Hubungan antara Persepsi terhadap E-learning dengan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP

E-LEARNING

DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA MAHASISWA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

MARTUA S. SITANGGANG

071301031

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi Saya yang berjudul :

Hubungan antara Persepsi terhadap E-learning dengan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini Saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, Saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2012

MARTUA S. SITANGGANG NIM 071301031


(3)

Hubungan antara Persepsi terhadap E-learning dengan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Martua S. Sitanggang dan Filia Dina Anggaraeni, M. Pd.

ABSTRAK

Di Fakultas Psikologi USU, e-learning sudah digunakan mahasiswa dalam pembelajaran, jika acuannya adalah penggunaan jasa audio, visual, komputer maupun kombinasi ketiganya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori persepsi yang dikemukakan oleh Myers (1992) menyebutkan bahwa persepsi bisa mengarahkan kita berperilaku; teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2004) yang membagi menjadi motivasi intrinsik dan ekstinsik; serta teori oleh Wahono (2008) yang menyatakan komponen e-learning itu adalah infrastruktur, sistem, dan konten.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Psikologi USU terhadap e-learning, bagaimana motivasi belajar mahasiswa tersebut dengan adanya e-learning, serta apakah ada hubungan antara persepsi tersebut dengan motivasi belajar pada mahasiswa tersebut. Alat ukur yang digunakan adalah skala persepsi terhadap e-learning dengan jumlah aitem sebanyak 13 buah dengan reliabilitas alpha sebesar 0,825 dan juga skala motivasi belajar dengan e-learning sebanyak 24 aitem dengan reliabilitas alpha sebesar 0,800. Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 111 orang.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah 96,30% subjek penelitian (107 orang) mempersepsikan e-learning secara positif sedangkan selebihnya 3,67% (4 orang) mempersepsikan negatif. Untuk kategorisasi motivasi, 32,43% (36 orang) berada pada kategorisasi motivasi tinggi, 67,57% (75 orang) berada pada kategorisasi sedang, dan tidak ada sama sekali pada kategori motivasi rendah. Secara umum disimpulkan bahwa persepsi terhadap e-learning adalah positif dan mayoritas mahasiswa berada pada kategorisasi motivasi sedang.


(4)

The Correlation between Perceptions about e-Learning with Learning Motivations on Students in Faculty of Psychology North Sumatera University

Martua S. Sitanggang and Filia Dina Anggaraeni, M. Pd.

ABSTRACT

In Faculty of Psychology North Sumatera University, e-learning are used in study, if it refers to using the audio tools, video tools, computers, or the combinations of the all aspects. Theories that are used in this research are Perception Theory by Myers (1992) tells that perception can drive us to act; Learning Motivations Theory by Santrock (2004) that devides learning motivation become two parts –intrinsic and extrinsic; and the last is E-learning Theory by Wahono (2008) that explains components of e-learning : infrastructure, system, and content.

The aims of this research is to explain how students of Faculty of Psychology North Sumatera University perceive the e-learning, how the students’ learning motivations are, and the correlation between perception about e-learning and students’ learning motivations. measurement tools that were used in this research are e-larning perceptions scale with 19 items and reliability of alpha is 0,825; and learning motivations scale with 24 items and reliability of alpha is 0,800 that were aranged by the researcher. The subject in this research was 111 people.

The results of this research indicate that 96.30% 0f the subject (107 people) perceived positively about e-learning, and the rest is about 3.67% (4 people) perceived negatively. For motivation categories, 32.46% (36 people) are in high motivation category, 67.57% (75 people) are in medium motivation category, and none is in the low motivation category. It means that the students perceived the e-learning positively and majority of the students are in the medium motivation category.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah-Nya selama peneliti berusaha menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa penelitian yang berjudul “Hubungan antara Persepsi terhadap E-learning dengan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU” ini tidak akan terwujud tanpa dorongan dan cinta dari Dr. Nathanael Sitanggang, S. T., M. Pd. dan Maridup br. Manalu, S. Pd. yang merupakan orang tua peneliti. Tidak lupa ucapan terima kasih banyak kepada Brigadir Reinaldy B. T. Simanjuntak, S. H. dan Larisma R. L. br. Sitanggang, S. Kom., serta Bere kecilku Miracle Nicholas Romualdo Simanjuntak yang telah memberikan dukungan moral dan doa serta penghiburan di masa-masa perjuangan berat penulisan skripsi ini, dan juga kepada Bachrul J. A. Sitanggang, S. IP., abanganda terkasih yang selalu memotivasi dan menjadi teman berbagi pengalaman hidup. Terima kasih atas waktu dan dukungan moral dan materil yang diberikan kepada peneliti.

Selain itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada banyak pihak, antara lain:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M. Pd. selaku dosen pembimbing skripsi serta selaku Pembantu Dekan III. Terima kasih atas

bimbingan, saran, dan arahan yang telah diberikan pada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. You inspire!


(6)

3. Ibu Raras Sutatminingsih, M. Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan dan arahan selama peneliti mengikuti perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

4. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M. A., Psikolog, dan Ibu Fasti Rola, M. Psi., psikolog sebagai Board of Jouries; dan juga kepada

Ibu Etty Rahmawaty, M. Si. Terima kasih atas bantuan, bimbingan, arahan, dan saran yang telah diberikan.

5. Kakak Ridhoi Meilona Purba, M. Psi., dan Abang Omar Khalifa Burhan, M. Sc. yang mau bersenda gurau selama pengerjaan skripsi ini.

6. Adek-adekku Windhika E. P. Siahaan dan teman-teman; Ellienz And the gang, Annisa H. Hasbi and the gang, Fania Hutagalung dan And the gang, Edwin H. Manurung, Roymer A. Sitorus, yang udah mau berkawan denganku dan membantu dalam penyelesaian skripsi.

7. Kak Endang K. Rinny, S. Psi., Kak Sarah Fadilla, Kak Farhah, S. Psi., terima kasih atas tuntunannya. Serta teman seperjuanganku Maulidiny Nazlely dan Rina Melati Marpaung atas bantuan moral serta pinjaman buku kalian.

8. Agus S. J. Manurung, Armen J. Samosir, Princen, S. Psi., Sejarahta

Perangin-angin, S. Psi., Max W. Simanihuruk, Didier Sinaga, Junias H. Simatupang, terima kasih atas dukungan sosial selama hidup

berdampingan di masa perkuliahan.

9. Para “Cendikiawan Malam yang FUNtastict”, yaitu Bima S. Sumbayak, S. Psi., M. Furqon, S. Psi., Anthonius Hawan, S. Psi., Raja P. Siregar, S. Psi., Farhah Mutia, S. Psi.,


(7)

10. Crew Parkir dan Crew Kantin dari tahun 2007-2012 yang menjadi “teman bernaung di kala panas dan teman berteduh di kala hujan”.

. Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Juli 2012


(8)

DAFTAR ISI

COVER HALAMAN DEPAN…... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ... ... vi

DAFTAR ISI ... ..ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... ..1

A. Latar Belakang Masalah... ..1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ...12

E. Sistematika Penulisan ...13

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 15

A. Motivasi Belajar E-learning ...15

1. Definisi motivasi belajar ... 15

2. e-Learning... 17

3. Defenisi motivasi belajar e-Learning...20

4. Aspek-aspek Motivasi Belajar...21

5. Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar...22

6. Indikator motivasi Belajar...24

7. Jenis-jenis Motivasi...24


(9)

1. Persepsi...26

a. Defenisi e-Learning...26

b. Proses terjadinya Persepsi ...27

c. Faktor yang mempengaruhi persepsi...28

d. Persepsi terhadap e-learning...30

C. Mahasiswa...31

D. Hubungan Persepsi terhadap e-Learning dengan Motivasi Belajar e-Learning...32

E. Hipotesis...37

BAB III METODE PENELITIAN...38

A. Identifikasi Variabel Penelitian...38

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian...38

C. Populasi dan Subjek Penelitian...39

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data...41

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...45

1. Validitas Alat Ukur...45

2. Reliabilitas Alat Ukur...46

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur...48

4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian...51

5. Metode Analisis Data...53

BAB IV ANALISA DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...55

A. Analisis Data...55

1. Gambaran Subjek Penelitian...55


(10)

B. Pembahasan...60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...62

A. Kesimpulan...62

B. Saran...62

1. Saran Metodologis...62

2. Saran Praktis...63


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel1 Jumlah mahasiswa Fakultas Psikologi USU tiap stambuk ……….……40 Tabel2 Blueprint skala persepsi terhadap e-learning sebelum ujicoba …….…..43 Tabel3 Blueprint motivasi belajar dengan menggunakan e-learning

sebelum ujicoba……….44 Tabel4 Blueprint skala persepsi terhadap e-learning sesudah

ujicoba……….………….49 Tabel5 Blueprint skala motivasi belajar dengan e-learning sesudah

Ujicoba………...….50 Tabel6 Blueprint skala persepsi terhadap e-learning sesudah

Ujicoba……….51 Tabel7 Blueprint skala motivasi belajar dengan menggunakan e-learning sesudah ujicoba……….………...51 Tabel8 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin……..………….55 Tabel9 Gambaran subjek penelitian berdasarkan umur………..……..56 Tabel 10 Deskripsi skor skala persepsi terhadap e-learning...……….…..58 Tabel11 Kategorisasi data empirik variabel persepsi terhadap

e-learning……….……...58

Tabel12 Deskripsi skor skala motivasi belajar dengan menggunakan

e-learning………….…59


(12)

Hubungan antara Persepsi terhadap E-learning dengan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Martua S. Sitanggang dan Filia Dina Anggaraeni, M. Pd.

ABSTRAK

Di Fakultas Psikologi USU, e-learning sudah digunakan mahasiswa dalam pembelajaran, jika acuannya adalah penggunaan jasa audio, visual, komputer maupun kombinasi ketiganya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori persepsi yang dikemukakan oleh Myers (1992) menyebutkan bahwa persepsi bisa mengarahkan kita berperilaku; teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2004) yang membagi menjadi motivasi intrinsik dan ekstinsik; serta teori oleh Wahono (2008) yang menyatakan komponen e-learning itu adalah infrastruktur, sistem, dan konten.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Psikologi USU terhadap e-learning, bagaimana motivasi belajar mahasiswa tersebut dengan adanya e-learning, serta apakah ada hubungan antara persepsi tersebut dengan motivasi belajar pada mahasiswa tersebut. Alat ukur yang digunakan adalah skala persepsi terhadap e-learning dengan jumlah aitem sebanyak 13 buah dengan reliabilitas alpha sebesar 0,825 dan juga skala motivasi belajar dengan e-learning sebanyak 24 aitem dengan reliabilitas alpha sebesar 0,800. Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 111 orang.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah 96,30% subjek penelitian (107 orang) mempersepsikan e-learning secara positif sedangkan selebihnya 3,67% (4 orang) mempersepsikan negatif. Untuk kategorisasi motivasi, 32,43% (36 orang) berada pada kategorisasi motivasi tinggi, 67,57% (75 orang) berada pada kategorisasi sedang, dan tidak ada sama sekali pada kategori motivasi rendah. Secara umum disimpulkan bahwa persepsi terhadap e-learning adalah positif dan mayoritas mahasiswa berada pada kategorisasi motivasi sedang.


(13)

The Correlation between Perceptions about e-Learning with Learning Motivations on Students in Faculty of Psychology North Sumatera University

Martua S. Sitanggang and Filia Dina Anggaraeni, M. Pd.

ABSTRACT

In Faculty of Psychology North Sumatera University, e-learning are used in study, if it refers to using the audio tools, video tools, computers, or the combinations of the all aspects. Theories that are used in this research are Perception Theory by Myers (1992) tells that perception can drive us to act; Learning Motivations Theory by Santrock (2004) that devides learning motivation become two parts –intrinsic and extrinsic; and the last is E-learning Theory by Wahono (2008) that explains components of e-learning : infrastructure, system, and content.

The aims of this research is to explain how students of Faculty of Psychology North Sumatera University perceive the e-learning, how the students’ learning motivations are, and the correlation between perception about e-learning and students’ learning motivations. measurement tools that were used in this research are e-larning perceptions scale with 19 items and reliability of alpha is 0,825; and learning motivations scale with 24 items and reliability of alpha is 0,800 that were aranged by the researcher. The subject in this research was 111 people.

The results of this research indicate that 96.30% 0f the subject (107 people) perceived positively about e-learning, and the rest is about 3.67% (4 people) perceived negatively. For motivation categories, 32.46% (36 people) are in high motivation category, 67.57% (75 people) are in medium motivation category, and none is in the low motivation category. It means that the students perceived the e-learning positively and majority of the students are in the medium motivation category.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Dewasa ini, teknologi merupakan sebuah hal yang melekat pada kehidupan masyarakat. Tiga sampai empat tahun yang lalu, teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer dan telepon selular berbasis web masih terbilang mahal dan hanya dimiliki orang-orang tertentu saja. Pada dewasa ini teknologi tersebut bukan lagi milik-milik orang tertentu melainkan milik semua bangsa, milik semua orang dari lapisan terendah sampai tertinggi. Bahkan banyak orang tidak dapat lepas dari teknologi tersebut dalam kesehariannya, mulai dari pagi sampai petang dan sampai pagi lagi. Teknologi informasi dan komunikasi secara cepat dan revolusioner telah merubah pola pikir dan peradaban manusia (Situmorang, 2010).

Kemajuan yang pesat dalam bidang elektronika menyebabkan kemampuan komputer maju pesat dan cepat usang mengikuti hukum Moore bahwa kemampuan chip komputer akan menjadi dua kali lipat setiap tahunnya, perangkat lunak semakin canggih, dan batas maya (virtual) tidak akan pernah tercapai (Vide, dkk., 1995; dalam Munir, 2008).

Teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronis, micro computer, komputer mainframe, pembaca barcode, perangkat lunak memproses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (worksheet) dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan contoh teknologi informasi (Lucas, 2000; dalam Munir, 2008). Sementara pendapat lain, teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan


(15)

untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan yang merupakan aspek strategis untuk pengambilan keputusan (Wardiana, 2000; dalam Munir, 2008). Munir (2008) menambahkan bahwa teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan ini menghubungkan satu komputer dengan komputer lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.

Bila dilihat sejenak, bagaimana proses belajar berlangsung dalam setiap individu, maka akan ditemukan bahwa proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara orang yang belajar dengan pesan yang dikemas dalam berbagai medium tertentu. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dengan apa saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut pada aspek pengetahuannya, keterampilan atau sikapnya (Situmorang, 2010)

Hidup adalah sebuah proses dari perubahan yang kontinu. Dari lahir ke masa remaja sampai dengan kematian kita selalu berubah. Melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh, individu mempelajari informasi-informasi baru, perilaku-perilaku baru, rasa takut yang baru, dan keahlian-keahlian yang baru. Semua hal itu adalah perubahan yang terjadi akibat dari sebuah pembelajaran (learning).

Learning (belajar) adalah sejumlah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku yang dibawa melalui pengalaman, tetapi dengan definisi di atas, tidak semua perubahan dalam tingkah laku merupakan sebuah learning. Perubahan tingkah laku


(16)

akibat adanya pendewasaan/pematangan biologis tidak bisa kita katakan sebagai belajar(Lahey, 2007).

Sebagai manusia, mahasiswa tidak lepas dari proses belajar. Proses belajar yang terjadi pada mahasiswa bertujuan untuk mendapatkan keterampilan, kecakapan dan pengetahuan. Indikator keberhasilan suatu proses belajar dapat dilihat pada pencapaian prestasi belajar mahasiswa yang secara kualitatif harus lebih baik dari yang sebelumnya (Sukadji, 2001).

Murid-murid (dalam hal ini adalah mahasiswa) tumbuh di dunia yang jauh berbeda dengan di masa ketika orang tua dan kakek nenek mereka masih menjadi murid. Jika murid siap untuk bekerja, teknologi harus menjadi bagian integral dari sekolah dan pelajaran di kelas (Earle, 2002; Geisert & Futrell, 2000; Sharp, 2002; dalam Santrock 2007)

Bila learning kita kaitkan dengan kehadiran teknologi informasi dan komunikasi, baik itu sebagai media maupun sebagai sumber belajar dalam pembelajaran, maka akan muncul sejumlah pertanyaan dalam benak kita, antara lain dapatkah kita menerapkan belajar (learning) dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam bahasa sederhana, teknologi informasi dan komunikasi adalah medium interaktif yang digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh dalam rangka tukar menukar informasi (media pengirim dan penerima pesan jarak jauh) (Situmorang, 2010).

Teknologi informasi dan komunikasi adalah sebagai kombinasi dari teknologi informasi dengan teknologi komunikasi. Kombinasi tersebut adalah kombinasi yang mengintegrasikan dua fungsi dalam satu medium yang disebut perangkat komputer (UNESCO, 2002; dalam Situmorang, 2010), sehingga tidak mengherankan bila


(17)

teknologi informasi dan komunikasi itu kemudian diidentikkan dengan penggunaan perangkat komputer.

E-learning merupakan salah satu proses belajar mandiri yang dapat diaplikasikan dalam perguruan tinggi dengan pemanfaatan media elektronik. Banyak definisi yang dapat menjelaskan istilah e-learning ini. Salah satunya yang sering digunakan adalah “E-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet, atau media jaringan lain” (Hartley, 2001 dalam Munir, 2008). Munir (2008) menyatakan bahwa pembelajaran yang biasanya melibatkan fasilitas berupa material/fisik seperti buku berkembang dengan memanfaatkan fasilitas jaringan kerja (network) denagn memanfaatkan teknologi komputer dan internetnya, sehingga terbentuk peserta didik ‘online’ atau saluran.

E-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Dalam pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi ketiganya (Munir, 2008). E-learning sendiri merupakan salah satu proses belajar mandiri dimana diterapkan dalam kurikulum berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Teknologi pendidikan memegang peranan penting terutama setelah berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi, dimana komputer menjadi bagian integral di dalamnya. Teknologi pendidikan dan berbagai alternatif pendidikannya untuk masa sekarang dan masa yang akan datang mendorong pengajar memanfaatkan seoptimal mungkin penggunaan komputer tersebut di bidang pendidikan (dalam Munir, 2008).

E-learning adalah salah satu revolusi di bidang pendidikan berbasis teknologi internet yang merupakan salah satu contoh aplikasi baru dalam perkembangan


(18)

teknologi internet yang pesat. E-learning diharapkan dapat dijadikan alternatif bagi pengembangan sistem pendidikan yang lebih efektif dan efisien dengan biaya yang lebih rendah di masa mendatang. E-learning pada dasarnya mengefisiensikan proses belajar mengajar konvensional yang memposisikan siswa sebagai konsumen pengetahuan (Purbo & Hartanto, 2002).

Peningkatan kualitas pendidikan dan pengetahuan dapat diatasi dengan e-learning. Sebuah sistem pembelajaran yang memanfaatkan kelebihan–kelebihan

yang dimiliki oleh internet, yang selama ini digunakan sebagai media transfer ilmu pengetahuan. Sistem yang memberi kebebasan waktu, tempat dan tidak hanya berorientasi pada tenaga pengajar. Fungsi dari penerapan e-learning bisa sebagai tambahan (suplemen) atau pelengkap/pendukung (komplemen) ataupun sebagai pengganti (substitusi) pembelajaran konvensional (Siahaan, 2001).

Pada bidang pendidikan khususnya Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK), Teknologi Informasi (TI) digunakan sebagai pranata (means) media pembelajaran maupun sebagai sumber belajar (resources). Konsekuensinya adalah keseluruhan perangkat personil pendidikan, dimana didalamnya termasuk dosen/guru/instruktur maupun pengelola pendidikan perlu melengkapi keterampilan dalam menggunakan Teknologi Informasi sebagai sebuah kompetensi dalam kerangka kerja pengembangan profesionalnya. Fokus penggunaan teknologi informasi adalah melengkapi pranata yang sudah ada, yang mungkin digunakan kedalam kurikulum dan peluang mengintegrasikan Teknologi Informasi kedalam aktivitas proses pembelajaran di kelas (Kudwadi, 2006).

Berbagai komponen teknologi pendidikan seperti media, teknik pembelajaran, pengembangan pembelajaran, dan sebagainya telah pula dilakukan


(19)

oleh lembaga pendidikan dan pelatihan. Di kalangan perguruan tinggi, teknologi pendidikan telah dan sedang dimanfaatkan di IPB, ITB, UNDIP, UGM, UNS, UNAIR, ITS, UNHAS, UNLAM, UNPATI, UNTAD, UNHALU, UNSRAT, UNCEN, IKIP Medan, IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Ujung Pandang (Miarso, 2004).

Berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Nomor : 5863/H5.1.R/KPM/2009 mengenai Pemuatan Bahan Kuliah di Website USU, diharapkan agar semua dosen di lingkungan USU dapat mengirimkan semua materi perkuliahan ke Pusat Sistem Informasi USU untuk dimuat dalam situs USU E-learning. Bahan kuliah yang dikirimkan adalah bahan kuliah penuh atau handout atau dalam bentuk slides perkuliahan. Sajian tersebut bisa dalam bentuk Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia (http://elearning.usu.ac.id).

Fakultas Psikologi yang merupakan fakultas ke-13 di USU tidak terlepas dari kesepakatan tersebut dalam pengaplikasian e-learning. Menurut observasi peneliti, mahasiswa di fakultas ini telah memiliki satu akun di portal USU untuk mengisi KRS dan melihat bahan ajar lainnya. Selain itu, di mata kuliah Psikologi Pendidikan dimulai sejak tahun ajaran 2009/2010 telah dimulai proses perkuliahan secara online yang menggunakan media blog dan chatting via Gtalk.

Menurut Dick dan Cary (dalam Sumarno, 2011), ada faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan e-learning sebagai pembelajaran, yaitu ketersediaan sumber setempat; hal yang bersangkutan dengan dana serta tenaga; keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media tersebut; efektivitas biaya dalam jangka waktu lama. Faktor-faktor ini bisa mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa


(20)

dengan menggunakan e-learning dalam pembelajarannya. Ketersediaan sumber setempat bisa menyangkut ketersediaan sumber arus listrik, sambungan koneksi LAN dan masalah kapasitas bandwidth serta kecepatan akses koneksi internet; hal yang bersangkutan dengan dana dimaksukan adalah apakah ketersediaan dana dalam menggunakan e-learning ini mencukupi; hal keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media tersebut berkaitan dengan apakah e-learning tersebut bisa digunakan saat kapan saja dan dimana saja, dan bisa diandalkan dalam proses pembelajaran; serta efektivitas penggunaan dana dalam waktu lama dimana merupakan hal yang berkaitan dengan meminimalisasikan pengeluaran (cost) saat menggunakan e-learning dalam jangka waktu lama. Jika faktor ini diabaikan, maka bisa menimbulkan kesulitan mahasiswa dalam belajar dan tidak menumbuhkan motivasi mahasiswa untuk blajar.

Kesulitan belajar itu bisa saja muncul sebagai persepsi mahasiswa terhadap e-learning ini. Meskipun e-learning ini telah disadari dapat membantu peningkatan kualitas pendidikan dan pengetahuan, saat ini pemanfaatannya belum sepenuhnya diterapkan di USU khususnya di Fakultas Psikologi USU. Walaupun tujuan e-learning ini adalah sebagai alternatif proses pembelajaran, bukan berarti semua mahasiswa Fakultas Psikologi USU mempersepsikannya dengan positif. Hal ini bisa dibuktikan dengan wawancara singkat dengan N (18), salah satu mahasiswi di Fakultas Psikologi USU yang sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan dengan e-learning melalui chat room via Google Talk maupun blog yang telah disediakan :

“...iyah bang. Kadang-kadang gak ngerti juga pas lagi chat itu. Semua berebutan menyampaikan pendapat. Pas dosen menjelaskan, tiba-tiba ada satu kawan yang masuk chat-nya. Trus masuk lagi kawan yang lain. Ujung-ujungnya gak ngerti jadinya. Mending kuliah seperti biasa ajalah bang, alur


(21)

diskusi bisa lebih jelas. Gak pake gangguan jaringan internet yang ngadat untuk chat lagi...”

(Komunikasi Personal, 30 Maret 2011) Pendapat mahasiswi lain, R (18) juga mempersepsikan e-learning ini secara negatif yang dapat dilihat sebagai berikut.

“…sejujurnya aku ga suka e-learning bang. Bagiku itu jadi buat aku jadi malas, karena bangun tidur pun jadi bisa langsung kuliah dan terkesan main-main…”

(Komunikasi Personal, 6 Mei 2011) Namun di sisi lain, penerapan sistem belajar mengajar secara konvensional adalah suatu ketidakefektifan, sebab dengan perkembangan zaman, pertukaran informasi menjadi cepat dan instant sehingga institusi yang masih menggunakan sistem tradisional ini akan tertinggal dari perkembangan informasi teknologi yang semakin pesat. Banyak kendala yang dialami ketika penyelenggaraan pendidikan yang masih bersifat konvensional dituntut untuk memberikan pelayanannya bagi masyarakat luas yang tersebar di seluruh Nusantara (Riyanto, 2007). Kendala-kendala yang dialami antara lain keterbatasan finansial, jauhnya lokasi, dan keterbatasan institusi (Tafiardi, 2005). Hal ini sesuai dengan pendapat M (18) salah seorang mahasiswi Fakultas Psikologi USU yang sedang mengikuti perkuliahan dengan e-learning pada mata kuliah Psikologi Pendidikan menyatakan bahwa :

“…lebih setuju sama e-learning dibandingkan metode ceramah karena e-learning itu terkesan lebih efisien dan efektif, tidak buang-buang waktu, dan to the point aja…”

(Komunikasi Personal, 6 Mei 2011) Selain itu, A (18) yang merupakan mahasiswi Fakultas Psikologi USU mempersepsikan e-learning itu secara positif dari apa yang telah dialaminya.

