Permukiman Pertama Kampung Nelayan Belawan Medan

5.2 Permukiman Pertama Kampung Nelayan Belawan Medan

Seorang pendatang yang berasal dari daerah lain, ketika singgah di Belawan ini melihat potensi yang cukup baik untuk mencari nafkah di daerah tersebut. Namun, karena keterbatasan finansial yang dimiliki, menyebabkan ketidakmampuan memperoleh tempat tinggal di daratan Belawan, sehingga dia berusaha mencari tempat lain yang berdekatan namun tidak membutuhkan biaya pembelian ataupun penyewaan lahan. Sang pendatang tersebut kemudian menemukan lokasi penelitian yang awalnya merupakan hutan bakau. Pada lokasi tersebut, tidak diperlukan adanya pembelian ataupun penyewaan lahan, hanya saja dibutuhkan upaya keras untuk membersihkan area hutan bakau tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai pertapakan untuk mendirikan rumah. Setelah menemukan lokasi tersebut, sang pendatang itu kemudian mengajak beberapa sanak saudara nya untuk mengikuti jejaknya, membangun tempat tinggal di area hutan bakau tersebut. Sehingga berdirilah 5 lima rumah pada awal mula terbentuknya Kampung Nelayan Belawan Medan ini Gambar 5.3. Kelima rumah ini dibangun sejajar dengan garis pantai, sedekat mungkin dengan sungai Belawan, sehingga mereka dapat dengan mudah menambatkan perahu mereka, dan memudahkan ketika hendak berangkat melaut. Ubiversitas Sumatera Utara 5.3Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau Berdasarkan Aspek Penggunaan Lahan 5.3.1 Awal Terbentuknya pada Tahun 1957 Pada masa sebelum terbentuknya permukiman kampung nelayan Belawan Medan ini, lokasi ini merupakan daerah hutan mangrove dengan tanah rawa berlumpur. Lokasi ini memanglah diperuntukkan sebagai kawasan lindung untuk mempertahankan ekosistem hutan mangrove di wilayah Sumatera Utara Gambar 5.4. Gambar 5.3 Gambaran Permukiman Pertama Kampung Nelayan Tahun 1957 Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara Nelayan yang melaut di daerah seputaran laut Belawan, menemukan lokasi penelitian sebagai tempat yang cocok untuk beristirahat. Berdasarkan penuturan Wak Idoh yang saat penelitian dilangsungkan merupakan orang yang paling lama menetap di Kampung Nelayan Belawan Medan ini, para nelayan tersebut menambatkan perahunya di lokasi penelitian dan beristirahat di dalam perahu sambil menunggu waktu yang tepat untuk melaut kembali. Seiring munculnya kebutuhan manusia akan tempat yang lebih nyaman untuk beristirahat, maka para nelayan ini mulai mencoba mendirikan pondok-pondok dengan material yang terdapat di lokasi setempat. Seiring berjalannya waktu dan kebutuhan manusia akan adanya tempat tinggal untuk menetap di suatu tempat, maka mereka mulai mendirikan rumah di lokasi penelitian. Para nelayan ini melihat bahwa di lokasi penelitian ini, yang pada saat itu masih merupakan hutan, mereka tidak perlu membeli ataupun menyewa tanah untuk mereka tinggali. Mereka hanya perlu membersihkan pertapakan dimana mereka ingin membangun rumahnya. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Wak Idoh, para nelayan pertama yang tinggal di kampung nelayan Belawan ini memperoleh izin untuk tinggal menetap di lokasi penelitian dari Pak Pono, seorang petugas Angkatan Laut yang pada saat itu bertugas sebagai pengawas wilayah seputar lokasi penelitian. Kehadiran nelayan yang mulai tinggal menetap di lokasi ini, menjadikan hutan mangrove ini beralih fungsi menjadi area permukiman Gambar 5.5. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, mulai dibangun berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk kepentingan warga kampung nelayan tersebut. Ubiversitas Sumatera Utara Pada Gambar 5.5 dapat kita lihat kelima rumah yang didirikan berada sejajar dengan garis pantai. Kelima penghuni pertama yang tinggal menetap di Kampung Nelayan Belawan Medan tersebut adalah Nek Kalimah, Nek Gedek, Nek Cit, Nek Fatimah, dan Pak Brahim. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, para nelayan ini membangun rumahnya sedekat mungkin dengan sungai agar memudahkan mereka untuk melaut. Gambar 5.4 Kawasan Penelitian yang Diperuntukkan sebagai Kawasan Lindung Hutan Bakau Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara Pada Gambar 5.5 dapat kita lihat bahwa kelima rumah yang ada terletak cukup berjauhan antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini terjadi dikarenakan mereka membutuhkan ruang untuk menambatkan perahu yang mereka miliki, serta adanya sifat dasar manusia yang ingin memiliki daerah kekuasaan pribadi yang cukup luas. Para nelayan ini juga sudah memikirkan untuk menyiapkan lahan bagi anak-anaknya kelak yang akan membangun rumahnya di kampung tersebut. Hal ini terbukti dari hasil survey yang dilakukan penulis, bahwa rumah-rumah keturunan dari para nelayan pertama ini berada di seputaran rumah orangtuanya. Walaupun dalam perjalanan berikutnya, Gambar 5.5 Hutan Bakau Beralih Fungsi menjadi Permukiman pada Tahun 1957 Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara banyak yang berpindah ke area belakang, dikarenakan pesisir pantai ini senantiasa mengalami proses abrasi. Pada interval ini, pola organik dalam terbentuknya suatu kawasan sudah mulai terlihat. Dimana berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Spiro Kostof 2001 , bahwa pola kawasan organik selalu mengikuti topografi yang ada, tidak mengubahnya ataupun memodifikasinya. Pada kampung nelayan Belawan Medan ini, kelima penghuni kampung pertama yang tinggal, membangun rumahnya mengikuti topografi kawasan yang ada, yaitu di sepanjang pesisir pantai. Serta pembagian lahan dalam pemanfaatannya mengikuti keinginan dari masyarakat itu sendiri. Dari segi bentuk morfologi kampungnya, seperti yang telah dikemukakan Hasan, kampung nelayan Belawan Medan pada interval ini merupakan bentuk morfologi Selari sejajar dengan garis pantai. 5.3.2 Interval Tahun 1960 – 1986 Batas interval ini ditentukan penulis dikarenakan pada tahun 1986 ini terdapat suatu peristiwa yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat yang ada di kampung tersebut, yaitu didirikannya sebuah Sekolah Dasar Negeri oleh pemerintah Kota Medan. Pada interval waktu ini, kampung nelayan Belawan Medan ini mengalami pertumbuhan dari segi kuantitas penduduknya. Penduduk yang bertambah pada interval waktu ini masih merupakan kerabat dari kelima nelayan awal yang mendiami kampung tersebut. Kelima nelayan pertama yang mendiami kampung ini mengajak Ubiversitas Sumatera Utara kerabat mereka untuk tinggal di kampung ini karena melihat kemudahan untuk memiliki tempat tinggal di kampung tersebut. Selain kerabat yang diajak untnuk tinggal di kampung tersebut, keturunan dari kelima nelayan pertama tersebut yang sudah berkeluarga juga membangun rumahnya di kampung tersebut. Sehingga kuantitas penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini semakin bertambah.Walaupun kuantitas penghuni kampung ini semakin bertambah, namun belum ada fasilitas umum yang didirikan di kampung ini untuk melayani kebutuhan warganya. Menurut hasil wawancara peneliti terhadap Kepala Lingkungan XII, Bapak Safaruddin, hal ini dikarenakan lahan yang mereka tempati ini tidaklah memiliki status kepemilikan yang sah, sehingga