55 Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah
dimana H0 diterima. Dalam analisisnya ada beberapa kriteria ketepatan, yaitu:
a. Uji Koefisien Determinasi R Square
Nilai R Square digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam menerangkan variasi independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai R Square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai
yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
b. Uji Regresi Simultan F test
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel independen. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5, maka kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
a. Bila nilai signifikan F 0.05, maka H0 ditolak artinya terdapat
pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variable dependen
b. Apabila nilai signifikan F 0.05, maka H0 diterima artinya variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
c. Uji Regresi Parsial Uji t
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi
Universitas Sumatera Utara
56 variabel independen. Dengan tingkat sognifikansi 5, maka kriteria pengujian
adalah sebagai berikut: a.
Bila nilai signifikansi t 0.05, maka H0 ditolak, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap
variable dependen. b.
Apabila nilai signifikansi t 0.05, maka H0 diterima, artinya terdapat tidak ada pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen
terhadap variabel dependen.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
4.1.1 Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI
Pasal 23 ayat 5 UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan
amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa
Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang.
Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R.
Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di
Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan
peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda, yaitu ICW
dan IAR. Dalam Penetapan Pemerintah No.61948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat
kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke
Universitas Sumatera Utara
58 Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang Ibukotanya di Yogyakarta tetap
mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat 5 UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK
Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13A1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat RIS berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk
Dewan Pengawas Keuangan berkedudukan di Bogor yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal
31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor
menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration NICA.
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS
yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor
menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di
Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor. Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang
menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa
Universitas Sumatera Utara
59 Keuangan berdasarkan Pasal 23 5 UUD Tahun 1945. Meskipun Badan
Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI UUDS 1950,
kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW
dan IAR. Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg
Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11MPRS1960 serta resolusi MPRS No. 1ResMPRS1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober
1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No. 7 Tahun 1963 LN No. 195 Tahun 1963 yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang PERPU No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi
pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan
masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.XMPRS1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada
posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang
Universitas Sumatera Utara
60 mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada
Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah
mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VIMPR2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang
independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK
RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen, BPK RI hanya diatur dalam satu ayat pasal 23 ayat 5. Kemudian dalam Perubahan
Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri Bab VIII A dengan tiga pasal 23E, 23F, dan 23G dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Universitas Sumatera Utara
61
4.1.2 Visi dan Misi BPK RI
Visi Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI seperti yang diungkapkan di dalam Rencana Strategis BPK RI adalah menjadi lembaga pemeriksa keuangan
negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel
dan transparan. Misi Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI, yaitu:
1 Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; 2 Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara; dan 3 Berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk
penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan negara.
4.1.3 Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Sumatera Utara
Berikut ini merupakan struktur organisasi BPK RI Perwakilan Sumatera Utara dan Bidang tugas pimpinan perwakilan BPK Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
62
1. Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Sumatera Utara
Gambar 4.1: Struktur Organisasi BPK RI Perwakilan Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
63
2.Bidang Tugas Pimpinan Perwakilan BPK Sumatera Utara Tabel 4.1
Bidang Tugas Pimpinan Perwakilan BPK Sumatera Utara No.
Pimpinan BPK Perwakilan Provinsi
Sumatera Utara Bidang Tugas Pembinaan
1. Kepala Perwakilan
Erwin, S.H., M.Hum
Kelembagaan BPK
Perwakilan Sumatera Utara
Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah
secara umum
Pemeriksaan Investigatif
Hubungan Kelembagaan Dalam Negeri dan Luar Negeri
2. Kepala Sekretariat
Perwakilan
Agung Hartono, S.E., M.M.
Pelaksanaan Tugas Penunjang dan Sekretaris Perwakilan
Penyelenggaraan dan pengkoordinasian dukungan administrasi, hukum dan
hubungan masyarakat, protokoler, serta sumber daya untuk kelancaran tugas
dan fungsi Perwakilan BPK RI di Medan.
3. Kepala Sub Auditorat
Sumatera Utara I
R. Aryo Seto Bomantari, S.E., M.M.,
Ak.
Pemeriksaan pengelolaan
dan tanggungjawab
keuangan daerah
pada,Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara,
Kota PematangSiantar,
Kabupaten Samosir,
Kabupaten Langkat, Kabupaten Pakpak Bharat,
KabupatenSerdang Bedagai, Kabupaten Simalungun,
Kabupaten Karo,
Kabupaten Labuhanbatu Utara, dan Kota Binjai, serta BUMD dan lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas,
termasuk melaksanakan
pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN.
