Akibat pencatatan perkawinan Urgensi Pencatatan Perkawinan

Pernyataan tersebut didukung oleh Ahmad Rofiq yang menyatakan bahwa jika suami istri yang karena sesuatu hal perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, maka mereka harus mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Inilah yang dimaksud manfaat represif agar masyarakat tidak saja berorientasi pada fiqh semata, tetapi juga mempertimbangan aspek-aspek lain seperti aspek ketertiban dan keadilan. 174

4. Akibat pencatatan perkawinan

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa apabila telah dicatatkan, perkawinan dapat diakui sebagai suatu perbuatan hukum. Sebagai suatu perbuatan hukum, perkawinan tercatat tentu saja memiliki akibat hukum. Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. 175 Pada bab sebelumnya juga telah dikatakan bahwa perkawinan sebagai perbuatan hukum memiliki akibat hukum berupa timbulnya hak dan kewajiban suami istri, kepengurusan terhadap harta kekayaan dan hubungan orang tua terhadap anak. Dengan tercatatnya perkawinan, keseluruhan akibat perkawinan tersebut menjadi diakui dan dilindungi oleh hukum. Namun untuk melihat sejauh mana urgensi dari pencatatan perkawinan, hendaklah dibandingkan akibat hukum 174 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998, h. 114 175 Pipin Syarin, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, CV Pustaka Setia, 1999, h.71. yang akan terjadi apabila suatu perkawinan dilakukan tanpa pencatatan. Akibat hukum dari suatu perkawinan yang tanpa pencatatan adalah sebagai berikut : a. Perkawinan dianggap tidak ada Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi sebelum dicatat oleh Kantor Urusan Agama. 176 Menurut Pasal 1 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1954 jo. Pasal 1 ayat 2 UUP 11974 jo. Pasal 2 ayat 1 PP 91975 jo. Pasal 5 KHI ditegaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka apabila tidak Selain itu, perkawinan tanpa pencatatan tidak memiliki perlindungan hukum karena bagi negara dipandang tidak terjadi perkawinan meskipun ada namun dipandang secara yuridis tidak adatidak terjadi.Hal ini sesuai denganYurisprudensi Mahkamah AgungNomor 1948KPid1991 tanggal 18 Desember 1991dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Perkawinan” menurut UUP 11974 dan PP 91975, adalah perkawinan yang dilangsungkan di hadapan KUA oleh petugas KUA yang berwenang serta perkawinan tersebut didaftarkan menurut tatacara perundang-undangan yang berlaku, karena itu perkawinan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dianggap tidak ada perkawinan, sehingga tidak dapat dipidanakan sebagaimana dimaksud Pasal 279 KUHPidana kurungan penjara 5 tahun. 176 Wahyu Ernaningsih, Pentingnya Pencatatan Perkawinan Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, http:eprints.unsri.ac.id2175, diakses 29 Maret 2015 pukul 16.30 WIB, h.6. melakukan pencatatan perkawinan akibatnya perkawinan dianggap tidak ada sehingga : 1. Tidak mendapat perlindungan hukum, sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1948KPid1991 tanggal 18 Desember 1991; 2. Ditolak berperkara tentang masalah nikah, talak, rujuk, hadhanah, iddah, harta gono gini dan harta waris di Pengadilan Agama karena perkawinan tidak dapat dibuktikan; 3. Seorang istri sewaktu-waktu dapat diceraikan suami dan suami sewaktu- waktu dapat berpoligami, bahkan dapat mengingkari perkawinan dan anak- anak hasil perkawinan tersebut, sedangkan istri tidak memiliki kekuatan hukum untuk melakukan perlawanan hukum di Pengadilan Agama; 4. Mendapat kesulitan melakukan pengurusan administrasi kependudukan dan kesulitan mencari pekerjaan; 5. Tidak mendapat berbagai hak sebagai PNS seperti tunjangan istri dan anak bagi PNS atau tunjangan kesehatan dan uang makan bagi karyawan swasta; 6. Sewaktu-waktu dapat dituduh sebagai pasangan mesum karena tidak dapat membuktikan sahnyasuatu perkawinan. 