Fungsi Keluarga dalam Pendidikan Anak Menurut Prof. Dr. Zakiah

laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang- orang mukmin. QS. An-Nuur: 3. 8 d Kriteria pemilihan pasangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dari Abu Hurairah r.a. katanya, bersabda Rasulullah SAW: mengawini wanita itu karena salah satu dari empat sebab: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaklah anda peroleh yang taat kepada agamanya, yang jadi pilihan anda. HR. Abu Hurairah. 9 Setelah syarat-syarat bagi kedua calon suami-istri dipenuhi, maka dilaksanakanlah pernikahan menurut ketentuan yang diwajibkan Allah. Setelah mereka diikat oleh tali perkawinan, maka masing-masing pasangan suami-istri mempunyai hak dan kewajiban yang ditentukan. Mereka dibekali dengan beberapa petunjuk dalam mendayungkan bahtera rumah kehidupan dengan kasih sayang dan kepatuhan kepada ketentuan Allah, agar mereka memperoleh ketentraman dan kebahagiaan sakinah. Firman Allah SWT: “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu hidupmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. ” QS. Ar-Ruum: 21. 10 Nabi Muh ammad SAW memberikan petunjuk do’a ketika akan melakukan hubungan intim antara suami-istri: 8 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 350 9 A. Razak, dan Rais Lathief, Terjemahan Hadis Shahih Muslim, Jilid II, Jakarta: Pustaka al-Husna: 1980, Cet. I, h. 203 10 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 406 “Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya salah seorang di antara kamu ingin menggauli istrinya lalu membaca doa: artinya: Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan pada kami, maka jika ditakdirkan dari pertemuan keduanya itu menghasilkan seorang anak, setan tidak akan mengganggunya selamanya”. HR. Muttafaq Alaih. 11 Setelah terbentuk keluarga muslim yang memenuhi persyaratan yang ditentukan Allah, dan siap mendapatkan keturunan, ada beberapa petunjuk dan pedoman yang membantu terciptanya kehidupan sakinah, selanjutnya adalah petunjuk do’a yang baik diucapkan dari Allah, yaitu: “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa. QS. Ali Imran: 38. 12 a Masalah Kejiwaan Masalah kejiwaan menampilkan diri dalam berbagai bentuk, ada yang dalam ketidaktenteraman batin, cemas, gelisah, takut, sedih, marah, bimbang, tertekan, frustasi, rasa rendah diri, rasa sombong, tidak percaya diri, pesimis, putus asa, apatis dan sebagainya. Keadaan tidak tenteram boleh jadi disertai dengan tidak dapat tidur, hilang nafsu makan, sulit buang air, atau tidak mampu mengendalikannya. Keadaan yang tidak tenteram dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, sehingga orang menjadi pelupa, tidak dapat berkonsentrasi, sulit melanjutkan pemikiran yang teratur, malas, lesu, bosan, cepat lelah, mudah dipengaruhi orang, sulit berprestasi, baik dalam belajar maupun dalam bekerja dan sebagainya. Hal ini dapat pula mempengaruhi kesehatan badan, misalnya pusing, sakit kepala, tekanan darah tinggi atau darah rendah, sesak 11 Ibnu Hajar Atsqalani, Tarjamah Hadits Bulughul Maram Terj. Dari Bulughul Maram min Adilatil Ahkaam oleh Masdar Helmy, Bandung: CV. Gema Risalah Press, 2009, Cet. V, h. 426-427 12 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 55 nafas, pencernaan tidak teratur, sering ditimpa penyakit, sakit jantung, wasir, lumpuh pada sebagian anggota tubuh seperti tangan, kaki, jari, lidah jadi bisu, mata jadi tidak melihat karena keadaan kejiwaan yang tidak sehat. Pengaruh kejiwaan terhadap kelakuan, orang menjadi jahat, nakal, tidak berperasaan, tidak tahu malu, atau berbagai pelanggaran hukum, pelanggaran terhadap ketentuan agama, dan berbagai penyimpangan lainnya. Hal-hal ini adalah gejala kejiwaan yang sering terjadi pada orang- orang yang tidak mampu menyesuaikan diri, kurang kuat imannya, tidak tenteram batinnya, dan karena berbagai sebab lainnya. Faktor-faktor terjadinya masalah kejiwaan antara lain adalah: 1 Terdapat dalam diri sendiri. Misalnya kegoncangan perasaan yang dialami oleh remaja yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan cepat, perubahan kelenjar yang mengalir di dalam tubuhnya, pertumbuhan kecerdasan yang mendekati selesai dan perubahan sikap sosial dan perkembangan kepribadian. 2 Faktor luar, di antaranya perubahan nilai dan keadaan sosial-ekonomi yang menyebabkan orang kehilangan pegangan atau tidak mudah menyesuaikan diri. b Peranan Ibu dalam Keluarga Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, maka akan terhambatlah pertumbuhan anak. Peranan ibu dalam keluarga amat penting. Ibulah yang mengatur, membuat rumah tangganya menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suami. Sebagai istri, hendaklah ia bijaksana, tahu hak dan kewajibannya yang telah ditentukan oleh agama. Untuk mencapai ketenteraman dan kebahagiaan dalam keluarga diperlukan istri yang salehah, yang dapat menjaga diri dari kemungkinan salah dan kena fitnah, mampu menenteramkan suami apabila gelisah, serta dapat mengatur keadaan rumah, sehingga tampak rapi. Membuat seluruh anggota keluarga senang dan nyaman berada di rumah. Istri yang bijaksana mampu mengatur situasi dan keadaan, hubungan yang saling melegakan dalam keluarga. Langkah penciptaan suasana yang baik antara lain adalah menciptakan suasana saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan saling menyayangi di antara suami-istri dan antara seluruh anggota keluarga. Dengan adanya pengertian, penerimaan, penghargaan, kepercayaan dan kasih sayang yang dilandasi oleh keimanan yang mendalam, yang terpancar dalam kehidupan sehari-hari, maka akan dapat dihindarkan berbagai masalah negatif yang kadang-kadang terjadi dalam tindakan dan sikap masing-masing atau salah seorang suami-istri. Suami akan bekerja dengan tenang dan penuh gairah dalam menghadapi tugasnya, tidak akan berpikir mencari sesuatu yang tidak diridhai Allah SWT. Demikian pula istri, dengan hati lembut yang penuh keimanan, dapat menerangi suasana keluarga sehingga menjadi cerah ceria. Tanah yang subur adalah suasana keluarga dalam penyemaian tunas-tunas muda yang ada dalam keluarga. 1 Penyusuan dan Pengasuhan Anak Seorang bayi lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang menolongnya dalam kelangsungan hidupnya. Orang pertama dan utama yang dikenal oleh bayi adalah ibunya, yang sejak dalam kandungan telah membantunya untuk tumbuh dan berkembang, baik disadari ataupun tidak oleh ibunya. Manusia, baik yang kecil maupun yang besar, muda ataupun yang tua, dibekali oleh Allah dengan seperangkat kebutuhan jasmani yang perlu dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, misalnya dalam hal makanan dan minuman, maka akan terganggu kelangsungan pertumbuhan jasmaninya. Juga dibekali dengan seperangkat kebutuhan kejiwaan yang jika tidak dipenuhi akan terhambatlah perkembangan rohaninya, mungkin akan mempengaruhi hidupnya, bahkan sampai tua. Untuk memenuhi kebutuhan jasmani anak yang masih bayi, secara alamiah Allah menciptakan air susu ibu ASI, yang dipersiapkan bersamaan dengan pertumbuhan janin dalam kandungan. Serentak dengan kelahiran bayi, ASI pun sudah tersedia pada ibu yang melahirkan bayi itu. Jika sang ibu tidak mau memberikan ASI kepada bayi yang dilahirkannya, maka bayi akan mengalami kegoncangan dan penderitaan. Jika tidak ada pertolongan orang lain, boleh jadi kelangsungan hidupnya akan terganggu, bahkan terhenti. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tanggung jawab ibu dalam kelangsungan hidup anak yang masih bayi sangat besar. 13 Allah berfirman: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut …” QS. Al-Baqarah: 233. 14 Anak tidak hanya mempunyai kebutuhan jasmani saja, akan tetapi ia juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan kejiwaan yang menentukan perkembangan selanjutnya. Ada dua kebutuhan pokok kejiwaan yang harus dipenuhi anak sejak lahir, yaitu kebutuhan akan rasa kasih sayang, dan rasa aman. Setelah anak lahir, membutuhkan pemeliharaan dari orang yang membantunya untuk melindungi dari terpaan udara, baik panas maupun dingin, dan dari berbagai gangguan yang dapat menyakiti atau mengganggunya. Ia memerlukan bantuan dari orang yang mengerti kebutuhannya dan bersedia membantunya setiap saat. Ibu yang telah melahirkan anak, yang mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan selama anak dalam kandungan, yang secara kodrati diberi oleh Allah perasaan kasih sayang dan kemampuan untuk menyayangi serta kecondongan untuk menolong dan merawat anak. Maka ibu pulalah yang 13 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 45-48 14 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 37 memikul tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan rohani yang paling pokok pada anak. 15 Allah memberikan petunjuk dengan firmannya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan ….” QS. Al-Ahqaaf: 15. 16 Anak tidak akan mengenal kasih sayang dalam hidupnya jika ketika bayi ibu tidak mampu atau tidak mau menyayangi anak yang membutuhkan kasih sayangnya dan akan megalami penderitaan sepanjang hayatnya. Tanpa kasih sayang ibu, rasa amanpun tidak akan tercapai, karena anak akan dibiarkan tanpa perlindungan terhadap berbagai gangguan dan ancaman bagi kelangsungan hidupnya. 2 Manfaat Menyusui dalam Membina Rasa Tanggung Jawab Ibu. Rasa tanggung jawab ibu terhadap masa depan anak tidak terjadi secara otomatis, dengan melahirkan anak. Ada ibu yang merasa anak adalah beban dan penghambat bagi kegiatannya. Ada pula sebagian ibu yang berpendapat bahwa tugas mendidik, merawat, dan menyusukan anak, bukanlah tugas ibu saja, akan tetapi tugas bersama antara ibu dan bapak. Jika ibu sebagai wanita karir atau bekerja di luar rumah seperti sang suami, maka ia ingin bebas dari tugas kerumahtanggaan, pemeliharaan, dan pendidikan anak, seperti halnya dengan suami. Menyusukan anak untuk sebagian wanita mungkin merupakan tugas berat yang tidak menyenangkan. Jika anak memperoleh ASI langsung dari ibu maka akan berdampak positif dan terpenuhinya kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan rasa aman. Barometer yang digunakan anak untuk mengukur berbahaya atau tidaknya 15 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 49 16 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 504 sesuatu terhadap dirinya adalah sikap ibunya dalam menanggapi sesuatu. 