Hambatan-Hambatan Dalam Pengaturan Corporate Social Responsibility

kepedulian kepada rakyat dan lain-lain. Inilah hakkat hukum yang selalu dalam proses menjadi law as process, law in the making. 186

2. Hambatan-Hambatan Dalam Pengaturan Corporate Social Responsibility

Dalam Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance Oleh Perusahaan Pengaturan CSR di Indonesia menuai banyak protes terutama dari kalangan pengusaha sendiri. Karena para pengusaha melihat terdapat aspek-aspek yang tidak jelas dalam pengaturan dalam UUPT maupun yang undang-undang berkaitan dengan CSR. Bahkan terdapat tumpang tindih pengturan CSR antar undang-undang yang ada. Akan tetapi adanya pengaturan CSR secara lebih detail dalam UUPT ternyata berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pengaturan CSR menimbulkan hambatan-hamabatan dalam pelaksanaan CSR itu sendiri, antara lain: 187 a Adanya subyek yang diatur dalam UUPT yang diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan dibatasi hanyalah perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam. Pengaturan ini membatasi jenis-jenis perusahaan yang harus melakukan CSR. Tapi jika membaca penjelasan Pasal 74 Ayat 1 UUPT, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah yang usahanya adalah memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam. Sedangkan yang menjalankan kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam adalah yang kegiatan usahanya berdampak pada fungsi 186 Ibid., hal. 2. 187 http:www.csrindonesia.comdataarticles20070904110959a.pdf, diakses terakhir tanggal 8 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara kemampuan sumber daya alam. Rumusan yang mewajibkan hanya perusahaan yang bergerak dalam bidang sumber daya alam justru bersifat kabur dan berbau diskriminatif. Karena hanya mewajibkan perusahaan yang bergerak dalam bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam saja yang diwajibkan melaksanakan CSR. Dalam hal ini sebenarnya tidak perlu ditegaskan perusahaan yang bergerak danatau berhubungan dengan sumber daya alam yang diwajibkan melaksanakan CSR, karena selama ini seperti perbankan, lembaga pembiayaan, asuransi dan lain-sebagainya juga aktif melaksanakan kegiatan CSR. Terkait permasalahan tersebut bahwa penjelasan ayat 1 tersebut dapat diinterpretasikan berlaku bagi seluruh sektor industri tanpa terkecuali karena apabila dicermati lebih teliti, maka sebenarnya seluruh aktifitas manusia di muka bumi ini memiliki dampak terhadap eksistensi sumber daya alam. Apabila kalusul pada Pasal 74 ayat 1 ini juga yang dijadikan dasar pelaksanaan CSR, maka akan tetap muncul makna yang rancu. Disatu sisi bersifat ”wajib” dalam makna liability dan sisi lain tetap bersifat sukarela dalam makna responsibility. Seharusnya yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan program CSR adalah seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia. b Belum jelasnya ketentuan dalam Pasal 74 ayat 2 yang menjelaskan bahwa kewajiban CSR bagi perseroan dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Berdasarkan ketentuan tersebut , setiap perseroan harus merancang kegiatan CSR sejak awal perusahaan sudah mengeluarkan biaya untuk kegiatan Universitas Sumatera Utara CSR, padahal belum diketahui apakah perusahaan itu akan ”profit” atau ”last out” dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu harus jelas makna kewajiban perseroan yang dianggarkan tersebut. Apakah dianggarkan sejak perusahaan beroperasi atau setelah beberapa waktu perusahaan itu beroperasi. Sebagai perbandingan dapat dilihat Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05MBU2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Yang perlu dicatat dalam ketentuan ini adalah bahwa dana program kemitraan dan bina lingkungan ini diambil dari 1 laba bersih setelah dipotong pajak. Dalam aturan ini jelas dari mana sumber dananya dan kapan harus dilakukan kegiatan tersebut. Keputusan mengenai dana yang dianggarkan untuk kegiatan CSR ini berkaitan dengan Pasal 63 UU PT yang menegaskan bahwa: 1 Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang; dan 2 Rencana kerja sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 memuat juga anggaran tahunan perseroan untuk tahun buku yang akan datang. Dikarenakan CSR bagian dari rencana tahunan yang dianggarkan dari biaya perusahaan, maka dengan sendirinya CSR tersebut akan menjadi bagian dari laporan tahunan suatu perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 Ayat 2 huruf c. Berkaitan dengan hal tersebut, sudah tentu CSR yang Universitas Sumatera Utara dianggarkan itu mempunyai implikasi tertentu, baik dari segi pendapatan negara maupun lembaga. Implikasi ini diantaranya berkaitan dengan: 188 1 Mengingat biaya CSR sebagai bagian dari pengeluaran suatu perusahaan dan tidak bagian dari presentase keuntungan. Untuk itu pemerintah harus memberikan kompensasi tertentu kepada perusahaan, kompensasi tertentu kepada perusahaan, kompensasi ini dapat diberikan dalam bentuk insentif dalam bidang perpajakan. Baik dalam bentuk pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan lain sebagainya. Konsekuensi dari insentif ini akan berdampak pada berkurangnya penghasilan pajak negara. 2 Jika pemerintah tidak memberikan insentif dalam berbagai bentuk, justru yang muncul adalah penambahan komponen biaya produksi cost product. Akibatnya tingginya cost product, yang akan menanggung akibatnya adalah konsumen, sehingga konsumen untuk memperoleh suatu produk atau jasa tidak berdasarkan harga riil, tetapi berdasarkan harga cost product. Maka dengan sendirinya, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan CSR justru dibebani kepada konsumen atau stakeholder. Kalau hal ini terjadi maka hilanglah makna esensial dari CSR itu sendiri, sehingga CSR hanya sebagai slogan bagi perusahaan dalam rangka strategi bisnisnya. Dengan kata lain, jika tidak jelas wujud dan bentuk insentif yang diberikan kepada perusahaan yang melaksanakan CSR, maka stakeolders tetap pada posisi yang dirugikan, sedangkan perusahaan sebagai pihak yang diuntungkan. 3 CSR sebagai kegiatan yang dianggarkan dan bagian dari biaya perusahaan. Persoalannya disini adalah bagaimana jika perusahaan yang bersangkutan mengalami kerugian? Apakah perusahaan tersebut tetap melaksanakan kegiatan CSR-nya pada tahun yang bersangkutan atau menunda samapi perusahaan itu mendapat keuntungan. Kemudian bagiamana pula halnya dengan kewajiban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan yang bersangkutan?Apakah perusahaan yang mengalami kondisi seperti ini tetap diberikan insentif atau tidak. Apabila regulasi tidak jelas, insentif yang diberikan justru akan jadi alasan bagi perusahaan nakal untuk menghindari dari kewajiban membayar pajak. 4 Dikarenakan CSR telah menjadi bagian dari rencana kerja dan laporan tahunan suatu perusahaan, untuk itu mesti jelas lembaga yang berhak melakukan pengawasan danatau sertifikasi atas pelaksanaan CSR. Apakah diserahkan kepada departemen dan atau dinas terkait dengan bidang usaha perusahaan yang bersangkutan atau ditetapkan lembaga atau badan tersendiri. 188 Isa W., dan Busyra A., Op. Cit., hal. 191-192. Universitas Sumatera Utara c Masalah sanksi, dalam UU Penanaman Modal telah diatur dalam pasal 34 yang meliputi sanksi administratif maupun sanksi lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam UUPT, sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak diatur secara spesifik melainkan ‘diserahkan’ pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penjelasan Pasal 74 Ayat 3 UUPT, disebutkan bahwa sanksi yang dikenakan adalah sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanksi sebagaimana diatur dalam UU Penanaman Modal bagi perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dapat pula diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diatur dalam UUPT, sepanjang kriteria perusahaan yang dimaksud adalah sesuai dengan pengaturan dalam UU Penanaman Modal. Begitu juga dengan sanksi-sanksi yang ada dalam undang-undang terkait lainnya seperti UU Perlindungan Konsumen, UUPLH, UU Tenaga Kerja, dan sebagainya. Sehingga dari aturan Pasal 74 Ayat 3 UUPT ini adalah bahwa sanksi yang dijatuhkan itu merujuk pada ketentuan peraturan perundangundangan yang ada. Rumusan tersebut bermakna bahwa aturan CSR dalam UUPT tetap merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat sektoral lainnya. Hal ini semakin mempertegas bahwa pengaturan CSR dalam UUPT semakin membias dan cenderung dipaksakan tanpa konsep yang jelas. Universitas Sumatera Utara d Peraturan Pemerintah seperti yang ditentukan dalam Pasal 74 Ayat 4 UUPT di atas untuk mengatur lebih lanjut tentang pelaksanaan dan standar pelaporan CSR belum dikeluarkan. Dalam hal ini perusahaan masih meraba-raba dalam pengimplementasian kewajiban baru tersebut. Meski demikian, telah adanya