitas yang cukup jumlah semakin terbatas dan relatif semakin mahal. 3. Permasalahan Status Hukum Legalitas Kawasan a. Meskipun eksitensi fisik diakui, namun pengakuan dan dukungan secara hukum masih terkesan ragu-ragu, yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Pengertian sempadan pantai masuk dalam kelompok kawasan lindung. 2. Pengertian permukiman: bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan pedesaan maupun perkotaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 3. Pengertian persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau hunian untuk membangun, hanya dapat terwujud di atas sebidang tanah yang disebut kavling tanah matang. Ubiversitas Sumatera Utara b. Karena kawasan di atas air tumbuh tanpa aturan yang jelas dengan sendirinya status hukumnya menjadi tidak jelas. c. Belum memungkinkan menjadikan bangunansarana dan prasarana sebagai jaminanagunan kredit, khususnya pada lembaga-lembaga keuanganperbankan yang ada. Kawasan pesisir pantai juga mempunyai potensi, antara lain: 1. Merupakan dataran subur dan sebagian besar memiliki sumber daya mineral. 2. Muka air tanah tinggi sehingga memiliki cukup banyak ketersediaan air. 3. Keunggulan lokasi kawasan yang mempunyai akses langsung ke air mengakibatkan percepatan pengembangan kawasan. 4. Merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah penyediaan perumahan sebagai akibat kekurangankesulitan lahan baru semakin mahal, dan terbatas. 5. Adanya perumahan di pinggiran air danatau di atas air merupakan potensi wisata yang dapat dikembangkan. 2.5Morfologi Perkampungan Kawasan Pesisir Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hassan 2001, secara umum jenis perkampungan nelayan yang berada di kawasan pesisir yang terbentuk merupakan hasil dari perkembangan morfologi penempatan yang berbeda antara satu dengan Ubiversitas Sumatera Utara yang lainnya yang dipengaruhi oleh rupa bentuk geografi masing-masing. Corak permukiman ini dapat diklasifikasikan dalam 6 enam bentuk, yaitu: 2.5.1 Morfologi Arah Daratan Morfologi arah daratan ini merupakan perkembangan permukiman kampung nelayan yang paling umum. Kebanyakan kampung nelayan terbentuk berdasarkan morfologi ini. Pada awalnya, tumpuan penempatan perumahan yang dibangun berkembang dari pinggiran sungai ke arah daratan seperti terlihgat pada Gambar 2.1. Awalnya, rumah-rumah dibangun di pinggiran sepanjang muara sungai karena kawasan tersebut sangat tepat bagi masyarakat yang ingin mendirikan rumah sekaligus bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Posisi ini juga paling strategis untuk membangun dermaga sebagai tempat pendaratan perahu para nelayan. Rumah-rumah dibangun dengan teknik pertukangan sederhana, dan menjadi sangat rapat antara satu dengan yang lainnya, karena masing-masing rumah ingin mempunyai akses langsung terhadap tempat pendaratan perahu mereka. Apabila kawasan pesisir mulai penuh, konsentrasi morfologi tersebut bertumpu ke arah daratan. Secara tidak langsung, lapisan kedua bangunan yang dibangun berdasarkan garis topografi lapisan pertama rumah-rumah yang sudah lebih dahulu terbentuk. Biasanya, sebuah jalan besar dibangun sebagai akses utama untuk penduduk kampung tersebut, yang tidak berpeluang membangun rumah mereka di tepi sungai, sehingga dapat terhubung dengan titian pendaratan perahu mereka. Jalan utama ini juga merupakan faktor penting dalam pembentukan lapisan perumahan yang dibangun selanjutnya. Semakin jauh rumah-rumah itu dari perumahan di lapisan Ubiversitas Sumatera Utara yang pertama, maka semakin berkurang tumpuan rumah-rumah itu dibangun berdasarkan topografi pinggiran sungai tersebut. Rumah-rumah pada lapisan selanjutnya ini, lebih bertumpu pada jalan utama kampung tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan jalan utama tersebut juga menjadi kawasan pasar dan warung-warung yang menjual kebutuhan sehari-hari penduduk kampung tersebut. Pada proses perkembangannya, morfologi kampung tersebut berbentuk piramid, dimana penempatan rumah-rumah di sekitar tepi sungai lebih lebar daripada penempatan rumah-rumah