17 ASI memiliki banyak manfaat dan kelebihan karena ASI menjadi makanan bayi ketika masih dalam kandungan dan setelah lahir yang merupakan tindak lanjut dari proses pertumbuhan pasca kelahiran. Di antara manfaat ASI adalah: a Bayi langsung mendapat makanan bersih dan steril. b ASI tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas bahkan bersuhu sedang sehingga cocok buat anak. c Siap saji setiap saat, tidak mengenal surut dan tidak pernah kehabisan. d ASI tidak mengalami kerusakan karena lamanya penyimpanan, dan tidak mengalami perubahan dalam kondisi apapun. e Cocok dan sesuai kebutuhan perut bayi hingga sampai usia dua tahun. f Mencukupi kebutuhan bayi yang sedang menyusu. g ASI memberi amunisi dan kekebalan tubuh bayi dari berbagai gangguan bakteri dan penyakit. h Asi membuat bayi terhindar dari problema kegemukan bagi bayi dan ibu. i Menyusui bisa membantu dalam mengatur masa kelahitan bagi sebagian wanita. j Menyusui menumbuhkan perasaan kasih saying dan cinta orang tua kepada anak dan menguatkan hubungan batin antara anak dan ibu. k Menyusui memberi pengaruh pada mental anak hingga menjadi stabil, penampilan yang tenang dan baik tingkah lakunya, serta bagus dalam pembentukan jaringan otak, emosional, intelejensi dan jasmani. 18 Rasa tanggung jawab ibu terhadap masa depan anak terjadi berangsur-angsur melalui pengalaman yang dilalui bersama anaknya. Apabila ibu tidak melakukan perawatan langsung terhadap anaknya, maka kasih sayang kepada anak kurang, bahkan terkadang tidak terasa sama 17 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 51 18 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan hingga Dewasa, Terj. Dari buku Kaifa Turrabi Waladan Shalihan,oleh Zaenal Abiddin, Jakarta: Darul Haq, 2004, h. 108-109 sekali. Bila perawatan, pemeliharaan dan pendidikan, serta menyusui tidak dilakukan oleh ibu, dan ia hanya melihat anaknya sebagai objek yang harus diurus, tanpa ada ikatan batin dengan dirinya, dan tugas tersebut dapat diserahkan kepada orang lain, seperti pembantu, nenek, bibi atau lainnya, tanpa merasa kehilangan sesuatupun, bahkan mungkin tidak terpikir olehnya tentang masa depan anaknya. Lain halnya dengan seorang ibu yang mengurus dan menyusukan anaknya secara langsung, ia akan merasa tertarik kepada anak yang tumbuh- kembang dari hari ke hari. setiap pengalaman, baik berat maupun ringan yang dilakukan ibu terhadap anak, menimbulkan kesan yang menarik dan merangsangnya untuk memikirkan hari depan anaknya. Lambat laun pemikiran masa depan anak memenuhi relung-relung hatinya. Maka akan berkembanglah rasa tanggung jawabnya terhadap masa depan anak. Hubungan timbal balik antara ibu dan anak yang disusuinya, ditandai dengan saling menyayangi. Keduanya sama-sama mendapatkan objek yang disayangi dan sama-sama merasakan bahwa dirinya disayangi. Inilah modal penting bagi anak untuk merasa bahagia dalam kehidupannya di kemudian hari. 19 2 Keluarga sebagai Peletak Dasar Kepribadian Anak Ibu yang baik,saleh, penyayang, dan bijaksana, sebelum mengandung telah memohon kepada Allah agar mendapatkan anak yang saleh, yang berguna bagi bangsa, Negara dan agamanya. Ketika mulai mengandung, hatinya gembira menanti kelahiran sang anak. Sejak dalam kandungan bayi mendapatkan pengaruh yang positif dalam kepribadiannya yang akan tumbuh di masa yang akan datang. Ketika dalam kandungan, janin mendapatkan pengaruh dari sikap dan perasaan ibunya, melalui saraf- saraf yang terdapat dalam rahim. Sikap positif sang ibu terhadap janin dan ketentraman batinnya dalam hidup menyebabkan saraf-saraf bekerja lancar dan wajar, karena tidak ada kegoncangan jiwa yang menegangkan. Maka 19 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 52 unsur-unsur dalam pertumbuhan kepribadian anak yang akan lahir cukup baik dan positif, yang nantinya menjadi dasar pertama dalam pertumbuhan setelah lahir. Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua. Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan keterampilan yang selalu berkembang dan dituntut perkembangannya bagi kepentingan manusia. Pada umumnya para pendidik muslim menjadikan Luqmanul Hakim sebagai contoh dalam pendidikan, di mana nasihatnya kepada anaknya terdapat dalam surat Luqman ayat 13-19. 20 Allah mengatakan Luqman dikarunia-Nya hikmah dan kebijaksanaan. “Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah Dan barang siapa bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur kufur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” QS. Luqman: 12. 21 a Pembinaan Iman dan Tauhid. Dalam ayat 13, Luqman menggunakan kata pencegahan dalam menasihati anaknya agar tidak menyekutukan Allah. ”Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran padanya, “Wahai anakku Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar- benar kezaliman yang besar.” QS. Luqman: 13. 22 20 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 50-53 21 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 22 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 Ayat ini menjelaskan bahwa pendidikan tauhid dilakukan dengan kata-kata, maka anak Luqman ketika itu telah berumur sedikitnya dua belas tahun. Sebab kemampuan kecerdasan untuk dapat memahami hal yang abstrak maknawi terjadi apabila perkembangan kecerdasan mencapai ke tahap mampu memahami hal-hal di luar jangkauan alat-alat indra, yaitu umur 12 tahun. Syirik adalah sesuatu hal yang abstrak, tidak mudah dipahami oleh anak yang perkembangan kecerdasannya belum sampai pada kemampuan tersebut. Lanjutan ayat tersebut adalah “Syirik itu adalah kezaliman yang besar ”, maka untuk memahaminya diperlukan kemampuan mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang diketahui. Biasanya kemampuan demikian, tercapai pada umur kira-kira 14 tahun. Maka umur anak Luqman ketika itu sedikitnya 14 tahun. Pembentukan iman seharusnya mulai sejak anak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadian. Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukkan bahwa janin yang dalam kandungan, telah mendapat pengaruh dari keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungnya. Hal tersebut tampak dalam perawatan kejiwaan, di mana keadaan keluarga, ketika si anak dalam kandungan, mempunyai pengaruh terhadap kesehatan mental si janin di kemudian hari. Luqmanul Hakim orang yang diangkat Allah sebagai manusia contoh dalam pendidikan anak, telah dibekali oleh Allah dengan iman dan sifat-sifat terpuji, di antaranya syukur kepada Allah, yang sudah pasti beriman dan bertakwa kepada-Nya. Oleh karena itu, pendidikan iman terhadap anak, sesungguhnya telah dimulai sejak persiapan wadah untuk pembinaan anak, yaitu pembentukan keluarga, yang syarat-syaratnya ditentukan Allah di dalam beberapa ayat, di antaranya: 23 1 Persyaratan keimanan QS. Al-Baqarah: 221 2 Persyaratan akhlak QS. An-Nuur: 3 23 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 54-55 3 Persyaratan tidak ada hubungan darah QS. An-Nisaa’: 22-23. Setelah syarat tersebut terpenuhi, maka hubungan kedua calon suami-istri diikat dengan tali pernikahan yang ditentukan Allah. Kemudian kehidupan dan hubungan antara suami dan istri diatur pula dengan hak dan kewajiban masing-masing yang dipedulikan. Ibu dan bapak yang beriman dan taat beribadah, tenteram hatinya dan mendoakan agar anak dan keturunannya beriman dan takwa kepada Allah SWT, doa dan harapan melalui ucapan lisan dan bisikan dalam hatinya akan memantul kepada janin yang ada dalam kandungan ibu. Karena itu, seharusnya muncul berbagai usaha berupa kegiatan dan kepedulian terhadap ibu-ibu hamil, yang bersikap positif terhadap janin yang dikandungnya. Setelah lahir, pertumbuhan jasmani anak akan berjalan cepat. Perkembangan akidah, kecerdasan, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan kemasyarakatan anak tujuh dimensi manusia, berjalan serentak dan seimbang. Anak mulai mendapatkan unsur-unsur pendidikan serta pembinaan yang berlangsung tanpa disadari oleh orang tuanya. Mata anak melihat dan merekam apa saja yang tampak olehnya, rekaman tersebut tinggal lama dalam ingatan, sehingga ada pakar kejiwaan yang mengatakan bahwa manusia belajar lewat penglihatannya itu sebanyak 85, kemudian telinga juga mulai berfungsi setelah ia lahir, dan menangkap apa yang sampai ke gendang telinganya, dia mendengar bunyi, kata-kata, yang diucapkan oleh ibu, bapak, kanak-kanak, dan orang lain dalam keluarga, atau suara dari radio, TV, dan sebagainya. Lewat pendengaran anak belajar sebanyak 11. 24 Ditemukan bahwa anak umur satu tahun dapat menangkap tiga kata, umur dua tahun 272 kata, umur tiga tahun 896 kata, umur empat tahun 1.540 kata, umur lima tahun 2.072 kata dan umur enam tahun 2.562 kata. Kata- kata terdengar oleh anak terkandung pada apa yang yang dikatakan orang tuanya. Bila mereka orang beriman dan beramal saleh, sering berdoa dan 24 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 56 mengucapkan kata-kata thayibah, maka kata-kata itulah yang sering terdengar oleh anaknya dan menjadi akrab ke hati anak, lalu menjadi bagian dari kepribadiannya. Sedangkan sentuhan, pencicipan dan penciuman bersama-sama memberi pengaruh sebanyak 6. Jadi pengaruh terbesar adalah lewat penglihatan dan pendengaran, yaitu 94. Pertumbuhan kecerdasan anak sampai umur enam tahun masih terkait kepada alat indranya. Maka dapat dikatakan bahwa anak pada umur 0-6 tahun berpikir indrawi. Artinya anak belum mampu memahami hal yang maknawi abstrak. Oleh karena itu pendidikan, pembinaan iman dan takwa anak, belum dapat menggunakan kata-kata verbal, akan tetapi diperlukan contoh, teladan, pembiasaan dan latihan yang terlaksana dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, yang terjadi secara alamiah. Kecenderungan meniru dan unsur identifikasi dalam jiwa anak, akan membawanya kepada meniru orang tuanya, bahkan umur satu setengah tahun mungkin akan ikut-ikutan shalat bersama orang tuanya, hanya sekedar meniru gerakan mereka, mengucapkan kata-kata thayibah, atau doa-doa dan membaca surat-surat pendek dari al- Qur’an. 25 Kebiasaan orang tua membaca bismillah dan alhamdulilah ketika menolong anak waktu makan-minum, ganti pakaian, buang air, dan sebagainya, akan mendorong anak untuk meniru lebih banyak lagi, karena kata tersebut berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan anak waktu makan, minum dan sebagainya. Setelah anak masuk sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, orang tua harus tetap menunjukkan kepeduliannya terhadap perkembangan keimanan dan amal ibadah anak. Kepedulian itu dapat ditunjukkan dalam bentuk pertanyaan, diskusi atau memperhatikan sikap dan perilakunya. Terkadang anak dalam menghadapi hal-hal baru atau berbeda dengan apa yang biasa dialaminya dalam keluarga, 25 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 56-57 maka keraguan atau kemungkinan terjadinya kecemasan pada anak, segera dapat dihilangkan. 26 b Pembinaan Akhlak Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Di antara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya adalah: 1 Akhlak anak terhadap kedua ibu-bapak. 2 Akhlak terhadap orang lain. 3 Akhlak dalam penampilan diri. 27 Sebagaimana tergambar di dalam surat Luqman ayat 14, 15, 18 dan 19. 1 Akhlak terhadap ibu-bapak, dengan berbuat dan berterima kasih kepada keduanya. Dan diingatkan Allah, bagaimana susah dan payahnya ibu mengandung dan menyusukan anak sampai umur dua tahun: “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. ” QS. Lukman: 14. 