Tujuan Perkawinan Aspek Pembuktian Oleh Para Pihak Dalam Permohonan Itsbat Nikah Di Pengadilan Agama (Studi Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Kota Medan)

5. Konsekuensi ekonomis Bahwa ikatan suami istri atau perkawinan mengakibatkan adanya pernafkahan, persatuan pendapatanpenghasilan, hubungan kewarisan dan sebagainya. 53

F. Tujuan Perkawinan

Perkawinan yang melahirkan konsekuensi sebagaimana disebutkan diatas adalah perkawinan yang sah secara agama maupun secara hukum, dengan artian adanya pencatatan perkawinan. Hilangnya konsekuensi ini menandakan adanya pihak-pihak yang dirugikan yaitu perempuanistri dan anak-anak. Antara semua anggota keluarga satu sama lainnya memiliki hubungan timbal balik yang tidak terpisahkan. Dalam keluarga suami dan istri merupakan bagian inti, hubungan mereka mencerminkan bagaimana satu manusia dengan manusia yang lainnya berbeda jenis kelamin bersatu membentuk kesatuan untuk mempertahankan hidup dan menciptakan keturunan yang sesuai dengan perintah agama dan cita-cita bangsa, sehingga bisa dibayangkan jika tanpa suami ataupun istri keluarga tidak dapat terbentuk dan masyarakat pun tidak akan pernah ada untuk membentuk kesatuan yang lebih besar yaitu suatu negara. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya perkawinan dalam tatanan kehidupan manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, tujuan diartikan sebagai arah; haluan jurusanyang dituju; maksud; tuntutan yang dituntut. 54 53 Aam Hamidah, Menakar Yuriditas Sidang Itsbat di Luar Negeri, Tujuan www.badilag.net. diakses 5 Januari 2015 pukul:10.42 WIB. 54 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat bahasa, 2008, h.1553. adalah cita-cita atau impian yang hendak diraih atas suatu perbuatan yang telah atau akan dilakukan. Semua individu yang sudah memasuki kehidupan berumah tangga pasti menginginkan terciptanya suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya. Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis, rukun, damai, adil dan makmur. Dalam konsep perkawinan Islam, tujuan suatu perkawinan dapat dilihat dalam sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan hadist. Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas umat Islam, diantaranya adalah: 1. Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah agar dapat melanjutkan generasi yang akan datang.Hal ini terlihat dari isyarat Q.S. An-Nisaa ayat 1 yang artinya berbunyi : “Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-mu yang menjadikanmu dari yang satu daripadanya, Allah menjadikan istri- istri;dan dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan yang banyak, laki-laki dan perempuan”. 55 2. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh dengan ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dari firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya berbunyi yaitu : “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menemukan ketenangan padanya dan menjadikan diantaramu rasa cinta dan kasih sayang. 55 Departemen Agama RI, Op.Cit, h.77. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” 56 3. Untuk menenangkan pandangan mata dan menjaga kehormatan diri, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang dirawayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi: “Dari Abdullah bin Masud, Rasullulah SAW berkata: Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandang terhadap yang dilarang oleh agama dan memelihara faraj. Dan barangsiapa yang tidak sanggup hendaklah berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya. H.R. Bukhari dan Muslim”. 57 1. Menenteramkan jiwa. Selain yang disebutkan di atas, perkawinan juga bertujuan untuk: Bila telah terjadi akad nikah, istri merasa jiwanya tenteram karena ada yang melindungi dan ada yang bertanggung jawab dalam rumah tangga. Suami pun merasa tenteram karena ada pendampingnya untuk mengurus rumah tangga, tempat menumpahkan perasaan suka dan duka serta teman bermusyawarah dalam menghadapi berbagai persoalan. 2. Memenuhi kebutuhan biologis. Kecenderungan cinta lawan jenis dan hubungan seksual sudah ada tertanam dalam diri manusia atas kehendak Allah. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan biologis harus diatur melalui lembaga perkawinan agar tidak terjadi penyimpangan sehingga norma-norma agama dan adat istiadat tidak dilanggar. 56 Ibid,h.406. 57 Amir Syarifudin, Op Cit, Jakarta, Kencana, 2007, h.46-47. 3. Latihan memikul tanggung jawab. Perkawinan merupakan pelajaran dan latihan praktis bagi pemikulan tanggung jawab dan pelaksanaan segala kewajiban yang timbul dari pertanggung jawaban tersebut. Maksud dan tujuan akad nikah adalah untuk membentuk kehidupan keluarga yang penuh kasih sayang dan saling menyantuni satu sama lain. 58 Maksud pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga dan menciptakan keluarga sakinah yang ditandai dengan adanya kebaikan dalam keluarga tersebut sebagaimana diajarkan dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 19, serta diliputi dengan suasana “sakinahmawaddah warahmah” yang ditentukan dalam Q.S. Ar-Ruum ayat 21. 59 1. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna; Sejalan dengan itu, menurut Pasal 3 KHI perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Artinya tujuan perkawinan itu adalah: 2. Satu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan turunan; 3. Sebagai satu tali yang amat teguh guna memperoleh tali persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki suami dengan kaum kerabat perempuan istri, yang mana pertalian itu akan menjadi satu jalan yang membawa kepada bertolong- tolongan, antara satu kaum golongan dengan yang lain. 60 Tujuan perkawinan menurut UUP 11974 adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan 58 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta, Prenada Media, 2003, h.13-21. 59 Sudarsono, Op.Cit, h.9. 60 Ibid. demikian, maka sebenarnya tidak perlu diragukan lagi, apakah sebenarnya yang ingin dicapai dalam suatu perkawinan. Namun karena keluarga atau rumah tangga itu berasal dan terbentuk dari dua individu yang berbeda, maka dari dua individu itu mungkin terdapat tujuan yang berbeda, untuk itu perlu penyatuan tujuan perkawinan karena pada dasarnya tujuan merupakan titik tuju bersama yang akan diusahakan untuk dicapai secara bersama-sama pula. Kebahagiaan sebagaimana yang menjadi tujuan perkawinan menurut UUP 11974 itu pada dasarnya bersifat relatif dan subyektif, tetapi adanya ukuran atau patokan umum yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa keluarga itu merupakan keluarga yang bahagia. 61 Suatu keluarga dikatakan bahagia apabila memenuhi dua kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan yang bersifat jasmani dan kebutuhan yang bersifat rohani. Kebutuhan yang bersifat jasmani, seperti: papan, sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan, sedangkan esensi kebutuhan yang bersifat rohani, seperti: adanya seorang anak yang berasal dari darah dagingnya sendiri. 62 Keluarga merupakan keluarga bahagia bila dalam keluarga itu tidak terjadi perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran, sehingga keluarga itu berjalan dengan baik tanpa perselisihan atau pertengkaran-pertengkaran yang berarti free from quarelling. 63 Tujuan perkawinan yang lain selain membentuk keluarga bahagia, juga bertujuan lain yaitu bersifat kekal. Kekal dalam hal ini mengandung arti : 1 berlangsung seumur hidup, 2 cerai dibutuhkan syarat-syarat yang ketat dan 61 Cholil Mansyur, Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa, Surabaya, Usaha Nasional, 1994, h.15. 62 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h.62. 63 Cholil Mansyur, Op.Cit, h.16. merupakan jalan terakhir, dan 3 suami-istri saling membantu untuk mengembangkan diri. 64

G. Syarat-Syarat Sahnya Perkawinan