Latar Belakang Masalah Perempuan Pramuniaga (Studi Tentang Kehidupan Sosial-Ekonomi Pramuniaga Perempuan Di Kawasan Pasar Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat pesat. Diperkirakan pada saat ini jumlah penduduk di Indonesia telah melebihi angka 200 juta
jiwa laporan BPS tahun 2004 dan akan terus meningkat setiap tahunnya. Ini dapat kita amati terutama pada daerah–daerah padat penduduk yang umumnya merupakan kota–
kota besar di Indonesia. Secara umum pertumbuhan penduduk yang terlalu pesat akan dapat menimbulkan masalah, khususnya pada negara-negara berkembang yang sedang
giat-giatnya melaksanakan pembangunan seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan cepatnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang akan diikuti dengan penghamburan
sumber-sumber daya alam dan kelangkaan sumber pangan Lucas, 1984: 21. Artinya dengan bertambahnya jumlah penduduk maka semakin bertambah pula kebutuhan hidup
yang harus dipenuhi. Walaupun demikian, pertumbuhan penduduk yang cepat tersebut mempunyai
kemungkinan untuk diikuti oleh bertambahnya jumlah tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan yang merupakan modal dalam menunjang proses pembangunan negara
sehingga pembangunan dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, jika tenaga kerja tersebut menjadi tidak terkendali dan tidak sebanding dengan lapangan kerja yang ada
sementara kebutuhan hidup semakin meningkat, maka yang terjadi adalah hal ini malah akan menjadi penghambat pembangunan itu sendiri.
Keadaan yang seperti inilah yang di alami bangsa Indonesia pada masa sekarang ini. Pertumbuhan penduduk yang sedemikian pesat dan diikuti dengan membanjirnya
Universitas Sumatera Utara
2 tenaga kerja yang tidak terkendali tidak lagi menjadi modal penunjang pembangunan,
malah menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri, akibat jumlah tenaga kerja dengan peluang kerja tidak seimbang. Pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan peningkatan
jumlah tenaga kerja akan tetap menuntut perluasan peluang kerja demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat pula Suratiyah, 1995.
Laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi tersebut akan dapat diartikan bahwa semakin tinggi pula penduduk yang masuk angkatan kerja BPS tahun 2003.
Kondisi inilah yang menyebabkan tidak hanya penduduk yang berjenis kelamin laki-laki saja yang berperan dalam kegiatan produktif, tetapi penduduk perempuanpun mulai
melibatkan diri ke dalam angkatan kerja tersebut. Didorong oleh semakin mendesaknya kebutuhan hidup, maka partisipasi perempuan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi
semakin menjadi suatu keharusan Ariani, 1989: 5. Selain itu adanya peningkatan pendidikan baik pada laki-laki maupun perempuan juga mengakibatkan tingkat
persaingan dalam mencari pekerjaan pun semakin tinggi, dimana sekarang ini sudah banyak kaum perempuan yang ikut dalam bursa pencarian tenaga kerja. Pada tahun 2003,
tercatat sebanyak 35 persen dari seluruh angkatan kerja adalah perempuan, selebihnya angkatan kerja laki-laki BPS tahun 2003.
Walaupun dari data dan informasi ketenagakerjaan menunjukkan masih terdapat kesenjangan antara laki-laki dan perempuan, tetapi terjadi peningkatan peran perempuan
di lingkungan masyarakat, khususnya dalam kegiatan ekonomi. Apabila sebelumnya, perempuan hanya berperan sebagai pengurus rumah tangga, sedangkan laki-laki dianggap
sebagai pencari nafkah utama di dalam keluarga, saat ini semakin banyak perempuan yang bekerja. Hal ini terlihat dari banyaknya partisipasi perempuan dalam pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
3 di luar rumah tangga dan macam-macam bidang yang di masukinya. Dalam artian bahwa
jumlah perempuan yang bekerja di luar pekerjaan rumah tangga, secara kuantitatif mengalami peningkatan yang cukup berarti. Selain itu semakin banyak pula bidang-
bidang pekerjaan yang dulunya sangat didominasi oleh laki-laki, kini mulai dirambah oleh tenaga kerja perempuan.
Idealnya suatu peningkatan secara kuantitatif akan lebih baik jika di ikuti dengan peningkatan secara kualitatif. Demikian pula yang seharusnya terjadi pada pekerja
perempuan. Apa yang terlihat pada tenaga kerja perempuan Indonesia tidak seperti yang diharapkan. Kemajuan kuantitatif yang tampak mengembirakan, tidak didukung oleh
perkembangan kualitatif yang memadai Abdullah, 1995: 4. Menurut BPS tahun 2003, persentase angkatan kerja perempuan berpendidikan SD
jauh lebih banyak 61 dibandingkan angkatan kerja laki-laki yang hanya sebesar 51 persen. Demikian pula persentase angkatan kerja perempuan yang berpendidikan SMP
dan SMA hanya mencapai 17 persen dibandingkan angkatan kerja laki-laki dengan jenjang pendidikan yang sama. Walaupun demikian persentase angkatan kerja perempuan
yang berpendidikan tinggi yakni Diploma dan Universitas sudah mencapai 2 dan 3 persen.
