F. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa Permohonan Itsbat
Nikah di Pegadilan Agama Kelas I-A Medan
Dasar pertimbangan berasal dari dua suku kata yaitu “dasar” dan “timbang”, kata “dasar” dalam KBBI berarti pokok atau pangkal.
219
Kata “timbang” berarti tidak berat sebelah, sama berat, dan pertimbangan artinya
pendapat baik dan buruk.
220
Selanjutnya kata hakim secara etimologis berasal dari bahasa arab hakam, atau diistilahkan juga dengan qadhi yang berarti maha
adil dan maha bijaksana sehingga secara fungsional diharapkan dapat memberikan keadilan dan kebijaksanaan dalam memutus suatu perkara. Sedangkan dalam
KBBI pengertian hakim adalah orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
221
Meminjam istilah yang disampaikan oleh Yahya Harahap bahwa perkawinan bukanlah privat affair urusan pribadi para pihak saja, namun ada
kekuasaan negara yang turut mengaturnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan dasar pertimbangan hakim adalah suatu hal yang menjadi pokok atau pangkal bagi hakim untuk dapat memberikan pendapat dengan tujuan mencapai
keadilan dan kebijaksanaan dalam memutus suatu perkara.
222
Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan mengemukakan pandangannya terhadap perkawinan yang dilakukan tanpa pencatatan yaitu bahwa
Secara luas perkawinan tidak hanya dipandang sebagai hubungan perdata karena terdapat kewajiban negara untuk
mengatur perkawinan yang dimulai sejak sebuah perkawinan dicatatkan.
219
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, h.238.
220
Ibid, h. 1193.
221
Ibid, h. 383.
222
Abdil Baril Basith, Jumlah Pihak-Pihak Dalam Permohonan Pengesahan Nikah, http:www.pta-padang.go.id, h.13 diakses 30 Maret 2015 pukul 16.00 WIB.
perkawinan yang dilakukan tanpa pencatatan tidak memiliki legalitas dan kekuatan hukum.
223
Meskipun dapat dianggap sah secara agama, namun perkawinan tanpa pencatatan tidak diakui oleh negara sehingga akan berakibat
pada pengabaian segala hak sipil keluarga tersebut.
224
Para pihak pelaku perkawinan tanpa pencatatan diibaratkan seperti seorang pesepeda motor yang
tidak memakai pengaman saat berkendara yang kemudian terjatuh sehingga berakibat fatal. Begitupun terhadap pihak-pihak yang tidak mencatatkan
perkawinannya sudah pasti akan memperoleh akibat-akibat hukum dari tidak tercatatnya perkawinan itu. Karena pada dasarnya, orang yang melanggar hukum
berhak memperoleh sanksi hukum. Sanksi hukum dari sebuah perkawinan tanpa pencatatan berupa pengabaian oleh negara terhadap seluruh hak-hak yang
harusnya diperoleh keluarga yang terikat dalam sebuah perkawinan.
225
Jika ditinjau dari segi sosial saat ini, perkawinan yang dilakukan tanpa pencatatan banyak dinilai merupakan suatu aib karena dengan adanya perkawinan
tanpa pencatatan berindikasi adanya ruang bagi perbuatan ilegal seperti poligami liar. Untuk menghindari hal tersebut maka dibuatproses pencatatan agar
perkawinan menjadi jelas baik bagi suamiistri, anak, maupun bagi masyarakat secara umum. Pencatatan perkawinan juga merupakan bentuk tanggung jawab
suami terhadap istri dan anak untuk menempuh suatu perkawinan yang legal. Namun pandangan sebagian masyarakat bahwa perkawinan dengan prosedur
223
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
224
Wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
225
Wawancara dengan Yusuf, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
terlalu lama dan berbelit-belit sehingga masyarakat menikah secara diam-diam tanpa pencatatan untuk mempermudah prosedur.
226
Secara umum hakim memandang bahwa perkawinan tanpa pencatatan adalah suatu hal yang penting untuk dicampurtangani oleh negara, maka hukum
memberikan ruang bagi para pihak yang semula tidak mencatatkan perkawinan atau dengan kata lain sebuah perkawinan yang belum memiliki bukti perkawinan
kemudian berinisiatif untuk memperoleh perlindungan hukum atas perkawinan tersebut, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama.
Pengadilan Agama Kelas I-A Medan sepanjang tahun 2014 menerima 96 permohonan itsbat nikah. Jumlah permohonan itsbat nikah yang masuk ke
Pengadilan Agama Kelas I-A Medan tiap tahunnya dapat dikatakan cukup besar sehingga menempati urutan ketiga perkara dengan pengajuan terbanyak setelah
cerai gugat dan cerai talak. Hal ini menggambarkan bahwa perkawinan tanpa pencatatan dengan segala alasannya di Kota Medan masih relatif banyak.
Adapun dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa permohonan itsbat nikah yang dibahas pada penelitian ini mencakup tiga hal yaitu dasar
pertimbangan hakim dalam menerima permohonan dari para pihak, dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa permohonan, dasar pertimbangan hakim
dalam membuat penetapanputusan pengadilan atas permohonan itsbat nikah. Hal ini akan dijabarkan satu persatu agar terlihat keterkaitan erat ketiganya dengan
prosedur pembuktian yang menjadi inti pembahasan dari penelitian ini.
226
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
1. Dasar pertimbangan hakim dalam menerima permohonan itsbat nikah. Dasar pertimbangan hakim dalam menerima permohonan itsbat nikah
merujuk kepada dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk memeriksa permohonan tersebut. Dasar hukum itsbat nikah seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya dapat dilihat dalam Pasal 7 KHI. Namun, Ketua Muda Uldilag Mahkamah Agung, Andi Syamsu Alam menyatakan bahwa tidak ada
itsbat nikah setelah lahirnya UUP 11974 kecuali perkawinan tersebut dilangsungkan sebelum UUP 11974 lahir.
227
Pada kenyataannya dari total permohonan itsbat nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, 95 nya adalah perkawinan yang dilakukan
pasca keluarnya UUP 11974. Menurut Hakim Agung, Muchsin, hal ini dilatarbelakangi adanya Pasal 7 KHI yang ternyata memberikan Pengadilan
Agama kompetensi absolut sangat luas terhadap itsbat nikah ini sehingga menjadi alasan bagi seluruh Hakim Pengadilan Agama termasuk Pengadilan Agama Kelas
I-A Medan untuk menerima semua permohonan itsbat nikah tanpa melihat alasan pengajuannya terlebih dahulu.
Hal tersebut juga didukung secara yuridis oleh Penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
jo.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006yang menyatakan bahwa salah satu kewenangan Pengadilan Agama dalam bidang perkawinan adalah mengeluarkan
pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UUP 11974 dan dijalankan menurut peraturan lain.
228
227
Itsbat Nikah Masih Menjadi Masalah, http:www.hukumonline.com beritabacahol 17737itsbat-nikah-masih-jadi-masalah diakses 30 Maret 2015 pukul 16.19 WIB.
228
Ibid.
Adanya perkara permohonan itsbat nikah atas perkawinan yang dilakukan setelah keluarnya UUP 11974 yang diterima dan dikabulkan oleh hakim
mengindikasikan bahwa seolah-olah timbul kontradiksi antara aturan legal formal dan kenyataan empiris. Undang-undang tersebut Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 jo.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah hukum formil dan landasan yuridis yang berlaku di Pengadilan Agama, maka dalam menyelesaikan
setiap kasus yang dihadapkan padanya, Pengadilan Agama Kelas I-A Medan seharusnyaberpegang pada undang-undang tersebut. Lebih lanjut dalam Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dalam Pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa “tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan
pengadilan selain dari pada yang ditentukan oleh undang-undang”. Namun demikian Pengadilan Agama c.q. Hakim Pengadilan Agama justru
berpegang pada ketentuan yang terdapat pada Pasal 7 KHI sebagai dasar pembenaran pengajuan itsbat nikah terhadap perkawinan yang terjadi setelah
tahun 1974.
229
229
Wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
Padahal dalam sistem perundang-undangan di Indonesia saat ini, posisi Instruksi Presiden tidak dapat ditemui dalam hierarki peraturan perundang-
undangan dan dapat disimpulkan bahwa kedudukan undang-undang lebih tinggi dibandingkan dengan Instruksi Presiden. Maka sejatinya, peraturan yang lebih
rendah tidak dapat bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi lex superior derogate legi inferiori. Oleh karena itu, putusan atau penetapan majelis hakim
yang isinya menerima dan mengabulkan permohonan itsbat nikah yang terjadi setelah tahun 1974, bisa dikatakan sebagai penyimpangan terhadap undang-
undang, kecuali hakim memang memiliki pertimbangan lain menurut ijtihadnya sendiri.
