106 ancaman tersendiri bagi pihak toko, yang selama ini telah banyak mengeruk keuntungan
dari pramuniaga perempuan.
4. 7. Hubungan Sosial Pramuniaga Perempuan Dengan Pembeli
“Pembeli adalah raja”. Itu adalah satu ungkapan yang sangat akrab di dunia perdagangan. Ungkapan tersebut bisa diartikan bahwa pembeli adalah segala-galanya
bagi pedagang. Akibatnya, pembeli diperlakukan sedemikian rupa, dilayani dengan baik, disambut dengan ramah, dan sebisa mungkin dituruti segala permintaannya. Bagi
pedagang hal itu sangat wajib dilakukan, agar barang dagangannya bisa laku terjual. Prinsip di atas juga diterapkan pada perdagangan di toko. Pemilik toko berlomba-
lomba memberi pelayanan yang menyenangkan hati pembeli, dari sekedar menghias toko dengan lampu-lampu meriah, memberikan fasilitas-fasilitas kenyamanan belanja, hingga
menyediakan berbagai macam hadiah dan juga discount harga barang. Semua itu ditujuka n untuk memanjakan pembeli, yang diharapkan akan dapat selalu merasa nyaman
jika berbelanja di toko tersebut. Dengan merasa nyaman, maka diharapkan juga pembeli akan selalu kembali ke toko tersebut. Bagi pembeli, hal ini tentu saja menjadi sesuatu
yang diharapkan. Pembeli kemudian menjadi terbiasa dengan perlakuan semacam itu. Sehingga ketika pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
maka mereka akan langsung menuntut untuk diberikan pelayanan yang lebih baik, sesuai dengan yang mereka inginkan.
Pihak yang paling tertekan dalam kondisi semacam ini adalah pramuniaga perempuan. Pramuniaga perempuan akan menjadi tumpuan kedua belah pihak, baik pihak
toko maupun pembeli. Di satu sisi pihak toko menekan mereka untuk memberi pelayanan
Universitas Sumatera Utara
107 yang terbaik untuk pembeli, dan sebisa mungkin menarik pembeli untuk membelanjakan
sebanyak-banyaknya uang ditoko tersebut. Di sisi lain, pramuniaga perempuan juga dituntut oleh pembeli untuk memberikan kenyamanan dalam berbelanja. Kedua hal
tersebut membuat pramuniaga perempuan harus bekerja ekstra hati-hati, jangan sampai membuat kesalahan sedikitpun. Karena jika sampai membuat kesalahan sedikit saja,
maka bisa dipastikan tidak akan ada pembelaan bagi mereka dan mereka akan memperoleh sanksi dari pihak toko.
Melayani pembeli bukanlah hal yang mudah bagi para pramuniaga. Karena disamping harus berhadapan dengan beraneka ragam tipe orang, berarti juga harus
berhadapan dengan beraneka macam keinginan. Misalnya ada pembeli yang senang jika pramuniaga perempuan selalu memandu untuk mencari barang yang akan dibeli. Akan
tetapi tidak sedikit juga pembeli yang merasa tidak senang untuk ditanya dan diantar mencari barang yang dimaksud. Ada juga tipe pembeli yang banyak bertanya dan bertele-
tele memilih barang, istilahnya adalah pembeli yang rewel dan cerewet. Akan tetapi ada juga yang ramah dan tidak banyak permintaan.
Untuk semuanya itu, pramuniaga perempuan harus pandai-pandai menempatkan diri mereka dan yang terpenting adalah harus selalu sabar. Sebab jika sampai pramuniaga
perempuan kurang sabar dalam melayani pembeli, kemudian pembeli tidak suka dengan pelayanan pramuniaga perempuan lalu mengadukannya ke pihak toko, maka pramuniaga
perempuan tersebut tentu akan mendapat teguran dan bahkan juga sanksi. Satu lagi kasus yang merupakan suatu dilema bagi pramuniaga perempuan, yaitu
kasus dimana sering terjadi barang hilang atau pencurian di toko. Peraturan toko sangat jelas, yaitu pramuniaga perempuan harus selalu waspada dan hati-hati mengawasi barang
Universitas Sumatera Utara
108 di counternya. Sebab jika tidak, maka ketika ada barang yang hilang, semua pramuniaga
perempuan yang bertugas pada counter atau pada shift tersebut harus mengganti senilai dengan barang yang hilang tersebut. Namun, ketika kemudian pramuniaga perempuan
menjadi lebih waspada dan sangat berhati-hati dalam mengawasi setiap pembeli yang datang, maka hal ini juga menjadi masalah. Pembeli yang merasa pramuniaga perempuan
terlalu protektif, dengan selalu mengawasi segala geraknya, kemungkinan besar akan tersinggung, marah-marah dan yang paling berat jika kemudian mengadukannya ke pihak
toko. Kembali pramuniaga perempuan yang dipersalahkan tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Padahal bisa jadi kesalahan berada di pihak pembeli. Namun posisi
konsumenpembeli pada hukum pasar yang didudukkan sebagai “raja” dalam proses tawar-menawar, menyebabkan kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya seakan
termaafkan begitu saja. Bagi pramuniaga perempuan, tidak banyak yang diharapkan dari hubungannya
dengan pembeli. Harapannya hanyalah pembeli senang terhadap pelayanannya dan mau membeli apa yang mereka tawarkan. Lebih senang lagi jika pembeli mau menghargai dan
menghormati profesi pramuniaga perempuan serta tidak memperlakukan mereka seperti pembantu. Akan tetapi kalau pembeli kurang menghargai apa yang dikerjakan oleh
pramuniaga perempuan, itupun bukan menjadi suatu masalah bagi mereka, asalkan pembeli mau membeli. Entah bagaimana caranya, apakah dengan cara terlalu banyak
memilih terlalu rewel dan cerewet, memperlakukan mereka dengan sinis atau cara apapun juga, asalkan pembeli tersebut jadi membeli di toko tersebut, maka bagi pramuniaga
perempuan hal itu sudah cukup. Karena artinya mereka tidak akan terkena teguran dari pihak toko. Defenisi pramuniaga perempuan terhadap pembeli yang mengganggu adalah
Universitas Sumatera Utara
109 pembeli yang masuk toko hanya melihat-lihat, bertanya-tanya, menawar, atau mencoba
barang, akan tetapi tidak membelanjakan uangnya di toko tersebut.
4. 8. Hubungan Sosial Pramuniaga Perempuan Dengan Lingkungan Masyarakat