“…setujunya itu, kita bisa belajar dimana saja yang kita nyaman, ga berpatok pada suatu tempat aja. Jadi bisa buat mood belajar siswa itu bertambah gitu loh, dan bisa buat belajar mandiri juga…”


(22)

Dari pernyataan-pernyataan di atas, tidak semua mahasiswa yang setuju dengan e-learning dan mempersepsikannya dengan positif. Persepsi inilah yang kemudian bisa diduga mempengaruhi motivasi mahasiswa sebagai peserta didik dalam belajar. Pendapat lain menyebutkan, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pengertian ini memberi pemahaman bahwa dalam persepsi terdapat pengalaman tertentu yang telah diperoleh individu (Rakhmad, 1998).

Dalam persepsi terdapat suatu proses interested individu atau ketertarikan untuk mengetahui segala sesuatu yang terdapat di luar dirinya, tentang berbagai kejadian yang menimbulkan gerakan otak manusia untuk mengesani melalui pemahaman dan penafsiran yang subjektif terhadap objek-objek bersangkutan. Bantuan indra sangat signifikan ketika individu mempersepsi sesuatu (Chaplin; dalam Mursisdin, 2010).

Irwanto (1996) menyatakan bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Proses penerimaan rangsang itu disebut penginderaan, tetapi pengertian kita akan lingkungan dan dunia sekitar kita bukan sekedar hasil penginderaan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima, yang kemudian menjadikan kita subyek dari pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima inilah yang menyebankan kita mempunyai pengertian terhadap lingkungan. Mahasiswa menerima stimulus-stimulus berupa proses belajar e-learning dan proses belajar di dalamnya yang kemudian diinterpretasikan dan dipahami mahasiswa-mahasiswa tersebut sebagai suatu


(23)

pengalaman belajar yang kemudian memberikannya efek positif atau justru efek negatif.

Persepsi akan proses belajar e-learning itu patut diduga berkaitan erat dengan motivasi belajar yang dimilikinya. Menurut Lahey (2007), motivation is the internal state or condition that activates and gives direction to our thoughs, feeling, and action. Bisa diartikan, motivasi adalah sebuah pernyataan internal yang mengaktifkan dan memberikan arah kepada pemikiran kita, perasaan kita, dan perilaku kita. Lebih sederhana, motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah pada suatu tujuan tertentu (Surya, 2003).

Kegiatan belajar pada mahasiwa terjadi karena adanya motivasi untuk melakukan kegiatan belajar. Mahasiswa yang memiliki motivasi yang baik akan menunjukkan karakteristik sebagai berikut: tekun dalam belajar, ulet dalam menghadapi kesulitan belajar, minat dan ketajaman perhatian dalam belajar, berprestasi dalam belajar dan mandiri dalam belajar (Ridwan, 2008).

Di dalam belajar pun terdapat sebuah motivasi yang bekerja. Dengan begitu besarnya peran motivasi, perlu adanya sebuah pembangkit dan penggerak motivasi ini dalam pembelajaran yang dilakukan mahasiswa, agar mahasiswa-mahasiwi dapat mencapai hasil belajar yang optimal maka mahasiswa harus memiliki motivasi belajar yang tinggi. Namun dalam kenyatannya tidak semua mahasiswa dapat memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hubungan antara persepsi dan motivasi belajar inilah yang akan diteliti dalam penelitian “Hubungan Persepsi terhadap proses belajar E-learning dengan Motivasi Belajar dengan E-learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU”.


(24)

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah persepsi mahasiswa Fakultas Psikologi USU terhadap proses belajar e-learning?

2. Bagaimanakah gambaran motivasi belajar mahasiswa dengan e-learning?

3. Apakah ada hubungan persepsi mahasiswa tersebut dengan motivasi belajar e-learning?

C.Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai persepsi mahasiswa Fakultas Psikologi USU terhadap e-learning serta apakah persepsi itu berhubungan dengan motivasi belajar e-learning.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai “Hubungan antara Persepsi terhadap E-learning dengan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU” ini diharapkan akan bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menambah data hasil penelitian dalam Psikologi bidang pendidikan baik teknologi pendidikan maupun pendidikan teknologi dan hal-hal yang berkaitan dengan e-learning.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dalam pengaplikasian proses belajar e-learning di masa mendatang baik untuk para dosen dan/atau staff


(25)

pengajar sebagai pihak penyampaian pembelajaran, mahasiswa sebagai peserta didik penerima pembelajaran, serta pihak lainnya yang mungkin terlibat dalam pengaplikasian model pembelajaran e-learning di Fakultas Psikologi USU, karena disadari atau tidak pengaplikasian model belajar ini dirasakan berguna bagi efektivitas belajar dan efisiensi waktu belajar, dan sepertinya di masa yang akan datang akan lebih ditingkatkan lagi proses belajar seperti ini.

E.Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. BAB II : LANDASAN TEORITIS

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel dalam penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai persepsi, motivasi belajar,dan pengertian mahasiswa.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA

Bab ini menguraikan mengenai analisis data yang berupa gambaran umum subyek dan hasil penelitian serta pembahasan.


(26)

BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi Belajar E-learning 1. Definisi Motivasi Belajar

McClelland (1987) menyatakan bahwa motive as recurrent concern for a goal state based on a natural incentive-concern that energizes, orients, and selects behavior. Dapat diartikan bahwa, motif sebagai sebuah hal yang berkaitan dengan pernyataan bertujuan yang didasarkan pada insentif alami-berhubungan dengan energi, arah, dan memilih perilaku.

Motivasi secara sederhana dapat diartikan sebagai dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan sebuah perilaku untuk mencapai suatu tujuan (Parsons & Hinson, 2001). Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2004).

Santrock (2007) menjelaskan motivasi itu sendiri dalam berbagai perspektif, yaitu perspektif behavioral, humanistis, kognitif, dan sosial.

a. Perspektif behavioral, perspektif ini menekankan kepada imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid.

b. Perspektif humanistis, perspektif ini menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk meraih nasib mereka, dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang lain).

c. Perspektif kognitif, menurut perspektif ini pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal


(28)

murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereke secara efektif.

d. Perspektif sosial, perspektif ini menekankan pada keterhubungan murid dengan lingkungan sosialnya, bisa dengan orang tua, pergaulan dengan teman, keterdekatan dengan guru-guru yang mungkin bisa mendorong murid untuk melakukan sesuatu.

Brophy (2004) menambahkan bahwa motivasi belajar adalah kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari aktivitas tersebut. Motivasi belajar ini pada dasarnya merupakan respon kognitif yang melibatkan usaha - usaha untuk memahami suatu informasi, menghubungkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, dan menguasai keterampilan– keterampilan tertentu untuk mengembangkan aktivitas belajar. Motivasi belajar melibatkan kesadaran dalam diri siswa untuk belajar, tujuan-tujuan belajar dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar tersebut.

Pendapat lain menurut Dalyono (dalam Efrida, 2006) menyebutkan motivasi belajar sebagai suatu daya penggerak atau pendorong yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu belajar. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat. Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah akan menyebabkan sikap malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran.

Dalam kegiatan belajar, maka motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,


(29)

yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2003).

Hal ini semakin diperkuat oleh Uno (2008) yang menyatakan bahwa kurang atau tidak adanya motivasi untuk belajar akan membuat siswa tidak tahan lama dalam belajar dan mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain dan bukan belajar. Pendapat senada juga disebutkan oleh Kauchak dan Eggen (2004) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan melakukan usaha untuk memahami topik pelajaran baik pelajaran itu menarik atau pun tidak bagi siswa tersebut. Mereka berusaha dalam belajar karena mereka yakin bahwa pemahaman yang mereka peroleh itu berharga dan bermanfaat bagi mereka.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kondisi-kondisi yang memberi dorongan pada diri siwa dalam kegiatan belajar untuk kelangsungan kegiatan belajar itu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

2. E-learning

Menurut Munir (2008), e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak semua e-learning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi dari ketiganya.

Pada umumnya, e-learning adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang


(30)

dan waktu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari komunikasi melalui komputer.

