Fungsi Sekolah dalam Pendidikan Agama Islam pada Anak Menurut

merasa bahwa pahlawan atau tokoh cerita adalah dirinya sendiri, atau dapat dikatakan bahwa ia mengidentifikasikan dirinya kepada tokoh cerita. 57 Bagi anak-anak, cerita tidak terlalu dibedakan dari kenyataan. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk dan membina identitas anak, karena ia meniru tokoh cerita yang dibaca, didengar atau dilihatnya. Oleh sebab itu, cerita anak-anak harus menyajikan tokoh-tokoh anak saleh, yang kelakuannya selalu terpuji. Jika tokoh cerita yang dikagumi oleh anak mempunyai sifat dan kelakuan yang tercela, maka anak akan meniru kelakuan yang tidak terpuji tersebut. Oleh karena itu, penyajian cerita baik dalam buku, radio, tv, film dan sebagainya haruslah menampilkan akhlak terpuji dan dihindari dari tindakan atau kelakuan yang tercela. Anak-anak sangat peka dan cepat menyerap apa yang dilihat, didengar dan dibacanya. Perkembangan anak pada umur antara 7-9 tahun condong kepada teman sebaya di mana sering terjadi pengelompokkan teman sebaya. Anak-anak sering terpengaruh oleh teman-temannya, terutama teman yang mempunyai kelebihan, seperti kepandaian, keterampilan tertentu, kekuatan anggota tubuh atau pemberani. Terkadang anak pada umur 7-9 tahun lebih suka bermain yang jaraknya jauh dari rumah untuk menghindari campur tangan orang tuanya. Kegiatan bersama seperti pramuka, kesenian, pengajian dan permainan tertentu akan disukai bila bersama teman-temannya. Umur 7-9 tahun ketergantungan anak kepada orang tua mulai berkurang, terutama umur 9 tahun. Peran guru lebih meningkat, tidak jarang anak menjadikan guru sebagai idola. Hal ini sangat penting dalam pembentukan identitas anak terutama guru kelas yang membawa kepribadian, agama, akhlak, dan sikapnya ke dalam kelas. Jika keyakinan beragama orang tua berbeda dengan keyakinan beragama guru, maka dapat menimbulkan kegoncangan jiwa pada anak, karena mereka belum mampu memilih mana yang akan diikutinya, sehingga ia terombang-ambing di antara orang tua dan gurunya. 58 57 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 79 58 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 80 Ketika anak masuk Sekolah Dasar, ia telah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang membantu peletakan dasar-dasar keagamaan, akhlak dan kepribadian, sesuai dengan lingkungan keluarga yang mengasuh dan mendidiknya. Pengalaman dan pendidikan telah mewarnai pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Bagi anak yang mendapatkan pendidikan di Taman Kanak-Kanak, maka pembentukan kepribadiannya mulai terarah sesuai dengan cita-cita dan tujuan penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Terutama guru yang setiap harinya membimbing selama dua jam atau lebih. Guru membawa ide, agama dan aspirasi tertentu yang digariskan oleh pemilik atau penyelenggara Taman Kanak-Kanak tersebut. Apabila cita-cita dan aspirasi yang mendasari penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak sama dengan cita-cita dan keinginan orang tua anak, maka pertumbuhan kepribadian, agama dan akhlak anak akan berjalan lancar dan membawa kepada pertumbuhan mental yang sehat, keimanan yang baik dan akhlak yang terpuji, serta sikap yang positif terhadap agama. 59 Akan tetapi, jika yang terdapat di Taman Kanak-Kanak bertentangan atau berlawanan dengan prinsip dan agama yang dianut dan dipegang oleh orang tua, maka anak mulai mengalami semacam kegoncangan dalam pembentukan pribadi dan agamanya. Boleh jadi anak mempunyai sikap positif terhadap agama dan suasana dalam keluarganya, atau menjadi negatif dan menentang apa yang diharapkan orang tuanya, atau secara diam-diam ia menyerap kedua macam agama yang ia alami di rumah dan sekolah, maka akan terjadi percampuran antara kedua agama pada diri anak, yang akan berkembang kearah konflik kejiwaan di masa yang akan datang. Guru agama di sekolah akan mengalami kesulitan jika tidak ditunjang oleh guru kelas dan guru lainnya dalam memperbaiki pengajaran agama yang kurang tepat di rumah atau di Taman Kanak-Kanak dulu, dalam rangka menjadikan anak agar tumbuh menjadi anak yang beriman dan berakhlak terpuji. Artinya, semua guru yang mengajar di Sekolah Dasar hendaknya dapat menjadi contoh teladan bagi anak didik, terutama dalam keimanan, amal saleh, 59 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 81 akhlak, dan sikap hidup serta caranya berpikir. Pendidikan agama yang dilakukan oleh semua guru secara terpadu akan memberikan hasil yang baik dan memantul dalam kehidupannya sehari-hari. 60 Kepribadian merupakan faktor terpenting bagi seorang guru. Kepribadian akan menentukan apakah ia seorang pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah perusak dan penghancur bagi hari depan anak. Terutama pada usia anak Sekolah Dasar yang sedang mengalami kegoncangan jiwa. 61 Dalam pemilihan materi pendidikan agama yang diberikan di Sekolah Dasar harus disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak didik, dengan metode yang tepat dan sesuai dengan perkembangan kejiwaan anak pada umumnya, yaitu mulai dengan