pemerintah kota enggan untuk masuk dan membangun fasilitas umum yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh warga kampung nelayan Belawan Medan ini. Warga kampung bersepakat mengajukan permohonan kepada pemerintah Kota Medan untuk mendirikan sebuah sekolah di kampung mereka ini. Namun, pemerintah kota mengeluarkan banyak argumen sehingga permohonan warga ini berulang kali ditolak. Akan tetapi, warga kampung nelayan Belawan Medan ini tidak patah arang, mereka terus menerus mengusahakan agar permohonan mereka dapat dipenuhi oleh pemerintah setempat. Saat itu kuota warga kampung nelayan Belawan Medan ini yang sudah mencapai 100 kepala keluarga, terus berupaya agar pembangunan sekolah di kampung mereka dapat dipenuhi. Setelah bertahun-tahun bermohon, maka akhirnya pada tahun 1986, keinginan warga kampung dipenuhi oleh Ubiversitas Sumatera Utara pemerintah. Pemerintah Kota Medan memdirikan sebuah Sekolah Dasar Negeri di kampung nelayan Belawan Medan ini. Pada Gambar 5.6 dapat kita lihat posisi sekolah yang didirikan berada di tengah kampung. Penentuan lokasi pendidiran sekolah ini berdasarkan mufakat dari warga pada saat itu. Mereka sepakat mendirikan sekolah di tengah kampung agar dapat dengan mudah diakses oleh seluruh warga yang ada di seluruh penjuru kawasan kampung tersebut. Faktor topografi kawasan juga mempengaruhi penempatan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibangun. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibangun lebih diarahkan ke bagian tengah kampung, ke arah daratan, yang cukup terhindar dari abrasi tanah yang terkikis air laut. Selain sebuah sekolah, warga juga mempertimbangkan pentingnya sebuah sarana ibadah di kampung tersebut. Untuk itulah mereka bergotong royong membangun sebuah Mushollah di kampung tersebut. Pembangunan mushollah ini juga berdasarkan mufakat warga kampung, mulai dari penentuan lokasinya, luasan bangunannya yang tentunya disertai dengan pertimbangan biaya pembangunannya. Pengerjaannya dilakukan secara gotong royong, mulai dari pembersihan lahan, pengumpulan material bangunan serta pengumpulan dana untuk membeli peralatan yang diperlukan dalam proses pembangunan mushollah tersebut. Pada interval ini, selain pertumbuhannya yang mengikuti topografi kawasannya, serta pembagian lahannya yang cenderung mengikuti keinginan masyarakatnya, terjadi juga gejala Synoecism seperti yang dikemukakan Spiro Kostof Ubiversitas Sumatera Utara pada teorinya tentang permukiman organik, yaitu gejala yang menunjukkan suatu pola organik jika dilihat dari dua hal yaitu terbentuknya kawasan karena keinginan dan kesepakatan masyarakat setempat, dan terbentuknya pusat kegiatan. Pada kampung nelayan Belawan Medan ini, kesepakatan masyarakat sangat kuat pengaruhnya terhadap proses pembentukan kampung tersebut. Juga adanya pusat kegiatan baru seperti sekolah dan mushollah yang dibangun pada akhir interval ini. Disini juga dapat kita lihat pada area kampung Karang Taruna, yaitu area yang berada di seberang paluh yang membelah kampung nelayan tersebut, sudah berdiri 4 empat rumah. Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti dan hasil wawancara terhadap Pak Alex sebagai orang yang paling lama tinggal di kampung Karang Taruna ini, keempat rumah pertama di kampung Karang Taruna ini adalah milik Pak Mariadi, Pak Ponijan, Pak Rahmat, dan Pak Denan Salim yang merupakan anggota sebuah organisasi yaitu Karang Taruna. Karena itulah area ini mereka namakan kampung Karang Taruna. Pak Mariadi adalah ketua dari organisasi Karang Taruna tersebut, sehingga untuk perkembangan selanjutnya, setiap orang yang ingin membangun rumah di kampung Karang Taruna ini haruslah meminta persetujuan beliau, selain tentunya izin dari Kepling wilayah kampung nelayan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Spiro Kostof mengenai hukum dan aturan sosial yang berlaku di masyarakat yang kemudian menciptakan suatu pola tertentu secara organik. Ubiversitas Sumatera Utara Pada interval waktu ini, kampung nelayan Belawan Medan yang tadinya merupakan kawasan hutan lindung mangrove, telah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman dengan fasilitas pendidikan dan fasilitas ibadah di dalamnya. Gambar 5.6 Permukiman Nelayan pada Interval Tahun 1960 - 1986 Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara Dari Gamabar 5.6 diatas, bentuk morfologi kampung nelayan Belawan Medan yang terlihat adalah permukiman yang terbentuk di sepanjang pesisir mengikuti garis pantainya. Terlihat juga pada gambar, permukiman penduduk terbagi mengelompok, berkaitan dengan sistem kekerabatan, dimana kerabat dari orang yang telah tinggal lebih dahulu di kampung tersebut, akan membangun rumahnya saling berdekatan. Pada bagian utara kampung terlihat satu kelompok kecil permukiman, dimana permukiman di area tersebut didominasi oleh suku Banjar, dan oleh sebab itu jugalah area tersebut dinamakan kampung Banjar. Sedangkan pada sisi Timur, terlihat sebagian permukiman yang juga mengelompok, dimana permukiman di area ini didominasi oleh orang-orang yang pencahariannya adalah pencari kerang, sehingga area ini dinamakan kampung kerang. 5.3.3 Interval Tahun 1987 – 1995 Interval ini dibatasi sejak berdirinya sekolah pada tahun 1986 sampai pada sebuah peristiwa penting lainnya yang terjadi di kampung nelayan Belawan Medan ini, yaitu masuknya listrik pada tahun 1995, yang cukup membawa pengaruh kuat pada pertumbuhan kampung ke depannya. Pertumbuhan penduduknya sendiri cukup pesat pada interval ini dibandingkan dengan interval sebelumnya. Hal ini sangat jelas dikarenakan sebuah Sekolah Dasar yang sudah dibangun di kampung nelayan Belawan Medan tersebut. Pembangunan Sekolah Dasar tersebut menjadi magnet yang sangat kuat bagi masyarakat luar untuk tinggal menetap di kampung ini. Dengan adanya sekolah di kampung tersebut, warga Ubiversitas Sumatera Utara kampung tidak lagi mengalami kesulitan ketika akan menyekolahkan anak-anak mereka. Dimana sebelum dibangunnya sekolah tersebut, warga kampung nelayan Belawan Medan ini harus menyebrang ke kota Belawan untuk bersekolah. Namun dengan adanya sekolah di dalam kampung tersebut, warga tidak lagi bersusah payah ketika harus mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah. Hal ini menyebabkan banyak orang-orang dari luar lingkungan kampung nelayan Belawan Medan yang tertarik untuk tinggal menetap di kampung ini. Selain mendapatkan tempat tinggal yang cukup mudah, di kampung ini juga sudah tersedia fasilitas pendidikan yang sangat diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Seiring dengan pertumbuhan penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini, warga melalui Kepala Lingkungan, mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mengalirkan listrik ke kampung tersebut. Namun, pemerintah Kota Medan tidak dapat menyanggupi keinginan masyarakat kampung nelayan tersebut. Dikarenakan lokasi kampung nelayan tersebut yang berada terpisah di seberang kawasan Belawan, sehingga tidak memungkinkan mengalirkan listrik dari gardu terdekat yang berada di Belawan yang dipisahkan oleh Sungai Belawan yang cukup besar. Melihat kondisi seperti ini, maka pemerintah