Pasivasi Determinasi-Indeterminasi Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri (Studi Analisis Wacana Tentang Perseteruan Antara KPK dan Polri Pada Harian Kompas)

Singapura atau sekitar Rp 1 miliar kepada Chandra. Penyerahan dilakukan di Pasar Festival, Jakarta Selatan Kompas, 269. Chandra menyatakan, seumur hidup ia belum pernah memegang uang kontan senilai Rp 1 miliar. “ketika diperiksa polisi, saya memang pernah satu kali ditanya apakah mengenal Ari Muladi atau Anggoro. saya jawab tidak kenal dan tidak pernah berhubungan. setelah itu pertanyaan terhenti dan polisi tidak pernah menjelaskan maksud pertanyaan tersebut.” ujarnya. Chandra menegaskan, ia masuk KPK tidak untuk mencari uang. Ia ke KPK sebagai wujud partisipasi untuk memberantas korupsi dan juga karena dahulu ikut menginisiasi hadirnya lembaga itu. “Jika mencari uang, jangan di KPK,” ucap Chandra, yang sebelumnya adalah pengacara. Bibit Samad Rianto juga menegaskan, “Saya tidak pernah menerima uang sepeser pun saat menangani kasus di KPK, termasuk kasus PT Masaro.” Alexander Lay, anggota tim pengacara Bibit dan Chandra menambahkan, Ari Muladi juga sudah mencabut keterangan telah menyerahkan dana ke pimpinan KPK. Hal itu karena dalam tanggal penyerahan yang disebut Ari, ternyata pimpinan KPK tidak ada di lokasi. “Misalnya, Pak Bibit sedang ada di Peru, Amerika Latin dan Pak Chandra diketahui seharian berada di kantor bersama anggota stafnya,” ucapnya. Alexander melihat ada kejanggalan dalam pernyataan Kepala Polri sebab selama pemeriksaan, Chandra dan Bibit tak pernah ditanya tntang penyuapan. Mereka juga dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus yang amat aneh, yaitu dugaan penyalahgunaan wewenang, yakni dalam pencegahan Anggoro serta pencegahan dan pencabutan pencegahan untuk mantan Direktur PT Era Giat Prima Djoko Tjandra. Kejanggalan juga terlihat saat Kepala Polri menegaskan bahwa Anggoro tetap dicegah karena Chandra belum mendapat kucuran dana. “Chandra belum mendapat kucuran dana, kok, malah menjadi tersangka. Berarti bagaimana dengan pimpinan KPK yang lain?” katanya. “Sepertinya ada upaya untuk membunuh karakter Pak Chandra dan Pak Bibit sebab masalah penyuapan justru banyak disampaikan melalui rumor dan bukan hasil pemeriksaan legal formal,” ujar Alexander. Proses eksklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Pasivasi

Aktif Wakil KPK non aktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto membantah Kepala Polri Pasif Kepala Polri Dibantah Dalam kalimat pertama jelas bahwa yang membantah kepala Polri adalah Wakil KPK non aktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Sedangkan Universitas Sumatera Utara dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa yang membantah, aktornya disembunyikan. Hal ini bisa mengaburkan pemberitaan. Strategi pasivasi ini juga dapat digunakan agar khalayak lebih memfokuskan perhatian pada korban bukan kepada pelaku. Proses Inklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Determinasi-Indeterminasi