Namun hal utama yang menjadi pertimbangan bagi Hakim Pengadilan Agama termasuk Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan sehingga menerima
dan memutus perkara itsbat nikah terhadap perkawinan pasca berlakunya UUP 11974 adalah sebagai berikut :
1. Berkaitan dengan asas ius curia novit yakni hakim dianggap mengetahui hukum itsbat nikah, dan asas kebebasan hakim untuk menemukan hukumnya
terhadap masalah atau kasus yang tidak terdapat peraturan hukumnya rechtsvacuum.
230
2. Pendekatan sosiologis yang mendorong hakim menganalisis suatu kasus dengan pendekatan sosiologi hukum dan melakukan penafsiran sosiologis
terhadap peraturan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang dihadapi supaya hukum tidak stagnan, melainkan berkembang mengikuti
perkembangan masyarakat atau sesuai dengan hukum yang hidup dan berkembang living law di masyarakat. Langkah-langkah inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan penemuan hukum rechtsvinding. Dasar hukum peran hakim terdapat pada Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor
230
Beberapa ketentuan yang menjadi alas hukum argumentasi ini antara lain: 1 Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan,
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya. 2 Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat; 3 Pasal 56 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentangPeradilan Agama, berbunyi: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya;”
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”. Pendekatan sosiologis bertujuan semata-mata untuk menjamin kemaslahatan yang harus
dipertimbangkan dalam pengambilan hukum. Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman di atas memberi penjelasan bahwa, seorang hakim diberi kebebasan untuk menemukan hukum terhadap masalah atau kasus yang tiada
peraturan hukumnya atau adanya peraturan yang multitafsir tentang hal-hal yang diajukan kepadanya. Beberapa hal tersebut yang kemudian melatarbelakangi para
hakim dapat menerima permohonan itsbat nikah meskipun perkawinannya terjadi setelah diberlakukannya UUP 11974.
Setelah mengetahui dasar hukum bagi hakim dalam menerima permohonan itsbat nikah perlu diketahui pula bahwa berdasarkan Pasal 34 ayat 1
Undang-Undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dikatakan bahwa perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 enam puluh hari sejak tanggal perkawinan. Hal ini
lah yang membedakan itsbat nikah dengan pencatatan perkawinan di KUA, bahwa selain permohonan itsbat nikah hanya dapat diajukan setelah 60 hari sejak
perkawinan dilangsungkan tetapi juga hanya dapat diajukan jika terdapat kepentingan hukum yang mendahuluinya. Seperti yang dikatakan oleh
Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, bahwa ketika
mengajukan itsbat nikah berarti para pihak ingin mengesahkan perkawinan secara hukum, oleh karena itu syarat utama pengajuannya harus didahului oleh adanya
kepentingan hukum. Tanpa adanya kepentingan hukum maka hakim tidak dapat menerima permohonan itsbat nikah. Kepentingan hukum inilah yang kemudian
disebut dengan tujuan pengajuan itsbat nikah. Contoh dari tujuan pengajuan itsbat nikah adalah :
1. Memperoleh akta kelahiran anak ; 2. Memperoleh dana pensiunan di PT TASPEN;
3. Memperoleh dana duka di PT TASPEN; 4. Kepentingan terkait hak waris dan hak milik atas benda tertentu.
231
Penamaan tujuan pengajuan harus terlebih dahulu dibedakan dengan alasan pengajuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat 3 huruf a sampai dengan
huruf e KHI. Alasan pengajuan itsbat nikah diatur secara limitatif yakni sebagai berikut :
1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; 2. Hilangnya Akta Nikah;
3. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; 4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UUP 11974 dan;
5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UUP 11974;
231
Wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
Sebagai contoh pencantuman alasan dan tujuan dalam posita permohonan dapat dilihat dalam 6 penetapan dan 1 putusan itsbat nikah oleh Hakim Pengadilan
Agama Kelas I-A Medan, yakni sebagai berikut : a. Penetapan Nomor 18Pdt.P2014PA.Medan, tujuan para pihak mengajukan
itsbat nikah adalah untuk mengurus akta kelahiran kedua orang anak dari para pihak. Sedangkan alasan para pihak mengajukan itsbat nikah berdasarkan
Pasal 7 ayat 3 huruf e KHI yaitu bahwa perkawinan yang dilakukan oleh mereka tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UUP 11974.
b. Penetapan Nomor 48Pdt.P2014PA.Mdn yang tujuan pengajuan itsbat nikah adalah untuk mengurus pensiunan suami karena duplikat Akta Nikahnya
tidak dapat digunakan untuk mengurus dana pensiunan di PT Taspen. Dapat disimpulkan bahwa alasan pengajuan permohonan itsbat nikahnya adalah
untuk mengganti buku nikah yang tidak bisa digunakan Pasal 7 ayat 3 huruf b KHI.
