Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Adapun ruang lingkup lebih luas lagi mengenai bantuan Program Bina Lingkungan BUMN Pembina berdasarkan Permeneg BUMN Nomor Per- 05MBU2007 Pasal 11 Ayat 2 huruf e adalah: 1 Bantuan korban bencana alam; 2 Bantuan pendidikan danatau pelatihan; 3 Bantuan peningkatan kesehatan; 4 Bantuan pengembangan prasarana danatau sarana umum; 5 Bantuan sarana ibadah; dan 6 Bantuan pelestarian alam. Mendalami pemahamanpengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan vide Pasal 74 UUPT 2007 dan Program Kemitraan bina Lingkungan PKBL vide Permeneg BUMN Nomor: Per-05MBU2007 serta praktek-praktek pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta nasionalasing dan pelaksanaan PKBL oleh perusahaan BUMN perlu mendapatkan pemahaman mengenai dampak implementasi Pasal 74 UUPT 2007 terhadap pelaksanaan PKBL di perusahaan BUMN.

4. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup Perwujudan untuk pemenuhan hak atas lingkungan hidup yaitu dengan munculnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPLH dan kemudian diubah lagi menjadi nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apabila UPPLH ini dikaitkan dengan CSR, maka hak atas Universitas Sumatera Utara lingkungan memang harus dipenuhi oleh perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan pasal-pasal yang menyangkut CSR dalam UPPLH, yaitu: a. Pasal 5 Ayat 1 ditentukan bahwa, ”Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. b. Pasal 20 Ayat 1 ditentukan bahwa: 1. Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. 2. Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia. 3. Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 berada pada Menteri. 4. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada aAyat 1 hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri. 5. Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan. c. Pasal 33 ditentukan bahwa: 1. Pemerintah danatau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak. 2. Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. d. Pasal 34 ditentukan bahwa: 1. Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha danatau kegiatan untuk membayar ganti rugi danatau melakukan tindakan tertentu. 2. Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Dari pasal-pasal di atas tampak bahwa masalah lingkungan juga merupakan tanggung jawab sosial bagi perusahaan-perusahaan sebagai legal entity untuk Universitas Sumatera Utara mempertahankan eksistensinya dan sudah selayaknya mengimplementasikan apa yang menjadi tujuan sosial perusahaannya. Selain itu dengan diaturnya hak atas lingkungan dalam perundang-undangan nasional maka sebagai konsekuensinya adalah hak tersebut memberikan kepada yang mempunyai suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang sehat dan dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum oleh pengadilan dan perangkat lainnya. Sehubungan dengan pengaturan CSR dalam UUPLH tersebut, dalam memenuhi haknya terhadap suatu perusahaan, masyarakat dapat menuntut hak atas lingkungannya, seperti pendapat dari Heinhard Streiger C.S. tuntutan itu mempunyai dua fungsi, yaitu: 157 a. The Function of Defence. Yaitu hak membela diri terhadap hal-hal gangguan luar yang merugikan lingkungan terdapat dalam Pasal 20 Ayat 1 UPPLH; dan b. The Function of Perfomance. Yaitu hak menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungan dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki terdapat dalam Pasal 20 ayat 3 UPPLH. Pasal 34 UPPLH ditentukan bahwa dalam Ayat 1, ”Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha danatau kegiatan untuk membayar ganti rugi danatau melakukan tindakan tertentu”, dan Ayat 2, ”Selain pembebanan untuk melakukan 157 Hendrik Budi Untung., Op. cit., hal. 20-21. Kedua fungsi tersebut direkomendasikan dalam Pasal 34 UUPLH, sehingga tampak bahwa UUPLH mengamanatkan perusahaan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility. Universitas Sumatera Utara tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut”. 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Ditinjau dari sudut pandang hukum pajak, program CSR yang dilaksanakan di perusahaan-perusahaan dapat terkait dengan Pajak Penghasilan PPh. Dari penghasilan PPh, perusahaan biasanya harus memilih strategi sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk program CSR yang dipilih dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi laba kena pajak. Dari sudut pandang PPN, perusahaan biasanya memilih strategi sehingga barang atau jasa yang diberikan pihak penerima tidak terhutang PPN atau kalaupun terhutang seminimal mungkin. Strategi ini diambil sebagai asumsi bahwa semua program CSR yang dipilih oleh perusahaan adalah benar-benar untuk maksud yang mulia, peningkatan kualitas sumber daya alam, peningkatan pendidikan, peningkatan layanan kesehatan, maupun peningkatan aspek sosial dan ksejahteraan rakyat. Dalam kaitan antara CSR ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dapat dikaitkan antara CSR dengan bidang-bidang yang lain. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan mengenai hal-hal objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan Universitas Sumatera Utara kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Jika tidak disertai program-program tentang CSR dalam suatu perusahaan, dapat dibayangkan betapa besarnya angsuran pajak yang harus dibayar oleh sebuah perusahaan atau perseroan di Indonesia. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentan Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan sebagai berikut: 1 Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2 Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Universitas Sumatera Utara 3 Dihapus. 4 Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. 5 Dihapus. 6 Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; c. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; d. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 7 Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: a. Wajib Pajak baru; Universitas Sumatera Utara b. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75 nol koma tujuh puluh lima persen dari peredaran bruto. 8 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 dua puluh satu tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan hasil revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, maka dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentan Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ditambahkan ketentuan, 8a ketentuan dalam 8a ini menyebutkan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 8 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010”. 9 Dihapus. Namun jika dilihat ketentuan dalam Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan pula mengenai bidang-bidang yang dikecualikan dari pengenaan objek pajak tersebut. Bidang-bidang itu adalah: 1. Bantuan atau sumbangan, dalam hal ini termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah Universitas Sumatera Utara dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 3. Warisan. Warisan yang dimaksud di sini adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 4. Harta, dalam hal ini termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yaitu suatu “badan”. Hal ini dimaksud sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura danatau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma Universitas Sumatera Utara penghitungan khusus deemed profit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; 158 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. Penentuan terhadap penerima beasiswa yakni yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Termasuk pula biaya magang dan pelatihan; 7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2 Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh lima persen dari jumlah modal yang disetor. 158 Pasal 15 yaitu, “Menteri Keuangan dapat mengeluarkan Keputusan untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16”. Universitas Sumatera Utara 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. Termasuk pula badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; 9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia sesuai dengan syarat-syarat di atas, mencakup dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1 Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2 Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan danatau bidang penelitian dan pengembangan, yang Universitas Sumatera Utara telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan danatau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Bidang-bidang di atas, ditafsirkan sebahagian besar pelaku usaha untuk melakukan program-program CSR dengan alasan untuk menghindari pemungutan pajak penghasilan yang begitu besar. Karena berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan bidang-bidang usaha yang tidak dikenai pemungutan sebagai objek pajak. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, CSR telah ditetapkan sebagai kewajiban hukum statutory obligation, bukan sebagai kewajiban moral semata yang pelaksanaannya bersifat sukarela. Hal ini diungkapkan oleh Jamal Wiwoho, berikut ini pernyatannya mengenai CSR jika Universitas Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah: 159 “Pendanaan oleh perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam atau menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam bagi pelaksana tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat 1 UUPT 2007, dapat dianggarkan oleh perseroan tersebut dan pengeluarannya dapat diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Dengan demikian, pengeluaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai pengurangan beban pajak”. Dengan demikian, CSR harus dilaksanakan. Dimasukkannya ketentuan CSR ke dalam UUPT sebagai kewajiban hukum merupakan langkah maju bagi kepentingan masyarakat. Banyak negara yang tidak memasukkan sebagian kewajiban hukum tetapi mengatur secara tidak langsung yaitu sebagai insentif berupa pengurangan pajak bagi perseroan yang melaksanakannya. Hal ini jika dilihat berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dengan kata lain, banyak negara hal tersebut tetap menjadi kewajiban moral semata, tetapi bagi perseroan yang bersedia melaksanakan kewajiban moral itu akan memperoleh insentif karena pengeluarannya dapat diperhitungkan sebagai pengurangan pajak. Di dalam pelaksanaanya di luar negeri, insentif tersebut telah 159 Jamal Wiwoho., “Sinkronisasi Kebijakan Corporate Social Responsibility CSR Dengan Hukum Pajak Sebagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Di Indonesia”, Pidato disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Universitas Sebelas Maret, pada tanggal 20 Agustus 2009, di Jakarta, hal. 6. Universitas Sumatera Utara mendorong pada umumnya perusahaan menganggarkannya dan melaksanakan program-program CSR tersebut.

B. Pengaturan Corporate Social Responsibility di Negara Cina

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Goveranance dan Motivasi Manajemen Laba Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Food And Beverage yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013

0 53 92

Mekanisme Good Corporate Governance (GCG), Kinerja Keuangan, Corporate Social Responsibility (CSR), dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 30 100

Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 46 93

Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terkait dengan Sustainable Development

4 89 188

Analisis Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2008-2010)

1 28 108

Pengaruh good corporate governance, karakteristik perusahaan dan regulasi pemerintah terhadap pengungkapan corporate social responsibility

2 9 12

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

2 12 74

Peranan Good Corporate Governance dalam Mendorong Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.).

1 2 22

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN GO-PUBLIC DI INDONESIA.

0 0 5

Analisis Terhadap Pengaturan Penanaman Modal Sektor Pertambangan di Indonesia COVER

0 0 13