Kehadiran PPN ditegaskan dalam Pasal 10 ayat 3 PP 91975 yang menyebutkan mengenai keterlibatan pencatat dalam suatu perkawinan.Kapasitas PPN adalah
sebagai pegawai atau pejabat yang diangkat pemerintah dengan tugas untuk mengawasi terjadinya perkawinan dan mencatatnya. Bahkan dalam Pasal 6 ayat
2 KHI lebih menegaskan bahwa perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan PPN tidak memiliki kekuatan hukum. Makna tidak mempunyai kekuatan hukum
diterjemahkan dengan tidak dapat dibuktikandimata hukum.
163
3. Tujuan pencatatan perkawinan
Karena sejatinya perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh PPN.
Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok fundamental bagi
adanya suatu masyarakat yang teratur.
164
Berlandaskan pada tujuan ketertiban tersebut yang kemudian menjadi alasan diterapkannya pencatatan perkawinan di
Indonesia. Sebagai suatu bentuk pembaharuan hukum keluarga Islam yang tidak hanya bersifat administrasi, pencatatan perkawinan juga menjadi jaminan
terpenuhinya hak-hak sipil masyarakat di mata hukum.
165
Menurut UUP 11974, setidaknya ada dua tujuan dari pencatatan perkawinan, pertama untuk tegaknya hukum perkawinan. Dengan demikian akan
diketahui apakah perkawinan yang akan dilangsungkan tersebut sesuai dengan
163
Khairuddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara : Studi Terhadap Perundang- undangan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, Jakarta, Leiden:INIS, 2002, h.124.
164
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2006, h.3.
165
Banyak Sebab Perkawinan Tidak Dicatatkan, www.hukumonline.com.htm, diakses 24 Januari 2015 pukul 06.53 WIB.
ketentuan atau sebaliknya. Walaupun di dalam UUP 11974, masalah pencatatan perkawinan ini hanya diatur oleh satu ayat, namun masalah ini bersifat penentu
dan sangat dominan. Hal ini tampak jelas dalam tata cara perkawinan yang semuanya berhubungan dengan pencatatan dan berfungsinya seluruh aturan UUP
11974 hanya bisa dilakukan apabila suatu perkawinan dicatatkan. Kedua, untuk tertib administrasi, jika perkawinan yang akan dilangsungkan tersebut sesuai
dengan ketentuan atau hukum yang berlaku maka pegawai pencatat akan mencatatnya sebagai bukti autentik telah terjadi. Sebaliknya, jika perkawinan
yang hendak dilangsungkan tersebut tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, maka pegawai pencatat tidak akan mencatatkannya.
166
Berkaitan dengan tujuan pencatatan perkawinan untuk memperoleh bukti autentik fungsinya adalah membuktikan bahwa diri seseorang dan pasangannya
benar-benar telah melakukan perkawinan. Pencatatan perkawinan adalah suatu upaya hukum yang dilakukan agar peristiwa perkawinan menjadi jelas, baik bagi
yang bersangkutan maupun masyarakat secara keseluruhan karena perkawinan tercatat dalam surat yang bersifat resmi dan termuat dalam daftar khusus dan
memang disediakan untuk itu, sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan bila perlu terutama sebagai alat bukti tertulis
.
167
Sebab bukti yang dianggap sah dalam tataran administrasi adalah dokumen tertulis resmi yang dikeluarkan oleh negara.
166
Yusna Zaidah, Itsbat Nikah dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam Hubungannya dengan Kewenangan Peradilan Agama, http:download.portalgaruda.org article.php?article=
183235val=6345title=ISBAT20NIKAH20DALAM20PERSPEKTIF20KOMPILASI 20HUKUM20ISLAM20HUBUNGANNYA20DENGAN20KEWENANGAN20PERAD
ILAN20AGAMA, diakses 15 Maret 2015 pukul 16.00 WIB h.6.
167
Alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan
dipergunakan sebagai pembuktian alat bukti. Lihat Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003, h.148.
Selain itu, dengan adanya akta nikah suami atau istri akan sangat sulit mengingkari perkawinan di kemudian hari karena akta nikah sebagai akta
autentik dari sudut pandang hukum pembuktian dinilai sebagai alat bukti sempurna volledig bewijskracht.
168
a. Kekuatan pembuktian lahiriah uitendige bewijskracht, yaitu akta yang
terlihat secara lahiriah sebagai akta autentik harus diberlakukan sebagai akta autentik pula sampai ditemukan bukti sebaliknya, sesuai asas acta publica
probant sese ipsa akta yang terlihat sebagai akta autentik harus diberlakukan sebagai akta autentik sampai ditemukan bukti sebaliknya. Akta nikah yang
dibuat oleh PPN akan memiliki pembuktian lahiriah. Alat bukti sempurna dapat diartikan bahwa
untuk menyatakan kebenaran suatu akta autentik tidak perlu disertakan alat bukti lain.Kesempurnaan akta nikah sebagai alat bukti disebabkan oleh ketiga kekuatan
pembuktian yang dimiliki oleh akta nikah yang tidak dimiliki oleh alat bukti lain, yaitu:
169
168
Hendra Umar, “Akta Nikah Sebagai Alat Bukti Peristiwa NikahTinjauan Hukum Pembuktian”, Artikel
Dengan hanya memperlihatkan akta tersebut kepada orang lain, pejabat umum lainnya atau
hakim harus menerima akta tersebut adalah akta nikah sebagai tulisan yang membuktikan adanya pernikahan yang tidak memerlukan pembuktian
tambahan untuk menyatakan kebenarannya sebagai akta autentik, sampai ditemukan bukti bahwa akta tersebut bukan akta nikah, misalnya terdapat
indikasi yang kuat dipalsukan oleh pemegangnya atau orang lain.
Penghulu KUA Kecamatan Banggai Tahun 2012, h.1.
169
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata untuk Mahasiswa dan Praktisi, Bandung, Mandar Maju, 2005, h.54.
b. Kekuatan pembuktian formal formale bewijskracht, yaitu sepanjang
keterangan yang ada dalam akta tersebut telah dinyatakan oleh pejabat umum yang membuatnya adalah benar dilakukan atas nama jabatannya. Dalam arti
formal, khususnya akta pejabat ambtelijke akte, akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar, dan juga
dilakukan sendiri atas nama jabatannya, baik menyangkut perbuatan hukum yang diterangkan di dalam akta tersebut, orang-orangnya dan identitasnya,
hari dan tanggal kejadiannya.
170
Akta nikah sebagai akta autentik memiliki pembuktian formal karena secara formal PPN sebagai pejabat umum telah
memposisikan dirinya atas nama jabatannya bahwa orang-orang dengan biodata yang diterangkan di dalam akta nikah adalah benar suami, istri, dan
wali nikah yang telah melangsungkan pernikahan pada hari, tanggal dan jam yang diterangkannya dalam akta nikah tersebut.
c. Kekuatan pembuktian material materiele bewijskracht, yaitu kepastian
bahwa isi yang diterangkan dalam akta autentik tersebut adalah benar secara material atau benar-benar terjadi, kecuali ada pembuktian
sebaliknyategenbewijs.
171
170
Ibid.
171
Ibid.
Akta nikah sebagai alat bukti autentik memiliki pembuktian material sehingga isinya harus dipandang benar bahwa seorang
laki-laki dengan biodatanya yang disebut suami dan seorang perempuan dengan biodatanya yang disebut istri serta seorang laki-laki dengan
biodatanya yang disebut wali nikah masing-masing benar-benar adalah suami, istri dan wali nikah yang telah melaksanakan akad nikah pada hari,
tanggal dan jam yang diterangkan dalam akad nikah tersebut. Isi dari akta nikah ini tidak boleh diragukan kecuali ditemukan bukti-bukti sebaliknya.
Berdasarkan ketiga jenis kekuatan pembuktian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembuktian terkuat untuk menyatakan sebuah perkawinan hanya dapat diperoleh
melalui akta nikah. Dengan akta nikah sebuah perkawinan diakui oleh negara dan karenanya perkawinan tersebut berhak atas segala perlindungan hukum dan
pelayanan hukum yang dilakukan oleh negara. Selain tujuan penacatatan perkawinan yang telah disebutkan di atas, pencatatan perkawinan dan akta
nikahjuga memiliki dua manfaat yaitu: a. Manfaat yang bersifat preventif
Pencatatan perkawinan memiliki manfaat preventif artinya untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atas penyimpangan rukun dan
syarat-syarat perkawinan baik menurut agama dan kepercayaan, maupun menurut perundang-udangan. Dalam bentuk kongkretnya, penyimpangan perkawinan yang
terjadi dapat dideteksi melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
172
b. Manfaat yang bersifat represif Pencatatan perkawinan memiliki manfaat respresif artinya bagi suami istri
yang karena suatu hal perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, KHImembuka kesempatan untuk mengajukan permohonan itsbat nikah ke
Pengadilan Agama.
173
172
Nunung Rodliyah, Pencatatan Pernikahan dan Akta Nikah Sebagai Legalitas Pernikahan Menurut Kompilasi Hukum Islam, Bandar Lampung, Pranata Hukum, 2013, h.3.
173
Ibid.
Pernyataan tersebut didukung oleh Ahmad Rofiq yang menyatakan bahwa jika suami istri yang karena sesuatu hal perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan
Akta Nikah, maka mereka harus mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Inilah yang dimaksud manfaat represif agar masyarakat tidak saja berorientasi
pada fiqh semata, tetapi juga mempertimbangan aspek-aspek lain seperti aspek ketertiban dan keadilan.
174
4. Akibat pencatatan perkawinan