mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif Robbins, 2006. Persepsi petani terhadap
resiko usaha tani merupakan pandangan persepsi mengenai resiko usaha tani yang dihadapi oleh petani.
Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah diuraikan, peneliti tertarik untuk meneliti strategi yang digunakan oleh petani untuk mengatasi resiko
harga komoditas kol,wortel,dan sawi putih di Tanah Karo.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1 Bagaimana persepsi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih tentang
resiko usahatani? 2
Bagaimana rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi dan pengembangan kelembagaan?
3 Bagaimana strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam
pengelolaan resiko usahatani?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Untuk mengetahui persepsi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih
tentang resiko usahatani.
2 Untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam perancangan teknologi
dan pengembangan kelembagaan. 3
Untuk menganalisis strategi petani komoditas kol, wortel dan sawi putih dalam pengelolaan resiko usahatani.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1
Sebagai bahan informasi bagi petani dalam melakukan strategi manajemen resiko dalam menghadapi resiko harga jual komoditas kol,sawi
putih,wortel. 2
Sebagai bahan informasi bagi dinas pertanian untuk membuat kebijakan dalam mengendalikan harga jual komoditas kol,sawi putih,wortel.
3 Sebagai bahan rujukan pada penelitian sejenis berikutnya.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Resiko
Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko.
Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil
resiko. Semakin besarresiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko
menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Resiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap
pengambilan suatu keputusan Harwood, et al 1999. Menurut Kountur 2006, resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi
akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Selanjutnya Kountur 2008, menyebutkan ada tiga unsur penting dari
suatu yang dianggap resiko yaitu: 1.Merupakan suatu kejadian.
2.Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa saja terjadi bisa tidakterjadi.
3.Jika sampai terjadi akan menimbulkan kerugian.
Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan opportunity, sedangkan ketidakpastian yang
berdampak merugikan disebut sebagai resiko. Oleh sebab itu resiko adalah sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan
yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Resiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan
yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko. Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis
juga dikaitkan dengan besarnya returnyang akan diterima oleh pengambil resiko. Semakin besar resiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa
returnyang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Analisis resiko berhubungan
dengan teori pengambilan keputusan decision theory berdasarkan konsep expected utility model Moschini dan Hennessy,1999.
Dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan resiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini digunakan karena
adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai return tetapi kepuasan utility.
Hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan adalah berhubungan positif, dimana jika tingkat kepuasan meningkat maka pendapatan yang akan diperoleh
juga meningkat. Teori resiko terhadap kepuasan ditunjukkan pada Gambar 1.
UTILITY UTILITY
INCOME INCOME RISK NEUTRAL
RISK AVERSE UTILITY
INCOME RISK TAKER
Gambar 1. Hubungan Fungsi Kepuasaan dan Pendapatan
Sumber : Debertin, 1986 Debertin 1986, juga menjelaskan mengenai hubungan tingkat kepuasan petani
dengan keputusan strategi yang diambil pada tingkat resiko tertentu. Sehubungan dengan Gambar 1, setiap petani yang ingin mendapatkan income pendapatan
yang lebih tinggi maka akan menghadapi resiko yang lebih besar, dimana tingkat resiko selalu berbanding lurus dengan tingkat harapan pendapatan. Resiko adalah
konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung resiko. Kegiatan bisnis sangat
erat kaitannya dengan resiko. Resiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besamya return yang akan diterima oleh pengarnbil resiko. Semakin besar resiko
yang dihadapi umurnnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda
terhadap pengambilan resiko. Perilaku pembuat keputusan dalam menghadapi
resiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori Robison dan Barry, 1987 dalam Fariyanti, 2008.
1 Pembuat keputusan yang takut terhadap resiko risk aversion.
Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam variance dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan
menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.
2 Pembuat keputusan yang berani terhadap resiko risk taker.
Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam variance dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan
menurunkan keuntungan yang diharapkan. 3
Pembuat keputusan yang netral terhadap resiko risk neutral. Sikap ini menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan ragam variance dari
keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan.