177 b. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu Tujuan perkawinan secara umum adalah untuk melanjutkan keturunan dan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Agar sempurnanya tujuan tersebut menjadi suatu hal yang sangat penting jika hak-hak anak sebagai keturunan 177 Mengapa Perkawinan Harus Dicatat, http:kuajalaksana.netindex.phparsip-berita49- kepenghuluan18-kenapa-pernikahan-harus-dicatat diakses 29 Maret 2015 pukul 15.05 WIB. terpenuhi. Namun anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan dan perkawinan tanpa pencatatan, selain dianggap sebagai anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu. 178 Sedang hubungan perdata sang anak dengan ayahnya tidak ada. 179 Adalah faktual dan bukan persangkaanmasih banyak anak yang lahir dari perkawinan tidak dicatatkan yang mengalami diskriminasi pemenuhan dan perlindungan hak anak, mencakup relasi dalam hukum keluarga, termasuk hak- hak anak atas pelayanan sosial, pendidikan, dan pencatatan kelahiran. Tentu saja hal itu berlawanan vis a vis dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak the best interest of the child.Padahal, anak yang dilahirkan membawa hak-hak anak rights of the child yang pada prinsipnya tidak boleh diperlakukan berbeda atau diskriminasi. Anak hasil perkawinan bagaimanapun dicatatkanatau tidak dicatatkan, ataupun anak yang lahir tidak dalam hubungan perkawinan sah Namun ketentuan ini diperluas dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010 dengan pertimbangan bahwa hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Dengan demikian, terlepas dari persoalan proseduradministrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkanpadahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahiran merupakan hal yang terjadi di luar kehendaknya. 178 Pasal 43 UUP 11974. 179 Ibid. ataunon-marital child, tetap berstatus sebagai subyek hukum yang memiliki hak- hak anak yang serata equality on the rights of the child. 180 c. Anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan Akibat lebih jauh dari perkawinan tanpa pencatatan adalah baik istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. 181 Pencatatan perkawinan memang bukan syarat syar’i, sehingga jika tidak dipenuhi maka perkawinan tetap sah menurut pandangan syar’i. Dari sudut pandang maslahat, pencatatan adalah bagian dari syarat tawsiqy. Syarat tawsiqydijelaskan maksudnya oleh Syaikh Wahbah al-Zuhaili Guru Besar Hukum Islam Universitas al-Azhar, Kairo dan Satria Effendi M. Zein adalah suatu syarat yang dirumuskan dalam akta nikahuntuk dijadikan sebagai bukti kebenaran terjadinya suatu tindakan di kemudian hari untuk menertibkan suatu perbuatan. Dengan kata lain, pencatatan perkawinan adalah adalah alat bukti Hal ini dikarenakan tidak ada alat bukti sah untuk menegaskan perkawinan danasal-usul anak. Jika dilihat dalam konteks Indonesia, begitu besar pengaruh pencatatan perkawinan sehingga jika suatu perkawinan tidak dicatatkan maka dianggap tidak ada suatu perkawinan meskipun telah dilaksanakan sesuai agama dan kepercayaan. Pencatatan perkawinan mengandung suatu maslahat, yaitu adanya kebaikan atau manfaat yang bersifat umum dan menyeluruh bagi umat Islam yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan. 180 Perkawinan Tidak Dicatatkan dan Dampaknya Bagi Anak http:www.kpai.go.idtinjauanperkawinan-tidak-dicatatkan-dampaknya-bagi-anak diakses 2 Maret 2015 pukul 15.09 WIB. 181 Ibid, h.7. autentik dan diterima di hadapan hukum bahwa telah terjadi perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, sehingga salah satu atau keduanya tidak akan mengingkari perkawinan tersebut jika muncul permasalahan di kemudian hari, misalnya dalam masalah anak, waris, dan nafkah.

D. Itsbat Nikah