Pembelajaran melalui e-learning ternyata memiliki kelebihan. Munir (2008) menyatakan bahwa pembelajaran dengan e-learning memiliki banyak kelebihan, antara lain:

a. Memberikan pengalaman yang menarik dan bermakna bagi pelajar karena kemampuannya dapat berinteraksi langsung, sehingga pemahaman terhadap materi pembelajaran akan lebih bermakna, mudah dipahami, mudah diingat dan mudah pula untuk diungkapkan kembali.

b. Dapat memperbaiki tingkat pemahaman dan daya ingat seseorang terhadap pengetahuan yang disampaikan, karena konten yang bervariasi, interaksi yang menarik perhatian, umpan balik yang didapat secara cepat, dan adanya interaksi dengan pengajar.

c. Adanya kerja sama dalam komunitas online yang memudahkan berlangsungnya proses transfer informasi dan komunikasi, sehingga setiap elemen tidak akan kekurangan sumber atau bahan ajar.

d. Administrasi dan pengurusan yang terpusat, sehingga memudahkan dilakukannya akses dalam operasionalnya.

e. Pusat perhatian dalam pembelajaran tertuju pada pelajar, dimana pelajar tidak bergantung sepenuhnya kepada pengajar. Pelajar belajar secara mandiri untuk menggali atau mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet.

Namun demikian, e-learning bukannya tidak memiliki kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997; dalam Suyanto, 2005) mengenai e-learning antara lain adalah:


(31)

a. Apabila interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar kurang, hal ini dapat memperlambat terbentuknya nilai-nilai dalam proses belajar dan mengajar.

b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial.

c. Pelajar yang tidak memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung ketinggalan atau gagal.

d. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.

e. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan internet. f. Kurangnya penguasaan bahasa komputer

Secara garis besar, apabila kita menyebut tentang e-learning, ada tiga komponen utama yang menyusun e-learning tersebut (Wahono, 2008) yaitu:

1. E-learning Infrastructure (Peralatan)

Infrastruktur e-learning dapat berupa Personal Computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. termasuk di dalamnya peralatan telekonfrens apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui telekonfrens.

2. E-learning system (sistem)

Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS).


(32)

3. E-learning Content (Isi)

Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system. Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajarqan biasa).

3. Definisi Motivasi Belajar E-learning

Sardiman (2003) menyebutkan motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dalam kaitannya dengan model belajar e-learning maka motivasi belajar e-learning adalah dorongan pada diri siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan proses belajar e-learning, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh mahasiswa melalui proses pembelajaran e-learning ini dapat dicapai.

4. Aspek-aspek Motivasi Belajar

Ada dua aspek dalam motivasi belajar dalam Santrock (2004), yaitu : 1. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik dapat juga disebut sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya terdapat aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri. Motivasi intrinsik ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu :


(33)

a. Motivasi intrinsik dari penentuan diri dan pemilihan pribadi, dimana siswa percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan mereka sendiri bukan karena adanya penghargaan dari luar (eksternal)

b. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal, dimana pengalaman optimal melibatkan perasaan senang dan menikmati sesuatu secara mendalam.

2. Motivasi Eksternal

Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk memperoleh sesuatu yang lain (suatu alat untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh ganjaran eksternal seperti pemberian hadiah atau hukuman.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa terdiri dari dua tipe berdasarkan sumber dorongannya yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

5. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Elliot, dkk (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu:

a. Kecemasan

Ada beberapa sumber kecemasan bagi siswa ketika berada di dalam kelas, seperti guru, ujian, teman, hubungan sosial, dan lain-lain. Kecemasan terhadap beberapa sumber kecemasan tersebut akan berpengaruh terhadap performansi siswa. Apabila tingkat kecemasan relatif rendah atau sedang, maka hal itu akan bersifat


(34)

konstruktif. Namun, apabila kecemasan tersebut berada pada tingkat yang relatif tinggi, maka hal itu bisa bersifat destruktif.

b. Sikap

Sikap merupakan cara individu dalam hal merasakan, berpikir dan bertingkah laku terhadap sesuatu atau orang lain dan sifatnya relatif permanen. Dalam hal ini, guru memiliki pengaruh yang besar dalam hal perubahan tingkah laku siswa melalui komunikasi yang persuasif. Cara guru memperlakukan siswa dapat mempengaruhi sikap siswa selama proses belajar.

c. Rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu siswa ditampilkan dalam perilaku yang aktif, suka mengeksplorasi atau memanipulasi sesuatu. Keadaan yang rileks, kebebasan untuk mengeksplorasi sesuatu, dan penerimaan terhadap hal - hal yang tidak biasa dapat mendorong rasa ingin tahu siswa.

d. Locus of control

Locus of control diartikan sebagai keyakinan individu atas apa yang terjadi dalam hidupnya apakah disebabkan karena kemampuan diri sendiri (internal locus of control) atau dari luar diri / lingkugan (external locus of control). Jika siswa percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan kemampuan mereka sendiri, maka mereka telah dianggap mampu untuk mengendalikan tujuan mereka (internal locus of control). Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan faktor keberuntungan,


(35)

maka mereka dianggap memiliki kontrol yang rendah terhadap tujuan mereka (external locus of control).

e. Learned helplessness

Learned helplessness adalah perasaan tak berdaya pada diri seseorang yang menggambarkan kondisi frustasi dan putus asa setelah kegagalan yang terjadi berulang kali. Siswa yang merasa tidak memiliki kemampuan ketika dihadapkan dengan suatu masalah seringkali langsung merasa putus asa dan tidak melakukan suatu apapun untuk mengatasinya.

f. Efikasi diri

Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan seluruh kehidupannya, termasuk perasaan dan kompetesinya. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung untuk memfokuskan perhatian dan usahanya pada tuntutan tugas dan berusaha meminimalisasi kesulitan yang mungkin terjadi.

g. Belajar bersama ( kooperatif )

Belajar bersama ( kooperatif ) merupakan suatu metode dalam belajar dimana siswa bekerja sama dalam menyelesaikan tugas akademik. Metode ini bertujuan agar seorang siswa dapat membantu siswa lainnya dalam belajar. Salah satu caranya adalah dengan membentuk kelompok diskusi dalam mengerjakan suatu tugas.

6. Indikator Motivasi Belajar

Menurut Uno (2008), indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


(36)

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil;

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan; 4. Adanya penghargaan dalam belajar;

5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;

6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang mahasiswa dapat belajar dengan baik.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam kaitannya dengan pendidikan, motivasi berarti dorongan yang memberikan semangat kerja kepada para mahasiswa.

7. Jenis- jenis Motivasi

Pada dasarnya motivasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar menjalankan atau melakukan sesuatu yang diinginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk “hadiah”. Sedangkan motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi orang lain agar mau menjalankan atau melakukan sesuatu yang diinginkan dengan menggunakan kekuatan, ketakutan atau ancaman.

Motivasi positif yang diberikan kepada orang lain yaitu berupa penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, informasi, pemberian perhatian kepada orang lain, persaingan yang sehat, partisipasi, kebanggaan (prestise) dan imbalan atau uang. Motivasi positif yang diberikan kepada orang lain berupa ancaman, pemecatan, skorsing, denda dan lain sebagainya (Ranupandojo, 2004; dalam Suryabrata, 1994). Motivasi positif pada dasarnya lebih sering diterapkan oleh organisasi atau perusahaan daripada motivasi negatif. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan


(37)

motivasi positif seseorang akan melakukan sesuatu hal yang terbaik bagi perusahaan atau organisasi selain itu dengan menerapkan motivasi positif dapat meningkatkan rasa saling memiliki seseorang (sense of belonging) terhadap perusahaan atau organisasi.

Menurut Suryabrata (1994) menerangkan bahwa motivasi sebagai suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi inilah penting sebagai salah satu prasyarat yang sangat penting dalam belajar. Kesediaan belajar itu dimulai dari kesediaan mahasiswa dalam mengerjakan tugas sampai berusaha keras mencapai keberhasilan belajar itu dipengaruhi oleh motivasi. Sementara itu belajar didefinisikan oleh Uno (2003) (dalam Uno, 2008) suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar sehingga dalam kegiatan belajar motivasi dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang dikehendaki subjek dapat tercapai. Motivasi belajar adalah keseluruhan penggerak daya psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan tertentu.

B. Persepsi Terhadap E-learning 1. Persepsi


(38)

Dalam bahasa Inggris, persepsi adalah perception, yaitu cara pandang terhadap sesuatu atau mengutarakan pemahaman hasil olahan daya pikir, artinya persepsi berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang direspons melalui pancaindra, daya ingat, dan daya jiwa (Mursisdin, 2010). Definisi lainnya mengenai persepsi, Lahey (2007) menyatakan bahwa perception adalah proses dari pengorganisasian dan interpretasi informasi yang diterima dari dunia luar. Bell (1996) menambahkan bahwa persepsi adalah pemrosesan informasi dari sensori yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Myers (1992) manambahkan bahwa persepsi bisa mengarahkan kita berperilaku.

Dalam persepsi terdapat suatu proses interested individu atau ketertarikan untuk mengetahui segala sesuatu yang terdapat di luar dirinya, tentang berbagai kejadian yang menimbulkan gerakan otak manusia untuk mengenali melalui pemahaman dan penafsiran yang subjektif terhadap objek-objek bersangkutan. Dengan demikian, bantuan indra sangat signifikan ketika individu mempersepsi sesuatu (Chaplin; dalam Mursisdin, 2010).

Sementara itu, Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan.


(39)

Proses terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera (obyek tersebut menjadi perhatian panca indera), kemudian stimulus tadi di bawa ke otak. Dari otak terjadi adanya ”kesan” atau jawaban (response) adanya stimulus berupa kesan dibalikkan ke indera kembali berupa tanggapan atau hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak (Widayatun, 2005).

Menurut Myers (1992), proses terjadinya persepsi bisa dijelaskan sebagai berikut. Stimulus (rangsangan) masuk ke individu melalui pancaindera, kemudian masuk ke tahap perception (persepsi). Di tahap persepsi, stimulus itu masuk ke tiga bagian persepsi, yaitu :

1. Selection (seleksi), bagian dimana individu memperhatikan, siaga, dan menyadari adanya stimulus tersebut. Ketika individu memperhatikan suatu objek, maka individu itu tidak memperhatikan objek lainnya. Seleksi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan (seperti intensitas, ukuran, kontras, repetisi, gerakan, familiarity and novelty) dan faktor-faktor internal (seperti faktor fisiologis dan faktor psikologis),

2. Organization (organisasi), bagian dimana individu memberikan prioritas perhatian pada stimulus yang menonjol di antara yang lainnya, dan

3. Interpretation (interpretasi), bagian dimana individu memberikan makna dari stimulus yang diterimanya.

Faktor lainnya yang mempengaruhi bagaimana kita mempersepsikan sesuai konteks adalah umur (age) atau kematangan (maturity). Pengalaman disebut sebagai penentu, dimana kebiasaan mempersepsikan sesuatu di dalam lingkungan, seperti kemampuan spasial dan kemampuan berbahasa bisa mempengaruhi kemampuan


(40)

mempersepsikan suatu objek. Lalu kemudian, hasil persepsi itu bisa mengarahkan kita kepada sebuah perilaku.

c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Widayatun (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :

1. Faktor instrinsik dan ekstrinsik seseorang (cara hidup, cara berpikir, kesiapan mental, kebutuhan dan wawasan).

2. Faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam)

3. Faktor usia

4. Faktor kematangan 5. Faktor lingkungan

6. Faktor pembawaaan dan sebagainya 7. Faktor psikis dan kesehatan.

8. Faktor proses mental.

Sedangkan menurut Wade & Tavris (2007) bahwa seseorang mempersepsikan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan orang lain. Faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu adalah:

1. Kebutuhan

Ketika seseorang membutuhkan sesuatu, atau memiliki ketertarikan akan suatu hal, atau menginginkannya, maka orang tersebut akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhan ini.


(41)

Apa yang dianggap seseorang sebagai yang benar dapat mempengaruhi interpretasi orang tersebut terhadap sinyal sensorik.

3. Emosi

Emosi dapat mempengaruhi interpretasi seseorang mengenai suatu informasi sensorik. Emosi yang negatif, seperti marah, takut, atau sedih dapat menghasilkan penilaian yang negatif terhadap suatu stimulus.

4. Ekspektansi

Pengalaman masa lalu sering mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan sesuatu. Seseorang cenderung untuk mempersepsikan suatu hal sesuai dengan harapannya.

d. Persepsi terhadap E-learning

Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan.

E-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak semua e-learning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi dari ketiganya (Munir, 2008).

Berdasarkan pengertian persepsi dan proses belajar e-learning di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap proses belajar e-learning adalah proses


(42)

pengorganisasian, penafsiran, serta penilaian yang dilakukan oleh mahasiswa baik positif maupun negatif terhadap situasi yang muncul dari proses pembelajaran yang menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika dalam proses belajar-mengajar. Dikatakan bahwa persepsi positif jika penilaian terhadap model belajar e-learning itu menarik dan mendukung aktivitas belajar mengajar. Sementara persepsi dikatakan negatif jika penilaian terhadap model belajar e-learning itu tidak menarik dan tidak mendukung aktivitas belajar mengajar.

C. Mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang menganggur, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di Perguruan Tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 sampai masa 24/25 tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Untuk meringkas penyebutan, dalam penelitian ini mahasiswa akan disebutkan dengan kata mahasiswa.

Universitas Sumatera Utara memiliki berbagai jurusan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu jurusan yang tersedia adalah psikologi. Mahasiswa Psikologi USU adalah orang yang memilih melanjutkan pendidikan di Fakultas Psikologi USU. Jika selesai mengikuti pendidikan, maka mahasiswa tersebut mendapat gelar Kesarjanaan Psikologi (S. Psi.).


(43)

Setiap mahasiswa di Fakultas Psikologi USU pernah melakukan e-learning. Mahasiswa yang menjalani perkuliahannya di Fakultas Psikologi USU ini menggunakan perangkat komputer baik yang terhubung dengan internet maupun intranet. Pemanfaatan e-learning ini sendiri dimulai dari pengisian Kartu Rencana Studi secara online setiap semester, dalam penyampaian materi kuliah sehari-hari tidak terlepas dari penggunaan Microsoft Power Point, pengerjaan tugas individu dengan Microsoft Word, dan pemutaran film dalam bentuk audiovideo dalam perkuliahan tertentu, serta pengiriman tugas kelompok maupun individu melalui e-mail.

Mahasiswa di Fakultas Psikologi USU sering memanfaatkan fasilitas internet tanpa kabel/ wireless fidelity (Wi-fi) di sekitar lobby kampus, di ruang kelas, maupun di kantin kampus. Penggunaan wi-fi ini tidak terlepas dari kebutuhan mahasiswa akan jaringan internet dalam mengakses bahan perkuliahan, penggunaan search engine, mencari rekaman audiovideo, dan lain sebagainya.

D. Hubungan Persepsi terhadap Proses Belajar E-learning dengan Motivasi Belajar E-learning

Dalam kegiatan belajar sangat diperlukan adanya motivasi pada diri siswa. Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar dan memegang peranan penting dalam memberikan semangat belajar. Motivasi belajar tidak hanya menjadi pendorong untuk mencapai hasil yang baik tetapi mengandung usaha untuk mencapai tujuan belajar, dimana terdapat pemahaman dan pengembangan dari belajar (Hadinata, 2006).


(44)

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muzid (2005) yang menyatakan bahwa 65,15% mahasiswa menyatakan bahwa e-learning saat ini telah dibutuhkan mahasiswa untuk membantu proses belajarnya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi mahasiswa yang cenderung positif terhadap e-learning dimana e-learning bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam pembelajaan. Diduga bahwa persepsi mahasiswa terhadap e-learning ini bisa mempengaruhi motivasi belajar mereka.

Dalam wawancara singkat beberapa waktu lalu, salah seorang mahasiswi Fakultas Psikologi USU yang sedang disuguhi sebuah proses pembelajaran e-learning mengatakan bahwa proses belajar dengan e-learning ini sangat mengasyikkan dengan berbagai alasan pribadinya seperti tidak harus pergi ke kampus yang jaraknya jauh dari rumahnya. Pada saat belajar melalui room chat di Google Talk (salah satu media chatting yang disediakan oleh Google Corp), mereka bisa bertemu di dunia maya untuk mendiskusikan pelajaran mereka. Proses belajar baru ini bisa menaikkan minatnya untuk belajar mandiri.

Wahono (2008) yang merupakan salah seorang peneliti LIPI dan juga penerima “e-Learning Award 2008 kategori Educative Blog for Community”, menyatakan bahwa komponen e-learning itu terbagi atas infrastruktur, sistem, dan konten. Infrastruktur adalah komponen pertama yang harus dipersiapkan lebih dahulu dalam menunjang e-learning. Infrastruktur ini bisa saja berupa jaringan internet maupun intranet yang bisa mendukung e-learning ini terlaksana. Sistem adalah merupakan sebuah manajemen yang dapat mengatur berjalannya e-learning ini. Sistem tersebut bisa saja seperti manajemen kelas, pembuatan materi, forum diskusi, dan memberikan feedback kepada peserta didik. Dan komponen terakhir


(45)

adalah konten. Konten yang dimaksud adalah isi yang akan dibawakan kepada peserta didik dalam e-learning. Hal ini berkaitan dengan materi perkuliahan, materi ujian, materi diskusi, serta hasil ujian.