2.1.2 Strategi Pengambilan Keputusan
Respon petani terhadap resiko dapat dikategorikan menjadi: a usaha yang diaraahkan untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya resiko b tindakan yang
ditujukan untuk mengurangi dampak resiko Jolly,1983. Dalam usaha mengontrol sumber resiko, petani harus memilih himpunan distribusi probabilitas
yang paling mungkin dihadapi. Keputusan-keputusan yang diambil dapat berupa pemilihan jenis usaha, diversifikasi usaha atau pola tanam, tingkat penggunaan
input, penentuan skala usaha, pemilihan pasar, serta keikutsertaan dalam keorganisasian petani. Sementara itu, jenis respon yang kedua tidak berdampak
langsung terhadap distribusi probabilitas yang dihadapi petani. Pada dasarnya, respon tersebut sangat berpengaruh terhadap kapasitas usaha tani untuk tetap
bertahan mengahadapi kondisi yang kurang menguntungkan atau untuk memanfaatkan peluang seoptimal mungkin dalam kondisi yang menguntungkan.
Respon petani terhadap goncangankejutan yang dihadapi usaha tani dapat dibedakan menjadi: a respon sebelum terjadi goncangan yaitu ex ante; b respon
pada saat terjadi goncangan yaitu interactive, dan c respon telah terjadi goncangan yaitu expost Adiyoga dan Soetiarso,1999. Respon yang pertama
dirancang untuk mempersiapkan usaha tani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Respon pada saat terjadi goncangan
melibatkan realokasi sumber daya agar dampak resiko terhadap produksi dapat diminimalkan,
sedangkan respon setelah goncangan diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya. Ketiga jenis respon tersebut saling bergantung
satu dengan yang lainnya respon yang satu merupakan fungsi dari respon yang lain.
2.1.3 Teknologi
Teknologi disini maksudnya adalah teknologi pertanian yang berarti cara-cara bagaimana penyebaran benih, pemeliharaan tanaman, memungut hasil serta
termasuk pula benih, pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber tenaga kerja dan kombinasi jenis-jenis usaha oleh para petani sebagai fungsinya
selaku pengelola untuk mengambil keputusan Suhardiyono, 1992. Teknologi dapat dilihat atau diartikan dari proses kegiatan manusia yang
menjelaskan kegiatan pembuatan suatu barang buatan tersebut. Kegiatan manusia
menghasilkan barang itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu membuat dan menggunakan. Membuat merupakan kegiatan merancang dan menciptakan suatu
barang buatan, sedangkan menggunakan adalah melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi suatu barang yang telah dibuat. Teknologi sebagai kegiatan
manusia dalam merencanakan dan menciptakan benda-benda yang bernilai praktis.
Syarif dan Halid 1993 menyatakan bahwa teknologi harus dilihat secara utuh dengan cara menguraikannya ke dalam empat komponen sebagai berikut;
1. Perangkat keras fasilitas berwujud fisik; misalnya traktor, computer,
peralatan tangkap ikan, mesin pengolah makanan dan minuman, mesin pendingin. Komponen tersebut disebut juga technoware yang
memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional transformasi.
2. Perangkat manusia berwujud kemampuan manusia; misalnya
keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan kreativitas dalam mengelola ketiga komponen teknologi lainnya di bidang agroindustriagribisnis.
Komponen tersebut disebut juga humanware yang memberikan ide pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk keperluan produksi.
3. Peringkat informasi berwujud dokumen fakta; misalnya website di
internet, informasi yang diperoleh melalui telpon dan mesin facsimile, database konsumen produk agribisnis, informasi mengenai riset pasar
produk agribisnis, spesifikasi mesin pengolah makanan, buku mengenai pemeliharaan mesin-mesin pertanian, jurnal-jurnal aplikasi teknologi
mutakhir.
Teknologi pertanian merupakan penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumber daya
pertanian dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia. Falsafahnya teknologi pertanian merupakan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik,
dilandasi paham mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada objek formal kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan peralatan, bangunan, lingkungan,
sistem produksi serta pengolahan dan pengamanan hasil produksi. Objek formal dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam fokus budidaya,
pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna, peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan pengamanan serta pemasaran
hasil. Oleh sebab itu, secara luas cakupan teknologi pertanian meliputi berbagai penerapan ilmu teknik pada cakupan objek formal dari budidaya sampai
pemasaran.