28 Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik, kendatipun mereka mempersekutukan Tuhan, hanya yang dilarang adalah mengikuti ajakan mereka untuk meninggalkan iman-tauhid. 26 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 57-58 27 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 58 28 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” QS. Luqman: 15. 2 Akhlak terhadap orang lain, adalah adab, sopan santun dalam bergaul, tidak sombong dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan bersuara lembut. “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. ” QS. Luqman: 18-19. 29 Pendidikan akhlak dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, akan menjadi teladan bagi anak-anak. Anak memperhatikan sikap orang tua dalam menghadapi masalah, ada yang berjalan dengan gaya bapak yang dikaguminya atau gaya ibu yang disayanginya. Perkataan dan cara berbicara, bahkan gaya menanggapi teman-teman atau orang lain, terpengaruh oleh orang 29 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 tuanya. Juga cara mengungkapkan emosi, marah, gembira, sedih dan sebagainya, dipelajari pula dari orang tuanya. Adapun akhlak, sopan santun dan cara menghadapi orang tuanya, banyak tergantung kepada sikap orang tua terhadap anak. Apabila anak merasa terpenuhi semua kebutuhan jasmani, kejiwaan dan sosial, maka anak akan sayang, menghargai dan menghormati orang tuanya. Akan tetapi apabila anak merasa terhalang pemenuhan kebutuhannya oleh orang tuanya, misalnya ia merasa tidak disayangi atau dibenci, suasana dalam keluarga yang tidak tenteram, sering kali menyebabkannya takut dan tertekan oleh perlakuan orang tuanya, atau orang tuanya tidak adil dalam mendidik dan memperlakukan anak-anaknya, maka perilaku anak tersebut boleh jadi bertentangan dengan yang diharapkan oleh orang tuanya, karena ia tidak mau menerima keadaan yang tidak menyenangkan itu. 30 c Pembinaan Ibadah dan Agama Pembinaan ketaatan beribadah anak, juga mulai dalam keluarga. Anak yang masih kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang mengandung gerak, sedangkan pengertian tentang ajaran agama belum dapat dipahaminya. Karena itu, ajaran agama yang abstrak tidak menarik perhatiannya. Anak-anak suka melakukan shalat, meniru orang tuanya, kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya. Pengalaman keagamaan yang menarik bagi anak di antaranya shalat berjamaah, lebih- lebih lagi bila ia ikut shalat di dalam shaf berjamaah bersama orang dewasa. Di samping itu anak senang melihat dan berada dalam tempat ibadah masjid, mushalla, surau dan sebagainya yang bagus, rapi dan dihiasi dengan lukisan atau tulisan yang indah. Pengalaman ibadah yang tidak mudah dilupakan anak, suasana shalat tarawih pada bulan Ramadhan di masjid tempat ia tinggal dan shalat hari raya. Pada bulan ramadhan anak-anak senang ikut berpuasa dengan orang 30 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 60 tuanya, walaupun ia belum kuat untuk melaksanakan ibadah puasa sehari penuh. Kegembiraan yang dirasakannya karena dapat berbuka puasa bersama dengan ibu-bapak dan seluruh anggota keluarga, setelah itu mereka bergegas shalat Maghrib, kemudian pergi ke masjid atau langgar bersama teman-temannya untuk melakukan shalat tarawih, amat menyenangkan bagi anak-anak dan remaja. Anak-anak yang masih kecil, umur antara 2-5 tahun pun ikut gembira untuk melakukan shalat tarawih, walaupun mereka belum mampu duduk atau berdiri lama, seperti orang dewasa, namun pengalaman tersebut, amat penting bagi pembentukan sikap positif terhadap agama dan merupakan unsur-unsur positif dalam pembentukan kepribadiannya yang sedang tumbuh dan berkembang. 31 Zakiah Daradjat mengatakan “kalau waktu saya kecil dulu, saya kan anak pertama, dibuatkanlah oleh ibu mukna kecil terus adik-adik tiga orang laki-laki dibuatkan sarung kecil. Ini adalah sesuatu yang baik untuk dilakukan sebagai upaya penanaman rasa agama pada anak sejak kecil. Ketika makan atau melakukan sesuatu perbuatan orang tua selalu memulai dengan ucapan bismillah, anak awalnya tidak mengerti dengan apa yang diucapkan orang tua, tapi karena ia selalu mendengar kata-kata yang baik maka akan dicontoh oleh anak karena anak mengikuti orang yang paling terdekat yaitu orang tua dan keluarganya.” Jadi kepribadian anak akan terwujud. 32 Sebagaimana Luqman menggambarkan ketika menyuruh anaknya untuk shalat. “Wahai anakku Laksanakanlah salat dan suruhlah manusia berbuat yang makruf dan cegahlah mereka dari yang mungkar dan 31 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 60-61 32 Hasil wawancara penulis dengan Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada hari Senin 04 April 2011 pukul 17:18-18:08 WIB di kediaman beliau, juga pada hari Rabu 12 April 2011 pukul 11:10- 11:50 WIB di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk yang penting.”QS. Luqman: 17. 33 Pelaksanaan perintah tersebut bagi anak-anak adalah dengan persuasi, mengajak dan membimbing mereka untuk melakukan shalat. Jika anak-anak telah terbiasa shalat dalam keluarga, maka kebiasaan tersebut terbawa sampai dewasa, bahkan sampai tua. 34 d Pembinaan Kepribadian dan Sosial Anak Pembentukan kepribadian terjadi dalam masa yang panjang, mulai sejak dalam kandungan sampai umur 21 tahun. Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar kejiwaan berpendapat, bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Apabila kepribadian seseorang kuat, maka sikapnya tegas, tidak mudah terpengaruh oleh bujukan dan faktor-faktor yang datang dari luar, serta ia bertanggung jawab atas ucapan dan perbuatannya. Dan sebaliknya, apabila kepribadiannya lemah, maka ia mudah terombang-ambing oleh berbagai faktor dan pengaruh dari luar. Terbentuknya kepribadian melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila nilai- nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Nilai-nilai agama yang terkandung dalam cara Luqman mendidik anaknya, mulai dari penampilan pribadi Luqman yang beriman, beramal saleh, bersyukur kepada Allah dan bijaksana dalam segala hal. 33 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 34 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 62 Yang Luqman lakukan dalam mendidik dan mengingatkan anaknya adalah kebulatan iman kepada Allah semata, akhlak sopan santun terhadap kedua orang tua, dan kepada semua manusia, serta taat beribadah. Secara khusus ditanamkan kepada anaknya kesadaran akan pengawasan Allah terhadap semua manusia dan makhluk-Nya, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi di manapun, di langit maupun di bumi, 35 sebagaimana firman Allah: “Lukman berkata, “Wahai anakku Sungguh, jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti. ” QS. Luqman: 16. 36 Dengan kesadaran akan pengawasan Allah yang tumbuh dan berkembang dalam pribadi anak, maka akan masuklah unsur pengendali terkuat di dalamnya. Ditambah dengan unsur akhlak yang mengajak orang untuk berbuat baik dan menjauhi yang mungkar, serta sifat sabar dalam menghadapi berbagai musibah dan keadaan. Selanjutnya kepribadian tersebut hendaknya dihiasi pula dengan sifat-sifat yang menyenangkan yaitu semua perilaku baik dan diridhai oleh Allah SWT yang dihayati di dalam hati. Menghayati sesuatu berarti menjadikannya bagian dari kepribadian, menyatu dan tidak terpisahkan lagi. Jadi menghayati akhlak mahmudah berarti semua bentuk dari akhlak mahmudah yang telah diketahui masuk menjadi bagian dari pribadi, dan tidak terpisahkan lagi. Yang berakibat selanjutnya adalah pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap akan dipengaruhi oleh sesuatu yang telah dihayati. 37 Hingga terhindar dari timbulnya egoistis yang bermuara pada tumbuhnya sikap angkuh dan sombong pada diri sendiri, yang akhirnya memandang rendah orang lain 35 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 62-63 36 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 37 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 69-72 sekaligue tumbuhlah cikal bakal mafsadah kerusakan di muka bumi. 38 Firman Allah: “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. ” QS. Luqman: 18. 39 Maka keutuhan pribadi muslim yang dinasihatkan oleh Luqman adalah pribadi beriman, taat beribadah, teguh pendirian, pandai bergaul, ramah dan mempunyai kepedulian terhadap masyarakat. Pada umumnya para pendidik muslim menjadikan nasihat Luqman terhadap anaknya, sebagai dasar pendidikan Islam. Pribadi Luqman sebagai sosok seorang bapak yang terpilih untuk menjadi teladan bagi anak-anaknya, yang seluruh penampilan iman, Islam dan akhlaknya dapat diserap oleh anaknya pada tahun-tahun pertama dari umurnya 0-6 tahun. Intisari dari nasihat Luqman adalah tentang pembinaan iman, tauhid, amal saleh ibadah, akhlak terpuji dan kepribadian yang sehat, kuat dan penuh kepedulian terhadap masyarakat. Para pendidik muslim masih perlu mengkaji dan mengolah prinsip- prinsip pendidikan Luqman dengan berbagai teori pendidikan dan psikologi yang ada, untuk kemudian keluar dengan suatu teori pendidikan Islam yang mudah dilaksanakan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. 40 3 Peran Keluarga dalam Pendidikan Agama pada Anak Begitu besar dan ampuh arti agama bagi manusia dalam kehidupannya. Fungsi agama bagi manusia antara lain adalah: a Agama memberikan bimbingan dalam hidup manusia. 38 Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, Cet. I, h. 70-71 39 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 412 40 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 63-64 b Agama menolong dalam menghadapi kesukaran. c Agama menentramkan batin manusia. 41 Agama memberikan bimbingan hidup dari yang terkecil sampai yang terbesar, mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam semesta dan makhluk hidup lain. Kesukaran yang paling sering dihadapi oleh manusia adalah kekecewaan. Jika kekecewaan sering dihadapi akan membawa orang kepada perasaan rendah diri, pesimis, dan apatis dalam hidupnya dan akan menggelisahkan batinnya. Jika kekecewaan menimpa orang yang benar- benar menjalankan agamanya, ia tidak akan putus asa, tapi akan bersikap tenang, ingat kepada Tuhan, dan dapat menganalisa faktor-faktor penyebab kekecewaan sehingga dapat menghindari gangguan perasaan atau gangguan jiwa akibat kekecewaan itu. Bagi jiwa yang gelisah, agama akan memberi jalan dan siraman penenang hati. Tidak sedikit orang yang kebingungan dalam hidup selama tidak beragama, tetapi setelah mengenal dan menjalankan agama, ketenangan jiwa pun datang. Agama sangat penting bagi manusia dalam menjalani hidup, baik bagi orang tua, maupun bagi anak-anak. Bagi anak- anak, agama merupakan bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadiannya. 