Pada umumnya hambatan dari pengembangan potensi para pekerja perempuan ini selain akibat pendidikan yang tidak mendukung profesionalisme, juga disebabkab
kurangnya pengetahuan, kurangnya keterampilan, pencurahan tenaga kerja untuk mengurus rumah tangga dan mencari nafkah. Keterbatasan perempuan dibandingkan
dengan laki-laki ini, nampak dengan adanya anggapan karena faktor biologis dan sosial budaya yang mengakibatkan adanya pembagian kerja berdasarkan seks.
Universitas Sumatera Utara
4 Di sektor formal, peranan tenaga kerja perempuan biasanya jauh lebih kecil.
Mayoritas para pekerja perempuan di sektor formal menduduki posisi yang kurang penting. Hal ini sering dikaitkan dengan anggapan masyarakat bahwa perempuan
memiliki kemampuan yang terbatas dan stabilitas yang kurang mantap. Artinya dikarenakan pekerja perempuan biasanya dipandang tidak bekerja stabil karena alasan-
alasan menstruasi, hamil, melahirkan, maka mereka sering terdesak kedalam pekerjaan di sektor sekunder tadi Nasikun, 1990. Dengan alasan itu pula sebagian besar pekerja
perempuan dibayar dengan gaji rendah. Dan sekali mereka masuk ke sektor sekunder, maka sulit untuk melakukan mobilitas ke sektor primer. Dengan kata lain, hampir tidak
terjadi mobilitas pekerjaan antar sektor tersebut Manning, 1979. Alasan lain yang sering pula dikemukakan adalah bahwa perempuan hanya cocok
bagi pekerjaan yang feminin atau pekerjaan yang berkaitan dengan nalurinya dalam peran sebagai ibu rumah tangga atau mitra pembantu laki-laki, misalnya guru, perawat, pelayan
restoran, penjaga toko pramuniaga, pembantu rumah tangga, buruh pabrik, juru masak, operator telepon, tellerbank, dan sejenisnya www.pendidikannetwork.
Jadi, dapat kita lihat bahwa keterlibatan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan seperti diatas sesungguhnya memperlihatkan adanya perluasan ketimpangan gender.
Dimana dalam kehidupan nyata dapat kita amati dimana kedudukan kaum perempuan sering dilihat sebagai suatu “second class citizen”, yang lebih rendah dibandingkan kaum
laki-laki Mardikanto, 1990: 103. Padahal bekerja merupakan hal yang mendasar dalam memperoleh penghidupan yang layak sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang
No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 88 yang menegaskan bahwa setiap pekerjaburuh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
Universitas Sumatera Utara
5 bagi kemanusiaan, disamping kesetaraan gender merupakan salah satu hak azasi manusia
yakni laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam memperoleh penghidupan yang layak tersebut. www.nakertrans.go.id
Adanya pembagian kerja secara seksual ini merupakan salah satu istilah yang turut menandai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja secara seksual
ini sudah berlangsung sangat lama, yaitu sejak manusia hidup di dalam masyarakat yang masih liar savagery, kemudian berkembang menjadi masyarakat yang belum beradap
barbarism dan hingga sekarang ini menjadi masyarakat yang sudah beradab civilized society
Arif Budiman, 1985: 17-21. Jadi, pembagian kerja yang didasarkan jenis kelamin ini sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, karenanya orang sudah
menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Ada 2 teori besar tentang pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin tersebut,
yaitu : 01. Teori Nature, teori yang menganggap bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki
dan perempuan disebabkan oleh faktor-faktor biologis yang sudah ada sejak manusia dilahirkan.
02. Teori Nurture, teori yang menganggap bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki
dan perempuan tercipta melalui proses belajar dari lingkungan, jadi tidak dibawa sejak lahir. www.pendidikannetwork.com
Masyarakat Indonesia cenderung menerima perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hal yang alamiah, sehingga lebih dekat pada pemikiran Teori Nature.