2.1.4 Kelembagaan
Kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Dalam
konteks sistem agribisnis di pedesaan Kompasiana, 2013, dikenal delapan
bentuk kelembagaan yaitu:
1 kelembagaan penyediaan input usahatani,
2 kelembagaan penyediaan permodalan,
3 kelembagaan pemenuhan tenaga kerja,
4 kelembagaan penyediaan lahan dan air irigasi,
5 kelembagaan usahataniusahaternak,
6 kelembagaan pengolahan hasil pertanian,
7 kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan
8 kelembagaan penyediaan informasi teknologi, pasar, dll.
Dalam konteks kelembagaan ada tiga kata kunci, yaitu: norma, perilaku, kondisi dan hubungan sosial. Signifikansi ketiga kata kunci tersebut dicerminkan dalam
perilaku dan tindakan, baik dalam tindakan tindakan individu, maupun dalam tindakan kolektif. Setiap keputusan yang diambil selalu akan terkait atau dibatasi
oleh norma dan pranata sosial masyarakat dan lingkungannya. Vice-versa, kondisi demikian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat
merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas community-based action yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu celah masuk entry-point upaya
diseminasi teknologi. Dalam kontek kelembagaan pertanian, pemahaman terminologi ”lokal” dinterpretasikan sebagai suatu yang memiliki karakteristik
tersendiri yang berkaitan dengan kondisi setempat. Terminologi lokal dimaksud meliputi dasar-dasar untuk melakukan tindakan kolektif, energi untuk melakukan
konsensus, koordinasi tanggung jawab; serta menghimpun, menganalisis dan mengkaji informasi.
Kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan
dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial UKS. Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial yang
mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan dan perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi sosial, di dalam suatu kelompok
terdapat pengaruh dari perilaku organisasi kelompok terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap
norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan, dapat
disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang syarat dengan nilai dan norma yang bertujuan mengatur kehidupan manusia di dalam
kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada umumnya.
Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto 2002 dalam Sosiologi
sebagai Pengantar bahwa untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma- norma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu:
a. Cara usage b. Kebiasaan folksway
c. Tata kelakuan mores, dan d. Adat istiadat custom
Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk menaati norma. Begitu pula yang
dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman 1974 bahwa setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh
masyarakat untuk memaksa para anggotanya mentaati norma-norma yang terkandung didalamnya.
2.1.5 Persepsi
Menurut Sunaryo 2004, persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat
indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan
Menurut Rakhmat 2004, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
melampirkan pesan. Persepsi adalah stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan
dan diinterpretasikannya sehingga individu menyedari tentang apa yang diinderanya Walgito, 2006. Ketika individu petani mendengar atau melihat suatu
inovasi teknologi, maka muncul stimulus yang diterima alat inderanya, kemudian melalui proses persepsi suatu inovasi teknologi baru yang ditangkap oleh indera
sebagai sesuatu yang berarti dan bermanfaat baginya. Melalui suatu interpretasi dan pemaknaan dari suatu teknologi maka muncul keyakinan dan kepercayaan
terhadap inovasi teknologi tersebut. Akan tetapi individu petani masih memerlukan pembuktian terhadap kebenaran inovasi tersebut melalui uji coba
atau melihat kepada sesama petaninya yang telah mencoba. Stimulus yang diterima alat indera, kemudian melalui persepsi sesuatu yang
diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan Walgito, 2006.