mencoba membantu dengan bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk memakai gardu terdekat mereka untuk mengalirkan listrik ke kawasan kampung nelayan Belawan Medan tersebut. Hal ini kemudian terealisasi pada tahun 1995. Tentunya pada perkembangan selanjutnya, hal ini akan sangat membawa pengaruh yang kuat bagi pertumbuhan kampung nelayan Belawan Medan tersebut. Ubiversitas Sumatera Utara Pada interval ini, fungsi kawasan lindung semakin bergeser menjadi kawasan permukiman. Tidak hanya fasilitas pendidikan dan fasilitas ibadah yang sudah terdapat di kampung nelayan Belawan Medan ini, namun beberapa rumah mulai berfungsi ganda, yaitu selain sebagai tempat tinggal juga digunakan sebagai tempat berniaga berupa warung kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari. Pada Gambar 5.7 dapat kita lihat beberapa warung yang ada berada di seputaran sekolah, dimana lokasi ini tentunya menjadi lokasi yang sangat strategis untuk berniaga mengingat sekolah menjadi pusat kegiatan yang selalu ramai setiap harinya. Pada interval waktu ini, penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini ternyata sudah mulai berpikir mengadakan suatu usaha untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan hidup mereka. Dengan munculnya usaha kecil seperti warung ini, menunjukkan mereka sudah tidak hanya menggantungkan kehidupan mereka seutuhnya dari hasil melaut saja. Pada Gambar 5.7 juga dapat kita lihat permukiman penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini semakin padat. Pertumbuhan penduduk yang terjadi di kampung ini selain pemekaran dari warganya sendiri, juga masyarakat luar yang mulai datang ke lokasi tersebut yang ingin tinggal menetap di kampung tersebut dengan alasan yang telah dikemukakan di awal pembahasan. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 5.7 Permukiman Nelayan pada Interval Tahun 1987 – 1995 Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara 5.3.4 Interval Tahun 1996 – Sekarang Saat ini kampung nelayan Belawan Medan dihuni oleh lebih dari 500 KK. Hal ini tentunya didukung oleh berbagai fasilitas umum yang ada di kampung tersebut. Sejak masuknya aliran listrik ke kampung tersebut, semakin banyak orang yang ingin tinggal menetap di kampung tersebut. Pada tahun 2004, Bapak Abdillah yang saat itu menjabat sebagai Walikota Medan memberikan sumbangsih berupa pembangunan sebuah masjid di kampung nelayan Belawan Medan ini. Dikarenakan berdirinya sebuah masjid baru di kampung ini, maka bangunan mushollah yang ada difungsikan warga sebagai Taman Kanak- Kanak. Bahkan di kampung Karang Taruna, seiring dengan pertumbuhan warganya, mereka juga bersepakat mendirikan sebuah masjid di kampung mereka. Tidak hanya itu saja, warga kampung nelayan Belawan Medan ini juga mulai memikirkan bahwa mereka membutuhkan sebuah balai warga untuk tempat mengumpulkan warga, sehingga mereka bersepakat mendirikan sebuah bangunan aula yang dapat menampung berbagai kegiatan warga kampung. Namun agak berbeda untuk penempatan aula sebagai tempat berkumpulnya warga. Aula yang dibangun di kampung nelayan ini terletak di pinggir sungai lebih ke arah air. Sejak didirikan, aula ini menjadi landmark bagi kampung nelayan Belawan Medan ini. Bangunannya yang cukup besar terlihat kontras dengan bangunan lainnya yang ada disekitarnya. Bahkan, dari seberang Pelabuhan Belawan, bangunan aula ini cukup terlihat dengan jelas. Dan biasanya, ketika hendak meyebrang menggunakan perahu boat, orang akan minta diturunkan di dermaga aula tersebut. Ubiversitas Sumatera Utara Kebutuhan akan ruang terbuka yang dapat mengakomodasi berbagai kegiatan warga juga membuat warga berinisiatif untuk membangun sebuah lapangan terbuka yang dapat digunakan warga untu tempat berolahraga, maupun melakukan berbagai hajatan. Permukiman di kampung nelayan Belawan Medan ini sebahagian juga ada yang berfungsi ganda, yaitu selain sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagai tempat usaha baik itu berupa warung, dan beberapa sebagai industri rumah tangga. Sampai saat ini pertumbuhan penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini semakin meningkat. Sejak tahun 2010, fasilitas umum untuk melayani kebutuhan warga semakin bertambah. Dalam fasilitas pendidikan, pada interval waktu ini dibangun sebuah Madrasah yang merupakan sumbangsih dari Bapak H. Anif. Kebutuhan masyarakat kampung nelayan Belawan Medan ini akan fasilitas kesehatan juga menjadi alasan dibangunnya sebuah puskesmas dan sebuah posyandu. Selain itu juga, di kampung nelayan Belawan Medan ini masyarakat bersepakat membuat sebuah lapangan badminton sebagai sarana tempat mereka berkumpul. Dalam pembangunan lapangan badminton ini, warga kampung bermufakat dalam penentuan lokasinya, luasannya, serta bergotong royong dalam pembangunannya. Selain sebagai tempat untuk berolahraga dan bermain, lapangan ini juga digunakan sebagai tempat melakukan berbagai kegiatan lainnya, seperti misalnya penyelenggaran pesta pernikahan. Ubiversitas Sumatera Utara Di kampung nelayan Belawan Medan saat ini juga terdapat sebuah lapangan futsal yang merupakan milik pribadi dari seorang warga kampung. Pengadaannya juga dilakukan oleh individu itu sendiri, baik itu dari pembersihan lahannya, sampai kepada proses pembangunannya. Oleh sebab itu, karena bersifat pribadi, dipungut biaya bagi warga yang ingin menggunakannya. Pada Gambar 5.8 dapat kita lihat permukiman penduduk yang semakin padat, sampai jarak antar bangunan sangatlah sempit. Pertumbuhan permukiman penduduk kampung nelayan Belawan Medan ini memanjang mengikuti bentuk pesisirnya. Banyak warga yang tetap memilih membangun rumahnya di tepi pesisir walaupun mereka mengetahui bahwa wilayah tepi tersebut akan senantiasa mengalami abrasi daripada membangun rumah kearah tengah kampung. Keinginan mereka untuk lebih dekat dengan sungai sangatlah besar. Berdekatan dengan sungai memudahkan akses mereka ketika akan pergi mencari nafkah. Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti, mereka yang memilih tinggal di tepi pesisir sebahagian besar dikarenakan memiliki perahu, sehingga mereka dapat dengan mudah menambatkan perahu mereka dan menjaga perahunya. Sementara mereka yang memilih membangun rumah ke arah tengah kampung, biasanya bukan lagi mereka yang mata pencaharian utamanya sebagai nelayan. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 5.8 Pertumbuhan Permukiman sepanjang tahun 1996 - Sekarang Sumber : Hasil Analisis, 2014 Mesjid Taman Pemakaman Umum Aula Lapangan Badminton Mesjid Madrasah Puskesmas Lapangan Futsal Posyandu Lapangan Badminton Ubiversitas Sumatera Utara Pada interval ini terlihat jelas bahwa pertumbuhan permukiman kampung nelayan Belawan Medan ini memanjang searah pesisirnya. Oleh sebab itu, sesuai dengan teori bentuk morfologi permukiman nelayan yang dikemukakan oleh Hassan, dapat dikatakan bahwa bentuk morfologi kampung nelayan Belawan Medan ini adalah bentuk morfologi Selari sejajar dengan garis pantai. 