kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi;
3 Responsibility pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban perusahaan adalah
kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja,
perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini
diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab
selain kepada shareholder juga kepada stakeholders lainnya;
4 Independency kemandirian. Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan
dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku; dan
5 Fairness kesetaraan dan kewajaran. Prinsip ini menuntut adanya perlakuan
yang adil dalam memenuhi hak stakeholders sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa GCG merupakan, suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran
dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan para stakeholder lainnya, suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang
dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan, dan suatu proses yang transparan atas penentuan
tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
C. Etika Bisnis Perusahaan
Etika dan moralitas sering dipakai dan dapat dipertukarkan dengan pengertian yang sering dipersamakan begitu saja. Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos,
yang dalam bentuk jamaknya ta etha artinya adat istiadat atau kebiasaan. Jadi, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara
Universitas Sumatera Utara
hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang
lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. Sedangkan moralitas berasal dari kata latin yaitu mos dalam bentuk
jamaknya mores artinya adat istiadat dan kebiasaan. Jadi, etika dan moralitas sama- sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia yang telah diinstutisionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang terulang dalam kurun waktu yang lama
sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.
118
Sementara itu, Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa, ”etika adalah sebuah ilmu bukan ajaran”. Sebagai sebuah ilmu
maksudknya menitikberatkan kepada refleksi kritis dan rasional.
119
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar atau salah dan buruk atau baik. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian
tentang etika perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan, dan lingkungannya. Etika
perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai suatu kesatuan dengan lingkungannya misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat,
118
A. Sonny Keraf I., Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 13-14.
119
Franz Magnis Suseno., Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Togyakarta: Kanisius, 1987, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antara karyawannya.
120
Etika dalam kehidupan manusia menempati tempat yang terpenting, sebagai individu, kelompok, masyarakat dan bangsa. Mengenai Istilah etika ini, juga
diungkapkan oleh M. Yatimin Abdullah menyatakan bahwa ”etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat-istiadat kebiasaan, perasaan batin,
kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan”.
121
Ruang lingkup etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika
adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara
pribadi maupun sebagai kelompok.
122
Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak
secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir
120
A. B. Susanto., Reputation Driven Coorporate Social Responsibility Pendekatan Strategic Management Dalam CSR, Jakarta: Erlangga, 2009, hal. 35.
121
M. Yatimin Abdullah., Pengantar Studi Etika, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006, hal. 4. Menurut M. Yatimin bahwa Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan
menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dengan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan,
pegawai, dan pemasok bertindak oportunitas, serta tumbuhnya saling percaya. Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan
merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku etis, dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang
tidak etis.
122
Burhanuddin Salam., Etika Sosial: Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan
pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa bertindak begitu atau begini. Maka kebebasan dan tanggung jawab adalah kondisi dasar bagi pengambilan keputusan dan
tindakan yang etis, dengan suara hati memainkan peran yang sangat sentral.
123
Bisnis adalah usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka pencapaian nilai tambah. Etika Bisnis membahas masalah-masalah dalam konteks
bisnis yang terkait dengan standar moral.
124
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk
mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun
masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
125
Etika bisnis adalah pengaturan khusus mengenai moral, benar dan salah. Fokusnya kepada standar-standar moral yang diterapkan dalam kebijakan-kebijakan
bisnis, institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini etika bisnis adalah suatu standar moral dan bagaimana penerapannya terhadap sistem-sistem dan organisasi melalui
masyarakat modern yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa kepada mereka yang bekerja pada organisasi tersebut. Dengan kata lain, etika bisnis adalah
123
A. Sonny Keraf II., Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur Pustaka Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1991, hal. 22.
124
Robby I. Chandra., Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hal. 42-43.
125
http:id.wikipedia.orgwikiBisnis, ”Ensiklopedia Bebas”, diakses terakhir tanggal 7 Juni 2010.
Universitas Sumatera Utara
bentuk etika terapan yang tidak hanya menyangkut analisis norma-norma moral, tetapi juga menerapkan konklusi analisis ini ke lembaga-lembaga, teknologi,
transaksi, aktivitas yang kita sebut bisnis.
126
Secara umum beberapa prinsip-prinsip dalam etika bisnis adalah:
127
1. Prinsip otonomi dan tanggung jawab;
2. Prinsip kejujuran;
3. Prinsip tidak berbuat jahat non-maleficence dan prinsip berbuat baik
beneficence; 4.
Prinsip keadilan; 5.
Prinsip hormat kepada diri sendiri; 6.
Prinsip saling menguntungkan mutual benefit principle; dan 7.
Prinsip integritas moral. Selain itu, Manuel G. Velasquez menyebutkan ada 4 empat prinsip yang
dipakai dalam etika bisnis, yaitu, Utilitarianisme; Hak; Keadilan; dan Perhatian Caring.
128
Jika diperhatikan seksama bahwa semua prinsip di atas didasarkan pada satu paham filsafat yaitu “hormat kepada manusia sebagai persona”. Dalam wujud lain,
126
Bismar Nasution I., Op. cit, hal. 1-2. Etika bisnis pada hakikatnya merupakan kajian moralitas atau kesadaran moral yang berfokus pada penerapan standar-standar moral dalam usaha
bisnis.