Teori inilah yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian ini. Keikutsertaan kaum perempuan untuk bekerja sama dengan kaum laki-laki menimbulkan adanya peran ganda
Universitas Sumatera Utara
6 perempuan, di mana perempuan di satu pihak dituntut peran sertanya dalam
pembangunan dan memberikan sumbangannya kepada masyarakat secara nyata, di lain pihak perempuan dituntut pula untuk menjalankan tugas utamanya di dalam rumah
tangga dengan sebaik-baiknya. Keadaan seperti ini dapat terjadi karena adanya suatu
paham yang membedakan status laki-laki dan perempuan yaitu gender ideology. Ideologi gender ini telah membentuk mental masyarakat untuk merekayasa perilaku dan sikap
laki-laki dan perempuan menurut kategori tertentu terhadap masing–masing jenis kelamin.
Gwartner 1977 misalnya mengungkapkan adanya spesialisasi pekerjaan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan, yaitu perempuan hanya pantas untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau reproduksi, sedangkan hanya laki-laki lah yang pantas untuk melakukan pekerjaan
nafkah atau
produksi. www.pendidikannetwork.com
Akan tetapi kini pembagian kerja secara seksual tidak lagi hanya terjadi antara bidang domestik dan publik. Di bidang politik pun terjadi segmentasi, subordinasi dalam
stratifikasi gender menunjukkan bahwa dalam kehidupan ekonomi, perempuan berada pada posisi subordinat terhadap laki-laki Abdullah, 1995: 4. Bahwa di dalam
masyarakat telah ditunjukkan dengan jelas di mana posisi perempuan dan posisi laki-laki. Di dalam dunia kerja, keadaan ini dapat terlihat dengan jelas. Dimana semakin tinggi
jenjang kepangkatan, maka semakin sedikit perempuan yang mendudukinya. Bidang–bidang pekerjaan penting dan berupah tinggi cenderung dikerjakan laki-
laki, dan kalau pun perempuan juga mengerjakan pekerjaan dengan jenis dan kemampuan yang sama, maka upah yang diterima akan lebih rendah daripada laki-laki. Perbedaan
Universitas Sumatera Utara
7 upahgaji yang diterima oleh laki-laki dan perempuan ini cukup mencolok, fakta ini dapat
kita amati melalui data BPS tahun 2003 sebagai contoh, dimana disebutkan bahwa dalam pekerjaan industri, laki-laki akan digaji sebesar Rp.832.200,- sementara perempuan hanya
akan mendapatkan gaji sekitar Rp.629.000,-. Sehingga dapat terlihat bahwa telah terjadi ketimpangan-ketimpangan pada tenaga
kerja perempuan. Diskriminasi semacam ini tidak selalu disebabkan oleh kapasitas perempuan yang terbatas tingkat pendidikan dan keahlian yang terbatas, akan tetapi
seringkali disebabkan oleh faktor ideologis Abdullah, 1995: 5. Dengan semakin maraknya tenaga kerja perempuan memasuki lapangan
pekerjaan di luar rumah, terutama sektor perdagangan dan industri, maka semakin banyak pula jenis pekerjaan yang dimasuki oleh tenaga kerja perempuan. Salah satu jenis
pekerjaan tersebut adalah sebagai pramuniaga atau pelayan toko. Pekerjaan ini menjadi ladang bagi sebagian besar tenaga kerja perempuan. Hampir di setiap pertokoan,
pekerjaan sebagai pramuniaga didominasi oleh para perempuan, sehingga pekerjaan ini menjadi primadona bagi para tenaga kerja perempuan tersebut.
Sekilas memang kita lihat penampilan pramuniaga perempuan yang “cantik”, seringkali telah mengaburkan pandangan kita pada realita kehidupan mereka yang
sebenarnya. Tingkah laku yang harus dibuat semenarik mungkin, lengkap dengan keramahan yang ditonjolkan mereka ketika menghadapi pembeli, telah menenggelamkan
kisah hidup mereka yang sebenarnya jauh dari gambaran kegermelapan toko dan penampilan mereka. Gaji yang rendah, minimnya fasilitas yang diberikan, belum lagi
adanya perlakuan yang tidak adil dari pihak toko dan para pembeli yang harus mereka terima sebagai imbalan dari profesi ini. Disamping itu mereka juga harus menghadapi
Universitas Sumatera Utara
8 respon dari masyarakat sekitar yang kadang juga yang cenderung menyudutkan para
pramuniaga perempuan ini. Semua itu semakin memperpanjang daftar penderitaan mereka.
Dari sedikit penjelasan diatas dapat kita bayangkan bagaimana perjuangan para pramuniaga perempuan ini dalam menjalankan kehidupan dan memenuhi segala
kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk berusaha menganalisis kehidupan daripada para pramuniaga perempuan ini baik kehidupan di
lingkungan pekerjaan maupun kehidupan lingkungan sosial masyarakatnya.