Hubungan Job Commitment dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit di Kota Medan

(1)

HUBUNGAN JOB COMMITMENT DENGAN MOTIVASI

BERPRESTASI PADA TENAGA PENJUAL KARTU KREDIT

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

DYNA DARA YUNITA

061301078

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2009/2010


(2)

Hubungan job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan

Dyna Dara Yunita dan Eka D.J. Ginting

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Hubungan Job Commitment dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit di Kota Medan” sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat yaitu “Adakah Hubungan positif Job

Commitment dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit di

Kota Medan”. Yang melatarbelakangi diadakan penelitian ini adalah adanya persaingan antar perusahaan perbankan yang semakin ketat untuk produk kartu kredit yang kemudian menghadapkan para tenaga penjual pada masalah pencapaian target dan menuntut mereka untuk memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam bekerja demi memenangkan persaingan. Variabel job commitment kemudian diyakini dapat memberikan sumbangan efektif dalam meningkatkan motivasi berprestasi para tenaga penjual kartu kredit tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: adakah hubungan positif antara job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan, adakah perbedaan motivasi berprestasi ditinjau dari usia, pendidikan terakhir, dan lama bekerja.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk mengukur hubungan diantara berbagai variabel. Sedangkan untuk menunjang penelitian ini diperoleh melalui penyebaran angket. Populasi dalam penelitian ini adalah para tenaga penjual kartu kredit di Kota Medan yang berjenis kelamin pria, telah menjadi tenaga penjual kartu kredit selama minimal 6 bulan, dan selama waktu tersebut tidak menjadi tenaga penjual untuk produk yang lain diluar kartu kredit. Sampel yang diambil adalah individu yang sesuai dengan karakteristik populasi dan kebetulan dijumpai di lapangan saja, jadi teknik yang digunakan adalah sampel insidental. Setelah melakukan penyebaran angket maka hasil angket dihitung dengan menggunakan rumus Analisis Regresi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara job

commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota

Medan (p=0.00). Dari variabel motivasi berprestasi diketahui bahwa tidak ada perbedaan motivasi berprestasi baik ditinjau dari usia (p=0.915), pendidikan terakhir (p=0.900), maupun lama bekerja (p=0.681).


(3)

Relationship Between Job Commitment and Achievement Motivation of Credit Card Sales force in Medan

Dyna Dara Yunita and Eka D.J. Ginting

ABSTRACT

Title of this research is "Relationship between Job Commitment and Achievement Motivation of Credit Card Sales force in Medan". This title is suitable to the principal problems that are raised earlier "is there positive relationship between Job Commitment and Achievement Motivation of Credit Card Sales force in Medan”. The background of this study is the existence of organized competition among banking companies increasingly stringent for products credit card and then confronts the salespeople on the problem of the target and requires them to have high achievement motivation in working for the sake of winning the competition. Job commitment variable is believed to contribute effectively to enhance performance of achievement motivation.

The purpose of this research is to know the positive relationship between job commitment and achievement motivation of credit card sales force in Medan, whether differences achievement motivation review of the age, level of education, and work experience.

The method used in this study is correlation method which aimed to measure the relationship among different variables. To support this research were obtained through questionnaires. The population in this study is the credit card sales force in Medan that gender men, has been a credit card sales force for at least 6 months, and during that time is not being a credit card sales force for other products outside credit card. The samples taken are appropriate to the individual characteristics of the population and just happened to be found in the field, so the technique used is the incidental sampling. After doing the questionnaire dissemination, the results are calculated by using regression analysis formulas.

The conclusion of this research is that there is a positive relationship between job commitment and achievement motivation of credit card sales force in Medan (p=0.00). Of variables achievement motivation known that there is no difference achievement motivation viewed from age (p=0.915), level of education (p=0.900), and working experience (p=0.681).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Hubungan Job Commitment dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit di Kota Medan” ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan ujian sarjana psikologi. Dalam penyelesaiannya, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah menyediakan waktu dan tenaga, memberikan kritik, saran, dan perhatian kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Siti Zahreni, M.Psi, psikolog, selaku dosen pembimbing seminar, yang

telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama proses penyusunan proposal skripsi.

3. Ibu Gustiarti Leila, M.Si, Psikolog, selaku Ketua Departemen Psikologi Industri dan Organisasi.

4. Ibu Ika Sari Dewi S.Psi., psikolog selaku dosen PA (Pembimbing Akademik) dan segenap staf pengajar yang telah membimbing peneliti untuk dapat menjalani seluruh proses kehidupan akademis dengan baik. 5. Seluruh pegawai bagian administrasi Fakultas Psikologi USU yang telah


(5)

6. Orangtua yang selalu mendukung, memberikan semangat dan perhatian penuh, dan senantiasa mendoakan penulis, sehingga penulis dapat tetap berusaha dan berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Orang-orang terdekat dan para sahabat penulis : bang Geri, Suri, Kiki, Tia, Ela, dan Wina yang telah memberikan dukungan maupun saran demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Medan, April 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN ABSTRAK ... i

HALAMAN ABSTRAK INGGRIS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Motivasi Berprestasi ... 13

1. Pengertian Motivasi Berprestasi ... 13

2. Ciri Motivasi Berprestasi ... 15

3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi ... 18

B. Job Commitment ... 20


(7)

2. Dimensi Job Commitment ... 22

3. Ciri-Ciri Job Commitment ... 23

C. Tenaga Penjual Kartu Kredit ... 25

D. Hubungan Job Commitment Dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit Di Kota Medan ... 27

E. Hipotesa ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

1. Motivasi Berprestasi ... 31

2. Job Commitment ... 32

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi Penelitian ... 33

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 34

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 35

1. Skala Motivasi Berprestasi ... 36

2. Skala Job Commitment... 39

3. Validitas ... 40

4. Daya Beda Aitem ... 40

5. Reliabilitas ... 41

E. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... ... 42


(8)

2. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala Job Commitment ... 45

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 45

1. Tahap Persiapan ... 45

2. Tahap Pelaksanaan ... 47

3. Tahap Pengolahan Data ... 48

G. Metode Analisa Data... 48

BAB IV HASIL DAN INTERPRETASI ... 50

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 50

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 50

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 51

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Bekerja ... 52

B. Hasil Penelitian ... 53

1. Uji Normalitas Sebaran ... 53

2. Uji Linearitas Hubungan ... 53

3. Hasil Utama Penelitian... 53

a. Korelasi Job Commitment dengan Motivasi Berprestasi... 54

b. Nilai Empirik dan Rata-Rata Hipotetik... 56

c. Kategorisasi Job Commitment... 58

d. Kategorisasi Motivasi Berprestasi... 59

e. Kategorisasi Job Commitment dan Motivasi Berprestasi.... ... 60


(9)

4. Hasil Tambahan Penelitian ... 61

a. Gambaran Skor Job Commitment Berdasarkan Usia 61 b. Gambaran Skor Job Commitment Berdasarkan ... 61

Pendidikan Terakhir c. Gambaran Skor Job Commitment Berdasarkan LamaBekerja... ... 62

d. Gambaran Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan Usia... 62

e. Gambaran Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan Pendidikan Terakhir. ... 63

f. Gambaran Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan Lama Bekerja... 63

g. Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau dari Usia... ... 64

h. Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau dari Pendidikan Terakhir... 65

i. Perbedaan Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan Lama Bekerja... ... 65

C. Pembahasan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73


(10)

a. Saran Metodologis ... 74 b. Saran Praktis ... 75


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Tenaga Penjual 38

Kartu Kredit Sebelum Uji Coba

Tabel 2 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Tenaga Penjual 43 Kartu Kredit Setelah Uji Coba

Tabel 3 Sebaran Aitem Skala Motivasi Berprestasi Tenaga Penjual 44 Kartu Kredit Setelah Uji Coba

Tabel 4 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia 51 Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan terakhir 51 Tabel 6 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Bekerja 52 Tabel 7 Hasil Uji Normalitas 53 Tabel 8 Hasil Uji Linearitas 54 Tabel 9 Hasil Analisisn Korelasi 55 Tabel 10 Hasil Analisis Varians 55 Tabel 11 Koefisien b0 dan b1 55 Tabel 12 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 56

Job Commitment

Tabel 13 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 57 Motivasi Berprestasi

Tabel 14 Norma Kategorisasi Job Commitment 58 Tabel 15 Kategorisasi Data Job Commitment 58


(12)

Tabel 16 Norma Kategorisasi Motivasi Berprestasi 59 Tabel 17 Kategorisasi Data Motivasi Berprestasi 59 Tabel 18 Matriks Kategorisasi Job Commitment dan 60

Motivasi Berprestasi

Tabel 19 Statistik Data Skor Job Commitment Berdasarkan Usia 61 Tabel 20 Statistik Data Skor Job Commitment Berdasarkan 62

Pendidikan Terakhir

Tabel 21 Statistik Data Skor Job Commitment Berdasarkan Lama 62 Bekerja

Tabel 22 Statistik Data Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan Usia 63 Tabel 23 Statistik Data Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan 63

Pendidikan Terakhir

Tabel 24 Statistik Data Skor Motivasi Berprestasi Berdasarkan 64 Berdasarkan Lama Bekerja


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Hasil survey majalah MIX MarketingXtra tentang 4

faktor yang paling menentukan keberhasilan seorang sales people


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A Data Mentah dan Hasil Reliabilitas Try Out 84 Lampiran B Skala Penelitian 98 Lampiran C Data Mentah Penelitian 106 Lampiran D Hasil Uji Normalitas dan Linearitas 115 Lampiran E Hasil Penelitian Tambahan 119


(15)

Hubungan job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan

Dyna Dara Yunita dan Eka D.J. Ginting

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Hubungan Job Commitment dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit di Kota Medan” sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat yaitu “Adakah Hubungan positif Job

Commitment dengan Motivasi Berprestasi Pada Tenaga Penjual Kartu Kredit di

Kota Medan”. Yang melatarbelakangi diadakan penelitian ini adalah adanya persaingan antar perusahaan perbankan yang semakin ketat untuk produk kartu kredit yang kemudian menghadapkan para tenaga penjual pada masalah pencapaian target dan menuntut mereka untuk memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam bekerja demi memenangkan persaingan. Variabel job commitment kemudian diyakini dapat memberikan sumbangan efektif dalam meningkatkan motivasi berprestasi para tenaga penjual kartu kredit tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: adakah hubungan positif antara job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan, adakah perbedaan motivasi berprestasi ditinjau dari usia, pendidikan terakhir, dan lama bekerja.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk mengukur hubungan diantara berbagai variabel. Sedangkan untuk menunjang penelitian ini diperoleh melalui penyebaran angket. Populasi dalam penelitian ini adalah para tenaga penjual kartu kredit di Kota Medan yang berjenis kelamin pria, telah menjadi tenaga penjual kartu kredit selama minimal 6 bulan, dan selama waktu tersebut tidak menjadi tenaga penjual untuk produk yang lain diluar kartu kredit. Sampel yang diambil adalah individu yang sesuai dengan karakteristik populasi dan kebetulan dijumpai di lapangan saja, jadi teknik yang digunakan adalah sampel insidental. Setelah melakukan penyebaran angket maka hasil angket dihitung dengan menggunakan rumus Analisis Regresi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara job

commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota

Medan (p=0.00). Dari variabel motivasi berprestasi diketahui bahwa tidak ada perbedaan motivasi berprestasi baik ditinjau dari usia (p=0.915), pendidikan terakhir (p=0.900), maupun lama bekerja (p=0.681).


(16)

Relationship Between Job Commitment and Achievement Motivation of Credit Card Sales force in Medan

Dyna Dara Yunita and Eka D.J. Ginting

ABSTRACT

Title of this research is "Relationship between Job Commitment and Achievement Motivation of Credit Card Sales force in Medan". This title is suitable to the principal problems that are raised earlier "is there positive relationship between Job Commitment and Achievement Motivation of Credit Card Sales force in Medan”. The background of this study is the existence of organized competition among banking companies increasingly stringent for products credit card and then confronts the salespeople on the problem of the target and requires them to have high achievement motivation in working for the sake of winning the competition. Job commitment variable is believed to contribute effectively to enhance performance of achievement motivation.

The purpose of this research is to know the positive relationship between job commitment and achievement motivation of credit card sales force in Medan, whether differences achievement motivation review of the age, level of education, and work experience.

The method used in this study is correlation method which aimed to measure the relationship among different variables. To support this research were obtained through questionnaires. The population in this study is the credit card sales force in Medan that gender men, has been a credit card sales force for at least 6 months, and during that time is not being a credit card sales force for other products outside credit card. The samples taken are appropriate to the individual characteristics of the population and just happened to be found in the field, so the technique used is the incidental sampling. After doing the questionnaire dissemination, the results are calculated by using regression analysis formulas.

The conclusion of this research is that there is a positive relationship between job commitment and achievement motivation of credit card sales force in Medan (p=0.00). Of variables achievement motivation known that there is no difference achievement motivation viewed from age (p=0.915), level of education (p=0.900), and working experience (p=0.681).


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada era persaingan global ini, inovasi perbankan dalam menciptakan produk dan layanan semakin meningkat. Salah satu produk perbankan yang banyak ditawarkan adalah kartu kredit. Kartu kredit dewasa ini bukan sekedar gaya hidup, tetapi merupakan kebutuhan bagi masyarakat modern untuk menunjang semua aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari (Kurniasih, 2009).

Kartu kredit merupakan fasilitas pembayaran berbentuk kartu yang bersifat fleksibel, dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan, barang, dan pelayanan tertentu secara hutang (Cummins, 1991). Disamping itu, produk ini juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas lainnya, seperti pembayaran tunai, penarikan tunai, hingga pembayaran tagihan. Karena begitu mudah dan bermanfaat, tidak heran jika produk ini sangat diminati oleh nasabah. Berdasarkan data dari Bank Indonesia peredaran kartu kredit mencapai 11,7 juta kartu dari 20 penerbit kartu yang ada setiap bulannya. Data yang dihimpun Biro Riset Infobank pun menyebutkan, pada April 2009 jumlah kredit yang penarikannya menggunakan kartu kredit menembus angka Rp. 30,57 triliun, sedangkan secara tahunan dari 2008 ke 2009 naik sekitar 21,69%. (Wibawanti, 2009a).

Pihak perbankan sendiri merasakan keuntungan yang sangat besar dari produk yang satu ini. Umumnya besaran bunga yang ditetapkan dapat mencapai


(18)

diatas 3% per bulan atau sekitar 36% per tahun. Ini merupakan angka yang cukup besar (Wibawanti, 2009a). Besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh ini kemudian mendorong perusahaan perbankan merancang berbagai macam program untuk menarik minat nasabah dan memenangkan persaingan. Masing-masing bank mencoba memberikan keunggulan tertentu untuk membuat produk mereka mudah dikenal, seperti GE Money yang mengeluarkan Money Shopping Card untuk memanjakan nasabah yang gemar berbelanja dengan memberikan cash back dan potongan sebesar 1,5% setiap berbelanja di supermarket manapun di seluruh Indonesia. Bukopin yang memberikan jaminan asuransi bagi nasabah kartu kreditnya (Wibawanti, 2009b). Danamon dengan program cash back untuk setiap pengisian bahan bakar di SPBU mana saja (Kristopo, 2009). Ada juga yang menggandeng perusahaan telekomunikasi, seperti Citibank dengan PT. Telkomsel melalui produk Citibank Telkomsel untuk memudahkan nasabahnya dalam berkomunikasi. Semuanya itu ditujukan untuk memancing ketertarikan nasabah agar mau mengajukan kredit (Wibawanti, 2009a).

Hadirnya program dari perbankan sejatinya memudahkan tenaga penjual untuk memasarkan produk kepada nasabah. Hal ini dapat menjadi nilai tambah bagi mereka dalam memasarkan kartu kredit. Namun, karena hampir semua bank menawarkan program khusus, persaingan pun semakin gencar dan pada akhirnya berdampak pula pada tenaga penjual yang menjadi ujung tombak perusahaan dan berhubungan langsung dengan para konsumen.

Persaingan antar perusahaan perbankan yang semakin ketat ini kemudian menghadapkan para tenaga penjual pada masalah pencapaian target (Riyanti,


(19)

2003). Masing-masing perusahaan memberikan target tinggi yang harus dicapai oleh tenaga penjual setiap bulannya untuk memenangkan persaingan. Tenaga penjual kartu kredit ini bertanggung-jawab penuh atas penjualan produk mereka (Sutojo, 2000). Itulah sebabnya target yang diberikan kepada mereka bersifat kuantitatif, atau berupa angka penjualan. Disamping itu, target penjualan juga sangat mempengaruhi besarnya pendapatan yang mereka terima (Khan, 1995). Oleh karena itu, mereka sangat dituntut untuk semaksimal mungkin mampu mencapai target yang telah ditentukan. Semakin tinggi volume penjualan, semakin tinggi pula penghasilan yang mereka terima.

Pencapaian target kerja membuat tenaga penjual melakukan berbagai macam cara, mulai dengan menawarkan produk di mal atau pusat perbelanjaan, janji bertemu dengan calon nasabah di luar jam kerja, berlomba-lomba menonjolkan keunggulan kartu kreditnya, sampai menyudutkan produk saingannya (Tjendana, 2008). Meskipun berdasarkan studi yang dilakukan oleh Llyod (1997) tenaga penjual adalah pihak yang kehadirannya paling sering ditolak karena mengganggu ketenangan orang lain, hal ini tidak membuat tenaga penjual mundur atau menyerah begitu saja. Beragam cara mereka lakukan untuk bisa bertemu dan mempresentasikan produk mereka. Mereka selalu berusaha mempelajari keunggulan produk yang mereka tawarkan dan mempersiapkan jawaban apabila produk mereka dibandingkan dengan produk yang lain (Hadi, 2007). Disamping itu para tenaga penjual ini juga cerdik dalam melihat peluang yang lain dengan melakukan trial close (Joewono, 2005). Hal diatas menunjukkan adanya motivasi yang kuat dari dalam diri mereka untuk dapat mencapai prestasi yang optimal.


(20)

0 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8

St r a te g i Pe n j u a l a n N e tw o r k in g T e k n i k P e n j u a l a n M o t iv a si K e u l e t a n

Hasil survey majalah MIX MarketingXtra kepada 30 (tiga puluh) orang top

sales people menunjukkan bahwa motivasi terbukti menjadi faktor yang paling

menentukan keberhasilan seorang tenaga penjual (Hendriani, 2009) seperti yang ditampilkan pada diagram berikut:

Gambar I.

Hasil survey majalah MIX MarketingXtra tentang faktor yang paling menentukan keberhasilan seorang sales people

Dari gambar I, tampak bahwa motivasi menjadi faktor utama yang paling menentukan keberhasilan tenaga penjual, yang diikuti oleh keuletan, selanjutnya

networking, lalu strategi penjualan, dan yang terakhir teknik penjualan (Hendriani,

2009).

Siddharta (2009) mengatakan motivasi bagi mereka yang memilih tenaga penjual sebagai profesinya, datang dari dirinya sendiri, bukan dari orang lain. Setiap hari para tenaga penjual ini memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi yang terbaik dalam profesinya. Motivasi datang dari kesadaran diri bahwa profesi ini adalah jalan hidupnya, dan untuk “bertahan hidup” satu-satunya cara adalah membuat dirinya terus “dipakai” di profesinya. Motivasi seharusnya datang karena kesadaran penuh bahwa menjadi seorang tenaga penjual, apapun posisinya


(21)

adalah tujuan hidupnya, misi hidupnya. Gilbert, dkk (1994) menambahkan, motivasi para tenaga penjual ini dalam mencapai target ditemukan cukup tinggi terutama bagi tenaga penjual yang telah lama menjalani profesi ini.

Dalam kajian psikologi, motif seseorang untuk mencapai target pekerjaan dikenal dengan motivasi berprestasi, yang merupakan aspek inheren pada manusia untuk menyelesaikan target, mencapai tujuan, dan bersaing dengan orang lain (McCelland, 1987). Mereka berorientasi pada pekerjaan, dan performa mereka dapat dinilai melalui hasil (prestasi) atau membandingkan dengan tolak ukur yang ada (Morgan,dkk 1986).

McClelland (1987) menyatakan, orang yang memiliki motivasi beprestasi yang tinggi akan menunjukkan kecenderungan untuk menyukai pekerjaan dengan level moderat, bertanggung-jawab pada tugas yang diberikan, menyukai umpan balik, serta lebih inovatif, atau selalu mencari cara baru yang lebih efisien dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Spiro, Stanton & Rich (2003) kemudian menambahkan bahwa tenaga penjual yang memiliki motivasi tinggi juga menunjukkan hal yang serupa. Mereka menyukai pekerjaan dengan level yang tidak terlalu berat dan terlalu ringan. Mereka juga menyelesaikan pekerjaan yang mereka emban dengan penuh tanggung jawab, menyenangi umpan balik yang mereka terima, serta selalu berkreasi bila dihadapkan dengan permasalahan yang rumit. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa orang tenaga penjual kartu kredit. Berikut kutipannya :

Toni (tenaga penjual Citibank)

“Kami senang berhadapan dengan nasabah chinesse (etnis Tionghoa) karena butuh pendekatan yang ekstra, sedikit lebih sulit dibandingkan


(22)

dengan pribumi karena mereka lebih selektif dalam membandingkan keunggulan produk kita dengan yang lain. Tapi kalau sudah rumit kali, biasanya kami serahkan ama supervisor, mereka yang bantu prospek... Setiap pagi kami biasanya briefing membahas apa yang kami raih kemaren dan apa plan kami untuk hari ini. Masukan itu sudah pasti penting bagi kami, baik itu dari supervisor kami atau dari kawan-kawan sesama sales” (Komunikasi personal, Oktober 2009)

Alfon (tenaga penjual Permata Bank)

“Tanggung jawab kami seperti selalu standby di promo, mendapatkan nasabah yang tidak terindikasi fraud. Fraud itu semacam penipuan atau kecurangan terhadap kartu kredit maupun ATM. Kalau di kartu kredit yang paling sering terjadi adalah pemalsuan kartu. Kami nggak sembarang dalam menerima nasabah, kami check, karena kami juga takut terkena fraud, bisa mengakhiri karir kami… Ya banyak masalah yang kami hadapi di lapangan, seperti susah ketemu sama orang penting di perusahaan, atau ketemu dengan karyawan, tapi kami nggak kehilangan akal, ada aja cara kami untuk mengatasinya, kayak kerja-sama dengan kantin atau ikut shalat di mushala kantor, jadi abis salat kami bisa ngobrol-ngobrol dengan karyawan” (Komunikasi personal, Oktober

2009)

Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang menurut Andreani (dalam Kadir 2009) secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar, yakni: faktor internal (bersumber dari dalam diri individu) dan faktor eksternal (bersumber dari luar diri individu).

Faktor intrinsik merupakan faktor yang cukup banyak disoroti dalam penelitian tentang motivasi berprestasi. Beberapa faktor internal yang diyakini mempengaruhi motivasi berprestasi diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan usia (Andreani, dalam Kadir 2009). Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang luas, wawasan yang lebih maju dan lebih efektif sehingga dapat menjadi termotivasi untuk bekerja dengan cara yang lebih baik. Begitu pula dengan pengalaman kerja dan kematangan usia. Masa


(23)

kerja yang cukup lama juga akan membentuk pola kerja yang efektif, membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang telah diberikan padanya, serta cepat menyesuaikan diri (Mulyawati, 2008).

Berbagai teori motivasi berprestasi memberi petunjuk bahwa setiap orang ingin mengembangkan kemampuan-kemampuannya sehingga potensi yang dimilikinya dapat berubah menjadi kemampuan efektif. Maka, potensi yang telah ada pada diri seseorang seperti pendidikan, pengalaman kerja, serta kematangan usia, dapat digunakan untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi (Siagian, 2001).

Masih seputar faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, Herzberg (dalam Siagian, 1995) menambahkan, dari kedua faktor tersebut–internal maupun eksternal, motivasi berprestasi individu nyatanya lebih dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya intrinsik (internal) dan dihubungkan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dan terbukti sangat mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan (Irawan, 2007).

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, yang dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja seseorang untuk dapat bekerja dengan baik dan secara langsung mempengaruhi prestasinya (As’ad, 2003). Kepuasan kerja tersebut merujuk kepada pekerjaan itu sendiri, bukan kepada perusahaan. Mukhyi & Sunarti (2007) mengatakan, kepuasan terhadap pekerjaan ini datang dari sebuah komitmen yang kuat terhadap pekerjaan yang diistilahkan oleh Morrow (1983) sebagai job commitment.

Job commitment didefinisikan sebagai derajat dimana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan dirinya terhadap pekerjaannya (Morrow, 1983).


(24)

Dimana internalisai nilai-nilai kebaikan dari suatu pekerjaan ataupun pentingnya pekerjaan tersebut dalam mempengaruhi harga diri seseorang (Lodahl dan Kejner dalam Cohen, 2003). Job commitment menggambarkan keyakinan seseorang terhadap pekerjaan yang dijalaninya kini, dan seberapa jauh pekerjaan tersebut mampu memuaskan kebutuhan orang tersebut (Kanungo dalam Carmeli, Elizur, Yanif, 2007).

Hasil survei yang dilakukan oleh Hendriani (2009) terhadap beberapa orang tenaga penjual menunjukkan mekipun tiga dari empat orang menyatakan bahwa menjadi seorang tenaga penjual sejatinya bukan cita-cita mereka, seratus persen responden sepakat bahwa karir sebagai tenaga penjual ini menjanjikan dan mereka sangat menikmati profesinya tersebut. Setelah mereka masuk ke dunia sales, mereka baru merasakan asyiknya dunia yang selalu berhubungan dengan pelanggan itu. Mereka merasa yakin profesi sebagai tenaga penjual ini mampu memuaskan segala kebutuhan mereka.

Dalam kaitannya dengan pekerjaan tenaga penjual kartu kredit, di lapangan terdapat fenomena bahwa dibalik hambatan yang ditemui, seperti kesan negatif dari masyarakat, dianggap sebagai pekerjaan yang terlalu berat, tidak menjanjikan penghasilan tetap (Swastha, 2001), dan statusnya tidak pasti (Johnston & Marshall, 2003) ternyata banyak tenaga penjual kartu kredit ini yang tetap memilih bertahan pada pekerjaan mereka selama bertahun-tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa orang tenaga penjual kartu kredit dari perusahaan perbankan yang berbeda, berikut kutipannya :


(25)

PW (City Bank)

“Kalau saya kerja di City Bank ini ya...kira-kira baru 8 bulan, tapi sebenarnya udah jadi sales kartu kredit sejak 2003. Saya gak kepikiran untuk ganti profesi lain, meskipun sudah ada yang meminta saya. Karena sales itu penuh tantangan, banyak pengalaman..rasanya semua yang saya harapkan dari suatu pekerjaan udah terpenuhi” (Komunikasi personal,

Juli 2009) PJ (Permata Bank)

“Jadi sales kartu kredit ini saya udah 8 tahunan. Dulunya pernah di Mega tapi bentar aja. Di Mandiri juga pernah. Kalau sekarang ini ya di Permata sama Bukopin..susah dek kita mau beralih kalau udah cinta saya sama kerjaan ini..Kita udah mahir di sini kan jadi enak, udah tau seluk beluknya”. (Komunikasi personal, Juli 2009)

Wawancara tersebut menunjukkan tingginya job commitment pada diri mereka, karena menurut Ingram & Lee (dalam McElroy, dkk, 1993) semakin berpengalaman seseorang di dalam pekerjaannya, maka semakin tinggi pula job

commitment nya.

Berdasarkan pemamparan sebelumnya, terlihat bahwa saat tenaga penjual kartu kredit merasa puas dengan pekerjaannya, maka mereka akan lebih termotivasi untuk meraih prestasi yang dinyatakan dalam bentuk usaha-usaha yang mereka lakukan dalam mencapai target atau volume penjualan yang tinggi. Dari hal ini diindikasikan mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Motivasi itu sendiri sesuai dengan pemaparan sebelumnya merupakan hal penting yang perlu dimiliki oleh seorang tenaga penjual untuk berhasil di dalam pekerjaannya. Selanjutnya, kepuasan terhadap pekerjaan yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi juga mengindikasikan adanya job


(26)

lanjut mengenai hubungan positif antara job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit yang ada di kota Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang ingin diteliti adalah : Apakah terdapat hubungan positif

job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di

kota Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas ruang lingkup dunia industri dan menambah wacana dalam ilmu psikologi pada umumnya, khususnya di bidang psikologi industri dan organisasi, yang berkaitan dengan job

commitment dan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit. Selain itu juga,

penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan, serta penelitian mengenai Psikologi Industri dan Organisasi sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.


(27)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pihak perusahaan perbankan yang terkait secara langsung terhadap subjek penelitian ini, yakni tenaga penjual kartu kredit, khususnya yang berada di kota Medan. Perusahaan diharapkan dapat menggunakan hasil penelitian sebagai dasar rekrutmen dan penyusunan kebijakan perusahaan jika nantinya terbukti bahwa job commitment berhubungan positif dengan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit. Job

commitment dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria seleksi yang perlu turut

menjadi pertimbangan perusahaan saat merekrut tenaga penjual kartu kredit, karena hal tersebut dapat berdampak pada peningkatan motivasi berprestasi mereka. Tenaga penjual yang memiliki motivasi berprestasi yang baik berpeluang untuk menghasilkan volume penjualan yang memuaskan, yang pada akhirnya mampu memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini akan digambarkan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah dan dinamika antar kedua variabel.


(28)

Teori-teori yang dimuat adalah Teori-teori yang berhubungan dengan job

commitment, motivasi berprestasi, dan tenaga penjual.

BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, skala job

commitment, dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran subjek penelitian, hasil analisa data utama penelitian, dan hasil tambahan penelitian. Bab V : Kesimpulan, dan Saran

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dan saran peneliti terhadap penelitian.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dasar teori untuk menjawab pertanyaan mengenai hubungan job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan adalah teori motivasi berprestasi, job commitment, dan tenaga penjual. Di bawah ini akan diuraikan mengenai teori-teori tersebut.

A. MOTIVASI BERPRESTASI 1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Teori motivasi berprestasi dikemukakan oleh David McClelland. Ia mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah karyawan yaitu : kebutuhan akan prestasi (need of achievement), kebutuhan akan afiliasi (need of affiliation), dan kebutuhan akan kekuatan (need of power) (McClelland, 1987). Hasibuan (2003) menambahkan, dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan akan prestasi yang kemudian mendorong munculnya motivasi berprestasi.

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena itu kebutuhan berprestasi ini akan mendorong sesorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal. Namun motivasi keinginan pencapaian ini diimbangi dengan keinginan menghindari kegagalan, sehingga perilaku mungkin diarahkan ke tujuan dengan kesukaran


(30)

menengah dan bukannya kebutuhan dengan kesukaran tinggi (Atkitson & Feather dalam Jewell & Siegeall, 1998).

McClelland, dkk (1953) menyebutkan motivasi berprestasi dapat digunakan dalam konteks bekerja dan belajar. Menurut McClelland, dkk (1953) motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan daripada ketakutan kegagalan.

Selanjutnya dinyatakan McClelland (1987) bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Standar prestasi yang dimaksud bisa berupa hasil pelaksanaan tugas, perbandingan dengan prestasi sendiri dan perbandingan dengan orang lain (Heckhausen, 1967). Pencapaian standar prestasi digunakan oleh individu untuk menilai kegiatan yang pernah dilakukan. Individu yang menginginkan prestasi yang baik akan menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan teori McClelland, Sabur (dalam Dahlani, 2009) menyatakan bahwa motivasi berprestasi didefinisikan sebagai suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut, Sabur (dalam Dahlani, 2009) mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong tersebut dinamakan virus mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya


(31)

tersebut akan berkembang biak dengan cepat. Dengan kata lain, daya tersebut akan meluas dan menimbulkan dampak dalam kehidupan.

Ahli lain yakni Gellerman (dalam Dahlani, 2009) menyatakan, bahwa motivasi berprestasi ditandai dengan adanya perasaan senang saat berhasil memenangkan suatu persaingan dan keberanian menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usaha untuk mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi (dalam Dahlani, 2009) adalah sebagai suatu cara berfikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi.

Dari pendapat di atas dapat di pahami bahwa dengan adanya motivasi berprestasi dalam diri individu akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat, akan menumbuhkan individu-individu yang bertanggung jawab dan dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga akan membentuk individu menjadi pribadi yang kreatif. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri individu untuk mencapai suatu nilai kesuksesan. Di mana nilai kesuksesan tersebut mengacu pada perbedaannya dengan suatu keberhasilan atas penyelesaian masalah yang pernah diraih oleh individu maupun berupa keberhasilan individu lain yang dianggap mengandung suatu nilai kehormatan.

2. Ciri Motivasi Berprestasi

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut :


(32)

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tidak menyukai tugas yang terlalu mudah atau tidak menantang, yang dinilai tidak mampu memuaskan kebutuhan berprestasi mereka. Mereka berpendapat jika tugas terlalu mudah, tidak ada alasan utuk terlihat lebih baik karena semua orang pasti dapat melakukannya. Namun disisi lain mereka juga tidak menyukai tugas yang terlalu sulit karena hal ini dapat menghambat kesempatan mereka untuk meraih sukses. Mereka tidak tertarik untuk melakukannya karena kemungkinan untuk gagal terlampau besar. Maka dari itu orang-orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi menyenangi tugas, pekerjaan, dan vokasional yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan kemampuan mereka dengan tuntutan dari pekerjaan mereka tersebut

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja

Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggungjawab secara personal untuk performa mereka, karena hanya dalam kondisi tersebut mereka dapat memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik. individu tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya hingga tuntas, dan selelau ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. Intinya, mereka fokus pada peningkatan performa mereka secara pribadi, tanpa memperhatikan apakah prestasi tersebut berpengaruh bagi anggota kelompok mereka atau tidak.


(33)

c. Menyukai umpan balik (feedback)

Orang dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi menyukai performa mereka dapat dibandingkan dengan yang lain. Mereka senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas dari apa yang telah mereka kerjakan. Umpan balik menunjukkan seberapa baik mereka telah bekerja. Mereka selalu mengontrol hasil kerja mereka karena tidak suka mengambil risiko untuk gagal.

d. Inovatif

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Hal yang mendorong mereka untuk bertindak seperti itu disebut dengan motif efisiensi. Mereka menghindari segala sesuatu yang monoton dan berhubungan dengan rutinitas. Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Morgan, dkk (1986) menambahkan, ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan, mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, jadi mereka dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan menantang.

e. Ketahanan (persistence)

Orang dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi ternyata juga memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas. Mereka memiliki ketahanan yang lebih dalam menghadapi kegagalan yang


(34)

mungkin ditemui dalam pekerjaan. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Hal ini didorong dengan kepercayaan bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa depan. Namun ketahanan ini tetap tergantung pada kemungkinan mereka untuk meraih sukses.

3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Andreani (dalam Kadir 2009) menjelaskan faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan dilihat dari sumbernya secara umum terbagi 2 (dua) yaitu : faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Bersumber dari dalam diri individu seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian. Berdasarkan jenis kelamin, McClelland (dalam Schultz & Sydney, 1993) menjelaskan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Troll & Schwartz (dalam Sopah, 1999) menambahkan bahwa perbedaannya terletak pada perlakuan dan sosialisasi, dimana laki-laki lebih dilatih untuk aktif, kompetitif, dan mandiri sementara perempuan dibiasakan pasif, bergantung pada orang lain, dan kurang percaya diri. Dari segi usia, Schultz & Sydney (1993) mengatakan bahwa kualitas motivasi berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia individu. Motivasi berprestasi individu tertingggi pada usia 20-30 tahun dan mengalami penurunan setelah usia pertengahan (middle age) yang berkisar


(35)

antara 40-60 tahun. Dari segi tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, Mulyawati (2008) mengatakan bahwa seorang karyawan yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan mempunyai pengalaman kerja pasti mempunyai motivasi berprestasi yang lebih tinggi dalam bekerja, sehingga dengan hasil kerja yang baik mereka akan mendapat upah atau gaji yang tinggi dari apa yang mereka lakukan.

Herzberg (dalam Siagian, 1995) menyatakan, motivasi berprestasi lebih dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya intrinsik dan dihubungkan dengan kepuasan kerja, seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karir, dan pertumbuhan professional dan intelektual yang dialami sesorang.

Kepuasan kerja menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada diri seseorang (Irawan, 2007). Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dari sikap karyawan terhadap pekerjaan yang dijalani dan dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan untuk dapat bekerja dengan baik dan secara langsung mempengaruhi prestasi karyawan. Kepuasan kerja disini juga merupakan salah satu dimensi dari job commitment (Morrow & McElroy, 1986), dimana orang yang puas akan pekerjaannya akan memiliki job

commitment yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak merasa puas


(36)

b. Faktor eksternal

Meskipun motivasi berprestasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal, sejumlah ahli juga mengungkapkan beberapa faktor eksternal yang turut mempengaruhi. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi sesorang yang bersumber dari luar diri individu tersebut, terdiri dari : hubungan pimpinan dengan bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja (Andreani dalam Kadir, 2009), status kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan (Herzberg dalam Siagian, 1995), harapan orangtua terhadap anaknya, pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan, latar belakang budaya seseorang dibesarkan, peniruan tingkah laku, dan lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung (McClelland dalam Sukadji & Singgih, 2001).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita lihat sejumlah faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi baik internal maupun eksternal. Dari faktor internal, ditemukan bahwa kepuasan kerja terkait erat dengan job commitment seseorang. Job commitment sendiri akan dibicarakan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.

B. JOB COMMITMENT

Morrow (1993) mengungkapkan 5 (lima) bentuk universal dari komitmen kerja, yaitu: protestan work ethic, career commitment, organizational commitment (terbagi atas affective dan continuance commitment), serta job commitment.


(37)

Career commitment yang berfokus pada peningkatan karir seseorang, dan

organizational commitment yang berfokus pada komitmen terhadap organisasi tempat seseorang bekerja, berbeda dengan job commitment yang berfokus pada komitmen terhadap jenis pekerjaan yang dijalani saat ini. Selanjutnya dibahas tentang pengertian job commitment.

1. Pengertian Job Commitment

Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) menyatakan bahwa job commitment adalah internalisai nilai-nilai kebaikan dari suatu pekerjaan ataupun pentingnya pekerjaan tersebut dalam mempengaruhi harga diri seseorang. Mereka kemudian menyatakan bahwa orang yang memiliki job commitment menganggap pekerjaannya adalah bagian terpenting dalam hidup mereka, dan secara pribadi sangat dipengaruhi oleh situasi dari pekerjaannya. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki job commitment tidak mementingkan pekerjaan dalam kehidupannya. Pekerjaan bukan merupakan bagian penting bagi kehidupan psikologisnya, ketertarikan hidupnya tidak bersumber dari pekerjaan dan inti dari gambaran diri, identitas dirinya, tidak dipengaruhi oleh jenis pekerjaan atau seberapa baik ia menjalankan pekerjaan tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut, Morrow (1983) mendefinisikan job commitment sebagai derajat dimana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan dirinya terhadap pekerjaannya: dimana performa pekerjaan dapat berdampak pada self

esteem sesorang. Job commitment menurut Lawler & Hall (dalam Bashaw &

Grant, 1994) bukan merujuk kepada organisasi maupun kepada karier seseorang, tetapi kepada pekerjaan itu sendiri. Seseorang merasa terikat dengan pekerjaan


(38)

memiliki perasaan yang kuat atas tugas atau kewajiban dari pekerjaannya, dan menempatkan nilai hakiki atas pekerjaannya sebagai central life interest. Ingram, Lee & Skinner (1989) juga menambahkan, job commitment menggambarkan keterikatan dan keterlibatan yang tinggi pada aktivitas dari pekerjaan yang ditekuni.

Definisi yang hampir sama diungkapkan oleh Kanungo (dalam Carmeli, Elizur & Yanif, 2007) yang menyatakan bahwa job commitment adalah keyakinan seseorang terhadap pekerjaan yang dijalaninya kini, dan menggambarkan seberapa jauh pekerjaan tersebut mampu memuaskan kebutuhan orang tersebut. Sedangkan menurut Chusmir (1986) job commitment adalah tingkah laku atau orientasi terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan identifikasi seseorang terhadap pekerjaannya.

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka job commitment didefinisikan sebagai derajat dimana performa kerja seseorang dapat mempengaruhi self-esteem orang tersebut. Job commitment berarti seseorang memiliki komitment terhadap pekerjaan yang dijalaninya saat ini, yang ditandai dengan adanya perasaan terikat secara psikologis, keyakinan yang kuat, dan keterlibatan yang tinggi pada aktivitas dari pekerjaan tersebut.

2. Dimensi Job Commitment

Lodahl & Kejner (dalam Boshoff, A., Wyk, R.V & Cilliers, F, 2003) mengatakan bahwa job commitment memiliki dua dimensi utama yakni

performance self esteem dan psychological total self image of work importance.


(39)

yang mengatakan bahwa definisi dari job commitment itu sendiri tersusun atas 2 (dua) konsep utama yakni performance self esteem contingency dan komponen

self image, berikut penjelasannya :

a. Performance self esteem contingency

Artinya disini, job commitment menggambarkan bahwa self esteem seseorang itu dipengaruhi oleh level performa seseorang. Orang yang menampilkan performa kerja yang baik akan memiliki self esteem yang positif, dengan kata lain individu memberi nilai yang positif pada konsep dirinya. Sebaliknya, jika performa kerjanya buruk, maka orang tersebut akan member nilai yang negative pada konsep dirinya. Job commitment merupakan tingkatan yang menunjukkan sejauh mana seseorang mampu mengidentifikasikan diri secara psikologik dengan pekerjaannya, atau taraf pentingnya kerja bagi gambaran dirinya.

b. Psychological total self image of work importance

Artinya disini, job commitment menggambarkan derajat identifikasi diri seseorang secara psikologis terhadap pekerjaannya. Job commitment menjelaskan seberapa jauh hasil kerja individu (performance) dapat mempengaruhi harga dirinya (self esteem), atau dengan kata lain bagi individu, pekerjaan merupakan tempat mengekspresikan self-imagenya.

3. Ciri-ciri Job Commitment

Tingkat job commitment yang tinggi berperan dalam membentuk

performance kerja, kualitas dan kuantitas hasil kerja yang lebih besar serta


(40)

pada sikap dan perilaku kerja. Terutama menurut Kanungo (dalam Widianto & Sulistio, 2007), mempengaruhi intensitas dan sikap kerja. Hal tersebut dapat dimengerti karena individu yang memiliki job commitment mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya.

Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunjukkan seorang pekerja terlibat dalam pekerjaanya (Allport dalam Widianto & Sulistio, 2007). Aktif partisipasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi nilah maka dapat diketahui seberapa seorang karyawan perhatian, peduli dan menguasai bidang yang menjadi bagiannya.

b. Menunjukkan pekerjaannya sebagai yang utama

Apabila karyawan merasa bahwa pekerjaan adalah hal yang utama, seorang karyawan akan selalu berusaha yang terbaik untuk pekerjaannya dan menganggap pekerjaannya sebagai pusat yang menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.

c. Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.

Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap seorang pekerja dalam pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya. Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi masalah – masalah kehidupan (Wahyurini & Ma’shum, 2004). Harga diri adalah rasa suka dan tidak suka


(41)

akan dirinya (Robins, dalam Widianto & Sulistio, 2007). Apabila pekerjaan tersebut dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan psikologis bagi pekerja tersebut maka pekerja tersebut akan menghargai dan akan melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sehingga keterlibatan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.

Individu yang memiliki job commitment tinggi biasanya menunjukkan kondisi ikut serta dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi dirinya, sehingga mereka cenderung memiliki perasaan puas terhadap pekerjaan. Akibat selanjutnya individu memandang pekerjaannya mampu membangkitkan semangat kerjanya (Rabinowitz dan Hall, dalam Widianto & Sulistio, 2007).

C. TENAGA PENJUAL KARTU KREDIT

Penelitian tentang job commitment dan motivasi berprestasi ini nantinya akan dilakukan pada tenaga penjual kartu kredit. Tenaga penjual menurut Jean Beltrand (dalam Baudara dan Sirait, 1993) adalah seseorang yang memiliki kemampuan seni menanam benih di hati pembeli, yang membuahkan beranekaragam motivasi, serta tindakan yang diberikan oleh pembeli, yang sesuai dengan keinginan penjual. Sedangkan kartu kredit itu sendiri secara terminologis didefinisikan sebagai kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Disebut juga kartu pinjaman atau kartu yang memberikan kesempatan kepada pembawanya untuk mendapatkan pinjaman


(42)

(Cummins, 1991). Jadi tenaga penjual kartu kredit dapat diartikan sebagai seseorang yang melakukan suatu bujukan langsung dan menawarkan insentif atau nilai lebih untuk produk kartu kredit yang dikeluarkan oleh pihak bank kepada distributor atau konsumen langsung dengan tujuan utama menciptakan penjualan yang segera.

Sutojo (2000) mengungkapkan, dilihat dari bidang usahanya, tenaga penjual kartu kredit ini termasuk ke dalam bidang usaha konsumsi langsung atau lazim disebut sebagai consumer salesmanship yang memperdagangkan barang atau jasa kepada pembeli perseorangan.

Tenaga penjual sebagai bagian dari marketing perbankan, umumnya melakukan tugas antara lain sebagai berikut (Kasmir, 2004) :

1. Memudahkan dan merangsang konsumsi, sehingga dapat menarik nasabah untuk membeli produk yang ditawarkan bank secara berulang-ulang.

2. Memaksimumkan kepuasan pelanggan melalui pelayanan yang diinginkan nasabah. Nasabah yang puas akan menjadi ujung tombak pemasaran. Selanjutnya, karena kepuasan ini akan ditularkan kepada nasabah lain mealalui promosi dari mulut ke mulut.

3. Memberi penjelasan tentang ragam pilihan produk, dalam arti bank menyediakan berbagai jenis produk bank sehingga nasabah memiliki beragam pilihan pula.

4. Menjelaskan manfaat produk perbankan, dengan memberikan berbagai kemudahan kepada nasabah dan menciptakan iklim yang efisien.


(43)

D. HUBUNGAN JOB COMMITMENT DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA TENAGA PENJUAL KARTU KREDIT DI KOTA MEDAN

Tenaga penjual adalah seseorang yang memiliki kemampuan seni menanam benih di hati pembeli, yang membuahkan beranekaragam motivasi, serta tindakan yang diberikan oleh pembeli, yang sesuai dengan keinginan penjual (Jean Beltrand dalam Baudara dan Sirait, 1993). Salah satu jenisnya yang termasuk kedalam bidang usaha konsumsi langsung adalah tenaga penjual kartu kredit (Sutojo, 2000). Tugas utama mereka adalah melakukan penawaran produk, memberi penjelasan tentang ragam pilihan produk produk, menjelaskan manfaat produk, serta memberikan pelayanan yang maksimum agar nasabah tertarik untuk membeli produk tersebut (Kasmir, 2004).

Untuk membangkitkan motivasi pembeli, tenaga penjual kartu kredit terlebih dahulu perlu membangkitkan motivasi yang tinggi dari dalam dirinya sendiri demi mencapai target atau hasil kerja yang optimal karena menurut Habibi (2005), motivasi berperan penting dalam mendorong semangat kerja para tenaga penjual agar mau bekerja keras. Sejalan dengan hal itu, hasil studi yang dilakukan oleh Cahyawati (2008) juga menemukan bahwa tenaga penjual kartu kredit yang memiliki motivasi dalam bekerja menunjukkan prestasi kerja yang baik.

McClelland (1987) mengungkapkan, salah satu jenis motif yang dapat memotivasi gairah karyawan untuk mencapai keberhasilan adalah motif untuk berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan aspek inheren pada manusia dalam


(44)

mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Mereka lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggungjawab secara personal atas performa, menyukai umpan balik, inovatif, dan memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi. Anwar (2008) menambahkan, motivasi berprestasi memang sangat diperlukan dalam usaha pencapaian target kerja. Semakin tinggi motivasi berprestasi yang dimiliki, maka orang tersebut akan cenderung menampilkan usaha yang lebih maksimal.

Andreani (dalam Kadir, 2009) mengatakan, motivasi berprestasi sebagai daya pendorong kemajuan seseorang dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah faktor internal, seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan usia. Muliyati (2008) mengatakan bahwa seorang karyawan yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan mempunyai pengalaman kerja pasti mempunyai motivasi yang tinggi dalam bekerja, sehingga mereka akan mengembangkan kemampuannya dengan maksimal agar potensi yang dimilikinya dapat berubah menjadi kemampuan yang efektif untuk meraih prestasi yang lebih baik dari sebelumnya. Atau dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin banyak pengalaman kerja, dan semakin matang usia seseorang, maka semakin baik pulalah motivasi berprestasi yang dimiliki oleh orang tersebut.

Selain ketiga faktor internal yang disebutkan sebelumnya, ada satu faktor internal lainnya yang tidak kalah penting, yakni kepuasan kerja (Irawan, 2007). Herzberg (dalam Siagian, 1995) menyatakan, motivasi berprestasi individu lebih dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya intrinsik (internal) dan dihubungkan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap


(45)

pekerjaannya yang dapat mendorong dan mempengaruhi semangat untuk dapat bekerja dengan baik dan secara langsung mempengaruhi prestasi orang tersebut. Sejalan dengan hal itu Weiner dan Vardi (1980) mengatakan bahwa orang yang memiliki job commitment tinggi akan menunjukkan prestasi kerja yang baik karena merasa puas dengan pekerjaan yang dijalani.

Kepuasan datang dari sebuah komitmen yang kuat terhadap pekerjaan yang kemudian diistilahkan oleh Morrow (1983) sebagai job commitment. Job

commitment didefinisikan sebagai derajat dimana seseorang secara psikologis

mengidentifikasikan dirinya terhadap pekerjaannya (Morrow, 1983) dan bagaimana internalisai nilai-nilai kebaikan dari suatu pekerjaan ataupun pentingnya pekerjaan tersebut dalam mempengaruhi harga diri seseorang (Lodahl dan Kejner dalam Cohen, 2003). Job commitment menggambarkan keyakinan seseorang terhadap pekerjaan yang dijalaninya kini, dan seberapa jauh pekerjaan tersebut mampu memuaskan kebutuhan orang tersebut (Kanungo dalam Carmeli, Elizur & Yanif, 2007).

Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu hal yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Kepuasan juga mengindikasikan tingginya job commitment pada diri seseorang karena menurut Morrow & McElroy (1986) kepuasan kerja termasuk ke dalam salah satu prediktor utama dari

job commitment. Individu yang memiliki job commitment tinggi biasanya

menunjukkan kondisi ikut serta dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi dirinya, sehingga mereka cenderung memiliki perasaan puas terhadap pekerjaan. Akibat selanjutnya individu memandang pekerjaannya


(46)

mampu membangkitkan semangat kerjanya (Rabinowitz dan Hall dalam Widianto & Sulistio, 2007).

Maka, seseorang yang memiliki job commitment yang tinggi akan menunjukkan bahwa mereka akan lebih semangat dan memiliki motivasi yang tinggi pula, sebaliknya seseorang yang memiliki job commitment yang rendah memiliki semangat yang rendah (Laksono, 2007).

E. HIPOTESA

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota medan. Semakin tinggi job commitment tenaga penjual kartu kredit tersebut, semakin tinggi pula motivasi berprestasi yang dimilikinya.

Pada penelitian ini juga diungkapkan beberapa hipotesis tambahan terkait dengan variabel kriterium, yakni motivasi berprestasi. Hipotesis tambahan yang diajukan adalah :

1. Terdapat perbedaan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit di kota Medan ditinjau dari usia.

2. Terdapat perbedaan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit di kota Medan ditinjau dari tingkat pendidikan.

3. Terdapat perbedaan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit di kota Medan ditinjau dari lama bekerja.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional untuk melihat hubungan antara job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit di kota Medan.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diuji yakni masing-masing satu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Kriterium : Motivasi Berprestasi 2. Variabel Prediktor : Job commitment

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi diartikan sebagai suatu dorongan dari dalam diri individu yang ditandai dengan keinginan untuk menyesuaikan kemampuan dengan tuntutan pekerjaan, menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas, mengontrol hasil kerja, mencari cara baru yang lebih efisien dalam menyelesaikan tugas, dan


(48)

tahan akan tuntutan pekerjaan demi mencapai suatu nilai kesuksesan. Dimana nilai kesuksesan tersebut mengacu pada perbandingan dengan prestasi pribadi yang pernah diraih sebelumnya maupun keberhasilan individu lain yang dianggap mengandung suatu nilai kehormatan.

Motivasi berprestasi akan diukur dengan skala yang disusun penulis berdasarkan ciri motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) meliputi: ketertarikan pada tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, tanggung jawab secara personal atas performa kerja, ketertarikan akan umpan balik, perilaku inovatif, serta ketahanan yang lebih dalam mengerjakan tugas.

Skor total mengindikasikan tinggi rendahnya motivasi berprestasi. Semakin tinggi skor tenaga penjual kartu kredit pada skala motivasi berprestasi, makin tinggi kecenderungan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit dalam bekerja. Sebaliknya, semakin rendah skor tenaga penjual kartu kredit pada skala motivasi berprestasi, makin rendah kecenderungan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit dalam bekerja.

2. Job Commitment

Job commitment adalah komitmen seseorang terhadap pekerjaan yang

dijalaninya saat ini, yang ditandai dengan adanya perasaan terikat secara psikologis, keyakinan yang kuat, dan keterlibatan yang tinggi pada aktivitas dari pekerjaan tersebut.

Job commitment akan diukur melalui skala Lodahl & Kejner (1965) yang

diadaptasi oleh penulis berdasarkan 2 dimensi job commitment yang diungkap oleh Lodahl & Kejner (1965) tersebut, meliputi: performance self-esteem


(49)

contingency yaitu seberapa jauh hasil kerja individu (performance) dapat

mempengaruhi harga dirinya (self esteem) dan psychological total self image of

work importance yaitu tingkatan yang menunjukkan sejauh mana seseorang

mampu mengidentifikasikan diri secara psikologik dengan pekerjaannya.

Skor total mengindikasikan tinggi rendahnya job commitment. Semakin tinggi skor subjek pada skala job commitment, makin positif kecenderungan job

commitment tenaga penjual kartu kredit. Sebaliknya, semakin rendah skor subjek

pada skala job commitment, makin negatif kecenderungan job commitment tenaga penjual kartu kredit.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Bagian ini akan menjelaskan mengenai karakteristik subjek penelitian, teknik pengambilan sampel dan jumlah sampel.

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tenaga penjual kartu kredit di Kota Medan yang berjenis kelamin pria, telah menjadi tenaga penjual kartu kredit selama minimal 6 bulan, dan selama waktu tersebut tidak menjadi tenaga penjual untuk produk yang lain diluar kartu kredit.

Jenis kelamin disini merupakan variabel kontrol, karena menurut Andreani (dalam Kadir, 2009) motivasi berprestasi turut dipengaruhi oleh jenis kelamin


(50)

seseorang sehingga perlu dikontrol agar pengaruh variabel job commitment terhadap motivasi berprestasi tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin tersebut. Sementara itu, penentuan batas minimal pengalaman kerja dilakukan untuk memastikan bahwa subjek penelitian setidaknya sudah beradaptasi dengan pekerjaannya, karena menurut Matlin (1990) seseorang dikatakan dapat beradaptasi di dalam pekerjaan jika ia minimal sudah berkecimpung di dalam pekerjaan tersebut selama 6 (enam) bulan atau setengah tahun.

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki penulis, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yang bersifat teoritis dimaksudkan untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal. Sedangkan pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti, antara lain keterbatasan waktu dan dana.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling. Menurut Hadi (2000), nonprobability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, hanya individu-individu yang kebetulan dijumpai


(51)

atau dapat dijumpai saja yang diselidiki. Jenis nonprobability sampling yang digunakan adalah incidental sampling.

Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan-keadaan insidental

atau kebetulan (Hadi, 2000). Pada teknik insidental, sampel yang dipilih adalah individu yang dianggap cocok untuk dijadikan sumber data (Meinarno, 2009). Metode incidental digunakan atas dasar pertimbangan bahwa populasi penelitian ini tidak dapat teridentifikasi secara pasti, dimana menurut Nasir (2006) incidental

sampling dapat digunakan jika populasi penelitian tidak diketahui jumlahnya

secara pasti.

D. ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.


(52)

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala motivasi berprestasi dan skala job commitment Lodahl & Kejner (1965).

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk mengadaptasi skala job

commitment dari Lodahl & Kejner (1965) karena didasarkan oleh berbagai

pertimbangan, diantaranya sebagai berikut : (1) Skala Lodahl & Kejner telah terbukti menjadi alat ukur job commitment yang paling sering digunakan pada penelitian dalam ruang lingkup perilaku organisasi selama lebih dari 30 tahun (Ramsey dalam May, Stewart & Ledgerwood, 2004). (2) Skala job commitment dari Lodahl & Kejner ini juga telah cukup banyak digunakan dalam penelitian yang melibatkan tenaga penjual sebagai subjeknya (Cravens, 2001). (3) Skala Lodahl & Kejner ini juga telah terbukti valid dan sesuai untuk digunakan pada sejumlah penelitian lintas budaya yang menganut azas kolektivitas (May, Stewart & Ledgerwood, 2004), dimana Indonesia sendiri seperti yang dikatakan oleh Noviawan (2009) sudah menjadikan budaya kolektivitas sebagai bagian dari ideologinya.

1. Skala Motivasi Berprestasi

Skala motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit disusun oleh peneliti ini berdasarkan 5 (lima) ciri motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) meliputi :

a. Ketertarikan pada tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, yaitu kesukaan seseorang pada tugas yang tidak terlalu mudah ataupun terlalu sulit sehingga kemampuan dan tuntutan dari pekerjaan dapat disesuaikan.


(53)

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, yaitu kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan hingga tuntas, dan selelau fokus pada peningkatan performa mereka secara pribadi.

c. Menyukai umpan balik, yaitu kebutuhan untuk membandingkan performa pribadi dengan orang lain, serta senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas dari apa yang telah mereka kerjakan.

d. Inovatif, yaitu kemampuan untuk menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

e. Ketahanan, yaitu kemampuan untuk bertahan dalam penyelesaian tugas hingga tuntas, yang didorong kepercayaan bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik.

Skala ini dibuat dalam bentuk Likert. Subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu dari 5 (lima) alternatif yang tersedia. Masing-masing item diberi bobot nilai berdasarkan pernyataan favorable atau

unfavorable. Favorable artinya bentuk pernyataan seiring atau mendukung gejala

yang akan diungkap dan sebaliknya unfavorable artinya aitem pernyataan tersebut tidak seiring atau tidak mendukung gejala yang akan diungkap.

Penilaian untuk aitem favorable yakni nilai 0 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS), nilai 1 untuk jawaban tidak sesuai (TS), nilai 2 untuk jawaban netral (N), nilai 3 untuk jawaban sesuai (S) dan nilai 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS). Sedangkan untuk aitem unfavourable, nilai 0 untuk jawaban sangat sesuai (SS), nilai 1 untuk jawaban sesuai (S), nilai 2 untuk jawaban netral (N), nilai 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS) dan nilai 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).


(54)

Semakin tinggi skor subjek pada skala motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit, makin tinggi kecenderungan motivasi berprestasi tenaga penjual kartu kredit dalam bekerja. Blue print untuk skala motivasi berprestasi tersebut disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1

Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Tenaga Penjual Kartu Kredit Sebelum Uji Coba

No Aspek Indikator Perilaku Aitem Total Bobot

(%)

Fv Unfv

1. Menyukai tugas dengan level moderat

Memilih tugas yang tidak terlalu sulit ataupun terlalu mudah

1, 21, 41 11, 31 5 20

Menyukai tugas, pekerjaan, dan vokasional yang sifatnya realistis

2, 22, 42 12, 32 5

2. Tanggung jawab personal atas performa Puas setelah melakukan tugas dengan lebih baik

3, 23, 43 13, 33 5 20

Menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas dan selalu ingat pada tugas yang belum terselesaikan

4, 24, 44 14, 34 5

3. Menyukai Umpan balik

Menyukai umpan balik yang tepat, cepat, dan jelas

5, 25, 45 15, 35 5 20

Selalu mengontrol hasil kerja karena tidak suka mengambil risiko untuk gagal

6, 26, 46 16, 36 5

4. Inovatif Berupaya menemukan cara dan informasi baru untuk selesaikan tugas dengan lebih efisien

7, 27, 47 17, 37 5 20

Bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan menantang


(55)

lebih tinggi dalam mengerjakan tugas Bertahan terhadap kegagalan dalam pekerjaan

10, 30, 50

20, 40 5

Total 30 20 50 100%

2. Skala Job Commitment

Skala job commitment tenaga penjual kartu kredit disusun oleh peneliti dengan mengadaptasi 20 aitem skala job commitment Lodahl & Kejner (1965) yang disusun berdasarkan berdasarkan 2 (dua) dimensi job commitment yang dikemukakan oleh Lodahl & Kejner (1965) tersebut, yakni :

a. Performance self esteem contingency

Artinya disini, job commitment menggambarkan bahwa self esteem seseorang itu dipengaruhi oleh level performa seseorang.

b. Psychological total self image of work importance

Artinya disini, job commitment menggambarkan derajat identifikasi diri seseorang secara psikologis terhadap pekerjaannya.

Skala ini dibuat dalam bentuk Likert. Subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu dari 5 (lima) alternatif yang tersedia. Masing-masing aitem diberi bobot nilai berdasarkan pernyataan favorable atau

unfavorable. Favorable artinya bentuk pernyataan seiring atau mendukung gejala

yang akan diungkap dan sebaliknya unfavorable artinya aitem pernyataan tersebut tidak seiring atau tidak mendukung gejala yang akan diungkap.

Penilaian untuk aitem favorable yakni nilai 0 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS), nilai 1 untuk jawaban tidak sesuai (TS), nilai 2 untuk jawaban netral


(56)

(N), nilai 3 untuk jawaban sesuai (S) dan nilai 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS). Sedangkan untuk aitem unfavourable, nilai 0 untuk jawaban sangat sesuai (SS), nilai 1 untuk jawaban sesuai (S), nilai 2 untuk jawaban netral (N), nilai 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS) dan nilai 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS). Semakin tinggi skor subjek pada skala job commitment, makin baik kecenderungan job commitment tenaga penjual kartu kredit tersebut.

3. Validitas

Azwar (2005) menyatakan bahwa validitas merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat penilaian profesional. Validitas isi ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu validitas muka dan validitas logik. Validitas muka didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan skala, sedangkan validitas logik menunjuk pada sejauhmana isi tes merupakan wakil dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam kawasan ukurnya (Azwar, 2005).

4. Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Suatu tes atau instrumen pengukur dikatakan


(1)

2.

Perbedaan Motivasi Berprestasi ditinjau dari Pendidikan Terakhir Subjek (One Way Anova)

Descriptives

Motivasi Berprestasi

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

D3 8 56.2500 16.49026 5.83019 42.4638 70.0362 35.00 80.00 S1 37 55.0541 11.69507 1.92266 51.1547 58.9534 25.00 78.00 SMA 33 56.2424 9.64051 1.67820 52.8240 59.6608 29.00 73.00 Total 78 55.6795 11.29819 1.27927 53.1321 58.2268 25.00 80.00

Test of Homogeneity of Variances

Motivasi Berprestasi Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(2)

ANOVA

Motivasi Berprestasi

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups 27.535 2 13.767 .105 .900

Within Groups 9801.452 75 130.686

Total 9828.987 77

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Motivasi Berprestasi

(I) Kategorisasi Pendidikan terakhir (J) Kategorisasi pendidikan terakhir Mean Difference (I-J) Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

Tukey HSD D3 S1 1.19595 4.45733 .961 -9.4620 11.8539

SMA .00758 4.50510 1.000 -10.7646 10.7798

S1 D3 -1.19595 4.45733 .961 -11.8539 9.4620

SMA -1.18837 2.73720 .901 -7.7333 5.3566

SMA D3 -.00758 4.50510 1.000 -10.7798 10.7646

S1 1.18837 2.73720 .901 -5.3566 7.7333

Bonferroni D3 S1 1.19595 4.45733 1.000 -9.7194 12.1113


(3)

S1 D3 -1.19595 4.45733 1.000 -12.1113 9.7194

SMA -1.18837 2.73720 1.000 -7.8914 5.5146

SMA D3 -.00758 4.50510 1.000 -11.0399 11.0248

S1 1.18837 2.73720 1.000 -5.5146 7.8914

Homogeneous Subsets

Motivasi Berprestasi

Kategorisasi pendidikan

terakhir N

Subset for alpha

= .05 1 Tukey

HSD(a,b)

S1 37 55.0541

SMA 33 56.2424

D3 8 56.2500

Sig. .952

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.454.


(4)

3.

Perbedaan Motivasi Berprestasi ditinjau dari Lama Bekerja Subjek

(One Way Anova)

Descriptives

Motivasi Berprestasi

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

0-1 tahun 10 56.9000 4.99889 1.58079 53.3240 60.4760 48.00 66.00 1-3 tahun 40 56.4250 10.78434 1.70515 52.9760 59.8740 34.00 80.00 >3 tahun 28 54.1786 13.56481 2.56351 48.9187 59.4385 25.00 78.00 Total 78 55.6795 11.29819 1.27927 53.1321 58.2268 25.00 80.00

Test of Homogeneity of Variances

Motivasi Berprestasi Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(5)

ANOVA

Motivasi Berprestasi

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups 100.205 2 50.103 .386 .681

Within Groups 9728.782 75 129.717

Total 9828.987 77

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Motivasi Berprestasi

(I) Kategorisasi Lama Bekerja (J) Kategorisasi Lama Bekerja Mean Difference (I-J) Std.

Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound Tukey HSD

0-1 tahun 1-3 tahun

.47500 4.02674 .992 -9.1534 10.1034

>3 tahun 2.72143 4.19577 .794 -7.3111 12.7540

1-3 tahun 0-1 tahun -.47500 4.02674 .992 -10.1034 9.1534

>3 tahun 2.24643 2.80636 .704 -4.4639 8.9568

>3 tahun 0-1 tahun -2.72143 4.19577 .794 -12.7540 7.3111

1-3 tahun -2.24643 2.80636 .704 -8.9568 4.4639


(6)

>3 tahun 2.72143 4.19577 1.000 -7.5534 12.9963

1-3 tahun 0-1 tahun -.47500 4.02674 1.000 -10.3359 9.3859

>3 tahun 2.24643 2.80636 1.000 -4.6260 9.1188

>3 tahun 0-1 tahun -2.72143 4.19577 1.000 -12.9963 7.5534

1-3 tahun -2.24643 2.80636 1.000 -9.1188 4.6260

Homogeneous Subsets

Motivasi Berprestasi

Kategorisasi

Lama Bekerja N

Subset for alpha

= .05 1

Tukey HSD(a,b)

3.00 28 54.1786

2.00 40 56.4250

1.00 10 56.9000

Sig. .747

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.667.