46
3.5. Interpretasi Data
Dalam penelitian kualitatif peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dari dokumentasi. Data tersebut semua
umumnya masih dalam bentuk catatan lapangan. Oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang telah diperoleh dari studi kepustakaan
juga terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan relevansinya dengan permasalahan penelitian. Setelah itu data dikelompokkan menjadi satuan yang
dapat dikelola, kemudian dilakukan interpretasi data mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil obsevasi dinarasikan sebagai pelengkap data penelitian.
Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan
kesimpulan-kesimpulan Faisal,2007:257.
3.6. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak keterbatasan peneliti dalam segi isi maupun penulisan, baik karena faktor internal di mana
peneliti memiliki keterbatasan ilmu dan materi juga karena faktor eksternal seperti informan. Untuk itu bagi para akademisi yang ingin menggunakan hasil penelitian
ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatikan keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini hanya membahas tentang hombo batu khusus yang ada di Desa Bawomataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Adapun nilai-
nilai yang terlihat dalam kebiasaan masyarakat Desa Bawomataluo hanya dibahas secara singkat dan tidak mendalam.
47 2. Ruang dan waktu dalam penelitian juga cukup terbatas, sehingga diharapkan
penelitian ini sebaiknya dilakukan dalam waktu yang relatif lama agar data- data lapangan dapat terkumpul lebih mendalam lagi.
3. Dalam melakukan wawancara, peneliti kesulitan dalam berkomunikasi dengan informan yang ada di Desa Bawomataluo, melihat perbedaan budaya dan
bahasa yang dimiliki. Namun peneliti mengingat bahwa peneliti harus objektif, sehingga semua dapat teratasi.
48
BAB IV PANDANGAN INFORMAN TENTANG MAKNA LOMPAT BATU
HOMBO BATU: SEBAGAI BUDAYA TRADISIONAL ATAU BUDAYA WISATA
4.1. Sejarah dan Pergerseran Bentuk, Fungsi Serta Makna Hombo Batu dari Sudut Pandang Para Informan
4.1.1 Wawancara dengan Bapak Bajamaoso Fau Tentang Sejarah Hombo
Batu
Bajamaoso Fau laki-laki, 58 tahun selaku kepala adat balo zi’ulu Desa Bawomataluo, mengatakan bahwa munculnya hombo batu pada mulanya bukan
sebagai olah raga atau hiburan semata seperti yang kita saksikan dewasa ini. Hombo batu memiliki sejarah yang sarat oleh peperangan, patriotisme dan bersifat
heroik. Hombo batu pada mulanya tercetus karena sering terjadi perang antar- daerah atau Ori. Kala itu, Ori Maenamolo yang dipimpin oleh Amada Samofo
ingin direbut oleh Ori Laraga yang dipimpin oleh Etebaekhu. Melihat jumlah prajuritnya yang tidak sebanding dengan jumlah prajurit Ori
Laraga, Amada Samofo membuat strategi dengan cara menunjuk sebatang pohon beringin besar yang sudah roboh dengan ketinggian diameternya sekitar empat
meter, untuk dilompati. Fau menjelaskan bahwa Amada Samofo memberi syarat, siapa
di antara kedua pemimpin ori
yang berhasil muhomboi melompatimelampaui pohon beringin tersebut maka ori-nyalah yang berhak
menduduki Ori Maenamolo. Sebaliknya, apabila Ori Laraga yang kalah, maka mereka harus meninggalkan Maenamolo.
Kedua pimpinan daerah atau ori ini merupakan manusia yang tangguh. Amada Samofo sudah menduga bahwa beliau dan musuhnya, yakni Etebaekhu
akan mampu melompati geu avoni pohon beringin tersebut. Oleh karena itu,