Indeterminasi Laporan itu antara lain, menyebutkan adanya dugaan penyuapan Direktus PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Chandra dan Bibit terkait penanganan dugaan korupsi dalam Sistem Komunikasi Radio Terpadu. Determinasi Laporan itu antara lain, menyebutkan adanya dugaan penyuapan Direktus PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap pejabat KPK terkait penanganan dugaan korupsi dalam Sistem Komunikasi Radio Terpadu. Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama pejabat KPK yang diduga terkait penyuapan dalam penanganan dugaan Korupsi dalam Sistem Komunikasi Radio Terpadu, sedangkan dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa nama pejabat KPK tersebut. Ketika disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik sedangkan pada kalimat kedua, khalayak yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Indeterminasi Ini karena Chandra belum mendapat kucuran dana. Determinasi Ini karena ada satu unsur pimpinan KPK yang belum mendapat kucuran dana. Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama pimpinan KPK yang belum mendapat kucuran dana, sedangkan dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa nama unsur pimpinan KPK tersebut. Ketika disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik sedangkan pada kalimat kedua, khalayak Universitas Sumatera Utara yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Indeterminasi Alexander Lay, anggota tim pengacara Bibit dan Chandra menambahkan, Ari Muladi juga sudah mencabut keterangan telah menyerahkan dana kepada Chandra dan Bibit Determinasi Alexander Lay, anggota tim pengacara Bibit dan Chandra menambahkan, Ari Muladi juga sudah mencabut keterangan telah menyerahkan dana ke pimpinan KPK. Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama pimpinan KPK nya, sedangkan dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa pimpinan KPK nya. Ketika disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik sedangkan pada kalimat kedua, khalayak yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Senin, 28 September 2009 DUGAAN PENYUAPAN Bantah Kepala Polri, Pimpinan KPK Tunjukkan Bukti JAKARTA, KOMPAS – Bibit Samad Rianto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Minggu 279 dalam jumpa pers di Jakarta, menunjukkan sejumlah barang bukti untuk membantah duggan penerimaan uang dari Direktur PT Masaro Radiocom Anggora Widjojo. Bukti itu sekaligus untuk mematahkan tudingan polisi mengenai penerimaan uang senilai Rp 1,5 miliar di Bellagio Residence Jakarta, antara tanggal 12 Agustus dan 18 Agustus 2008. “Pada 11-18 Agustus 2008 saya di peru,” ujar Bibit. Ia juga menunjukkan surat jalan, paspor, tiket dan surat undangan dari Kedutaan Besar Peru kepada wartawan. “Bellagio Residence saja saya tak tahu, apalagi pernah kesana. Jika dikatakan ada yang bertemu saya di hotel Bellagio Residence, itu mungkin setan atau jin yang mirip dengan saya,” kata Bibit. Bantahan soal penerimaan uang juga disampaikan Chandra M Hamzah, Wakil Ketua KPK nonaktif yang juga disangka menerima uang Rp 1 miliar dari Ari Muladi. Ari disebut-sebut sebagai suruhan Anggoro. Universitas Sumatera Utara Jumat lalu, Kepala Polri Jenderal pol Bambang Hendarso Danuri melontarkan dugaan penerimaan uang oleh pimpinan KPK. Disebutkan, terjadi penyerahan uang Rp 5,15 miliar dari Ari Muladi untuk pencabutan pencegahan larangan ke luar negeri Anggoro yang menjadi tersangka tindak korupsi proyek sistem radio komunikasi terpadu Departemen Kehutanan. Penyerahan uang itu dilakukan tiga tahap, 11 Agusutus 2008, 13 November 2008 dan 13 Februari 2009 Kompas, 269 Chandra mengaku bingung terhadap penjelasan Kepala Polri. Waktu penerimaan yang ditudingkan berubah terus. Ia memiliki beberapa versi sangkaan. Dari dokumen yang dimiliki, ia disangka menerima uang pada 27 Februari 2009. Tanggal ini berbeda dengan data yang dilansir media elektronik pada 15 April 2009, yang lalu berubah menjadi sekitar Maret 2009. “Ini ada tuduhan dan ada dokumen. Yang mana yang benar, saya tidak tahu,” ujarnya. Tim Kuasa Hukum KPK meminta polisi segera mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan kasus dugaan suap dan penyalahgunaan wewenang, dengan tersangka Chandra dan Bibit. Anggota Tim Kuasa Hukum, Luhut MP Pangaribuan menilai tak ada bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka. “ soal penyerahan uang, paling tidak harus ada dua saksi yang melihat langsung, atau bukti lain, surat tanda terima yang betul-betul ditandatangani oleh yang menerima,” ujar Luhut. Hari Senin ini, Chandra dan Bibit akan menjalani wajib lapor ke polisi. Dipaksa polisi Secara terpisah, Minggu di Jakarta, Ari Yusuf Amir, seorang penasehat hukum Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar, mengungkapkan, kliennya mengaku dipaksa polisi untuk membuat laporan polisi pada 6 Juli 2009. Antasari juga menyangkal pernah menyarankan Ari Muladi untuk memberikan uang kepada Chandra, seperti yang dikatakan Kepala Polri dalam jumpa persnya, Jumat. Ari Muladi, melalui penasehat hukumnya, Sugeng Teguh Santosa, juga menyatakan tak pernah berhubungan dan menyerahkan langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. Ari Yusuf Amir menuturkan, laporan Antasari tertanggal 6 Juli itu, seperti testimoni yang dibuatnya pada 16 Juni 2009, adalah perintah polisi. “ Awalnya Pak Antasari menolak permintaan itu. Namun, ia terus dipaksa dengan alasan untuk kelengkapan administrasi,” katanya. Saat ditanya kenapa Antasari akhirnya bersedia membuat laporan, Ari menjawab, “Kita tahu kondisi orang yang ditahan, terutama ditahanan polisi.” Ari menambahkan, sejak awal memang banyak kejanggalan dalam pengusutan kasus ini. “ Kejanggalan lain, misalnya saat Antasari pada 4 Mei 2009 datang ke Markas Polda Metro Jaya untuk diperiksa dalam kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Saat itu dia jelas datang sendiri dan tidak karena ditangkap. Namun, sebelum ditahan, ia diminta menandatangani surat penangkapan,” tutur dia lagi. Antasari tak pernah dan tak mungkin minta Ari Muladi menyerahkan uang ke Chandra. “ Itu tak masuk akal. Saat itu Antasari sedang menyelidiki dugaan suap di KPK. Aneh, jika dia malah menyuruh Ari menyerahkan uang kepada Chandra,” katanya. Universitas Sumatera Utara Sugeng mengatakan, Ari yang merupakan pengusaha distribusi pupuk di Surabaya dan bergelar insinyur ini tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepad pimpinan KPK. Ari Muladi, lanjut Sugeng memang pernah dihubungi Anggodo Widjodjo adik Anggoro yang dikenalnya lebih dari 25 tahun. Anggodo meminta tolong kepada Ari agar dicarikan jalan keluar terkait pengusutan KPK atas kasus yang melibatkan PT Masaro. “Ari lalu menemui A, pengusaha di Surabaya, yang mengaku berhubungan dengan pimpinan KPK. A lalu minta uang yang katanya untuk pimpinan KPK. Ari pun mengatakan hal itu kepada Anggodo. Anggoda menyerahkan uang Rp 5,1 miliar, yang diberikan dalam tiga tahap ke Ari. Uang itu oleh Ari diserahkan ke A. dalam proses ini, Ari mendapat 30.000 dollar AS dari A, “ papar sugeng. Menurut Sugeng, A pernah menginformasikan kepad Ari Muladi bahwa Chandra belum diberi uang. Ari bicara kepada Anggodo. Anggodo memberikan lagi Rp 1 miliar dalam bentuk dollar Singapura kepada Ari, yang lalu diserahkan kepad A. “ Keberadaan A sekarang tidak jelas. Ari juga tidak tahu apakah A menyerahkan uang itu ke pimpinan KPK atau tidak,” ujarnya. Saat di periksa sebagai saksi pada Juli, lanjut Sugeng, Ari mengaku memberikan uang kepada pimpinan KPK. Pengakuan itu untuk menyenangkan Anggodo. Namun, Agustus lalu, keterangan itu dicabut. Proses inklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Determinasi-Indeterminasi

Dokumen yang terkait

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 6 16

SKRIPSI POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 13

PENDAHULUAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 47

Deskripsi Objek Penelitian POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 34

KESIMPULAN DAN SARAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 14

KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat

0 2 13

PENUTUP KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat Kabar Kompas dan Koran Tempo Periode Agustus 2012-Oktober 2012).

0 4 59

Pemberitaan Konflik KPK-Polri di Majalah Tempo dan Detik.

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Framing terhadap Pemberitaan Perseteruan KPK vs Polri dalam Harian Suara Merdeka dan Jawa Pos

0 0 15