“Dengan demikian, upaya pemberantasan tindakan korupsi terancam. Tindakan Polri semacam ini bisa dinilai mewakili kepentingan para koruptor yang
selam ini dinilai telah ketakutan terhadap KPK,” ungkapnya. Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK dikhawatirkan dapat
mengancam agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden. “Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidkan dan penyelidikan kasus-
kasus korupsi lainnya, seperti kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri dalam kasus Bank Century,” ujar Teten.
Proses inklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :
a. Objektivasi-Abstraksi
Objektivasi Dalam testimoninya, Antasari menulis, empat pimpinan KPK
menerima uang dari PT Masaro. Abstraksi
Dalam testimoninya, Antasari menulis, sejumlah pimpinan KPK
menerima uang dari PT Masaro. Dalam kalimat pertama jelas disebutkan bahwa ada empat orang pimpinan
KPK yang menerima uang dari PT Masaro sedangkan pada kalimat kedua tidak disebutkan berapa jumlahnya tetapi diwakilkan dengan kata “sejumlah”.
Penggunaan strategi wacana ini sering kali digunakan bukan karena ketidaktahuan wartawan atau penulis berita tapi lebih kepada cara untuk menampilkan sesuatu.
Dengan penggunaan kata “sejumlah” maka khalayak akan merepresentasikannya dengan berbeda. Bisa saja tidak hanya empat orang tapi lebih, karena kata
“sejumlah” tidak mempunyai batasan angka.
b. Determinasi-Indeterminasi
Indeterminasi Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidikan dan
penyelidikan kasus-kasus korupsi lainnya, seperti kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri yaitu Susno Duadji dalam
kasus Bank Century.
Determinasi Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidikan dan
penyelidikan kasus-kasus korupsi lainnya, seperti kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri dalam kasus Bank Century.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama perwira tinggi Polri yang diduga terkait kasus Bank Century, sedangkan dalam kalimat kedua tidak
disebutkan siapa nama perwira tinggi yang diduga terlibat kasus Bank Century. Ketika disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik
sedangkan pada kalimat kedua, khalayak yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Perwira tinggi Polri bukan
hanya satu orang, jadi khalayak akan memiliki persepsi yang berbeda yang bisa mengaburkan fakta.
c. Asosiasi-Disosiasi
Disosiasi Jika polisi ngotot meneruskan pengusutan kasus ini, mereka
sendiri yang akan dirugikan,” ucap Adhie Asosiasi
Jika polisi ngotot meneruskan pengusutan kasus ini, mereka sendiri yang akan dirugikan,” ucap Adhie sambil mengingatkan
tentang hasil survei Transparansi Internasional Indonesia tahun 2007. Saat itu, polisi dipersepsikan sebagai lembaga paling
korup.
Dalam kalimat pertama, disebutkan agar polisi diharapkan untuk menghentikan kasus ini, sedangkan dalam kalimat kedua harapan agar polisi
menghentikan kasus ini dihubungkan dengan hasil survei Transparansi Internasional Indonesia tahun 2007. Saat itu, polisi dipersepsikan sebagai lembaga
paling korup. Khalayak akan langsung membayangkan adanya hubungan antara dua hal ini. Padahal sebenarnya kedua hal ini tidak jelas kaitannya.
Disosiasi Sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai tidak tepat.
Asosiasi Sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai dapat
dikategorikan sebagai kriminalisasi penegak hukum oleh KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat pertama, sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai kurang tepat, sedangkan dalam kalimat kedua sangkaan terhadap KPK dikaitkan
dengan kriminalisasi penegak hukum oleh KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan penggunaan strategi asosiasi maka khalayak membayangkan dan
menghubungkan bahwa kedua kasus ini berkaitanberhubungan.
Disosiasi Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK kurang tepat.
Asosiasi Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK dikhawatirkan
dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden.
Dalam kalimat pertama, disebutkan bahwa langkah Polri dirasa kurang
tepat, sedangkan dalam kalimat kedua, langkah polri terhadap KPK dikaitkan dengan ancaman agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden.
Hal ini tentu saja dapat menimbulkan persepsi lain oleh khalayak. Khalayak langsung menghubungkannya dengan hal yang lebih luas yaitu terancamnya
agenda pemberantasan korupsi padahal hal ini belum tentu benar.. Rabu, 16 September 2009
Presiden Perlu Segera Turun Tangan KPK Harus Jalan Terus
Presiden Susilo Bambang yudhoyono perlu turun tangan pada kasus pemeriksaan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Hal itu bukan intervensi hukum, melainkan mencegah berlarut-larutnya “pertengkaran” KPK dan Polri.
Selain itu, turun tangannya Presiden juga untuk mencegah jangan sampai kepentingan segelintir oknum dibiarkan berkembang dalam kasus ini.
“Semua orang sama di depan hukum. Oknum KPK juga bisa salah. Tetapi, ketika buktinya tidak kuat seperti yang sekarang terjadi pemeriksaan pimpinan
KPK hingga ada kesan diada-adakan, persoalannya menjadi lain,” kata mantan
Universitas Sumatera Utara
Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Selasa 159 di kantor KPK, Jakarta, terkait sikap diam Presiden tersebut.
Selasa, Erry ke KPK untuk mengantar kepergian dua wakil ketua KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad ianto, untuk diperiksa polisi terkait kasus
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencegahan larangan ke luar negeri Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo serta pencegahan dan pencabutan
pencegahan mantan Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia TII Teten Masduki juga menyarankan agar KPK mencari dukungan politis ke Presiden dan
DPR. Presiden bisa mengambil tindakan demi misi pemberantasan korupsi di Indonesia. “KPK harus maju terus. Periksa kekayaan polisi dan jaksa. KPK punya
wewenang untuk itu,” kata dia lagi.
Wakil Ketua KPK M Jasin menyatakan, pihaknya masih melihat semua perkembangan yang terjadi dalam pemeriksaan oleh polisi itu.
“Jika sangkaannya adalah penyalahgunaan wewenang seperti dalam mencekal dan menggeledah, sudah kami tegaskan berkali-kali, hal itu dilakukan
sesuai standar prosedur operasi dan undang-undang,” tegas dia. Presiden Yudhoyono, melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi
Mallarangeng semalam, menyatakan tak bisa ikut campur soal saling periksa yang terjadi antara KPK dan Polri.
Menurut Mallarangeng, selain tugas kedua lembaga itu berbeda, keduanya menjalankan kewenangannya pula. “Yang penting pemberantasan korupsi
berjalan dan dijalankan kedua lembaga itu,” katanya. Menurut dia, beberapa waktu lalu, Presiden Yudhoyono mempertemukan
KPK dengan Polri dalam sebuah rapat koordinasi. Rapat koordinasi pemberantasan korupsi pernah dilakukan pada 13 Juli lalu bersama dengan
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Polri.
Anggota Komisi III DPR, Topane Gayus Lumbuun, menilai wajar Polri memeriksa pimpinan KPK atau sebaliknya, KPK memeriksa petinggi Polri.
Namun, keduanya harus memiliki bukti yang kuat.
Proses eksklusi terjadi dalam berita ini, yaitu:
a. Pasivasi