4. Kepala Sub Auditorat
Sumatera Utara II
Ayub Amali, S.E., M.M., Ak.
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan daerah
pada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu,
Kabupaten Mandailing
Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota
Sibolga, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota
Padang Sidempuan, Kabupaten Nias,
Universitas Sumatera Utara
64 Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Padang
Lawas Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Nias Selatan, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan
entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan
pemeriksaan yang
dilimpahkan oleh AKN. 5.
Kepala Sub Auditorat Sumatera Utara III
Aris Laksono, S.E.
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan daerah
pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang,
Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba Samosir,
Kota Tebing
Tinggi, Kabupaten Batubara, Kota Medan,
Kabupaten Asahan,
Kabupaten Humbang
Hasundutan, Kabupaten
Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten
Nias Barat
dan Kota
Tanjung Balai,serta
BUMD dan
lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan
pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN.
6. Sub Bagian SDM
Misrayanti, S.T.
Pelaksanaan pengurusan sumber daya manusia
di lingkungan
BPK RI
Perwakilan Sumatera Utara 7.
Sub Bagian Keuangan
Sucipto, S.Sos.
Pelaksanaan kebijakan
anggaran, perbendaharaan, penatausahaan, dan
pertanggungjawaban keuangan, serta menyiapkan bahan pendukung dalam
rangka penyusunan Laporan Keuangan BPK di lingkungan BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Utara
8. Sub Bagian Hukum dan
Humas
Daniel Sembiring Berahmana, S.H., CFE.
Pelaksanaan pemberian layanan di bidang hukum yang meliputi legislasi,
konsultasi, bantuan
dan informasi
hukum, serta bidang kehumasan yang terkait dengan tugas dan fungsi BPK RI
Perwakilan Provinsi Sumatera Utara
9. Sub Bagian Umum
Bambang Prayudhi, S.T., MAP
Pelaksanaan pemberian
layanan administrasi
umum, teknologi
informasi, dan keprotokolan, serta pelaksanaan pengurusan sarana dan
prasarana di lingkungan Perwakilan BPK RI di Medan
Universitas Sumatera Utara
65 10.
Sub Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan
Iskandar Setiawan, S.E.
Peyelenggaraan kesekretariatan
dan penyiapan informasi yang dibutuhkan
oleh Kepala Perwakilan, pelaksanaan kegiatan lain sesuai dengan perintah
Kepala
Perwakilan
Sumber: http:medan.bpk.go.id
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Deskriptif
Responden dalam penelitian ini adalah auditor pemerintah ada Badan emeriksa Keuangan BK erwakilan Sumatera Utara yang berjumlah 48 orang.
Analisis deskriptif
dalam penelitian
ini untuk
merumuskan dan
menginterpretasikan hasil penelitian berupa analisis deskriptif responden dan deskriptif variabel.
4.2.1.1 Analisis Deskriptif Responden a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah
Responden Persentase
20-29 tahun 13
27,08 30-39 tahun
17 35,42
40-49 tahun 11
22,92 50 tahun
7 14,58
Jumlah 48
100
Tabel 4.2 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan usia, responden yang berusia 20
– 29 tahun sebanyak 13 orang dengan persentase 27,08 , responden yang berusia 30
– 39 tahun sebanyak 17 orang dengan persentase
Universitas Sumatera Utara
66 35,42 , responden yang berusia 40
– 49 tahun sebanyak 11 orang dengan persentase 22,92 dan responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 7
orang dengan persentase 14,58 .
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan Golongan
Jumlah Responden
Persentase
Golongan 2C 1
2,08 Golongan 3A
13 27,08
Golongan 3B 12
25 Golongan 3C
12 25
Golongan 3D 10
20,83
Jumlah 48
100
Tabel 4.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan golongan. Responden dengan golongan 2C sebanyak 1 orang dengan persentase 2,08 ,
responden dengan golongan 3A sebanyak 13 orang dengan persentase 27,08 , responden dengan golongan 3B sebanyak 12 orang dengan persentase 25 ,
responden dengan golongan 3C sebanyak 12 orang dengan persentase 25 , responden dengan golongan 3D sebanyak 10 orang dengan persentase 20,83 .
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.4