Persepsi yang terdiri dari tahap seleksi, organisasi, dan interpretasi ini bisa digunakan untuk melihat e-learning secara keseluruhan berdasarkan komponen penyusunnya. Seleksi adalah tahap pertama dimana semua stimulus yang masuk disaring oleh mahasiswa. Tidak semua stimulus yang masuk disaring oleh mahasiswa, akan tetapi e-learning sebagai sebuah stimulus bisa masuk ke dalam kognisi manusia. Jika semua stimulus diperhatikan maka akan membuang banyak waktu dan energi, maka seleksi merupakan tahap untuk meringkasnya.

Tahap organisasi adalah tahapan kedua. Mahasiswa sudah bisa memberikan prioritas terhadap stimulus apa yang telah diseleksi sebelumnya. Di sini akan ada banyak alternative pilihan proses belajar, dan salah satunya adalah e-learning. Pada tahapan ini e-learning adalah fokus mahasiswa tersebut dan menjadikannya prioritas di atas semua alternative jawaban karena ada sesuatu yang khas dan istimewa pada e-learning ini.

Tahap ketiga, yaitu interpretasi bagian dimana mahasiswa memberikan makna dari stimulus yang diterimanya. Di bagian ini mahasiswa sudah bisa memberikan nilai positif berupa hal yang menyenangkan atau negatif berupa hal yang tidak menyenangkan dari e-learning yang telah diseleksi dan diorganisasikan sebelumnya. Rasa senang ini bisa menggerakkan mahasiswa berupa faktor internal pada dalam dirinya dan juga faktor eksternal dari luar dirinya. Jika dikatakan sebagai hasil dari faktor internal dari dalam diri mahasiswa, maka e-learning sudah terintegrasi dengan mahasiswa tersebut. Mahasiswa tersebut bisa saja memilih


(46)

e-learning sebagai bahan utama ketika belajar karena berhasil mengoptimalkan proses e-learning tersebut, dan memilih terlibat dalam proses e-learning ini hanya karena adanya kepuasan pribadi saat terlibat dalam proses e-learning.

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2008) menjelaskan bahwa penggunaan e-learning dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat menumbuhkan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Diharapkan terdapat peningkatan motivasi belajar secara signifikan pada mahasiswa yang menggunakan e-learning pada proses pembelajarannya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan serta peningkatan prestasi belajar. Jika penggunaan e-learning dirasakan sudah sangat membantu dan menyenangkan maka tidak mungkin rasanya mahasiswa meninggalkan proses pembelajaran dengan menggunakan e-learning.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novia (2011) menunjukkan bahwa e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang tergolong dalam kategori tinggi adalah 44,44%, kategori sedang adalah 54,63%, dan kategori rendah adalah 0,93%. Hal ini menyatakan bahwa sebenarnya mayoritas mahasiswa di Fakultas Psikologi sudah merasa siap untuk melakukan pembelajaran e-learning dan menganggap bahwa e-learning itu bukan menjadi hal baru bagi mereka.

Akan tetapi, e-readiness ini tidak diimbangi oleh kesiapan infrastruktur dan sistem yang diberlakukan di kampus. Mahasiswa lainnya mengatakan bahwa salah satu kendala dari e-learning ini adalah tidak tersedianya layangan jaringan serta beberapa faktor teknis lainnya. Contohnya saja durasi pemakaian wi-fi belum bisa 24 jam, kendala pemadaman listrik bergilir yang bisa mengakibatkan terputusnya sambungan koneksi internet, coverage area hotspot yang belum bisa mengakomodir


(47)

luasnya kampus, dan tidak adanya internet booth yang bisa dipakai mahasiswa secara gratis dan bebas dalam hal pembelajarannya. Kendala ini bisa membuat mahasiswa tersebut tidak berminat serta berada di dalam keadaan terpaksa untuk mengikuti perkuliahan dengan proses pembelajaran e-learning.

Menurut Dick dan Cary (dalam Sumarno, 2011), ada faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan e-learning sebagai pembelajaran, yaitu ketersediaan sumber setempat; hal yang bersangkutan dengan dana serta tenaga; keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media tersebut; efektivitas biaya dalam jangka waktu lama. Faktor-faktor ini bisa mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa dengan menggunakan e-learning dalam pembelajarannya.

Sebagai kesimpulan, persepsi beragam mengenai e-learning ini sendiri bisa mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa sebagai peserta didik. Kedepannya diharapkan pelayanan yang maksimal serta diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar e-learning ini sendiripun bisa menyamakan harapan mahasiswa sebagai peserta didik untuk menanggapi secara positif dengan keberadaan e-learning ini sehingga bisa menimbulkan motivasi belajar dengan proses belajar e-learning ini.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi terhadap proses pembelajaran e-learning dengan motivasi belajar dengan menggunakan e-learning di Fakultas Psikologi USU.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen yang penting dalam suatu penelitian karena metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional, dimana penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran persepsi e-learning dan korelasinya terhadap motivasi belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang ada dalam penelitian ini ada dua, yaitu persepsi terhadap e-learning dan motivasi belajar model e-learning.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Persepsi terhadap e-learning Variabel Tergantung : Motivasi Belajar e-learning

Persepsi terhadap e-learning adalah suatu proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap e-learning dan persepsi bisa mengarahkan kita untuk berperilaku. Persepsi terhadap e-learning ini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan komponen e-learning yang diutarakan oleh Wahono (2008) yaitu e-learning infrastructure, e-learning system,dan e-learning content.


(49)

Motivasi belajar e-learning adalah dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan sebuah perilaku ntuk mencapai tujuan belajar dengan menggunakan e-learning. Motivasi belajar ini diukur dengan menggunakan skala motivasi yang disusun berdasarkan teori motivasi menurut Santrock (2004) yaitu motivasi intrinsik berdasarkan pilihan pribadi, motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal, dan motivasi ekstrinsik.

C. Populasi Dan Subjek Penelitian

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya memiliki satu sifat atau karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan karakteristik telah mengambil mata kuliah yang menggunakan pola pembelajaran e-learning dengan menggunakan perangkat komputer baik terhubung dengan internet ataupun intranet, serta masih aktif dalam perkuliahan.

Populasi diambil dari jumlah mahasiswa stambuk 2008, 2009, 2010, dan 2011, dan stambuk diatas 2008 sudah banyak yang tidak mengikuti mata kuliah dan sulit ditemui di kampus. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 401 orang, dimana dari populasi inilah diambil sampel yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut.


(50)

Tabel 1. Jumlah Mahasiswa Fakultas Psikologi USU tiap Stambuk

No. STAMBUK JUMLAH

1 2008 111

2 2009 85

3 2010 111

4 2011 121

TOTAL 428

Sumber : Bagian Akademik Fakultas Psikologi USU

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2006) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %. Untuk itu, dalam penelitian ini diambil sampel sebesar 20% dari populasi, yaitu sebesar 85 responden. Dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dimana setiap subjek dalam populasi mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling yang merupakan metode yang paling sederhana dengan syarat populasinya benar-benar homogen atau mendekati homogen.

Cara yang dipakai dalam metode ini salah satunya adalah dengan ordinal. Cara ini diselenggarakan dengan mengambil subjek dari atas ke bawah, dengan membuat suatu daftar seperti cara undian, daftar ini disusun berdasarkan alfabet, dan kemudian dari daftar tersebut diambil subjek menurut ketentuan yang sudah ditetapkan (Hadi, 2000).


(51)

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala. Azwar (2009) mengatakan bahwa skala merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sering dihadapi. Azwar (2009) menguraikan beberapa karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi, antara lain:

1. Stimulusnya berupa pernyataan yang tidak secara langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

2. Skala psikologi selalu berisi banyak aitem dan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai apabila semua aitem telah direspon oleh subjek. 3. Respon subjek tidak dapat diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau

“salah”.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap e-learning dan skala motivasi belajar dengan e-learning yang disusun berdasarkan uraian-uraian teori. Kedua skala ini menggunakan model skala ordinal yang disusun berdasarkan penskalaan model Likert. Skala disusun berdasarkan skala psikologi yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem disebut favorable apabila isinya mendukung, memihak atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur, sedangkan aitem disebut unfavorable apabila isinya tidak mendukung atau tidak menggambarkan ciri atribut yang diukur (Azwar, 2009). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap e-learning. Skala


(52)

ini disusun oleh peneliti berdasarkan tiga komponen pada e-learning yang dikemukakan oleh Wahono, 2008, yaitu :

1. E-learning Infrastructure (Peralatan)

Infrastruktur e-learning dapat berupa Personal Computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. termasuk di dalamnya peralatan telekonfrens apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui telekonfrens.