c. Penetapan Nomor 52Pdt.P2014PA.Mdn yaitu tujuan pengajuan itsbat nikah adalah untuk mengurus pensiunan suami dan uang duka di PT Taspen. Pada
dasarnya perkawinan para pihak telah dicatatkan namun terdapat coretan pada buku nikah sehingga diragukan keabsahannya. Dapat disimpulkan bahwa
alasan pengajuan permohonan itsbat nikahnya adalah untuk mengganti buku nikah yang tidak bisa digunakan Pasal 7 ayat 3 huruf b KHI.
d. Penetapan nomor 85Pdt.P2014PA.Mdn dapat dilihat bahwa tujuan para pihak mengajukan permohonan itsbat nikah adalah sebagai keperluan syarat
membuat akta kelahiran anak. Sedangkan alasan para pihak mengajukan
itsbat nikah berdasarkan Pasal 7 ayat 3 huruf e KHI yaitu bahwa perkawinan yang dilakukan oleh mereka tidak mempunyai halangan
perkawinan menurut UUP 11974. e. Putusan Nomor 98Pdt.G2014PA bahwa dasar pengajuan itsbat nikah oleh
para pihak adalah dalam rangka penyelesaian perceraian dikarenakan kehidupan rumah tangga para pihak tidak harmonis dan sering terjadi
perselisihan secara terus menerus sejak tahun 2010. Oleh karena itu tampak jelas alasan pengajuan itsbat nikah oleh para pihak ini merujuk kepada Pasal
7 ayat 3 huruf a KHI. f. Penetapan Nomor 1198 Pdt.G2014PA.Mdn dapat dilihat bahwa tujuan para
pihak mengajukan permohonan ini adalah untuk mengurus pensiunan istri pemohon dan uang duka di PT Taspen. Pada dasarnya, perkawinan mereka
sudah pernah didaftarkan di KUA Kecamatan Payung akan tetapi akta nikah hilang dan ketika dimintakan duplikatnya ke KUA Kecamatan Payung
dinyatakan bahwa data Pemohon sudah tidak ada lagi oleh karena itu secara jelas terlihat bahwa alasan hukum pengajuan itsbat nikah yaitu Pasal 7 ayat
3 huruf b KHI. g. Penetapan Nomor 81Pdt.P2013PA.Mdn, adapun tujuan para pihak
mengajukan itsbat nikah adalah untuk mengurus pensiunan suami PT TASPEN dan uang duka pensiunan janda karena surat keterangan sebagai
pengganti surat nikah yang hilang tidak dapat diterima oleh PT TASPEN. Dapat disimpulkan bahwa alasan pengajuan permohonan itsbat nikahnya
adalah untuk mengganti buku nikah yang hilang. Pasal 7 ayat 3 huruf b KHI.
Oleh karena itu agar suatu permohonan itsbat nikah dapat diterima dan diproses lebih lanjut di Pengadilan Agama, selain dasar hukum yang telah disebutkan
sebelumnya juga harus diketahui tujuan maupun alasan yang secara jelas disebutkan di dalam posita permohonan.
Jika dikritisi lebih jauh dari alasan pengajuan yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 3 KHI, pasal tersebut pada dasarnya telah mengcover berbagai persoalan
terkait dengan itsbat nikahmelalui huruf a, b, c, d dan e, di mana seperti yang telah dirumuskan bahwa :
1. Huruf a bertujuan untuk mengitsbatkan suatu perkawinan dalam rangka perceraian;
2. Huruf b bertujuan untuk mengitsbatkan perkawinan yang telah ada akta perkawinannya namun ternyata kemudian akta perkawinan tersebut hilang,
sehingga fungsi itsbat nikah disini adalah sebagai pengganti akta perkawinan yang hilang;
3. Huruf c bertujuan untuk mengitsbatkan perkawinan yang salah satu syarat atau rukun nikahnya masih diragukan keabsahannya;
4. Huruf d bertujuan untuk mengitsbatkan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UUP 11974. Dengan demikian dalam hal ini itsbat nikah
berfungsi sebagai pengganti akta perkawinan.
232
232
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
Adapun untuk alasan yang tidak terakomodir pada keempat alasan di atas, dapat menggunakan alasan pada huruf e yaitu perkawinan yang dilakukan oleh
mereka yang tidak memiliki halangan perkawinan menurut UUP 11974. Dapat dipahami bahwa keberadaan huruf e merupakan solusi bagi setiap perkawinan
yang tidak tercatat, namun tidak dapat diitsbatkan melalui huruf a, b, c maupun huruf d. Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak jelasnya maksud
dari huruf e di atas adalah dengan tujuan agar setiap itsbat nikahyang tidak tertampung dengan alasan huruf a, b, c dan d, tetap dapat diitsbatkan
perkawinannya, yaitu melalui huruf e.