contoh, teladan, pembiasaan dan latihan, kemudian berangsur-angsur memberikan penjelasan secara logis dan maknawi. Pendidikan agama dan akhlak bagi anak dalam keluarga pada umur Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar masih diperlukan, walaupun di sekolah telah diberikan oleh guru agama dan guru kelas serta situasi sekolah yang menunjang. Sikap orang tua dalam melaksanakan ajaran agama ikut mempengaruhi sikap anak didik yang telah dibina oleh guru dan sekolah pada umumnya. Orang tua yang kurang melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, kurang mendorong anak untuk melaksanakan ibadah, seperti shalat misalnya, akan menimbulkan dampak negatif pada diri anak. 62 Sikap orang tua kepada guru agama, pemuka agama atau ajaran agama, juga akan mempengaruhi keberagamaan anak. Jika orang tua memuji dan menunjukkan kebaikan kepada guru agama khususnya, guru sekolah umumnya dan pemuka agama, akan menambah gairah anak untuk melaksanakan kegiatan keagamaan dalam kehidupannya, dan ia akan merasa bangga terhadap agamanya. Akan tetapi, bila orang tua dan orang dewasa dalam keluarganya sering mencela agama, guru, sekolah dan tokoh agama, maka pada diri anak 60 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 81-82 61 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005, Cet. IV, h. 11 62 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 83 akan tumbuh perasaan kurang menghargai agamanya, bahkan mungkin timbul sikap negatif terhadap agamanya. Keadaan masjid, mushalla, dan tempat-tempat penyelenggaraan kegiatan keagamaan, juga mempengaruhi sikap anak terhadap agamanya. Bila masjid, mushalla dan tempat-tempat kegiatan keagamaan bagus, rapi, bersih, dan menarik, anak akan merasa bahwa agamanya baik, agung dan terpandang, sebagaimana ditampilkan oleh keadaan fisik dari masjid, mushalla tersebut. Akan tetapi jika masjid, mushalla dan ruang keagamaan kurang baik, kurang bersih dan tidak teratur, atau terlalu sederhana jika dibandingkan dengan rumah- rumah penduduk di sekitarnya yang tampak bagus, mewah dan amat menyenangkan, maka anak akan merasa bahwa agamanya kurang bergengsi. 63 Di sekolah, penampilan guru agama juga mempengaruhi anak didik. Jika guru agama berpenampilan rapi, necis, berwibawa, percaya diri dan air mukanya memancarkan keimanan dan ketenteraman batin, maka anak didik akan tertarik kepada guru agamanya. Anak didik akan hormat, kagum dan sayang kepadanya. Hal tersebut akan menimbulkan sikap yang lebih positif terhadap agama yang diajarkan oleh guru tersebut. Perkembangan agama pada anak di umur sekolah amat penting. Karena agama diperlukan untuk mengembangkan dirinya sebagai anak yang baik citra dirinya. Agama yang hidup dalam lingkungan masyarakat tempat anak dibesarkan sangat menentukan perkembangan pribadinya. Dalam keluarga dan lingkungan yang taat beragama, akan mengembangkan pribadi beragama pada anak. Dorongan orang tua sangat penting dalam membentuk pribadi yang beragama. 64 Pendidikan agama yang diperoleh anak dari guru di sekolah, merupakan bimbingan, latihan dan pelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan perkembangan jiwanya, akan menjadi bekal yang sangat penting bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidikan agama dan pendidikan akhlak pada umur sekolah pada anak perlu dikaitkan, karena akhlak adalah 63 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 84 64 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 85 refleksi dari keimanan dalam kehidupan nyata. Jika bekal keimanan dan pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap maka agama akan sangat menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai, bersikap terutama dalam belajar dan bekerja. Ketika anak berumur 7-9 tahun perkembangan jiwa kemasyarakatannya terjadi cepat, yang terkenal dengan pembentukan kelompok sebaya. Anak mulai mengembangkan diri dan daya pikirnya, serta memerlukan teman yang mempunyai pengalaman dan perasaan yang hampir sama dengannya. Sehingga mereka mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan diri dengan leluasa. Karena itu pengaruh teman pada usia 7-9 tahun amat besar, kadang dapat mengalahkan pengaruh orang tua, terutama orang tua yang tidak akrab dengan anak, karena kesibukan atau kurang perhatian. Orang tua dan guru hendaknya membantu anak dalam memilih teman yang baik, karena pengaruh teman sangat besar bagi anak. Ukuran baik dan buruk terdapat dalam nilai-nilai yang absolut yang tidak berubah karena keadaan, zaman, dan tempat, yang terdapat dalam agama. Kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat harus ada dan saling mendukung, tidak bertentangan, agar anak tidak kebingungan memilih mana yang harus dilakukannya. 65 Anak pada umur sekolah dalam taraf pengembangan segala aspek pribadinya agama, akhlak, pemikiran, perasaan, rasa keindahan dan kemasyarakatan, maka pengaruh luar cukup besar terhadap anak. Sebaiknya hal-hal yang kurang baik terhadap anak perlu dijauhkan, karena kemampuan anak untuk memilih mana yang baik dan berguna baginya masih sangat lemah. Perkembangan kecerdasan anak belum mampu memahami hal yang abstrak sebelum umur 12 tahun. Secara khusus latihan, pembiasaan dan penjelasan tentang sopan santun dalam pergaulan perlu diperhatikan. Seperti cara bicara dan bersikap terhadap orang tua, guru, dan orang yang lebih besar dari pada dirinya, perlu diingatkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan. 65 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 85-86 Cara hidup aktif, kreatif dan disiplin perlu dikembangkan sejak dini. Anak perlu dilatih bertanggung jawab atas dirinya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Supaya anak terbiasa dengan kehidupan yang disiplin, aktif dan kreatif sampai dewasa nantinya. 66