5.4 Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau Berdasarkan Pola Pertumbuhan Sirkulasi 5.4.1 Awal Terbentuknya pada Tahun 1957 Pada awal terbentuknya permukiman di kampung nelayan Belawan Medan ini, penghuni kampung belum memiliki jalur sirkulasi yang menghubungkan rumah- rumah yang ada pada saat itu Gambar 5.9. Perahu yang mereka miliki yang merupakan satu-satunya moda transportasi mereka disandarkan langsung pada tiang- tiang penyangga rumah mereka. Antara penghuni rumah yang satu dengan penghuni rumah lainnya sangat jarang melakukan kunjungan dikarenakan akses mereka menuju rumah tetangga mereka haruslah melalui tanah rawa berlumpur. Belum lagi ketika air pasang naik, mereka harus menggunakan perahu atau berenang untuk dapat menuju rumah tetangga mereka. Ubiversitas Sumatera Utara 5.4.2 Interval Tahun 1960 – 1986 Seiring dengan bertambahnya masyarakat yang bermukim di kampung nelayan Belawan Medan ini, maka semakin tinggi juga kebutuhan mereka untuk bisa saling berinteraksi. Untuk itu mereka membutuhkan moda yang dapat menghubungkan rumah-rumah mereka, sehingga mereka dapat dengan mudah saling mengunjungi satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itulah mereka mulai membuat jalur sirkulasi berupa papan titian yang saling bersambungan dan menghubungkan Gambar 5.9 Kondisi Awal Kampung Tanpa Jalur Sirkulasi Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara tiap rumah yang ada Gambar 5.10. Masyarakat kampung saling bergotong royong dalam pembuatan jalur sirkulasi tersebut. Pada interval ini konfigurasi alur gerak sirkulasi yang dapat kita temukan pada kampung nelayan Belawan Medan ini ada yang berupa konfigurasi linear, grid dan network. Konfigurasi linear dapat ditemukan memanjang sejajar mengikuti tepi pesisir. Konfigurasi grid dapat ditemukan pada kelompok permukiman yang berada di lapisan kedua. Sedangkan konfigurasi network dapat ditemukan pada persimpangan batas antara satu area dengan area lainnya.Pada interval ini pola sirkulasi yang terbentuk, seperti yang dikemukakan Fernandez 2011, adalah pola sirkulasi yang disesuaikan dengan keadaan topografi lahan. Linear Network Grid Gambar 5.10 Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan Tahun 1960-1986 Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara Jalur sirkulasi yang dibuat oleh warga kampung nelayan Belawan Medan ini terbuat dari material kayu sebagai tiang pondasinya serta papan sebagai titiannya. Bahan-bahan yang mereka gunakan untuk membuat jalan tersebut mereka dapatkan dari hutan mangrove yang berada di belakang area permukiman mereka. Masyarakat kampung nelayan Belawan Medan ini tentunya mengetahui dengan jelas ketinggian air pada saat pasang naik, sehingga mereka membangun jalan tersebut dengan pertimbangan air pasang agar jalan tersebut tidak tergenang air pada saat air sedang pasang naik Gambar 5.11 . Gambar 5.11 Potongan Titian Papan sebagai Jalur Sirkulasi Kampung Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara 5.4.3 Interval Tahun 1987 – 1995 Pada interval waktu ini, jalur sirkulasi semakin bertumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk di kampung nelayan tersebut. Jika ada masyarakat yang ingin tinggal menetap di kampung ini, maka dia haruslah membangun jalan menuju rumah yang akan didirikannya, menyambung dari jalan yang sudah dibuat sebelumnya. Pada interval waktu ini, berdasarkan teori yang dikemukakan Fernandez 2011, pola sirkulasi yang terbentuk di kampung nelayan ini sebahagian besar masih dengan pola yang menyesuaikan dengan topografi lahannya, mengikuti pola permukiman yang terbentuk. Dimana jalur-jalur sirkulasi terbentuk di antara dinding bangunan yang satu dengan dinding bangunan yang lainnya. Pada bagian lain kampung tercipta pola grid yang