Dengan demikian menurut Walgito 2006 persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Persepsi petani terhadap suatu inovasi teknologi
baru adalah merupakan proses pengorganisasian dan interpretasi terhadap
stimulus yang diterima oleh individu petani, sehingga inovasi teknologi tersebut merupakan yang berarti dan bermanfaat serta merupakan aktivitas yang
terintegrasi dalam diri individu sebelum mengambil keputusan untuk berperilaku. Bentuk keputusan berpelilaku adalah merupakan tindakan individu untuk
menerpakna inovasi teknologi yang telah diyakini dan dibuktikan. Persepsi petani terhadap sesuatu inovasi teknologi baru dapat dipengaruhi oleh faktor internal
dari dalam diri individu dan faktor eksternal atau dari stimulus itu sendiri dan lingkungan. Suatu inovasi teknologi baru yang dipersepsi erat kaitannya terhadap
kondisi lingkungan agro-ekosistem dan tingkat kesulitan untuk menerapkan teknologi tersebut. Penilaian terhadap tingkat kesulitan inovasi teknologi itu
merupakan faktor-faktor internal individu dalam mempersepsikan kemampuan diri sendiri untuk melakukan tindakan atau penerapan sebagai pola perilakunya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan adalah Ratna Mega Sari 2009 dengan judul “Resiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia”
menganalisis resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia dan menganalisis alternative strategi terkait dengan adanya resiko harga
komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan analisis ARCH-GARCH yang digunakan untuk meramalkan volalitas pada periode selanjutnya, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang
sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif ini menyebabkan tingginya resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah
besar. Resiko harga cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar.
2. Penanggulangan resiko oleh petani dilakukan melalui tindakan seperti
perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai dalam satu hamparan, rotasi tanaman dan pembuatan
pupuk olahan cabai. Penanggulangan resiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besae akan efektif melalui peran dan kontribusi
pemerintah, melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dankelompok tani, pengaturan pola produksi serta pembinaan dan penyuluhan terkait
dengan pengolahan pasca panen, budidayaa dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk
mengurangi resiko harga. Menurut Drs.H.Hendro Sunarjo, APU Purn. dalam bukunya yang berjudul
“Bertanam 36 Jenis Sayur” menyatakan bahwa varietas yang termasuk jenis kol diantaranya ialah hybrid KK cross, KY cross, hybrid 21, R.v.E., yoshin, pujon,
segon, Copenhagen market dan kubis merah. Sementara itu, varietas kol yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 21, hybrid 31, hybrid KK cross, hybrid
KY cross. Semua varietas hybrid tersebut berasal dari Jepang. Var ietas lainnya yang dianjurkan untuk ditanam adalah hybrid 368 dari Australia. Varietas kol
lokal seperti pujon, segon, dan yoshin kurang popular karena kropnya lunak keropos. Kol dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1.000-3.000 m
dpl dengan pH tanah antara 6-7. Waktu tanam kol yang baik adalah pada awal musim hujan awal Oktober atau awal musim kemarau Maret. Jarak antar baris
60cm dengan jarak tanamnya 50cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk
kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl. Jenis pestisida yang digunakan pada komoditi kol adalah Ambush 2 EC, Decis 2,5 EC 0,1-0,2 untuk ulat
Plutella maculipennis, ulat Crocodolomia binoyalis. Bubur bordeaux, Antracol, atau Dithane M-45 0,2 untuk penyakit busuk akar.
Untuk komoditas sawi putih petsai varietas yang dianjurkan ditanam ialah granat denmark, amiliore dan beberapa hybrid seperti naga oka, waka, wong bok dan
lain-lain. Sawi putih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl dengan pH tanah sebaiknya antara 6-7. Waktu tanam sawi putih yang baik
ialah menjelang akhir musim hujan Maret atau awal musim hujan Oktober. Bibit sawi putih ditanam menurut barisan dengan jarak tanam 40 cm dan jarak
antar baris 40 cm. Pupuk yang digunakan ialah pupuk kandang, pupuk urea dan pupuk TSP. Sedangkan pestisida yang digunakan ialah Bayrusil 250 EC 0,2
untuk memberantas ulat perusak daun Plutella maculipennis , Dithane M-45 0,2 untuk memberantas cendawan Alternaria solani.
Untuk komoditas wortel, mudah ditanam ditempat yang tingginya lebih dari 500 m dpl, terutama di ketinggian 1.200 m dpl dengan pH tanah 5,5 – 6,5. Tanah yang
akan ditanami dicangkul sedalam 40cm, lalu diberi pupuk kandang atau kompos tetapi pemberian pupuk kandang ini dapat ditiadakan jika tanahnya subur,
misalnya tanah bekas tanaman kentang, dan kubis. Dibuat alur dengan jarak antar alur 20 cm. Pupuk buatan yang digunakan berupa pupuk urea, dan pupuk KCl.
2.3 Landasan Teori