c. Fungsi Masyarakat dalam Pendidikan Agama pada Anak Menurut

Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Masyarakat merupakan unsur pendidikan yang ketiga dalam pendidikan dan turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat secara sederhana dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Masyarakat mempunyai pengaruh yang besar dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelas dan sekolahnya. Jika sudah besar, anak diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota dan warga Negara. Dengan demikian, di pundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Berarti pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit mengandung pula tanggung jawab pendidikan. 67 Sebelum anak masuk sekolah, anak sudah mulai bergaul dengan masyarakat dalam arti teman sebaya yang ada di sekitar lingkungannya, 66 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 86-87 67 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 44-45 dengan ini anak berkesempatan untuk belajar bergaul, memberi dan menerima, membela diri, dan mempertahankan hak miliknya. Pengalaman yang didapatkan oleh anak dalam hidupnya sejak lahir sampai masuk sekolah merupakan unsur-unsur yang membentuk sikap dan pribadinya. Masyarakat bisa teman sebaya, teman sekolah, atau masyarakat yang ada di lingkungan tempat anak tinggal. Yang menarik bagi anak adalah yang mengadung gerak dan tidak asing bagi anak. Aktivitas yang ada di sekolah atau di masjid tempat anak tinggal sangat menarik pula jika anak ikut aktif di dalamnya. Karena anak merasa gembira bersama-sama dengan teman- temannya. Pendidikan pembiasaan dalam pendidikan anak sangat penting, utamanya dalam pembentukan pribadi, akhlak dan agama. Dengan pembiasaan-pembiasaan agama akan memasukkan unsur positif dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, di pundak mayarakat terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena pendidikan merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial. Ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku yang tujuannya kesejahteraan individu dan masyarakat, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan masyarakat. 68 Prof. Dr. Oemar al-Toumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa di antara ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian al- Qur’an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai “makhluk yang bertanggung jawab.” 68 Hasil wawancara penulis dengan Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada hari Senin 04 April 2011 pukul 17:18-18:08 WIB di kediaman Prof. Dr. Zakiah Daradjat, dan pada hari Rabu 12 April 2011 pukul 11:10-11:50 WIB di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” QS. Ath-Thur: 21. 69 Sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat solidaritas, terpadu dan kerjasama membina dan mempertahankan kebaikan. Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf, melarang yang mungkar, di mana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan- perbuatannya yang khas, perasaannya, pikiran-pikirannya, keputusan- keputusannya dan maksud-maksudnya, sehingga mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang mengelilinginya. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi di sekelilingnya atau terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain termasuk orang yang berada di bawah perintah dan pengawasannya seperti istri, anak dan lain-lain. Allah berfirman: “Kamu umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,karena kamu menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” QS. Ali Imran: 110. 70 “Dan hendaknya di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang- orang yang beruntung.”QS. Ali Imran: 104. 71 69 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 524 70 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 64 71 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 63 Jelaslah bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa yang memiliki syarat-syarat tanggung jawab tidak hanya bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan perbaikan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang berada di bawah perintah, pengawasan, tanggungannya dan perbaikan masyarakatnya. Hal ini berlaku atas diri pribadi, istri, bapak, guru, golongan, lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah. 72 72 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 45-47