42 Dalam Islam penyemaian rasa agama dimulai sejak pertemuan ibu dan bapak yang membuahkan janin dalam kandungan, yang dimulai dengan doa kepada Allah. Selanjutnya memanjat doa dan harapan kepada Allah, agar janinnya kelak lahir dan besar menjadi anak saleh. Begitu si anak lahir, dibisikkan ketelinganya kalimat adzan dan iqamah, dengan harapan kata-kata thayibah yang pertama kali didengar anak kemudian ia akan berulang kali mendengarnya, setiap waktu shalat tiba, baik 41 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982, Cet. VI, h. 56-62 42 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982, Cet. VI, h. 56-62 didengar di rumahnya atau pun di luar rumah. Kata-kata thayibah dan kata- kata lain yang berisikan jiwa agama, akan sering didengar oleh anak melalui ibunya, waktu ia disusukan, dimandikan, ditidurkan dan diganti pakaian oleh ibunya. Ia mendengar kata-kata thayibah ketika sedang memperoleh pemenuhan kebutuhan pokok. Pengalaman yang seperti itu akan menyuburkan tumbuhnya rasa agama dalam jiwa anak, dan akan tetap hidup dalam jiwanya. Jika ia melihat ibu dan bapaknya shalat, ia pun akan menyerap apa yang dilihatnya, lebih-lebih lagi jika disertai dengan kata-kata yang bernafaskan agama. Agama bukan ibadah saja. Agama mengatur seluruh segi kehidupan. Semua penampilan ibu dan bapak dalam kehidupan sehari-hari yang disaksikan dan dialami oleh anak bernafaskan agama, di samping latihan dan pembiasaan tentang agama, perlu dilaksanakan sejak kecil, sesuai pertumbuhan dan perkembangan jiwanya. Apabila anak tidak mendapatkan pendidikan, latihan dan pembiasaan keagamaan waktu kecil, ia akan besar dengan sikap acuh atau anti agama. 43 Anak mengenal Tuhan, melalui ucapan ibunya waktu ia kecil. Apapun yang dikatakan ibunya tentang Tuhan, akan diterima dan dibawanya sampai dewasa. Oleh karena itu ibu perlu berhati-hati menjawab pertanyaan anak tentang Tuhan atau pokok-pokok keimanan lainnya. Jika ibu salah menjelaskannya, maka konsep agama yang salah itu akan tumbuh dan berkembang dalam jiwa anak nantinya. Dalam memperkenalkan sifat-sifat Allah kepada anak, hendaknya didahulukan sifat-sifat Allah yang mendekatkan hatinya kepada Allah, misalnya Penyayang, Pengasih, Pemurah, Adil dan sebagainya, pada umur anak belum mencapai 12 tahun. Kualitas hubungan anak dan orang tuanya, akan mempengaruhi keyakinan beragamanya di kemudian hari. Apabila ia merasa disayang dan diperlakukan adil, maka ia akan meniru orang tuanya dan menyerap agama dan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya. Jika yang tejadi sebaliknya, 43 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 64-65 maka ia akan menjauhi apa yang diharapkan orang tuanya, mungkin ia tidak mau melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya, tidak shalat, tidak puasa dan sebagainya. 44 Tidak semua orang tua, terutama ibu, mampu mengajarkan agama kepada anak-anaknya. Tugas pemberian pelajaran dan pengetahuan tentang agama yang lebih luas dan beragam, agalah guru agama di sekolah. Tetapi yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan agama pada anak sekolah bukan hanya guru agama saja. Guru atau pegawai lainnya ada hubungannya dengan anak. Begitu juga dengan iklim yang terdapat di sekolah. Semakin kecil umur anak, semakin besar pengaruh guru terhadap anak. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak membawa kemudahan hidup, termasuk televisi yang sudah merambah masuk ke rumah-rumah di seluruh pelosok tanah air, mulai dari kota sampai ke desa-desa, bahkan sampai desa terpencil. Maka apa saja yang ditayangkan di TV dapat disaksikan oleh anak-anak, termasuk anak yang masih di bawah umur lima tahun. Anak akan menyerap apa yang disaksikan lewat layar kaca yang ada di rumahnya, matanya melihat dan menangkap apa yang ditayangkan, dan telinganya mendengar dan menyerap apa yang diucapkan oleh penyair, penyanyi, atau film yang ditayangkan. Semua akan terserap oleh anak dan menjadi unsur-unsur dalam pribadinya yang sedang dalam proses pertumbuhan. Jika yang ditayangkan oleh TV baik dan menunjang pembentukan iman dan takwa, maka peranannya dalam pembentukan pribadi dan identitas agama pada anak akan besar. Sebaliknya, jika yang ditayangkan tidak mendukung atau merusak nilai-nilai agama, maka anak juga akan menyerap nilai-nilai yang merusak tersebut, selanjutnya pribadinya akan diliputi pula oleh hal-hal yang merusak iman dan penampilan diri anak akan jauh dari agama. 44 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 66 Perkembangan sikap sosial pada anak terbentuk mulai di dalam keluarga. Orang tua yang penyayang, lemah lembut, adil dan bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan pada anak. Ia akan terlihat ramah, gembira dan segera akrab dengan orang lain. Karena ia merasa diterima dan disayangi oleh orang tuanya, maka akan tumbuh pada dirinya rasa percaya diri dan percaya terhadap lingkungannya, hal yang menunjang terbentuknya pribadi yang menyenangkan dan suka bergaul. Demikian pula jika sebaliknya orang tua keras, kurang perhatian kepada anak dan kurang akrab, sering bertengkar antara satu sama lain ibu-bapak, maka anak akan berkembang menjadi anak yang kurang pandai bergaul, menjauh dari teman- temannya, mengisolasi diri dan mudah terangsang untuk berkelahi, pribadi negatif, yang condong kepada curiga dan antipati terhadap lingkungannya. 45 4 Peran Keluarga dalam Pembentukan Sifat-Sifat Terpuji pada Anak. Dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman pada perilaku, ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata. Dalam al- Qur’an banyak ayat-ayat yang mendorong manusia untuk beriman dan beramal saleh dengan berbagai janji, 46 di antaranya: “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai- sungai….” QS. Al-Baqarah: 25. 