Security Committee yang bertugas untuk memantau pelaksanaan kesepakatan CoHA.
9
Kesepakatan CoHA
ini menunjukkan
suatu kemajuan
dengan diberikannya kesempatan kepada masyarakat sipil untuk mengekspresikan
kebebasan politiknya tanpa diganggu oleh kedua belah pihak. Untuk itu, pemerintah RI menjamin dan GAM akan mendukung pelaksanaan proses
pemilihan yang bebas yang adil dengan partisipasi seluruh elemen masyarakat Aceh yang seluas-luasnya.
10
Untuk mendapatkan dukungan itu maka antara pemerintah dan GAM mempunyai tujuan yang sama untuk memenuhi aspirasi
rakyat Aceh untuk hidup secara damai, aman, bermatabat, makmur dan adil. Sebagai persoalan dalam negeri, Pemerintah Indonesia sebenarnya sangat
berhati-hati untuk melibatkan pihak luar. Meskipun dukungan internasional sangat kuat peranannya, akan tetapi untuk menentukan tetaplah berada dalam tangan
negara dan bangsa Indonesia sendiri, apalagi kekuatan luar tidak dapat terus menerus dijadikan sandaran untuk mendapat bantuan, atau sebaliknya dijadikan
kambing hitam untuk melepas tanggung jawab.
2. Kegagalan Pelaksanaan CoHA
Kesepakatan penghentian permusuahan CoHA antara pemerintah Indonesia dan GAM pada 9 Desember 2002, ternyata akhirnya hanya mampu
bertahan selama 3 tiga bulan. Ini dikarenakan pihak GAM telah melanggar, mengingkari, dan menghianati perrjanjian yang telah ditanda tangani. Pelanggaran
yang dilakukan oleh GAM, yakni, melakukan propaganda kemerdekaan tidak
9
Kontras, Aceh Damai dengan Kedilan, h. 109.
10
Ibid, h. 110.
maumengumpulkan senjata, bahkan melakukan penyelundupan, dan tindak kriminal.
11
Mencermati sikap GAM yang mulai menyimpang dari tujuan perjanjian CoHA, pemerintah RI melalui perwakilannya di JSC-RI berusaha mengambil
langkah-langkah untuk mencegah segala upaya GAM memenipulasi isi perjanjian. Adapun langkah-langkah tersebut, antara lain: 1 meminta pihak HDC untuk
menghentikan segala upaya pihak GAM, 2 meminta pihak HDC untuk menggelar sidang Joint Council sebagai lembaga tertinggi yang diatur dalam
CoHA.
12
Setelah pihak GAM tetap pada tujuannya, maka Pemerintah RI secara eksplisit menyatakan pemberlakuan Operasi Terpadu di wilayah Provinsi NAD.
Karena perkembangan terakhir atas kondisi Aceh semakin mencemaskan dengan adanya korban jiwa yang terus berjatuhan di pihak TNI, GAM dan rakyat sipil
seiring dengan melemahnya semangat untuk mematuhi perjanjian CoHA. Akhirnya pada 19 Mei 2003 disepakatilah pertemuan Joint Council di
Tokyo, guna mendapatkan solusi yang terbaik terhadap macetnya pelaksanaan CoHA. Namun perundingan ini gagal total, karena pihak GAM menolak seluruh
syarat dasar pemerintah RI. Adapun syarat tersebut, yaitu: 1 Aceh tetap dalam NKRI, 2 GAM menerima otonomi khusus, 3 GAM mau meletakkan senjata.
13
Kemudian dari sinilah pertemuan antara pemerintah RI dengan GAM membuat HDC tidak dapat lagi memfasilitasi perundingan tersebut, yang berarti HDC juga
11
Munawar Fuad Noeh, SBY dan Islam, Depok: eLSAKU, 2004, h. 107.
12
I Gusti Made Oka, Cessation of Hostilities Frame Work Agreement Between RI and GAM: Suatu Penyelesaian Konflik di Aceh, Jakarta: Staf Operasi Mabes TNI, 2004, h. 50.
13
Farid Husain, To See The Unseen: Kisah di Balik Damai di Aceh, Jakarta: Health and Hospital, 2007, h. 245-246.