Nominalisasi Determinasi-Indeterminasi Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri (Studi Analisis Wacana Tentang Perseteruan Antara KPK dan Polri Pada Harian Kompas)

Secara terpisah, menurut Sugeng Teguh Santosa, pengacar Ari Muladi, kliennya dalam pemeriksaan Juni 2009 memang mengakui menyerahkan dana kepada pimpinan KPK, tetapi Agustus lalu keterangan itu dicabut. Ari mengaku tak pernah langsung menyerahkan dana kepada pimpinan KPK. Proses Eksklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Nominalisasi

Verba Setelah Ari Muladi menyerahkan uang, KPK mengembalikan barang bukti PT Masaro Radiocom yang sebelumnya disita penyidik KPK Nomina Dari penyerahan uang itu, ada pengembalian barang bukti PT Masaro Radiocom yang sebelumnya disita penyidik KPK. Pada kalimat pertama jelas disebutkan bahwa yang menyerahkan uang adalah Ari Muladi kepada pimpinan KPK. Sedangkan dalam kalimat kedua, tidak disebutkan siapa yang menyerahkan uang dan kepada uang tersebut diserahkan. Dengan menggunakan strategi nominalisasi, aktor dapat dihilangkan dari pemberitaan. Hal ini juga dapat dilakukan karena dugaan penyerahan uang itu masih sekedar dugaan dan aktornya belum dapat dipastikan dengan jelas. Proses Inklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Determinasi-Indeterminasi

Indeterminasi Isi laporan itu memuat soal dugaan penyuapan oleh Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Chandra dan Bibit. Determinasi Isi laporan itu memuat soal dugaan penyuapan oleh Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap pejabat KPK Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama pejabat KPK yang diduga terkait penyuapan oleh Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo, sedangkan dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa nama pejabat KPK tersebut. Ketika Universitas Sumatera Utara disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik sedangkan pada kalimat kedua, khalayak yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Indeterminasi Ini karena ada satu pimpinan KPK yaitu Chandra yang belum mencapat kucuran dana. Determinasi Ini karena ada satu pimpinan KPK belum dapat kucuran dana Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama pimpinan KPK yang belum mendapat kucuran dana, sedangkan dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa nama pimpinan KPK tersebut. Ketika disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik sedangkan pada kalimat kedua, khalayak yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Minggu, 27 September 2009 Kepala Polri Dibantah Chandra dan Bibit Tidak Pernah Ditanya tentang Penyuapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, membantah menerima uang sepeser pun terkait penanganan kasus di KPK, termasuk dalam kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu PT Masaro. “Saya membantah keras tuduhan telah menerima suap dan pemerasan. ini fitnah yang sangat kejam. saya bersedia bersumpah, demi sumpah apapun.” ujar Chandra di Jakarta, Sabtu 269. Pernyataan ini disampaikan setelah Kepala Polri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuari menyatakan, penyidikan terhadap Chandra dan Bibit didasarkan laporan ketua KPK nonaktif Antasari Azhar pada 6 Juli 2009. Laporan itu antara lain, menyebutkan adanya dugaan penyuapan Direktus PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap pejabat KPK terkait penanganan dugaan korupsi dalam Sistem Komunikasi Radio Terpadu. Bambang juga mengatakan, meski uang telah diserahkan, KPK tetap mencegah Anggoro. Ini karena ada satu unsur pimpinan KPK yang belum mendapat kucuran dana. Untuk itu, Ketua KPK pernah menyarankan kepada Ari Muladi, seorang perantara, agar menyerahkan uang senilai 124.920 dollar Universitas Sumatera Utara Singapura atau sekitar Rp 1 miliar kepada Chandra. Penyerahan dilakukan di Pasar Festival, Jakarta Selatan Kompas, 269. Chandra menyatakan, seumur hidup ia belum pernah memegang uang kontan senilai Rp 1 miliar. “ketika diperiksa polisi, saya memang pernah satu kali ditanya apakah mengenal Ari Muladi atau Anggoro. saya jawab tidak kenal dan tidak pernah berhubungan. setelah itu pertanyaan terhenti dan polisi tidak pernah menjelaskan maksud pertanyaan tersebut.” ujarnya. Chandra menegaskan, ia masuk KPK tidak untuk mencari uang. Ia ke KPK sebagai wujud partisipasi untuk memberantas korupsi dan juga karena dahulu ikut menginisiasi hadirnya lembaga itu. “Jika mencari uang, jangan di KPK,” ucap Chandra, yang sebelumnya adalah pengacara. Bibit Samad Rianto juga menegaskan, “Saya tidak pernah menerima uang sepeser pun saat menangani kasus di KPK, termasuk kasus PT Masaro.” Alexander Lay, anggota tim pengacara Bibit dan Chandra menambahkan, Ari Muladi juga sudah mencabut keterangan telah menyerahkan dana ke pimpinan KPK. Hal itu karena dalam tanggal penyerahan yang disebut Ari, ternyata pimpinan KPK tidak ada di lokasi. “Misalnya, Pak Bibit sedang ada di Peru, Amerika Latin dan Pak Chandra diketahui seharian berada di kantor bersama anggota stafnya,” ucapnya. Alexander melihat ada kejanggalan dalam pernyataan Kepala Polri sebab selama pemeriksaan, Chandra dan Bibit tak pernah ditanya tntang penyuapan. Mereka juga dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus yang amat aneh, yaitu dugaan penyalahgunaan wewenang, yakni dalam pencegahan Anggoro serta pencegahan dan pencabutan pencegahan untuk mantan Direktur PT Era Giat Prima Djoko Tjandra. Kejanggalan juga terlihat saat Kepala Polri menegaskan bahwa Anggoro tetap dicegah karena Chandra belum mendapat kucuran dana. “Chandra belum mendapat kucuran dana, kok, malah menjadi tersangka. Berarti bagaimana dengan pimpinan KPK yang lain?” katanya. “Sepertinya ada upaya untuk membunuh karakter Pak Chandra dan Pak Bibit sebab masalah penyuapan justru banyak disampaikan melalui rumor dan bukan hasil pemeriksaan legal formal,” ujar Alexander. Proses eksklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Pasivasi

Dokumen yang terkait

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 6 16

SKRIPSI POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 13

PENDAHULUAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 47

Deskripsi Objek Penelitian POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 34

KESIMPULAN DAN SARAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 14

KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat

0 2 13

PENUTUP KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat Kabar Kompas dan Koran Tempo Periode Agustus 2012-Oktober 2012).

0 4 59

Pemberitaan Konflik KPK-Polri di Majalah Tempo dan Detik.

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Framing terhadap Pemberitaan Perseteruan KPK vs Polri dalam Harian Suara Merdeka dan Jawa Pos

0 0 15