5. Kajian Pustaka Perempuan Pramuniaga (Studi Tentang Kehidupan Sosial-Ekonomi Pramuniaga Perempuan Di Kawasan Pasar Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)

10 mereka tinggal. Dengan demikian diharapkan kehidupan para pramuniaga perempuan ini dapat tergambarkan secara utuh. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan sosial ekonomi para pramuniaga perempuan kepada masyarakat luas pada umumnya serta pemerintah agar dapat lebih memperhatikan masalah kesempatan kerja bagi perempuan guna meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan dan juga untuk penulis pada khususnya, sehingga nantinya dapat memberikan bahan acuan bagi peneliti lainnya.

1. 5. Kajian Pustaka

Sampai sekarang ini kita sering mendengar salah satu mitos yang berhubungan dengan kehidupan kerja bagi seorang perempuan yaitu masak memasak, macak mempercantik diri, dan manak mempunyai anak, yang artinya bahwa tugas utama bagi seorang perempuan hanyalah sebatas memasak, berhias, reproduksi dan merawat anak, termasuk pula merawat suami dan keluarga secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan masyarakat dunia pada umumnya masih dibayangi oleh sistem patriarki, demikian juga di Indonesia. Struktur masyarakat umumnya masih bersifat patriarki dan lembaga utama dari sistem ini adalah keluarga. Sistem patriarki merupakan struktur yang mengabsahkan bentuk struktur kekuasaan dimana laki-laki mendominasi perempuan. Dominasi ini terjadi karena posisi ekonomis perempuan lebih lemah dari laki-laki Arief Budiman: 1985, 60 sehingga perempuan dalam pemenuhan kebutuhan materialnya dipandang sangat tergantung pada laki-laki. Kondisi ini merupakan implikasi dari sistem patriarki yang memisahkan peran utama antara laki-laki dan perempuan dalam Universitas Sumatera Utara 11 keluarga, laki-laki berperan sebagai kepala keluarga, terutama bertugas di sektor publik sebagai pencari nafkah, memberi peluang bagi laki-laki untuk memperoleh uang dari pekerjaannya, sedang perempuan sebagai ratu rumah tangga, terutama bertugas di sektor domestik sebagai pendidik anak dan pengatur rumah tangga yang tidak memperoleh bayaran. Untuk pemenuhan kebutuhan materialnya perempuan tergantung kepada laki-laki sebagai pencari nafkah. Pembagian peran di sektor publik untuk laki-laki dan di sektor domestik untuk perempuan ini terutama terlihat jelas di lingkungan keluarga yang berkecukupan. Karena umumnya si istri lebih diarahkan untuk mengurus suami dan keluarganya, dan suaminya lah yang bekerja mencukupi keluarganya. Sedangkan pada keluarga ekonomi rendahbawah dikotomi pembagian peran kerja berdasarkan sistem patriarki mengalami perubahan. Kesulitan ekonomi memaksa mereka kaum perempuan dari kelas ekonomi rendah untuk ikut berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarganya dengan bekerja di luar sektor domestik. Sebagaimana yang dikatakan Bermana 1996: 12, bekerja adalah suatu bentuk kegiatan yang dapat diterima masyarakat, serta yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan riil bagi individu yang melakukannya. Bekerja mengandung pengertian sebagai aktivitas sosial yang dilakukan oleh seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang atau barang, mengeluarkan energi dan mempunyai waktu Ihromi 1990: 5. Sementara itu fungsi kerja bagi manusia adalah untuk berproduksi, mencipta, mendapatkan penghargaan, serta memperoleh penghasilan. Universitas Sumatera Utara 12 Keputusan perempuan untuk bekerja bagi kalangan kelas menengah ke bawah, pada umumnya didasarkan pada alasan seputar kondisi sosial ekonomi Boserup, 1984. Pendapatan suami yang tidak mencukupi bagi perempuan yang sudah menikah, atau keadaan keluarga dengan kebutuhan semakin besar dan sulit untuk dipenuhi, sementara pendapatan orang tua kecil bagi yang belum menikah, membuat para perempuan ini turut bekerja di luar lingkungan rumah tangga. Dengan demikian, penghasilan yang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan hidup memang dapat diperoleh. Namun, membanjirnya perempuan yang berpartisipasi dalam pasar kerja akan dapat menimbulkan keadaan yang kurang menguntungkan bagi posisi tawar-menawar bargaining position tenaga kerja terhadap majikan. Hal ini dikarenakan banyak majikan yang selalu menginginkan gaji yang kecil yang kadangkala tidak sesuai dengan lamanya waktu kerja daripada para tenaga kerja tersebut. Keterlibatan perempuan dalam pasar tenaga kerja ditinjau dari perspektif Karl Marx erat kaitannya dengan perkembangan sistem kapitalis. Pada dasarnya perkembangan kapitalis sangat tergantung pada akumulasi modal dengan demikian kedudukan buruh dalam sistem ini hanya merupakan komoditi yang dinilai dengan nilai tukar di pasar bebas. Untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari proses produksinya maka sistem ini berupaya untuk menekan biaya proses produksi seminimal mungkin, sehingga pada prakteknya upah buruh dibayar murah, tapi buruh harus mencurahkan waktu yang panjang untuk bekerja bagi kepentingan kapitalis. Perspektif Marx menggambarkan dengan cara ini kapitalis memperoleh keuntungan yang besar sehingga bisa menjadi modal untuk mengembangkan usaha. Perkembangan usaha ini selanjutnya memerlukan penambahan jumlah tenaga kerja, karena tenaga kerja yang Universitas Sumatera Utara 13 tersedia sudah tidak memadai lagi, maka kekurangan tenaga kerja diambil dari keluarga buruh, yakni dengan melibatkan anggota keluarga mereka. Marx dan Engels dalam hal ini mengemukakan keluarga kelas proletar. Khususnya ekonomi individu dalam kelas buruh sedemikian memprihatinkan sehingga istri dan anak-anak mereka terpaksa bekerja berjam-jam lamanya dalam pabrik untuk mencukupi pendapatan demi kelangsungan keluarga mereka Doyle; 1986, 137. Dalam tulisan-tulisan Marx ini, penindasan terhadap perempuan dikemukakan di dalam suatu konteks faktor-faktor ekonomi yang membentuk struktur politik dan sosial serta kehidupan perempuan didalamnya. Memperhatikan faktor di atas terlihat bahwa keterlibatan perempuan dalam pasar tenaga kerja merupakan pengaruh dari: 1. Faktor ekstern yang merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni adanya kesempatan kerja yang ditawarkan oleh kapitalis. 2. Faktor intern, yang merupakan faktor pendorong untuk bekerja yakni desakankesulitan ekonomi keluarga. Faktor kesempatan kerja dan faktor untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi inilah yang pada hakekatnya menghantarkan kaum perempuan untuk bekerja di sektor publik Lina Sudarwati, 2003. Apalagi ditambah pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini kurang menguntungkan bagi mereka yang mempunyai pendapatan kecil karena semakin merosotnya nilai mata uang rupiah. Harga-harga kebutuhan hidup naik, sementara pembangunan yang di harapkan dapat memberikan perbaikan-perbaikan di segala bidang kehidupan bermasyarakat, ternyata banyak membawa dampak negatif. Sehingga semakin memperberat beban yang harus dipikul oleh suatu keluarga. Dengan demikian menjadi Universitas Sumatera Utara 14 lebih rasional dan menjadi suatu keharusan bagi perempuan untuk ikut serta membantu perekonomian keluarga. Tekanan-tekanan ekonomi di daerah asal kemudian menyebabkan banyak tenaga kerja perempuan dari desa mengadu nasib ke kota atau melakukan urbanisasi. Ariani 1989: 10-11 menyatakan bahwa alasan utama seseorang melakukan urbanisasi adalah alasan mencari pekerjaan. Hal ini didukung karena adanya faktor pendorong dari daerah asal seperti kesulitan ekonomi, tidak ada pekerjaan di desa, harapan untuk mendapatkan pekerjaan dan memperbaiki kualitas kehidupan Boserup: 1984; 153-156. Turunnya daya serap sektor pertanian di desa terhadap tenaga kerja perempuan mendorong para perempuan untuk terpaksa bekerja di sektor publik terutama di sektor industri. Hal ini dimungkinkan karena pengembangan industrialisasi di Indonesia masih diorientasi pada usaha padat karya, agar sektor industri dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Berbeda dengan sektor pertanian maka di sektor industri ada hirarki jenis pekerjaan dan upah berdasarkan skill. Pada struktur kerja primer, seseorang memperoleh ganjaran yang lebih baik, adanya promosi jabatan, hanya untuk dapat memasuki sektor primer ini seseorang harus memiliki pendidikan, skillketrampilan khusus serta terikat pada peraturan dan disiplin kerja yang ditetapkan, terutama masalah waktu bekerja. Sedang sektor sekunder, biasanya ditandai dengan pekerjaan yang tidak memerlukan ketrampilan khusus dan berupah rendah, kadang kala bersifat musiman. Kondisi pada faktor pertanian dan non pertanian yang tidak mampu menyerap tenaga kerja di desa, serta kondisi tenaga kerja desa yang juga tidak mampu terserap industri di kota, di tambah lagi menumpuknya tenaga kerja kota menyebabkan timbulnya prilaku-prilaku ekonomi. Dengan demikian yang kemudian muncul adalah suatu bentuk Universitas Sumatera Utara 15 persaingan yang sangat ketat di kota, yang mana keputusan-keputusan ekonomi selalu di dasarkan pada usaha untuk mencari keuntungan. Untuk mengatasi persaingan tersebut, maka harus diterapkan strategi-strategi tertentu dalam setiap segi kehidupan, baik strategi dalam memperoleh keuntungan maupun strategi untuk menyikapi lingkungan sekitar. Strategi diperlukan sebagai usaha untuk penyesuaian atau adaptasi. Manusia pada dasarnya memang harus menyesuaikan tingkah lakunya dengan lingkungan yang dihadapi. Keberhasilan dalam beradaptasi ditentukan oleh sejauh mana manusia dapat bertahan dan terus hidup dalam lingkungan tersebut, baik pada lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial. Ahimsa-Putra, 1980: 1 Strategi adaptasi itu sendiri menurut Ahimsa-Putra 1980: 7 merupakan suatu pola–pola yang dibentuk oleh berbagai usaha yang direncanakan manusia untuk dapat memenuhi syarat minimal yang dibutuhkannya dan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Apa yang dilontarkan oleh Ahimsa-Putra merupakan kritik dan penajaman dari apa yang dikemukakan J. W. Bennet sebelumnya. Bennet berpendapat bahwa strategi adaptasi adalah pola–pola yang dibentuk oleh berbagai penyesuaian yang direncanakan oleh manusia untuk mendapatkan dan menggunakan sumber–sumber daya dan memecahkan masalah yang langsung mereka hadapi Ahimsa-Putra, 1980: 6. Disini Ahimsa-Putra lebih memperjelas tentang apa yang sebenarnya harus disesuaikan dan tolak ukur apa yang harus dipakai, sebagaimana yang dimaksud Bennet. Sektor perdagangan dan jasa merupakan tumpuan utama bagi para pekerja perempuan. Dengan kata lain, secara relatif sektor perdagangan dan jasa cenderung lebih menguntungkan bagi kaum perempuan daripada laki-laki Ariani, 1989: 7. Jika kita membandingkan antara tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dengan laki-laki Universitas Sumatera Utara 16 pada sektor perdagangan dan jasa, maka partisipasi perempuan akan lebih tinggi Tinker, 1975: 39. Menurutnya perempuan lebih mudah bertukar pekerjaan daripada laki-laki, terutama pada jenis kegiatan sektor informal, salah satu pekerjaan tersebut adalah pramuniaga perempuan atau yang lebih dikenal pelayan toko. Pekerjaan pramuniaga berkaitan dengan gender dikarenakan sepertinya pekerjaan pramuniaga ini seperti dikhususkan hanya untuk perempuan saja dan tidak cocok dilakukan oleh laki-laki. Itulah sebabnya pekerjaan ini lebih banyak didominasi oleh perempuan. Dalam artian menurut pandangan masyarakat, pekerjaan seperti pramuniaga hanyalah “pekerjaan ringan” yang seharusnya hanya perempuanlah yang layak melakukannya. Sementara pekerjaan- pekerjaan penting hanya cocok dilakukan oleh laki-laki Suratiyah, 1995. Pekerja jasa atau pramuniaga perempuan pelayan toko adalah pekerjaan yang mempunyai tugas utama menyediakan layanan perseorangan dan layanan yang bersifat melindungi dan menjual barang-barang di toko dan pasar-pasar. Tugas utamanya terdiri dari menyediakan jasa yang berhubungan dengan perjalanan, pemeliharaan rumah tangga, jasa boga, perawatan perorangan, perlindungan individual, atau menjual barang-barang di toko atau di pasar.www.istilahumum.com Pramuniaga perempuan sebagai pekerja di sektor perdagangan dan jasa kerap terlepas dari agenda pembicaraan dan pembahasan tentang perburuhan, sebab setiap pembicaraan perburuhan yang terlintas hanya gambaran mengenai buruh pabrik. Sementara perburuhan tidak hanya menunjuk pada sektor industri semata, akan tetapi menyangkut banyak sektor, termasuk sektor perdagangan dan jasa, yang melibatkan penggunaan tenaga kerja. Annisa, 1994: 2 Universitas Sumatera Utara 17 Pengakuan terhadap hak-hak perempuan pada dasarnya merupakan penghormatan pula terhadap hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, maka perlindungan tenaga kerja perempuan yang sesuai dengan standar internasional tentu menjadi syarat mutlak yang tidak dapat ditawar lagi. Standar internasional yang dimaksud adalah konvensi-konvensi internasional yang pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan. Nursyahbani Katjasungkana mencatat bahwa setidaknya sejak tahun 1945 lebih dari dua puluh instrumen hukum internasional telah dihasilkan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. www.pendidikannetwork.com Jadi, pekerja di sektor ini khususnya pramuniaga perempuan sebenarnya memiliki posisi hukum yang sama dengan pekerja lain, seperti pekerja sektor industri dan sektor lainnya. Namun kita, masyarakat umum dan bahkan pramuniaga perempuan itu sendiri belum tahu posisi mereka dalam perundangan perburuhan tersebut.

1. 6. Metode Penelitian