berbagai standar pengaturan dari berbagai lembaga internasional seperti yang telah disebutkan sebelumnya di atas dapat menjadi acuan bagi perusahaan- perusahaan dalam merencanakan, mengimplementasikan dan dalam menyusun laporan pelaksanaan CSR tersebut. Peraturan pemerintah yang akan mengatur CSR tidak dijelaskan secara rigid, sehingga membatasi ruang gerak pelaku bisnis. CSR perlu dipahami sebagai komitmen bisnis untuk melakukan kegiatannya secara beretika dan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan, melalui kerja sama dengan pemangku kepentingan. Apabila pemerintah melahirkan kewajiban untuk membuat suatu aturan pemerintah akan memayungi dan menjebatani berbagai macam peraturan terkait dengan kegiatan CSR, bagi perseroan terbats sendiri, khususnya persseroan terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam, maupun perseroan terbatas pada umumnya yang ingin melaksanakan CSR sebagai bagian dari nafas dan kehidupan perseroan terbatas tersebut dalam rangka memelihara kesinambungan perseroan dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh stakeholder perseroan, maka dimasukkanya konsep CSR dalam UUPT. e Tidak ada award bagi perusahaan yang menjalankan CSR dengan baik. Di Indonesia pemberian award bagi perusahaan yang menerapkan CSR belum Universitas Sumatera Utara banyak. Padahal kalau dikaji lebih dalam manfaatnya banyak. Antara lain manfaat CSR bagi perusahaan untuk jangka panjang, yaitu: 189 1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi citra merek perusahaan; 2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara social; 3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan; 4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha; 5. Membuka peluang pasar yang lebih luas; 6. Mereduksi biaya; 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholder; 8. Memperbaiki hubungan dengan regulator; 9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan; dan 10. Peluang mendapatkan penghargaan. Dalam melaksanakan CSR dalam UUPT tersebut harus diimbangi dengan kebijakan dari pemerintah agar dalam melakukan perubahan social yang tadinya sukarela menjadi keharusan, maka cara tersebut disampaikan Soerjono Soekanto dalam kaitannya dengan cara melakukan perubahan sosial, antara lain: 190 1 Memberikan imbalan reward bagi pemegang peran yang patuh; 2 Merumuskan tugas penegak hukum untuk menyerasikan peran dengan kaidah hukum; 3 Mengeliminasi pengaruh negatif pihak ketiga; dan 4 Mengusahakan perubahan pada persepsi, sikap dan nilai-nilai pemegang peran. Fenomena yang paling berpengaruh ada sebuah penghargaan dan insentif yang berkaitan dengan pajak. Hal tersebut di atas yang paling penting untuk dikaji adalah berkaitan dengan faktor motivasi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan itu dalam melakukan CSR. Menurut Hamann dan Acutt dalam artikel ”How Should 189 Reza Rahman., Op. cit., hal. 67. 190 Moch. Jamin., ”Perubahan Sosial”, Diktat disampaikan dalam Mata Kuliah Sosiologi Hukum di Pascasarjana FH UNS, tanggal 27 Mei 2008, hal. 89. Universitas Sumatera Utara Civil Society and The Government Respond to Corporate Social Responsibility”, ada dua motivasi utama yang mendasari kalangan bisnis menerima dan melaksanakan pengkonsep CSR. 191

B. Pelaksanaan

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Goveranance dan Motivasi Manajemen Laba Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Food And Beverage yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013

0 53 92

Mekanisme Good Corporate Governance (GCG), Kinerja Keuangan, Corporate Social Responsibility (CSR), dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 30 100

Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 46 93

Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terkait dengan Sustainable Development

4 89 188

Analisis Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2008-2010)

1 28 108

Pengaruh good corporate governance, karakteristik perusahaan dan regulasi pemerintah terhadap pengungkapan corporate social responsibility

2 9 12

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

2 12 74

Peranan Good Corporate Governance dalam Mendorong Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.).

1 2 22

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN GO-PUBLIC DI INDONESIA.

0 0 5

Analisis Terhadap Pengaturan Penanaman Modal Sektor Pertambangan di Indonesia COVER

0 0 13