233
Dengan kata lain bahwa dalam hal permohonan itsbat nikah, di samping terdapat ketentuan pasal-pasal yang tertutup, statis dan kaku, juga dirumuskan
ketentuan pasal yang terbuka, dinamis dan lentur dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan hukum dan kemanfaatan yang optimal kepada seluruh
masyarakat Islam di Indonesia. Jadi sejak suatu permohonan dengan alasan e diajukan ke Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, maka hakim harus
berpandangan bahwa suatu perkawinan tanpa pencatatan tersebut telah memenuhi syarat dan rukun perkawinan meskipun pada akhirnya ditentukan pada proses
pembuktian. Namun menurut hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, pada kenyataan alasan permohonan yang bersifat lentur seperti alasan e inilah yang
rentan mengandung adanya unsur penyelundupan hukum.
234
233
Wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
234
Wawancara dengan Darmansyah dan Yusuf, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015, melihat juga wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim
Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
Pada dasarnya pembagian alasan permohonan ini tidak berpengaruh apapun terhadap alasan permohonan apa yang dapat diterima dan yang harusnya
ditolak berperkara di Pengadilan Agama karena pada akhirnya semua permohonan itsbat nikah akan dapat diperiksa dengan kehadiran alasan-alasan yang bersifat
lentur seperti pada Pasal 7 angka 3 huruf c dan e KHI. Namun sebaliknya, pembagian alasan permohonan ini sangat penting untuk menentukan alat bukti
yang harus dihadirkan oleh para pihak dalam proses pembuktian di muka sidang Pengadilan Agama. Hal ini disebabkan dalam posita permohonan para pihak baik
alasan maupun tujuan pengajuan harus dicantumkan. 2. Dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa permohonan itsbat nikah.
Setelah permohonan itsbat nikah diajukan dan masuk ke Pengadilan Agama, tahapan selanjutnya Pengadilan Agama akan menentukan hari sidang.
Pada saat persidangan, Pengadilan Agama memeriksa terlebih dahulu apakah syarat-syarat formil sudah terpenuhi atau belum. Hasil pemeriksaan terhadap
syarat-syarat formil ini akan menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memeriksa lebih jauh terhadap pokok permohonan yang diajukan para pihak. Jika seluruh
persyaratan formil sudah terpenuhi, maka Pengadilan Agama melalui majelis hakim membuat penetapan atau putusan yang bunyinya permohonan diterima.
Sedangkan jika persyaratan formil tidak terpenuhi, maka majelis hakim membuat penetapan atau putusan yang menyatakan permohonan tidak diterima.
Syarat-syarat formil yang harus dipenuhi dalam tata cara beracara di Pengadilan Agama antara lain:
1. Permohonangugatan diajukan ke Pengadilan Agama sesuai dengan kompetensikewenangan relatifnya;
2. Surat permohonangugatan diberi tanggal dan ditandatangani oleh pemohonpenggugat;
3. Identitas pihak berperkara harus jelas; 4. Fundamentum petendiposita harus jelas;
5. Petitum harus jelas.
235
Di antara syarat formil di atas diperinci lagi menjadi permohonangugatan obscuurlibel tidak jelas yang bisa dilihat dari fundamentum petendiposita yang
kontradiktif dengan petitum, nebisinidem, errorinpersona yang disebabkan oleh kesalahan dalam mencantumkan nama, atau kurangnya pihak yang dijadikan
sebagai termohontergugat, dan lain-lain.
236
Setelah perkara diterima oleh Pengadilan Agama Kelas I-A Medan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan di atas,
pemeriksaan oleh hakim kemudian dilanjutkan dengan meninjau pada pokok Permohonan itsbat nikah yang tidak
memenuhi syarat formil menyebabkan permohonan tidak dapat diterima, dan tidak dapat dilanjutkan pada pemeriksaan selanjutnya. Sedangkan permohonan
yang telah memenuhi syarat-syarat formil dinyatakan diterima dan dilanjutkan pada pemeriksaan syarat-syarat materil oleh majelis hakim.
3. Dasar pertimbangan hakim dalam membuat penetapanputusan pengadilan permohonan itsbat nikah.
235
Wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
236
M. Yahya Harahap Buku II,Op.Cit, h.51-66.
perkara permohonan yang disebut dengan pemeriksaan syarat materil. Pemeriksaan syarat materil ini harus dilaksanakan dengan beracuan kepada
hukum materil dan hukum formil. Hukum materil adalah hukum agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat 1 UUP 11974 yang harus memenuhirukun dan syarat perkawinan yang tertuang dalam Pasal 14 sampai Pasal 38 KHI. Selain itu, perkawinan tersebut
juga tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur di dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 10 UUP 11974 jo. Pasal 39 sampai dengan Pasal 44 KHI yang
secara rinci telah dibahas dalam bab sebelumnya. Sedangkan hukum formil mengatur bagaimana prosedur beracara di Pengadilan Agama Kelas I-A Medan
yang berpedoman kepada hukum acara perdata Islam yang secara umum sama dengan hukum acara perdata yaitu HIR dan R.Bg dan secara khusus diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A
Medan diketahui bahwa dalam memeriksa syarat materil itsbat nikah, fokus hakim saat melakukan pemeriksaan terdiri atas dua hal yang paling mempengaruhi hasil
penetapanputusan hakim yaitu sebagai berikut : 1. apakah perkawinan yang dilangsungkan tersebut sudah memenuhi syarat dan
rukun perkawinan; 2. apakah perkawinan yang dilangsungkan tersebut tidak memiliki halangan
perkawinan;
237
237
Wawancara dengan Darmansyah dan Yusuf, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015, melihat juga wawancara dengan Abdurrakhman dan Bachtiar,
Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
Kedua hal di atas menjadi indikator yang tujuannya adalah agar hakim menyatakan perkawinan tersebut sah.
238
Selain kedua hal di atas, hal lain yang juga menjadi pertimbangan hakim adalah apakah alasan dan tujuan para pihak mengajukan permohonan itsbat nikah
mereka. Alasan berkenaan dengan latar belakang mengapa para pihak tidak memiliki buku nikah dan tujuan berkenaan dengan untuk apa buku nikah tersebut,
keduanya dapat dilihat dalam posita permohonan para pihak. Prosedur pembuktian kemudian ditempuh
untuk menemukan kebenaran dari kedua hal di atas dengan merujuk kepada hukum materil dan hukum formil seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Untuk memeriksa unsur-unsur materil, maka dalam proses pemeriksaan di persidangan pertama sekali majelis hakim memeriksa kelengkapan permohonan
itsbat nikah dan kesesuaiannya dengan fakta persidangan, kemudian majelis hakim juga memeriksa syarat dan rukun nikah yang telah dilakukan para pemohon
dan penggugat, seperti adanya sepasang mempelai, wali, 2 orang saksi, dan ijab kabul. Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan apakah perkawinan
tersebut memiliki halangan perkawinan atau tidak.
239
Pencantuman alasan dan tujuan dalam permohonan itsbat nikah ini menjadi pertimbangan hakim atas unsur maslahah.
240
238
Sah berasal dari bahasa Arab, “sahih” yang artinya adalah sesuatu dalam kondisi baik dan tidak bercacat. Secara terminologi, sah artinya sesuatu yang memenuhi segala rukun dan
syaratnya, di samping tidak adanya halangan namun bila sebaliknya, maka dianggap sebagai fasad atau batal. Lihat Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer
Analisis Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyah, Jakarta, Prenada Media, 2004, h. 20.
239
Wawancara dengan Darmansyah dan Yusuf, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015, melihat juga wawancara dengan Abdurrakhman dan Bachtiar,
Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
240
Wawancara dengan Darmansyah dan Yusuf, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
Jika dilihat maslahah bagi kepentingan manusia, mencakup lima perkara yaitu untuk memelihara agama,
jiwa, akal, harta dan keturunan yang dalam istilah fiqih disebut “al-kulliyat al- khamsah”dengan klasifikasi maslahah ini menjadi 3 hal yaitu:
241
1. Maslahah dharuriyat essensial: dimaksudkan untuk menerapkan dan memelihara lima prinsip pokok tersebut dalam kehidupan manusia. Jika lima
hal tersebut di atas tidak dilakukan, maka akan terancam kehidupannya. 2. Maslahah
al-hajjiyat keperluankebutuhan: dimaksudkan untuk
menghilangkan kesulitan dalam memelihara lima prinsip pokok agar dapat berjalan dengan baik.