di ujung jalan utama. Pertemuan dermaga dengan jalan utama menjadi jalur sirkulasi utama sebagai akses pengangkutan barang-barang untuk dipasarkan. Pada tingkat akhir perkembangan morfologi tersebut, rumah-rumah dibangun pada tapak kawasan yang masih kosong. Beberapa kawasan digunakan sebagai lokasi pendirian industri kecil karena selain menangkap ikan di laut, para nelayan yang dibantu keahlian anggota keluarganya juga menjalankan pembuatan kerupuk, roti, terasi, ikan kering, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan hasil tangkapan mereka. Jalan-jalan sekunder juga terbentuk sebagai akses alternatif bagi penduduk kampung yang bersangkutan. Jalur sirkulasi ini juga terbentuk mengikuti topografi dan dibangun menuju jalan utama. Jalan-jalan kecil lainnya juga dibangun ke arah dermaga-dermaga nelayan supaya para nelayan yang tinggal di lapisan dalam dapat menggunakannya sebagai jalan pintas menuju perahu mereka. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Morfologi Arah Daratan Sumber :Hassan, 2001 Ubiversitas Sumatera Utara 2.5.2 Morfologi Arah Air Morfologi ini terjadi apabila desakan untuk menampung kepadatan unit rumah menjadi semakin tinggi disebabkan bertambahnya jumlah penduduk kampung. Sehingga para penduduk mulai membangun dermaga yang lebih panjang ke arah sungai, ke arah lokasi yang lebih dalam, dan penempatan rumah-rumah kemudian berada di sepanjang dermaga tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.2. Topografi juga merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi terbentuknya morfologi ini. Gradien sungai tidak terlalu besar dari tepian sungai sampai ke ujung dermaga yang dibangun tersebut. Rumah-rumah nelayan yang didirikan di atas air dan ke arah sungai seperti ini biasanya terdapat di kawasan sungai berukuran kecil. Oleh sebab itu gradien dasar sungainya sangat kecil dan cukup dalam sehingga sangat sesuai digunakan sebagai tempat pendaratan perahu-perahu nelayan. Kelandaiannya memungkinkan pembangunan tiang-tiang di dasar sungai dan tiang-tiang ini cukup kuat untuk menyokong beban pelataran yang dibangun. Pelataran ini biasanya memiliki ketinggian 2.5 hingga 5 meter dari dasar sungai. Pelataran yang dibangun ini merupakan sumber utama pembentukan rumah-rumah yang berikutnya dibangun di sepanjang pelataran tersebut. Dermaga yang dibangun ini menjadi tolak ukur bagi penduduk dalam mendirikan rumahnya. Jika dermaga tersebut tidak roboh, berarti itu menunjukkan rumah-rumah juga dapat dibangun sampai jarak tersebut. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan sebagai tiang adalah kayu, yang berasal dari hutan bakau yang berdekatan. Ubiversitas Sumatera Utara Walau bagaimanapun, bahan bangunan tersebut mempunyai batasan, dimana bahan tersebut tidak dapat digunakan sebagai tiang rumah dan dermaga apabila dasar sungainya sangat dalam. Hal ini karena pohon bakau yang digunakan sebagai bahan bangunan berukuran kecil, berbeda dengan pepohonan hutan tropis. Pohon-pohon ini rata-rata hanya memiliki panjang 12 meter, dengan diameter 0.25 sampai 1 meter, sehingga panjang dan tebal kayu yang dihasilkan juga terbatas. Sehingga kekuatan untuk menopang konstruksi bangunan maupun dermaga relatif kecil. Seperti perkampungan nelayan lain, faktor topografi juga sangat mempengaruhi morfologi pembentukan jenis kampung nelayan ini. Kampung ini biasanya dikelilingi oleh hutan bakau yang tanahnya berawa, sehingga kurang sesuai untuk penempatan perkampungan nelayan dan pendaratan perahu-perahu nelayan. Hal ini dikarenakan struktur konstruksi pada tanah berawa membutuhkan teknik pertukangan yang cukup sulit. Pendaratan perahu-perahu nelayan pada daerah berawa ini juga akan sangat mengalami kesulitan. Pembangunan yang pesat dan perkembangan kawasan bandar juga merupakan faktor penting mengapa kampung bercorak seperti ini terbentuk. Sebagian besar bandar terletak di muara-muara sungai karena kawasan tersebut sesuai untuk ditempatkan sebagai pelabuhan. Di samping itu, bentuk asal topografi di muara sungai itu juga sangat sesuai untuk digunakan sebagai tempat pendaratan perahu- perahu nelayan. Untuk itulah kampung-kampung nelayan berdiri di lokasi tersebut. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Morfologi Arah Air Sumber :Hassan, 2001 Ubiversitas Sumatera Utara 2.5.3 Morfologi Selari Sejajar dengan garis pantai Yang dimaksud dengan morfologi selari yaitu perkembangan permukiman yang sejajar dengan topografi tebing sungai. Para nelayan tidak membangun rumah mereka ke arah daratan karena topografi kawasan tersebut tidak memungkinkan pembangunan perumahan dengan cara sederhana. Salah satunya dikarenakan kawasan ke arah daratan merupakan kawasan rawa yang sangat sulit untuk dibangun. Penyebab lainnya dikarenakan kawasan tersebut adalah kawasan yang sangat curam dan berbukit. Oleh sebab itu, mereka membangun rumah di sepanjang pinggiran sungai. Pada awalnya, sekelompok nelayan membangun rumahnya di tepi muara sungai. Hal ini terjadi karena kecenderungan para nelayan yang ingin dekat dengan sumber mata pencahariannya. Seperti apa yang berlaku dalam Morfologi Arah Daratan, kawasan di tebing sungai merupakan kawasan yang paling berharga dan strategis. Kawasan yang dapat digunakan untuk penempatan perumahan ke arah daratan sangat terbatas. Kawasan tepian sungai ini cukup luas, namun memanjang. Sungai merupakan satu-satunya akses jalur transportasi dan komunikasi kampung tersebut ke kampung-kampung lainnya. Hal ini dikarenakan kampung tersebut tidak mempunyai jalan yang dapat menghubungkannya melalui daratan karena kawasan sekitarnya berbukit bakau, dan juga dikelilingi oleh hutan bakau dan rawa. Oleh sebab itu, peranan sungai sangatlah penting. Setiap orang yang ingin menuju ke perkampungan nelayan ini haruslah menggunakan perahu nelayan untuk mencapainya. Ubiversitas Sumatera Utara Dalam Morfologi Selari, semua rumah berorientasi kepada sungai. Dermaga- dermaga kecil dibangun di hadapan masing-masing rumah, dan saling berhubungan dengan dermaga-dermaga lainnya, sehingga membentuk suatu jalur bagi penduduk kampung tersebut untuk berlalu lalang. Biasanya, dermaga ini dibangun secara bergotong royong, yaitu kerjasama seluruh penduduk kampung. Di sebagian kampung lain, jalur sirkulasi umum dibangun di belakang rumah dan dermaga- dermaga pribadi dibangun di depan rumah. Pembuatan dermaga dan jalur sirkulasi dipengaruhi oleh faktor geografi di kawasan tersebut seperti kedangkalan sungai dan gradient daratan yang bersangkutan. Berdasarkan faktor ini, penduduk kampung mengambil keputusan bahwasannya jalur sirkulasi juga perlu dibangun di depan rumah. Rumah-rumah yang dibangun selalu mengikuti topografi sungai yang biasanya berbentuk melengkung dan memanjang sejajar dengan garis pantai seperti terlihat pada Gambar 2.3. Apabila tapak kawasan yang dapat dibangun di sekitar tebing sungai sudah habis digunakan, maka perkembangan perumahan selanjutnya berada di belakang rumah-rumah lapisan pertama yang sudah ada. Orientasi bangunan pada lapisan kedua ini disesuaikan dengan jalur sirkulasi kampung yang dibuat oleh penduduk. Demikian seterusnya, lapisan-lapisan perumahan terbentuk seiring dengan pertambahan penduduk kampung. Orientasi bangunan kemudian mengikuti jalan- jalan yang dibangun kemudian. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Morfologi Selari Sumber :Hassan, 2001 Ubiversitas Sumatera Utara 2.5.4 Morfologi Atas Air Sejumlah perkampungan nelayan dibangun di atas muara-muara sungai dan terpisah dari daratan seperti terlihat pada Gambar 2.4. Pasang surut air merupakan faktor yang berperan sangat penting dalam pembentukan morfologi ini. Apabila suatu kawasan berada bertepatan dengan posisi bulan, maka akan terjadi air pasang di kawasan tersebut, akibat adanya gravitasi bulan yang mempengaruhi permukaan laut tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila posisi bulan tidak tepat berada pada kawasan tersebut, maka air laut akan surut, permukaan air laut di lokasi tersebut akan turun. Apabila terjadi hal seperti ini, sejumlah kawasan di muara-muara tidak tenggelam oleh air sungai. Kawasan tersebut menjadi tumpuan utama oleh para nelayan untuk membangun kawasan permukiman dan lokasi pendaratan perahunya. Jenis kampung ini timbul apabila tukang-tukang bangunan sudah memiliki kemampuan yang cukup baik yang menyebabkan mereka mampu membangun dermaga dan rumah-rumah yang dengan tiang-tiang yang panjang. Pada awal terbentuknya kampung tersebut, sekelompok nelayan mendirikan rumah di kawasan yang dangkal dan sesuai sebagai tempat pendaratan perahu-perahu kecil mereka. Mereka mengetahui bahwa kawasan ini cukup baik dibangun berdasarkan pengalaman dan mereka melihat kawasan ini timbul dan tenggelam apabila air pasang-surut terjadi. Kampung ini biasanya berada di kawasan yang terlindung secara langsung dari laut lepas. Sebagian besar terletak di selat-selat kecil yang berhubungan dengan muara-muara sungai. Di depan kampung-kampung ini biasanya terdapat pulau-pulau kecil yang melindungi Ubiversitas Sumatera Utara kedudukan mereka dari angina kencang dan ombak besar yang dapat merobohkan dermaga dan rumah-rumah di kampung mereka. Pada awal pembangunan perkampungan ini, para nelayan membangun rumah- rumah di tapak yang menurut mereka sesuai dan cukup aman ditempati. Tapak ini mereka pilih berdasarkan penglihatan mereka pada saat terjadinya pasang dan surut air. Masyarakat nelayan merupakan golongan yang sangat peka terhadap segala hal yang berkaitan dengan laut dan cuaca. Hal ini juga dikarenkan faktor-faktor tersebut begitu berpengaruh terhadap mata pencaharian mereka. Dari penelitian yang dilakukan, para nelayan membangun rumah-rumah mereka di kawasan muara pada saat air surut. Oleh sebab itu topografi kawasan muara sangat mempengaruhi bentuk penempatannya. Permukiman ini kemudian berkembang di sekitar kawasan tanah yang timbul pada apabila air surut. Para nelayan membangun dermaga-dermaga sampai ke kawasan yang cukup dalam untuk pendaratan perahu-perahu mereka. Seperti juga halnya perkampungan yang terbentuk secara Morfologi Arah Air dan Selari, sungai juga merupakan satu-satu nya jalur transportasi bagi penduduk kampung tersebut. Tidak terdapat jalur lintas dari arah daratan yang dapat digunakan karena kawasan tersebut dikelilingi oleh hutan bakau dan tanah berbukit bakau. Biasanya pusat perniagaan terpusat di salah satu sudut kampung, yang biasanya merupakan kawasan yang pertama kali dibangun. Pusat perniagaan ini merupakan tempat pendaratan para nelayan untuk memasarkan hasil tangkapan mereka, dan juga menjadi tempat berniaga barang-barang kebutuhan sehari-hari penduduk kampung. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Morfologi Atas Air Sumber :Hassan, 2001 Ubiversitas Sumatera Utara 2.5.5 Morfologi Muka Muara Perkembangan morfologi ini berada di sepanjang permukaan muara sungai di atas tanah rawa berlumpur yang menjadi semakin tinggi karena sungai membawa hasil pengikisan tanah, lumpur dan pasir, dan membawanya di muka muara Gambar 2.5. Apabila ketinggian tanah berlumpur ini mencapai satu tahap, ia menjadi kawasan yang sesuai untuk ditempati. Sungai-sungai ini biasanya tidak lebar dan kecil. Tingkat kederasan airnya juga tidak terlalu kuat dan hal ini memungkinkan pembangunan rumah-rumah nelayan di kedua belah tepi sungai. Perkembangannya biasanya bertumpu ke arah delta-delta sungai apabila sebagian besar rumah dibangun ke arah daratan bila permukaan muara sungai telah dipenuhi dengan permukiman. Gambar 2.5 Morfologi Muka Muara Sumber :Hassan, 2001 Ubiversitas Sumatera Utara 2.5.6 Morfologi Gabungan Morfologi ini merupakan gabungan dari beberapa jenis morfologi yang telah dikemukakan sebelumnya. Beberapa kampung nelayan terbentuk berdasarkan Morfologi Arah Daratan dan Morfologi Arah Air karena topografi kawasan tersebut sesuai dengan kedua jenis morfologi tesebut. Karena adanya kampung nelayan yang terbentuk berdasarkan morfologi gabungan ini, bentuk penempatan mereka sangat kompleks dan sulit ditentukan bentuk kampung tersebut jika dilihat sekilas. Hal ini terjadi karena kawasannya sangat terbatas dan adanya desakan untuk pembangunan rumah-rumah berikutnya untuk menampung jumlah penduduk yang terus bertambah.

2.6 Pola Sirkulasi Permukiman