126
Etika bisnis harus dipandang sebagai unsur dalam usaha bisnis itu sendiri dimana unsur dalam usaha bisnis adalah ”etika termasuk dalam efisiensi bisnis”. Bisnis tanpa etika dalam jangka
panjang justru tidak akan berhasil. Standar etika termasuk syarat-syarat keberhasilan sebuah bisnis. Pertaruhan dalam bisnis tidak sekedar menyangkut nilai material, melainkan menyangkut pula nilai
manusiawi.
127
Ibid., hal. 70-76, lihat juga dalam Sonny Kerap I., Op. cit, hal. 74-81. Sebenarnya prinsip-prinsip dalam etika bisnis yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik dan sesungguhnya
tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya. Demikian pula, prinsip- prinsip ini sangat erat terkaitnya dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat masing-masing.
Etika bisnis sebagai etika terapan sesungguhnya merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika pada umumnya.
128
Erni R. Ernawan., Op. cit., hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
paham ini disejajarkan dengan Golden Rule Aturan Emas atau Kaidah Emas.
129
Paham “hormat kepada manusia sebagai persona” mengandung sikap dasar memperlakukan manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk yang mempunyai nilai
pada dirinya sendiri dan bukan sekedar alat memperoleh keuntungan. Manusia dalam bisnis adalah pribadi luhur, memperlakukan diri sendiri maupun orang lain yang
terjabarkan di berbagai prinsip etika bisnis. Hal yang tidak etis jika kita merendahkan diri sendiri. Sebaliknya, juga kita merendahkan orang lain dan memerasnya dengan
menipu, curang, tidak bertanggung jawab, tidak adil untuk memperoleh keuntungan.
130
Di antara prinsip-prinsip dalam etika bisnis di atas, Adam Smith, menganggap prinsip keadilan merupakan prinsip yang paling pokok yang difokuskannya kepada
prinsip keadilan komutatif berupa no harm. Menurut Adam Smith, bahwa, ”prinsip no harm tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain merupakan prinsip yang
paling minim dan paling pokok yang harus ada bagi interaksi sosial manapun, termasuk bisnis”. Ini berarti, dalam kaitan dengan bisnis, tanpa prinsip ini bisnis tidak
bisa bertahan. Hanya karena setiap pihak menjalankan bisnisnya dengan tidak merugikan pihak manapun, bisnis itu bisa berjalan dan bertahan. Begitu ada pihak
129
Burhanuddin Salam., Op. cit., hal. 76.
130
Ibid., hal. 165.
Universitas Sumatera Utara
yang merugikan pihak tertentu, maka tidak akan ada pelaku bisnis yang mau menjalin relasi bisnis dengannya secara baik.
131
Pada gilirannya, prinsip no harm ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini
harus dilarang. Misalnya monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik, dan lain-lain, harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip
no harm. Yaitu, karena semua praktek tersebut dapat merugikan pihak tertentu, misalnya adanya pelaku bisnis yang tersisihkan secara tidak fair, konsumen dipaksa
untuk membayar harga yang lebih mahal, konsumen ditipu, dan sebagainya. Demikian pula undang-undang atau peraturan mengenai lingkungan hidup, iklan,
tenaga kerja, semuanya berintikan prinsip no harm yang disebutkan di atas.
131
A. Sonny Keraf I, Op. cit, hal. 80. Dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip yang lain pun sangat penting bagi kelangsungan bisnis dan tanpa prinsip-prinsip itu bisnis tidak bisa bertahan.
Tetapi yang menarik pada prinsip no harm adalah bahwa sampai pada tingkat tertentu dalam prinsip ini telah terkandung semua prinsip dalam etika bisnis lainnya. Dalam prinsip no harm sudah dengan
sendirinya terkandung prinsip kejujuran, saling menguntungkan, otonomi termasuk kebebasan dan tanggung jawab, integritas moral, hormat pada diri sendiri, dan prinsip tidak berbuat jahat. Orang
yang jujur dengan sendirinya tidak akan merugikan orang lain, orang yang saling mau menguntungkan dengan pihak lain tentu tidak akan merugikan pihak lain itu, dan demikian pula orang yang otonom
dan bertanggung jawab tidak akan mau merugikan orang lain tanpa alasan yang dapat diterima dan masuk akal. Jadi, prinsip no harm memiliki jangkauan yang sangat luas mencakup banyak prinsip etika
lainnya. Hal yang menarik dari prinsip no harm tidak hanya berwujud imbauan moral, yang pelaksanaannya diserahkan kepada kemauan baik setiap pelaku bisnis. Prinsip no harm juga diterapkan
menjadi hukum tertulis yang dengan demikian menjadi pegangan dan rujukan konkrit dengan sanksinya yang jelas bagi bagi semua pelaku ekonomi. Jadi, prinsip ini pada akhirnya menjadi lebih
pasti, tidak hanya karena dijabarkan dalam berbagai aturan perilaku bisnis yang konkret perilaku mana saja yang dianggap merugikan dan karena itu dilarang melainkan juga karena didukung oleh
sanksi dan hukuman yang tegas.
Universitas Sumatera Utara
D. Hubungan CSR dan GCG Dengan Etika Bisnis Perusahaan