3. Maslahah al-tahsiniyat keindahan: dimaksudkan supaya manusia dapat melakukan yang terbaik untuk kesempurnaan pemeliharaan lima prinsip
pokok tersebut. Oleh karena itu menggunakan teori maslahah haruslah dengan kerangka
kehati-hatian, seperti yang disinyalir oleh Abdul wahab Khallaf dengan memenuhi persyaratan kemaslahatan, yaitu :
1. Maslahah itu hakiki, bukan dugaan; 2. Maslahah itu untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan perorangan;
3. Maslahah itu tidak bertentangan dengan maqashid syari’ah; 4. Maslahah itu harus dapat menjaga hal-hal yang dharuri dan menghindarkan
kesusahan; 5. Maslahah itu dapat diterima oleh akal sehat.
242
241
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999, h.126-127.
242
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Cairo, Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah Shabab al-Azhar, 1990, h. 85.
Kemaslahatan dalam perkara itsbat nikah misalnya berupa kemaslahahtan bagi ahli waris pemohon agar memperoleh kedudukan di mata hukum, anak dari
sebuah perkawinan yang berhak mendapatkan akta kelahiran sebagai bukti kependudukan dan perolehan atas hak waris, seorang istri yang harus
mendapatkan hak nafkah dan hak waris di mata hukum dan lain sebagainya. Fakta-fakta inilah yang dilihat sebagai kemaslahatan oleh majelis hakim.
Jika unsur-unsur materil juga sudah terpenuhi, maka putusan atau penetapan itsbat nikah akan dikabulkan oleh majelis hakim, namun sebaliknya
ketika unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi maka permohonan atas putusan atau penetapan itsbat nikah akan ditolak.
Berdasarkan pemenuhan atas syarat formil dan materil di atas, kemungkinan terhadap penetapanputusan atas permohonan itsbat nikah adalah
sebagai berikut : 1. Tidak dapat diterima adalah permohonan yang tidak memenuhi persyaratan
formil. Ketika ini terjadi, maka majelis hakim akan membuat penetapan atau putusan yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Bagi
permohonan yang tidak dapat diterima maka perkara tidak akan dilanjutkan pada pemeriksaan materi perkara.
243
2. Diterima dan dikabulkan adalah permohonan yang telah memenuhi persyaratan formil, materil dan kemaslahatan. Jika semua unsur ini terpenuhi
maka hakim akan menerima dan mengabulkan permohonan itsbat nikah dan
243
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015, melihat juga wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama
Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
akan membuat penetapan atau putusan yang bunyinya permohonan diterima.
244
3. Diterima tetapi ditolak adalah permohonan yang telah memenuhi syarat formil tetapi tidak memenuhi syarat materilnya. Pemohon telah memenuhi
syarat formil dalam pengajuan itsbat nikah tetapi ketika dilihat syarat materilnya, seperti proses perkawinan dan syarat serta rukunnya, ternyata
syarat materil tersebut tidak terpenuhi. Contoh kasus : saat berlangsungnya perkawinan pemohon I berstatus jejaka, sedangkan pemohon II adalah janda
cerai hidup. Pada saat perkawinan dilangsungkan pemohon II tidak dapat menunjukkan surat cerai dari suami sebelumnya, tetapi pemohon I dan II
meminta akta nikah dari P3N Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Oleh P3N akta nikah tidak dikeluarkan karena pemohon II tidak dapat menunjukkan
surat cerai. Atas dasar ini majelis hakim memutuskan bahwa perlindungan hukum yang diinginkan oleh pemohon I dan II dengan meminta akta nikah
melalui itsbat nikah tidak dapat dilakukan ditolak, karena majelis hakim memandang pemohon I dan II telah bertindak tidak sesuai hukum. Contoh
lainnya berupa saksi yang kurang atau saksi yang tidak jelas, wali nikah yang tidak tepat dan lain sebagainya.
245
Namun menurut Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, pertimbangan hakim dalam mengabulkan atau menolak permohonan itsbat nikah
244
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015, melihat juga wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama
Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015
245
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015, melihat juga wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama
Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015
pada dasarnya bersifat kasuistis. Artinya dilihat secara kasus per kasus tanpa adanya indikator yang pasti dalam keadaan apa itsbat nikah dapat dikabulkan
ataupun ditolak. Karena dalam praktek beberapa hakim berpandangan bahwa meskipun suatu permohonan ditolak dengan alasan tidak memenuhi syarat
materil, pada dasarnya masih bisa diperiksa dari segi maslahahnya meskipun sebagian hakim berpandangan ketika syarat materil tidak terpenuhi maka tidak
ada peluang agar perkawinan tersebut dapat disahkan.