2. E-learning system (sistem)

Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS).

3. E-learning Content (Isi)

Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system. Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajarqan biasa).

Skala ini menggunakan model skala ordinal yang disusun berdasarkan penskalaan model Likert. Skala disusun berdasarkan skala psikologi yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem disebut favorable apabila isinya mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur, sedangkan aitem disebut unfavorable apabila isinya tidak


(1)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEI 2012

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi (S. Psi.) di Fakultas Psikologi USU, Saya bermaksud mengadakan penelitian di bidang Psikologi Pendidikan. Untuk itu Saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan dapa Saya peroleh dengan adanya kerja sama dari Anda dalam mengisi skala ini.

Dalam pengisian skala ini, tidak ada jawaban yang salah, yang Saya harap dan butuhkan adalah jawaban yang paling mendekati keadaan yang sesungguhnya. Karena itu, Saya harapkan Anda memberikan jawaban Anda sendiri dan sejujur-jujurnya tanpa mendiskusikan dengan orang lain. Semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Bantuan Anda dalam menjawab skala ini merupakan bantuan yang amat besar dan berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas kerjasama Anda, Saya mengucapkan terima kasih.

Mei 2012 Hormat Saya,


(3)

PETUNJUK PENGISIAN

Pada skala I berikut ini akan disajikan pernyataan-pernyataan mengenai persepsi anda terhadap e-learning yang telah anda aplikasikan, dan pada skala II akan disajikan pernyataan-pernyataan mengenai motivasi belajar anda dengan menggunakan e-learning. Anda diharapkan menjawab setiap pernyataan sesuai dengan keadaan, perasaanm dan pikiran Anda yang sebenarnya dengan cara menyilang pada pilihan respon :

SS : bila anda merasa SANGAT SESUAI dengan pernyataan tersebut S : bila anda merasa SESUAI dengan pernyataan tersebut

N : bila anda merasa NETRAL dengan pernyataan tersebut TS : bila anda merasa TIDAK SESUAI dengan pernyataan tersebut

STS : bila anda merasa SANGAT TIDAK SESUAI dengan pernyataan tersebut

Contoh pengisian :

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1 e-Learning sangat dibutuhkan dalam perkuliahan saya SS S N TS STS

Isilah setiap pernyataan yang ada sesuai dengan diri Anda dan usahakanlah agar tidak ada satu pernyataan pun yang belum terisi dan memiliki jawaban ganda. Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda-beda dan tidak ada penilaian baik atau buruk. Semua jawaban adalah benar selama jawaban tersebut adalah jawaban yang sesuai dengan diri Anda. Kerahasiaan jawaban anda akan terjamin sepenuhnya.


(4)

SKALA I

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Saya sudah terbiasa menggunakan komputer untuk belajar SS S N TS STS 2 Saya kurang mengerti mengoperasikan program yang mendukung perkuliahan

saya seperti microsoft office

SS S N TS STS 3 Sulit bagi saya untuk terkoneksi dengan dunia maya SS S N TS STS 4 Saya jarang mencari jurnal-jurnal online dari portal kampus SS S N TS STS 5 Bahan ajar yang diberikan dosen selalu dalam bentuk media cetak SS S N TS STS 6 Saya selalu meng-install program aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan

belajar saya

SS S N TS STS 7 Saya malas mencari bahan perkuliahan dari internet karena saya tidak

mengerti mengoperasikan aplikasinya

SS S N TS STS 8 Saya aktif mengikuti forum diskusi perkuliahan melalui chatting di jejaring

sosial dengan teman saya

SS S N TS STS 9 Saya mengerti menggunakan program aplikasi yang ada di micosoft office SS S N TS STS 10 e-book dan e-journal yang disediakan kampus masih sedikit SS S N TS STS 11 Aplikasi internet merupakan sarana untuk mengetahui dengan lebih banyak

dan lebih cepat

SS S N TS STS 12 Saya tidak terbiasa menggunakan Personal Computer untuk menyelesaikan

tugas saya

SS S N TS STS 13 Saya mengetahui bahwa perangkat komputer yang terhubung dengan internet

bisa mempermudah saya untuk mempublikasikan hasil karya saya

SS S N TS STS 14 Saya tidak tahu bahwa telepon seluler bisa digunakan untuk mempermudah

penyelesaian tugas

SS S N TS STS 15 Saya lebih suka meminjam bahan ajar tulisan dari teman saya daripada

mendownloadnya dari internet

SS S N TS STS 16 Saya suka belajar melalui multimedia seperti gambar animasi serta video

dokumentasi yang sesuai dengan materi perkuliahan saya


(5)

17 Saya suka mencari e-book dan e-journal melalui internet SS S N TS STS 18 Belajar dengan telekonfrens bersama teman mempermudah saya untuk

mengerti pelajaran

SS S N TS STS 19 Dunia maya menyediakan akses tanpa batas untuk menambah pengetahuan

bagi saya

SS S N TS STS

SKALA II

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Saya suka mencari artikel melalui internet karena bisa dilakukan melalui perangkat komputer yang saya miliki

SS S N TS STS 2 Saya lebih senang mendiskusikan perkuliahan saat bertemu dengan teman di

room chat

SS S N TS STS 3 Membuat blog bisa mengekspresikan apa yang saya pelajari di perkuliahan SS S N TS STS 4 Room chat bisa membuat saya seperti berada di dalam database karena bebas

bertanya kepada siapa saja

SS S N TS STS 5 Saya belajar online jika disuruh dosen saya SS S N TS STS 6 Saya mau belajar online jika ada teman yang menemani saya SS S N TS STS 7 Saya terpaksa belajar online itu karena tuntutan perkuliahan SS S N TS STS

8 Saya sering meninggalkan kelas online SS S N TS STS

9 Menurut saya dorongan dari dosen dan teman itu akan memicu saya untuk menyelesaikan tugas

SS S N TS STS 10 Saya membutuhkan feedback dari dosen dan teman sebaya SS S N TS STS 11 Saya langsung mencari bahan perkuliahan secara online jika menemukan

jaringan internet

SS S N TS STS 12 Saya memilih belajar dengan menggunakan perangkat komputer karena

mudah mengoperasikannya

SS S N TS STS 13 Saya memiliki keinginan yang tinggi untuk belajar dengan menggunakan

perangkat komputer

SS S N TS STS 14 Saya aktif mengumpulkan bahan kuliah dalam bentuk softcopy walaupun saya SS S N TS STS


(6)

sudah memiliki bahan hardcopy

15 Saya selalu mendownload bahan perkuliahan yang dikirimkan oleh teman saya SS S N TS STS 16 Saya suka mencari artikel melalui internet karena bisa dilakukan melalui

perangkat komputer yang saya miliki

SS S N TS STS 17 Saya tidak akan belajar online walauipun sudah dimarahi dosen saya SS S N TS STS 18 Berdiskusi online memudahkan saya untuk bertukar pendapat SS S N TS STS

19 Saya malas memulai belajar dengan online SS S N TS STS

20 Saya malas belajar dengan online karena tidak ada pengaruhnya dengan saya SS S N TS STS 21 Saya tidak peduli dengan mengerjakan tugas dengan online SS S N TS STS

22 Belajar dengan online itu membebani saya SS S N TS STS

23 Belajar dengan menggunakan komputer itu membuat frekuensi belajar saya lebih lama dari biasanya

SS S N TS STS 24 Saya lebih memilih menggunakan perangkat komputer yang terkoneksi

dengan internet pada saat belajar karena lebih praktis dalam mencari bahan perkuliahan


Dokumen yang terkait

Gambaran Persepsi Mahasiswa USU Terhadap Pola-Pola E-Learning

6 52 122

Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Self-Regulated Learning Pada Mahasiswa USU yang Mengalami Proses Pembelajaran E-learning Rina Melati dan Filia Dina Anggaraeni

9 56 105

Gambaran Persepsi Mahasiswa tentang Kualitas E-Learning di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

0 40 90

Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

10 89 124

HUBUNGAN ANTARA MINAT TERHADAP FAKULTAS DENGAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Minat Terhadap Fakultas Dengan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 4 18

HUBUNGAN ANTARA MINAT TERHADAP FAKULTAS DENGAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS Hubungan Antara Minat Terhadap Fakultas Dengan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 6 15

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP DOSEN DENGAN MOTIVASI BELAJAR DI PROGRAM HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP DOSEN DENGAN MOTIVASI BELAJAR DI PROGRAM STUDI KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

0 3 17

Hubungan Antara Persepsi Mahasiswa Terhadap Skripsi Dengan Motivasi Mengerjakan Skripsi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. - Ubaya Repository

0 0 1

Hubungan Motivasi Membaca Dengan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. - Ubaya Repository

0 0 1