77 mau untuk bisa membelinya sebagai kenang-kenangan setelah berwisata ke Pulau
Nias. Berdasarkan perjalanan wisata yang Andi jalani, dia mengaku merasa nyaman selama melakukan kunjungan. Ia merasa sangat senang akhirnya bisa
melihat secara langsung atraksi hombo batu yang ada di Nias Selatan. Andi mengatakan bahwa dia sudah tidak sabar lagi menunggu berbagai
kejutan berikutnya yang akan di suguhkan Pulau Nias kepadanya, karena kunjungan yang ia lakukan ke Desa Bawomataluo hari ini merupakan perjalanan
pertama di hari pertamanya setelah sampai di Pulau Nias. Ia sangat menantikan keindahan pantai-pantai yang ada di Pulau Nias yang akan dia kunjungi pada
keesokan harinya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, peneliti mengetahui bahwa kesan yang diperoleh Andi ketika berwisata ke Desa Bawomataluo adalah,
bahwa desa tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan lagi bagi kesejahteraan masyarakat Desa Bawomataluo.
4.1.8.3 Wawancara dengan Lahomi Nazara
Lahomi Nazara laki-laki, 21 tahun merupakan salah satu wisatawan yang berasal dari Nias Utara tepatnya dari Kecamatan Lahewa, meskipun dia
merupakan asli putra daerah Nias tetapi sesuai penuturannya bahwa dia pertama kali berwisata ke desa Bawomataluo. Ketika peneliti menjumpainya di Desa
Bawomataluo, saat ini dia sedang bersama kawan-kawan satu gerejanya dari Lahewa yang sedang melakukan kegiatan berwisata. Ketika di jumpai di Desa
Bawomataluo, Lahomi mengatakan bahwa kunjungannya ke Desa Bawomataluo merupakan suatu kesempatan yang sangat luar biasa, karena selain bisa melihat
melihat pertunjukan hombo batu secara langsung, dia juga bisa menikmati
78 indahnya pantai Lagundri dan Sorake yang sampai saat ini merupakan andalan
Nias Selatan ketika wisatawan datang kesana sebagai wahana wisata air. Ketika peneliti menanyakan tentang sejarah hombo batu dan maknanya
bagi masyarakat Pulau Nias secara umum, Lahomi mengatakan bahwa hombo batu merupakan warisan budaya Nias Selatan, dimana maknanya merupakan tolak
ukur bagi pemuda masyarakat Nias Selatan telah melewati masa kanak-kanak dan menuju masa dewasa. Lahomi juga mengatakan bahwa di kampungnya, di
Lahewa sering membicarakan tentang makna dari hombo batu, di kampungnya makna hombo batu merupakan syarat untuk bisa menikah bagi pemuda yang ada
di Nias Selatan, walaupun hal itu tidak berlaku lagi saat ini, karena telah terkikis seiring dengan perubahan zaman saat ini.
Sebagai wisatawan, ketika berkunjung ke Desa Bawomataluo, Lahomi dan beberapa orang rekannya yang lain diharuskan untuk mengeluarkan sejumlah
uang untuk membayar dua orang pelompat hombo batu yang mempertunjukkan secara langsung atraksi yang sangat terkenal di desa tersebut. Sejumlah uang itu
menurutnya masih hal yang wajar dan tidak terlalu memberatkan untuknya dan rekan-rekannya, karena pembayaran tidak di hitung per orang melainkan per
kelompok, semakin banyak kawan-kawan kita yang ikut menyaksikan atraksi tersebut maka biayanya pun akan semakin sedikit per orangnya, sesuai berapa
harga perjanjian awal kita kepada para pelompat tersebut. Menurutnya desa ini juga penuh dengan kejutan dan pesona yang sangat
menarik bagi pengunjungnya, meskipun sama-sama tinggal di Pulau Nias, tetapi sesuai penuturannya kepada peneliti, bahwa perkampungan yang masih tradisional
dengan rumah tradisional yang tersusun rapi hanya bisa kita dapatkan di Nias
79 Selatan, tepatnya di Desa Bawomataluo ini. Penampakan perumahan atau
perkampungan seperti ini tidak akan kita temukan lagi di bagian Pulau Nias lainnya, termasuk di kampung halamannya sendiri di Kecamatan Lahewa,
Kabupaten Nias Utara. Tentang kenyamanan bagi pengunjung menurutnya sudah lumayan baik, meskipun masih ada beberapa hal yang perlu di perbaiki, seperti
jalan yang sempit dan berlobang di beberapa bagian jalan menuju Desa Bawomataluo.
