BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pambahasan yang telah dipaparkan di atas, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaturan dan pelaksanaan CSR di Indonesia dan Cina mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Namun terdapat perbedaan yang mencolok antara kedua negara tersebut. Perbedaanya adalah bahwa di Indonesia sifat CSR
adalah wajib, lembaga yang melakukan laporan tahunan perusahaan untuk CSR adalah Bursa Efek Indonesia, lembaga independennya belum ada, sanksinya
belum ada, dan bidang perusahaan masih yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor sistem ekonomi
Indonesia yang berasaskan kekeluargaan dan berdasarkan demokrasi ekonomi. Sedangkan sifat CSR di negara cina adalah sukarela, lembaga yang melakukan
laporan tahunan perusahaan untuk CSR adalah Shenzen Stock Exchange, lembaga independennya adalah: China CSR, Guangdong, dan International Corporate
Social Responsibility, sanksinya adalah sanksi moral, bidang perusahaan bergerak pada semua bidang perusahaan.
2. Pengaturan CSR di Indonesia dipengaruhi oleh teori hukum responsif. Hal
tersebut dikarenakan terbentuknya UUPT 2007 merupakan wujud respon
Universitas Sumatera Utara
pemerintah terhadap permasalahan yang dialami stakeholders sebagai akibat berdirinya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Melihat fenomena yang
terjadi di Indonesia maka pemerintah mengakomodir hal tersebut dalam Pasal 74 UUPT 2007. Itikad baik dari pemerintah menghendaki CSR dalam perusahaan
ternyata belum didukung dengan perangkat-perangkat hukum yang ada misalnya PP yang dimaksud dalam UUPT 2007 belum juga ada sehingga menimbulkan
beberapa hambatan dalam pelaksanaan pengaturan CSR di Indonesia, antara lain; subyek yang diatur dalam UUPT 2007 masih bersifat terbatas yaitu hanya
perusahaan yang mengelola sumber daya alam, belum jelas adanya pengaturan mengenai perhitungan anggaaran sebagai biaya perseroan yang memperhatikan
aspek kepatutan dan kewajaran, sanksi yang belum dijelaskan secara rinci melainkan diserahkan pada ketentuan perundang-undangan, PP yang janjikan
dalam Pasal 74 Ayat 4 UUPT 2007 untuk mengatur lebih lanjut tentang pelaksanaan dan standar pelaporan CSR belum juga dikeluarkan, dan tidak ada
award bagi perusahaan yang menjalankan CSR dengan baik. Jika habatan- hambatan dalam peraturan CSR masih bersifat demikian, maka dalam upaya
pemenuhan GCG dalam mewujudkan sustainable development tidak akan tercapai. Pelaksanaan CSR di Indonesia pada umumnya belum dirasakan
sepenuhnya oleh stakeholders disekitar perusahaan. Padahal pelaksanaan program-program tersebut merupakan bentuk perwujudan dari prinsip-prinsip
Good Corporate Governance.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran