Putaran Perundingan Helsinki Tahap IV
partai berpusat di Jakarta dan setidaknya punya cabang di sebagian jumlah provinsi di Indonesia.
27
Putaran kelima sempat mengalami jalan buntu dan perundingan hampir terancam bubar tetapi akhirnya bisa diatasi oleh CMI. CMI meminta agar
perundingan bisa dimulai denga draft MOU, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan kedua delegasi, CMI memberikan kesempatan kedua belah
pihak untuk mengungkapkan beberapa pernyataan sikap dari para ketua delegasi. Kemudian dilanjutkan dengan membahas draft MOU, mulai dengan istilah
Pemerintahan Aceh dan juga partisipasi GAM dalam politik. Siang hari pada hari pertama, kembali dilanjutkan pertemuan kedua belah pihak, Ahtisaari mengajak
untuk membahas soal hak asasi manusia. Dilanjutkan CMI mengangkat agenda tentang pengaturan keamanan. Saat GAM mulai susah diajak diskusi lagi, CMI
dengan luwes mengingatkan GAM untuk kembalik ke jalur bahwa pertemuan ini adalah untuk mencari solusi damai.
Dalam suasana yang hampir “deadlock” tersebut, CMI kembali menunjukan kemampuannya sebagai mediator dan di Indonesia Wapres Jusuf
Kalla kembali menunjukan pengaruhnya yang besar terhadap kalangan politisi haluan garis keras. Melalui lobi-lobi intensif yang dilakukan oleh Marttin
Ahtisaari dan Juha Christensen terhadap kedua delegasi dan pendekatan yang dilakukan Wapres Jusuf Kalla terhadap tokoh-tokoh politik dan TNI di Jakarta,
maka terjadilah beberapa kali pertukaran draft dan diskusi mengenai pendirian partai lokal yang akhirnya sampai pada kesepakatan bahwa pemerintah Indonesia
27
Tempo, “Menanti Partai Lokal GAM”, Edisi 25-31 Juli 2005, h. 10.
akan memfasilitasi pendirian partai lokal dalam jangka waktu 1 tahun atau paling lama 18 bulan setelah perdamaian ditandatangani.
28
Dengan telah disetujuinya masalah yang sangat krusial tersebut maka seluruh butir-butir perundingan telah disepakati oleh delegasi pemerintah
Indonesia dan GAM pada penutupan sidang. Akhirnya baik GAM dan pemerintahan RI bersepakat menandatangani nota kesepahaman MoU, babak
kelima pada 15 Agustus 2005. Hari kedua, kembali membahas draft akhir MoU, dan mengangkat agenda
mengenai kewenangan pemerintah pusat. Kemudian dilanjutkan dengan agenda partisipasi politik. Di putaran kelima ini CMI memfasilitasi pertemuan GAM
dengan Uni Eropa. Sejak putaran pertama hingga putaran ketiga, pihak fasilitator, Crisis Management Initiative yang dipimpin oleh Martti Ahtisaari, selalu
mengirimi kedua belah pihak undangan yang tema dan jadwalnya sudah dipatok. Tiap undangan pertemuan untuk tiap putaran, CMI sudah menjelaskan bahwa
semua pembicaraan tentang Aceh, selalu dalam kerangka Otonomi Khusus Aceh bukan yang lain-lain.
Dengan kerangka yang jelas dan tegas ini, GAM tidak pernah sukses bisa bicara tentang kemerdekaan dalam perundingan. Lebih lanjut, dengan menerima
undangan serta substansi bahasan dan datang ke meja perundingan dengan desain seperti itu. GAM secara otomatis sebenarnya sudah tak punya peluang lagi
berbicara tentang tuntutan kemerdekaan, kalau tidak mau dikatakan bahwa GAM secara otomatis sudah menerima kenyataan bahwa mereka berada dalam bingkai
NKRI. CMI ingat bahwa selama proses negosiasi di Konigstedt, ada hari-hari
28
Damien Kingsbury, Peace In Aceh, h. 154.
dimana sepanjang hari tidak ada yang terjadi kecuali keresahan tentang apakah pihak akan mencapai kesepakatan sesuai pandangan mereka masing-masing.
Perpecahan sering hampir terjadi. Semua yang bisa dilakukan kemudian menunggu dengan sabar, tak seorang pun dapat dipaksa.
Akan tetapi, sikap pemerintah belakangan luluh. Untuk mengakomodasi tuntutan pendirian partai politik lokal, pemerintah Indonesia menawarkan
beberapa opsi yaitu sebagai berikut: a.
memberikan kesempatan kepada anggota-anggota GAM untuk menduduki posisi-posisi politik termaksud posisi kepala daerah,
b. Memberi kesempatan kepada pimpinan GAM untuk menjadi kandidat
kepala daerah dari partai politik yang sudah ada di Indonesia atau menjadikan GAM sebagai partai politik yang berstruktur atau bersifat
nasional.
29
Usulan ini pun ditolak oleh GAM dan mereka tetap ingin mendirikan partai lokal.
Prasiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyambut suksesnya perundingan damai Helsinki dengan mengajak para anggita GAM bergabung
kembali dengan keluarga besar Republik Indonesia untuk membangun kembali Aceh dan wilayah Indonesia secara keseluruhan. Presiden juga mengajak seluruh
bangsa Indonesia mensyukuri peristiwa itu dan mengajak semua pihak untuk membangun hari esok yang lebih tenang, damai, sejahtera, adil dan demokratis di
bumi Aceh. Secara khusus, Presiden mengucapkan terima kasih kepada ketua dewan direktur CMI Marttin Ahtisaari yang telah bekerja keras sebagai mediator
dan fasilitator perundingan.
30
29
Farhan Hamid, Jalan Damai Nanggroe Endatu, h.204-205.
30
Ibid, h. 239.