246
Berbeda bahwa ketika suatu perkawinan tanpa pencatatan diajukan permohonan itsbat nikahnya namun ditemui adanya indikasi penyelundupan
hukum seperti poligami liar dan perkawinan di bawah tangan, maka secara hukum pula perkawinan tersebut harus dianggap tidak pernah ada. Konsekuensi
yuridisnya jika perkawinan tersebut dimohonkan itsbatnya ke Pengadilan Agama dengan alasan apapun harus ditolak.
247
Disinilah peran vital hakim yang tidak hanya dapat mewujudkan kepastian hukum, tetapi juga diharapkan dapat mewujudkan kemaslahatan bagi para pencari
keadilan. Hakim harus cerdas dan teliti dalam berfikir sebelum mengesahkan suatu perkawinan. Karena sejatinya, peraturan perundang-undangan tidak pernah
lengkap untuk memenuhi segala peristiwa hukum atau tuntutan hukum di dalam masyarakat. Dengan demikian pekerjaan penafsiran hukum yang dilakukan oleh
Sebab bila itsbat nikah atas perkawinan tersebut dikabulkan, sama halnya telah mengakui dan membenarkan suatu
perbuatan yang telah menyimpang atau melanggar hukum.
246
Wawancara dengan Yusuf, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
247
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
hakim bukanlah semata-mata membaca peraturan melainkan juga membaca kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga antara peraturan dengan
norma masyarakat atau kepastian hukum dan keadilan masyarakat keduanya dapat disatukan agar tercipta hukum yang progresif.
248
Dari paparan dan penjelasan di atas terlihat bahwa adanya perbedaan hasil penetapanputusan itsbat nikah oleh majelis hakim mengindikasikan adanya
perbedaan pemahaman hakim untuk menggali dan menemukan hukum. Hakim melihat, memeriksa, dan memutuskan permohonan itsbat nikah dengan
mewujudkan unsur kepastian hukum dan juga mempertimbangkan unsur keadilan. Kepastian hukum dapat terlihat pada putusan hakim dengan menerapkan aturan
formal yang berlaku dalam permohonan itsbat nikah. Sedangkan keadilan hakim terlihat pada pertimbangan hakim yang berpegang pada kemaslahatan dan
menolak kemudharatan dalam memutus permohonan itsbat nikah. Namun tidak semua hakim melakukan langkah-langkah tersebut, ada juga hakim yang hanya
ingin mewujudkan kepastian hukum dalam memutuskan perkara permohonan itsbat nikah.
249
Dalam menangani permohonan itsbat nikah, Pengadilan Agama Kelas I-A Medan dinilai progresif.Hal ini didasarkan bahwa penetapanputusan atas
permohonan itsbat nikah menempatkan unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan berdasarkan porsinya namun tetap memperhatikan prinsip kehati-
248
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta , Genta Publishing, 2009, h.127.
249
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
hatian.
250
Secara umum hakim juga dianggap mudah mengabulkan permohonan itsbat nikah demi tercapainya tujuan kemashlahatan. Hal ini dinilai oleh Hakim
Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, Darmawansyah, yang mengatakan bahwa dalam diskusi bersama hakim-hakim lainnya, kebanyakan hakim menyadari
ketika itsbat nikah dimudahkan akan memberikan dampak negatif seperti masyarakat menjadi abai untuk mencatatkan perkawinannya. Munculnya persepsi
untuk apa taat peraturan seperti mencatatkan perkawinan, karena akhirnya akan bisa diitsbatkan. Namun juga hal ini bisa ditepis dengan keyakinan hakim bahwa
ketika masyarakat mampu dan sadar hukum pastilah mereka mau mencatatkan perkawinannya tanpa harus melalui itsbat nikah.
251
250
Wawancara dengan Abdurrakhman, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 16 Maret 2015.
251
Wawancara dengan Darmansyah, Hakim Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, tanggal 26 Februari 2015.
Berbeda dalam hal ketika perkawinan memang sengaja disembunyikan, pasti pencatatan perkawinan
dilakukan ketika adanya kepentingan mendesak. Itsbat nikah adalah jalan pintas yang ditempuh pelaku perkawinan tersebut, ketika kepentingan mereka
menghendaki. Karena dalam mewujudkan kemanfaatan dan kemashlahatan besar dalam memberi penetapanputusan atas permohonan itsbat nikah yang terpenting
adalah jika semuanya dimulai dari peningkatan kesadaran hukum masyarakat atas pentingnya suatu perkawinan dicatatkan.
C. Prosedur Pembuktian dalam Permohonan Itsbat Nikah di Pengadilan Agama Kelas 1-A Medan