tidak beraturan. Pola grid ini biasanya terbentuk dikarenakan adanya pembagian lahan dari orangtua kepada anak-anaknya, yang membaginya menjadi petak-petak kecil. Sedangkan pada bagian seberang paluh, yaitu kampung Karang Taruna terbentuk pola lain lagi, yaitu pola dengan koridor pusat. Dimana terlihat jelas ada suatu jalur sirkulasi yang merupakan koridor pusat yang menjadi tempat bertumpunya jalur-jalur sirkulasi cabang yang menuju ke rumah- rumah penduduk Gambar 5.12. Ubiversitas Sumatera Utara 5.4.4 Interval Tahun 1996 – Sekarang Pada interval ini dapat kita lihat pola sirkulasi yang semakin berkembang pada interval ini. Pola sirkulasi yang ada mengikuti tata letak rumah-rumah yang terdapat di kampung ini. Rumah-rumah di kampung nelayan Belawan Medan ini berorientasi ke jalan. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap penduduk setempat, mereka lebih dulu membangun jalan daripada rumah mereka. Masyarakat kampung ini juga sudah sangat terampil dalam membangun papan titian sebagai jalur sirkulasi mereka. Masyarakat membangunnya dengan mempertimbangkan ketinggian Gambar 5.12 Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan Tahun 1987-1995 Sumber : Hasil Analisis, 2014 Pola dengan Koridor Pusat Network Grid Tidak Teratur Ubiversitas Sumatera Utara air pada saat sedang terjadi pasang naik, bagaimana agar jalan mereka tidak tergenang air. Pada bagian tepian pesisir, kayu yang mereka pancangkan sebagai tiang pondasi cukup panjang, dikarenakan areanya lebih rendah dibandingkan bagian tengah kampung Gambar 5.13 . Pada interval ini, jalur sirkulasi yang ada di kampung nelayan Belawan Medan ini tidak hanya berupa papan titian saja, namun ada sebahagian yang terbuat dari material beton Gambar 5.14 . Jalan yang terbuat dari beton ini tentu saja bukan hasil pekerjaan warga kampung nelayan tersebut, melainkan sumbangsih dari berbagai instansi. Namun sangat disayangkan, pembangunan jalan beton tersebut hanya sepenggal-sepenggal Gambar 5.15 . Posisi jalan beton tersebut juga tidak berkesinambungan antara proyek pengerjaan yang satu dengan yang lainnya. Padahal Gambar 5.13 Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan di Tepian Pesisir Sumber : Hasil Analisis, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara alangkah lebih baiknya apabila ketika sebuah instansi ingin memberikan bantuan dengan membangun jalan beton, mereka melanjutkan jalan beton sebelumnya yang telah dikerjakan oleh instansi lain sebelumnya. sehingga perbaikan jalan di kampung tersebut dapat berkesinambungan, bukan seperti kondisi saat ini yang menyebar dengan acak. Gambar 5.14 Potongan Jalan Beton Sumber : Hasil Analisis, 2014 Gambar 5.15 Jalur Sirkulasi Beton Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2014 Ubiversitas Sumatera Utara Semakin padatnya kampung nelayan Belawan Medan ini, maka jalur sirkulasi yang ada juga senantiasa bertumbuh. Masyarakat kampung membuat jalur sirkulasi bagi mereka masing-masing yang diharapkan semakin mempermudah pergerakan aktifitas mereka di kampung tersebut. Dapat kita lihat pada Gambar 5.16 pola sirkulasi yang terbentuk di kampung nelayan Belawan Medan ini merupakan pola organik, yang terbentuk begitu saja mengikuti keinginan masing – masing tanpa adanya perencanaan. Gambar 5.16 Jalur Sirkulasi Kampung Nelayan Tahun 1996-Sekarang Sumber : Hasil Analisis, 2014 Network, pola mengikuti topografi lahan Linear, Pola dengan Koridor Pusat Grid Tidak Teratur Ubiversitas Sumatera Utara

5.5 Analisis Morfologi Kampung Nelayan Belawan Medan Ditinjau Berdasarkan Tipologi Bangunan yang Ada