4.2. Lompat Batu Hombo Batu, Bagian Dari Budaya Wisata 4.2.1 Hombo Batu Sebagai Atraksi Budaya dan Bagian Wisata di Pulau Nias yang
Telah Memberikan Manfaat Sosial Ekonomi Bagi Masyarakat Nias Selatan
Keberadaan hombo batu di Nias Selatan saat ini sedikit banyak telah membuat perubahan bagi masyarakat di sekitar Kabupaten Nias Selatan. Hal ini
tidak terlepas dari pengembangan dan pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai positif, dampak yang sudah
dirasakan sampai saat ini adalah seperti peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang
usaha, peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak, keuntungan badan usaha milik pemerintah dan sebagainya.
Peningkatan pendapatan pemerintah dari bidang pariwisata juga akan mendorong pemerintah dalam mengembangkan dan membangun dalam hal
infrastruktur, sarana dan prasarana publik, sehingga dapat memajukan perekonomian daerah destinasi wisata. Melalui hasil observasi selama di
lapangan, ditemukan bahwa perubahan makna dan fungsi atraksi hombo batu menjadi salah satu tujuan wisata telah membuat Desa Bawomataluo mandapatkan
dampak dalam kehidupan sosial ekonomi di desa tersebut.
80 Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata telah membawa dampak terhadap
perekonomian bagi masyarakat di daerah destinasi pariwisata yang berkembang itu. Perkembangan pariwisata pun membawa dampak pada seni dan kebudayaan
yang dikomersialisasikan. Tradisi, seni dan budaya masyarakat lokal yang dijadikan sebagai komoditi dalam industri pariwisata, membawa dampak pada
pengaruh pendapatan masyarakat yang terlibat di dalamnya. Piliang 2011: 359 mengatakan bahwa apa yang terjadi pada wajah ekonomi, juga terjadi pada wajah
seni dan wajah kebudayaan pada umumnya. Atraksi hombo batu yang merupakan tradisi budaya lokal masyarakat Nias
Selatan di Desa Bawomataluo. Perubahan makna dan fungsi hombo batu saat ini dengan segala atraksi pendukung lainnya, membawa manfaat ekonomi bagi
masyarakat Desa Bawomataluo secara umum, dan khususnya kepada tim sanggar budaya yang mengelola dan terlibat dalam atraksi hombo batu ini, seperti penari
penyambutan tamu sogaele, penari tari perang fatele dan maluaya, penari tari kreasi baru dengan syair yang berbahasa Nias Selatan, pemusik yang mengiringi
atraksi dan tentu saja para pelompat hombo batu sifahombo. Secara tidak langsung, masyarakat di Desa Bawomataluo telah menjadi
bagian dari pariwisata di desa ini. Kegiatan para wisatawan selama berkunjung di Desa Bawomataluo yang terdorong oleh daya tarik hombo batu ikut
mempengaruhi pendapatan masyarakat setempat. Jasa angkutan, ojek atau RBT, jasa pemandu wisata, penjualan berbagai bentuk souvenir, penjualan makanan dan
minum merupakan beberapa contoh manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat setempat dari kunjungan tamu di Desa Bawomataluo yang barang tentu
81 mendatangkan income bagi mereka, Demikian juga pengaruh perubahan makna
dan fungsi hombo batu terhadap tim seni budaya yang ada di Desa Bawomataluo. Bila pada era 1970-an hombo batu hanya sebagai sarana olah raga
ketangkasan bagi pemuda desa dan sesekali untuk keperluan hiburan dalam perayaan pesta nikah di desa tersebut, baik dari keluarga si’ulu maupun si’ila,
maka saat ini tidaklah demikian. Perubahan makna dan fungsi yang terjadi terhadap atraksi hombo batu sebagai daya tarik wisata di desa ini, para pelaku
kegiatan hombo batu dan rentetan tarian yang melekat pada atraksi tersebut, memperoleh pendapatan dari aktivitas pertunjukan ini. Pendapatan secara
ekonomis lainnya adalah kontribusi yang dikenakan pada pengunjung Desa Bawomataluo.
Sebagaimana telah diketahui pada gambaran umum Desa Bawomataluo bahwa sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani seperti halnya
masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan hadirnya sektor pariwisata seperti memberikan angin segar bagi sumber mata pencaharian baru terhadap penduduk
Desa Bawomataluo. Kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung ke Desa Bawomataluo yang tercetus dalam permintaan wisatawan, memicu
penduduk desa setempat untuk memenuhinya karena dinilai bermanfaat secara ekonomis. Semakin banyak wisatawan dengan segala kebutuhan dan keinginan
mereka, semakin banyak pula masyarakat yang dibutuhkan untuk mengambil bagian dalam pemenuhan permintaan wisatawan tersebut.
Keberadaan hombo batu sebagai budaya trasidional yang telah menjadi budaya wisata juga memberikan dampak perubahan dalam beberapa dimensi
secara sosiologis, diataranya adalah :
82 a. Dimensi Struktural
Dimensi Struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru,
perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial. Perubahan tersebut meliputi, bertambah dan berkembangnya kadar peranan
menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan, adanya peningkatan atau penurunan sejumlah peranan atau pengkategorian peranan dan terjadinya
perubahan sejumlah tipe dan daya guna fungsi sebagai akibat perubahan struktur.
Perubahan budaya tradisional menjadi budaya wisata telah membuat perubahan struktur, peran dan kelas sosial dimasyarakat Desa Bawomataluo.
Apabila dahulunya si’ulu merupakan orang paling berpengaruh di Desa Bawomataluo, saat ini peran si’ulu sudah sangat berkurang dan bahkan peran
tersebut hampir tidak berlaku lagi. Orang yang berpengaruh saat di Desa Bawomataluo saat ini adalah kepala desa dan para sarjana, padahal kepala
biasanya berasal dari golongan sato. Selain itu, dengan perubahan budaya ini banyak muncul peran-peran baru dalam masyarakat, baik dalam peran sosial
maupun peran ekonomi. b. Dimensi Kultural
Dimensi Kultural merupakan perubahan kebudayaan dalam masyarakat. Dimensi ini akan menimbulkan inovasi kebudayaan yang memunculkan
perubahan sosial dalam suatu komunitas masyarakat. Hal ini juga membuat masyarakat lebih berpikir kreatif untuk memenuhi kebutuhannya karena
kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Dimensi Kultural ini juga di
83 alami oleh masyarakat Nias Selatan. Ketika adanya interaksi dengan
Masyarakat luar atau wisatawan yang datang ke Nias Selatan, yang awalnya menganggap pendidikan adalah hal yang tidak penting sehingga tidak perlu
untuk sekolah. Semakin hari masalah dan kebutuhan masyarakat di Desa Bawomataluo semakin kompleks, membuat masyarakat memiliki inovasi
budaya dalam berpikir bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk mengatasi masalah-masalah sehari-hari tersebut.
c. Dimensi Interaksional Dimensi ini merupakan perubahan hubungan sosial dalam masyarakat.
Kondisi stratifikasi atau struktrur masyarakat di Nias Selatan semakin rentan dengan akulturasi dan asimilasi budaya yang terjadi di dalam masyarakat.
Pernikahan dengan orang asing sudah merambah di keluarga si’ulu, yang awalnya keturunan si’ulu harus menikah dengan keturunan si’ulu pula, saat ini
hal itu tidak berlaku lagi. Hal ini terkait dengan interaksi masyarakat Nias Selatan dengan para wisatawan, terlebih setelah budaya hombo batu menjadi
budaya wisata pada saat ini.
4.2.2 Hombo Batu Sebagai Bagian dari Paket Perjalanan Wisata di Nias Selatan