BAB V PEMBAHASAN
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi linier berganda
menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan rasa tanggung jawab mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Paru, sedangkan
umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pengawasan PMO dan dorongan petugas kesehatan tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
berobat penderita TB Paru di BP4 Medan.
5.1. Pengaruh Umur Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru.
Variabel umur tidak dapat dilanjutkan ke uji statistik Regresi Linier Berganda karena memiliki nilai p0,25. Hasil uji statistik Korelasi Pearson menunjukkan
bahwa variabel umur tidak mempunyai hubungan dengan tingkat kepatuhan penderita TB Paru p = 0,274 0,05.
Menurut Prabu 2008, kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru
biasanya mengenai usia dewasa muda. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mayoritas responden 61,7 berada
pada usia dewasa muda 40 tahun. Tidak ada perbedaan yang berarti antara kepatuhan berobat penderita TB Paru yang berada pada usia dewasa muda, usia
dewasa madya maupun usia dewasa akhir. Tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru lebih disebabkan oleh faktor dukungan keluarga yang dapat mendorong
penderita TB Paru dalam menjalani pengobatan untuk sembuh.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru.
Variabel jenis kelamin tidak dapat dilanjutkan ke dalam uji statistik Regresi Linier Berganda karena memiliki nilai p 0,25. Hasil uji statistik Korelasi Pearson
menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin tidak mempunyai hubungan dengan tingkat kepatuhan penderita TB Paru p = 0,288 0,05.
Berbeda dengan hasil penelitian Simanungkalit 2006 yang menunjukkan bahwa ada hubungan terjadinya konversi pada penderita yang telah mendapat
pengobatan fase intensif kategori I strategi DOTS dengan jenis kelamin, hal ini terjadi karena penderita dengan jenis kelamin perempuan lebih mudah termotivasi untuk
berobat sehingga akses perempuan ke fasilitas kesehatan lebih tinggi Hudelson P,1996. Ini sesuai dengan penelitian Begum di Bangladesh pada tahun 2001, bahwa
keberhasilan pengobatan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, karena perempuan lebih patuh untuk berobat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kepatuhan berobat hampir sama pada jenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Hal ini disebabkan
oleh adanya rasa tanggungjawab dan kesadaran responden untuk menyelesaikan pengobatannya sampai sembuh sesuai anjuran dokter walaupun membutuhkan waktu
yang lama.
5.3. Pengaruh Status Perkawinan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru.