LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada era persaingan global ini, inovasi perbankan dalam menciptakan produk dan layanan semakin meningkat. Salah satu produk perbankan yang banyak ditawarkan adalah kartu kredit. Kartu kredit dewasa ini bukan sekedar gaya hidup, tetapi merupakan kebutuhan bagi masyarakat modern untuk menunjang semua aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari Kurniasih, 2009. Kartu kredit merupakan fasilitas pembayaran berbentuk kartu yang bersifat fleksibel, dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan, barang, dan pelayanan tertentu secara hutang Cummins, 1991. Disamping itu, produk ini juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas lainnya, seperti pembayaran tunai, penarikan tunai, hingga pembayaran tagihan. Karena begitu mudah dan bermanfaat, tidak heran jika produk ini sangat diminati oleh nasabah. Berdasarkan data dari Bank Indonesia peredaran kartu kredit mencapai 11,7 juta kartu dari 20 penerbit kartu yang ada setiap bulannya. Data yang dihimpun Biro Riset Infobank pun menyebutkan, pada April 2009 jumlah kredit yang penarikannya menggunakan kartu kredit menembus angka Rp. 30,57 triliun, sedangkan secara tahunan dari 2008 ke 2009 naik sekitar 21,69. Wibawanti, 2009a. Pihak perbankan sendiri merasakan keuntungan yang sangat besar dari produk yang satu ini. Umumnya besaran bunga yang ditetapkan dapat mencapai Universitas Sumatera Utara diatas 3 per bulan atau sekitar 36 per tahun. Ini merupakan angka yang cukup besar Wibawanti, 2009a. Besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh ini kemudian mendorong perusahaan perbankan merancang berbagai macam program untuk menarik minat nasabah dan memenangkan persaingan. Masing-masing bank mencoba memberikan keunggulan tertentu untuk membuat produk mereka mudah dikenal, seperti GE Money yang mengeluarkan Money Shopping Card untuk memanjakan nasabah yang gemar berbelanja dengan memberikan cash back dan potongan sebesar 1,5 setiap berbelanja di supermarket manapun di seluruh Indonesia. Bukopin yang memberikan jaminan asuransi bagi nasabah kartu kreditnya Wibawanti, 2009b. Danamon dengan program cash back untuk setiap pengisian bahan bakar di SPBU mana saja Kristopo, 2009. Ada juga yang menggandeng perusahaan telekomunikasi, seperti Citibank dengan PT. Telkomsel melalui produk Citibank Telkomsel untuk memudahkan nasabahnya dalam berkomunikasi. Semuanya itu ditujukan untuk memancing ketertarikan nasabah agar mau mengajukan kredit Wibawanti, 2009a. Hadirnya program dari perbankan sejatinya memudahkan tenaga penjual untuk memasarkan produk kepada nasabah. Hal ini dapat menjadi nilai tambah bagi mereka dalam memasarkan kartu kredit. Namun, karena hampir semua bank menawarkan program khusus, persaingan pun semakin gencar dan pada akhirnya berdampak pula pada tenaga penjual yang menjadi ujung tombak perusahaan dan berhubungan langsung dengan para konsumen. Persaingan antar perusahaan perbankan yang semakin ketat ini kemudian menghadapkan para tenaga penjual pada masalah pencapaian target Riyanti, Universitas Sumatera Utara 2003. Masing-masing perusahaan memberikan target tinggi yang harus dicapai oleh tenaga penjual setiap bulannya untuk memenangkan persaingan. Tenaga penjual kartu kredit ini bertanggung-jawab penuh atas penjualan produk mereka Sutojo, 2000. Itulah sebabnya target yang diberikan kepada mereka bersifat kuantitatif, atau berupa angka penjualan. Disamping itu, target penjualan juga sangat mempengaruhi besarnya pendapatan yang mereka terima Khan, 1995. Oleh karena itu, mereka sangat dituntut untuk semaksimal mungkin mampu mencapai target yang telah ditentukan. Semakin tinggi volume penjualan, semakin tinggi pula penghasilan yang mereka terima. Pencapaian target kerja membuat tenaga penjual melakukan berbagai macam cara, mulai dengan menawarkan produk di mal atau pusat perbelanjaan, janji bertemu dengan calon nasabah di luar jam kerja, berlomba-lomba menonjolkan keunggulan kartu kreditnya, sampai menyudutkan produk saingannya Tjendana, 2008. Meskipun berdasarkan studi yang dilakukan oleh Llyod 1997 tenaga penjual adalah pihak yang kehadirannya paling sering ditolak karena mengganggu ketenangan orang lain, hal ini tidak membuat tenaga penjual mundur atau menyerah begitu saja. Beragam cara mereka lakukan untuk bisa bertemu dan mempresentasikan produk mereka. Mereka selalu berusaha mempelajari keunggulan produk yang mereka tawarkan dan mempersiapkan jawaban apabila produk mereka dibandingkan dengan produk yang lain Hadi, 2007. Disamping itu para tenaga penjual ini juga cerdik dalam melihat peluang yang lain dengan melakukan trial close Joewono, 2005. Hal diatas menunjukkan adanya motivasi yang kuat dari dalam diri mereka untuk dapat mencapai prestasi yang optimal. Universitas Sumatera Utara 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 St r a te g i Pe n j u a l a n N e tw o r k in g T e k n i k P e n j u a l a n M o t iv a si K e u l e t a n Hasil survey majalah MIX MarketingXtra kepada 30 tiga puluh orang top sales people menunjukkan bahwa motivasi terbukti menjadi faktor yang paling menentukan keberhasilan seorang tenaga penjual Hendriani, 2009 seperti yang ditampilkan pada diagram berikut: Gambar I. Hasil survey majalah MIX MarketingXtra tentang faktor yang paling menentukan keberhasilan seorang sales people Dari gambar I, tampak bahwa motivasi menjadi faktor utama yang paling menentukan keberhasilan tenaga penjual, yang diikuti oleh keuletan, selanjutnya networking, lalu strategi penjualan, dan yang terakhir teknik penjualan Hendriani, 2009. Siddharta 2009 mengatakan motivasi bagi mereka yang memilih tenaga penjual sebagai profesinya, datang dari dirinya sendiri, bukan dari orang lain. Setiap hari para tenaga penjual ini memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi yang terbaik dalam profesinya. Motivasi datang dari kesadaran diri bahwa profesi ini adalah jalan hidupnya, dan untuk “bertahan hidup” satu-satunya cara adalah membuat dirinya terus “dipakai” di profesinya. Motivasi seharusnya datang karena kesadaran penuh bahwa menjadi seorang tenaga penjual, apapun posisinya Universitas Sumatera Utara adalah tujuan hidupnya, misi hidupnya. Gilbert, dkk 1994 menambahkan, motivasi para tenaga penjual ini dalam mencapai target ditemukan cukup tinggi terutama bagi tenaga penjual yang telah lama menjalani profesi ini. Dalam kajian psikologi, motif seseorang untuk mencapai target pekerjaan dikenal dengan motivasi berprestasi, yang merupakan aspek inheren pada manusia untuk menyelesaikan target, mencapai tujuan, dan bersaing dengan orang lain McCelland, 1987. Mereka berorientasi pada pekerjaan, dan performa mereka dapat dinilai melalui hasil prestasi atau membandingkan dengan tolak ukur yang ada Morgan,dkk 1986. McClelland 1987 menyatakan, orang yang memiliki motivasi beprestasi yang tinggi akan menunjukkan kecenderungan untuk menyukai pekerjaan dengan level moderat, bertanggung-jawab pada tugas yang diberikan, menyukai umpan balik, serta lebih inovatif, atau selalu mencari cara baru yang lebih efisien dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Spiro, Stanton Rich 2003 kemudian menambahkan bahwa tenaga penjual yang memiliki motivasi tinggi juga menunjukkan hal yang serupa. Mereka menyukai pekerjaan dengan level yang tidak terlalu berat dan terlalu ringan. Mereka juga menyelesaikan pekerjaan yang mereka emban dengan penuh tanggung jawab, menyenangi umpan balik yang mereka terima, serta selalu berkreasi bila dihadapkan dengan permasalahan yang rumit. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa orang tenaga penjual kartu kredit. Berikut kutipannya : Toni tenaga penjual Citibank “Kami senang berhadapan dengan nasabah chinesse etnis Tionghoa karena butuh pendekatan yang ekstra, sedikit lebih sulit dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan pribumi karena mereka lebih selektif dalam membandingkan keunggulan produk kita dengan yang lain. Tapi kalau sudah rumit kali, biasanya kami serahkan ama supervisor, mereka yang bantu prospek... Setiap pagi kami biasanya briefing membahas apa yang kami raih kemaren dan apa plan kami untuk hari ini. Masukan itu sudah pasti penting bagi kami, baik itu dari supervisor kami atau dari kawan-kawan sesama sales” Komunikasi personal, Oktober 2009 Alfon tenaga penjual Permata Bank “Tanggung jawab kami seperti selalu standby di promo, mendapatkan nasabah yang tidak terindikasi fraud. Fraud itu semacam penipuan atau kecurangan terhadap kartu kredit maupun ATM. Kalau di kartu kredit yang paling sering terjadi adalah pemalsuan kartu. Kami nggak sembarang dalam menerima nasabah, kami check, karena kami juga takut terkena fraud, bisa mengakhiri karir kami… Ya banyak masalah yang kami hadapi di lapangan, seperti susah ketemu sama orang penting di perusahaan, atau ketemu dengan karyawan, tapi kami nggak kehilangan akal, ada aja cara kami untuk mengatasinya, kayak kerja-sama dengan kantin atau ikut shalat di mushala kantor, jadi abis salat kami bisa ngobrol-ngobrol dengan karyawan” Komunikasi personal, Oktober 2009 Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang menurut Andreani dalam Kadir 2009 secara umum dapat dibagi menjadi 2 dua kelompok besar, yakni: faktor internal bersumber dari dalam diri individu dan faktor eksternal bersumber dari luar diri individu. Faktor intrinsik merupakan faktor yang cukup banyak disoroti dalam penelitian tentang motivasi berprestasi. Beberapa faktor internal yang diyakini mempengaruhi motivasi berprestasi diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan usia Andreani, dalam Kadir 2009. Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang luas, wawasan yang lebih maju dan lebih efektif sehingga dapat menjadi termotivasi untuk bekerja dengan cara yang lebih baik. Begitu pula dengan pengalaman kerja dan kematangan usia. Masa Universitas Sumatera Utara kerja yang cukup lama juga akan membentuk pola kerja yang efektif, membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang telah diberikan padanya, serta cepat menyesuaikan diri Mulyawati, 2008. Berbagai teori motivasi berprestasi memberi petunjuk bahwa setiap orang ingin mengembangkan kemampuan-kemampuannya sehingga potensi yang dimilikinya dapat berubah menjadi kemampuan efektif. Maka, potensi yang telah ada pada diri seseorang seperti pendidikan, pengalaman kerja, serta kematangan usia, dapat digunakan untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi Siagian, 2001. Masih seputar faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, Herzberg dalam Siagian, 1995 menambahkan, dari kedua faktor tersebut–internal maupun eksternal, motivasi berprestasi individu nyatanya lebih dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya intrinsik internal dan dihubungkan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dan terbukti sangat mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan Irawan, 2007. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, yang dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja seseorang untuk dapat bekerja dengan baik dan secara langsung mempengaruhi prestasinya As’ad, 2003. Kepuasan kerja tersebut merujuk kepada pekerjaan itu sendiri, bukan kepada perusahaan. Mukhyi Sunarti 2007 mengatakan, kepuasan terhadap pekerjaan ini datang dari sebuah komitmen yang kuat terhadap pekerjaan yang diistilahkan oleh Morrow 1983 sebagai job commitment. Job commitment didefinisikan sebagai derajat dimana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan dirinya terhadap pekerjaannya Morrow, 1983. Universitas Sumatera Utara Dimana internalisai nilai-nilai kebaikan dari suatu pekerjaan ataupun pentingnya pekerjaan tersebut dalam mempengaruhi harga diri seseorang Lodahl dan Kejner dalam Cohen, 2003. Job commitment menggambarkan keyakinan seseorang terhadap pekerjaan yang dijalaninya kini, dan seberapa jauh pekerjaan tersebut mampu memuaskan kebutuhan orang tersebut Kanungo dalam Carmeli, Elizur, Yanif, 2007. Hasil survei yang dilakukan oleh Hendriani 2009 terhadap beberapa orang tenaga penjual menunjukkan mekipun tiga dari empat orang menyatakan bahwa menjadi seorang tenaga penjual sejatinya bukan cita-cita mereka, seratus persen responden sepakat bahwa karir sebagai tenaga penjual ini menjanjikan dan mereka sangat menikmati profesinya tersebut. Setelah mereka masuk ke dunia sales, mereka baru merasakan asyiknya dunia yang selalu berhubungan dengan pelanggan itu. Mereka merasa yakin profesi sebagai tenaga penjual ini mampu memuaskan segala kebutuhan mereka. Dalam kaitannya dengan pekerjaan tenaga penjual kartu kredit, di lapangan terdapat fenomena bahwa dibalik hambatan yang ditemui, seperti kesan negatif dari masyarakat, dianggap sebagai pekerjaan yang terlalu berat, tidak menjanjikan penghasilan tetap Swastha, 2001, dan statusnya tidak pasti Johnston Marshall, 2003 ternyata banyak tenaga penjual kartu kredit ini yang tetap memilih bertahan pada pekerjaan mereka selama bertahun-tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa orang tenaga penjual kartu kredit dari perusahaan perbankan yang berbeda, berikut kutipannya : Universitas Sumatera Utara PW City Bank “Kalau saya kerja di City Bank ini ya...kira-kira baru 8 bulan, tapi sebenarnya udah jadi sales kartu kredit sejak 2003. Saya gak kepikiran untuk ganti profesi lain, meskipun sudah ada yang meminta saya. Karena sales itu penuh tantangan, banyak pengalaman..rasanya semua yang saya harapkan dari suatu pekerjaan udah terpenuhi” Komunikasi personal, Juli 2009 PJ Permata Bank “Jadi sales kartu kredit ini saya udah 8 tahunan. Dulunya pernah di Mega tapi bentar aja. Di Mandiri juga pernah. Kalau sekarang ini ya di Permata sama Bukopin..susah dek kita mau beralih kalau udah cinta saya sama kerjaan ini..Kita udah mahir di sini kan jadi enak, udah tau seluk beluknya”. Komunikasi personal, Juli 2009 Wawancara tersebut menunjukkan tingginya job commitment pada diri mereka, karena menurut Ingram Lee dalam McElroy, dkk, 1993 semakin berpengalaman seseorang di dalam pekerjaannya, maka semakin tinggi pula job commitment nya. Berdasarkan pemamparan sebelumnya, terlihat bahwa saat tenaga penjual kartu kredit merasa puas dengan pekerjaannya, maka mereka akan lebih termotivasi untuk meraih prestasi yang dinyatakan dalam bentuk usaha-usaha yang mereka lakukan dalam mencapai target atau volume penjualan yang tinggi. Dari hal ini diindikasikan mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Motivasi itu sendiri sesuai dengan pemaparan sebelumnya merupakan hal penting yang perlu dimiliki oleh seorang tenaga penjual untuk berhasil di dalam pekerjaannya. Selanjutnya, kepuasan terhadap pekerjaan yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi juga mengindikasikan adanya job commitment yang tinggi pada diri seseorang. Oleh karena itu, akan diteliti lebih Universitas Sumatera Utara lanjut mengenai hubungan positif antara job commitment dengan motivasi berprestasi pada tenaga penjual kartu kredit yang ada di kota Medan.

B. RUMUSAN MASALAH