47 45 Zakiah Daradjat, Pendidikan I slam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 67 46 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 67 47 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 5 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya ….” QS. Yunus: 9. 48 “Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia.” QS. Al-Haj: 50. 49 “... Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala besar.”QS. Al-Fath: 29. 50 Dorongan Allah kepada manusia adalah agar beriman kepada-Nya dan mengerjakan amal saleh perbuatan terpuji, dengan janji akan mendapatkan surga di akhirat nanti, dikeluarkan dari kegelapan menuju tempat yang terang benderang, memperoleh bimbingan atau petunjuk Allah dalam menjalani kehidupan, meraih ampunan, pahala dan rezeki dari Allah. Janji Allah terhadap orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh jika ditinjau dari sudut pandang psikologi, semuanya membawa kepada ketenteraman batin dan kesehatan mental. Janji akan mendapatkan surga di akhirat nanti memberikan kepastian bagi orang yang merasa akan mati. Biasanya orang menjadi gelisah bila ia tidak tahu kemana ia setelah mati nanti. 51 Dalam kehidupan duniawi, orang merasa lega bila dia merasa dibimbing dan diberi hidayah oleh Allah. Sebaliknya, kehidupan yang jauh dari petunjuk dan bimbingan Allah, menjadikan manusia gelisah, terbentur dan tersendat-sendat dalam menjalani kehidupannya. Bimbang dan ragu, dalam istilah kejiwaan, disebut mudah terjatuh kepada konflik batin. Adapun 48 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 209 49 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 338 50 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 515 51 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 69 merasa diampuni Allah terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan, adalah salah satu obat bagi gangguan kejiwaan. Seseorang yang merasa berdosa atau bersalah, merupakan salah satu penyebab dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Sedangkan pahala atau imbalan terhadap apa yang dikerjakan, merupakan harapan setiap manusia. Namun, tidak semua perbuatan baik manusia mendapat imbalan langsung di dunia, karena tidak semua orang yang memperoleh bantuan atau jasa orang lain, mampu membalasnya dengan setimpal. Karena imbalan yang pasti adalah yang datang dari Allah. Allah tidak menyia-nyiakan amal saleh seseorang, betapapun kecilnya, akan ditentukan nanti di akhirat. Janji Allah akan membalas setiap amal saleh dengan pahala yang berlipat ganda, akan menjadikan manusia beramal dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolongnya, atau yang disebut dengan istilah tanpa pamrih. Adapun rezeki yang dijanjikan Allah bagi orang yang beriman dan beramal saleh, menjadikan manusia terjauh dari sifat loba dan tamak, yang sering menyeretnya kepada perbuatan salah dan menyimpang. Dalam al- Qur’an disebutkan bentuk-bentuk amal saleh, yang sifatnya sebagai pengendali bagi perilaku manusia, seperti sifat jujur, benar, pemaaf, ikhlas, sabar, istiqamah, lemah lembut, suka menolong dan sebagainya. Semuanya menjadi pengendali dari sikap dan perilaku manusia. Suatu janji yang juga menarik bagi orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah akan dikeluarkan dari kegelapan ke dalam cahaya. Dikeluarkan dari kegelapan artinya maknawi, yaitu mereka tidak akan mengalami kekalutan, kebingungan atau gelap hati. Mereka akan selalu menjalani jalan yang terbentang, nyata, dan jelas, karena iman dan perbuatan yang baik, tidak ada yang menggoncangkan jiwanya dan tidak pula ada yang menakutkannya. 52 52 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 69-70

b. Fungsi Sekolah dalam Pendidikan Agama Islam pada Anak Menurut

Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana adalah sekolah. Sekolah adalah tempat anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya. Sekolah bukanlah sekedar tempat untuk menuangkan ilmu pengetahuan ke otak murid, tetapi sekolah juga harus dapat mendidik dan membina kepribadian anak, di samping memberikan pengetahuan kepadanya. Karena itu, adalah kewajiban sekolah untuk ikut membimbing anak dalam menyelesaikan dan menghadapi kesukaran-kesukaran dalam hidup. Sikap anak terhadap agama dibentuk pertama kali di rumah, kemudian disempurnakan oleh guru di sekolah. Guru agama harus bisa membuat dirinya disayangi oleh murid, karena dengan hal itu akan mudah bagi guru agama membina sikap positif pada siswa. Guru harus mampu memahami perkembangan jiwa dan kebutuhan siswa, dan melaksanakan pendidikan agama sesuai dengan umur anak. Guru adalah orang pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak, dan bagi anak didik guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya. Kalau tingkah laku dan akhlak guru tidak baik, maka pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya. 53 Pembinaan dan pendidikan kepribadian anak yang telah dimulai dari rumah, harus dapat dilanjutkan dan disempurnakan oleh sekolah. Banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi oleh anak-anak ketika mulai masuk sekolah, masuk kedalam lingkungan yang baru, yang berbeda dari rumah. Sekolah mempunyai peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan mempunyai larangan- larangan yang harus diindahkan. 54 Jenjang pendidikan sekolah anak adalah: 53 Hasil wawancara penulis dengan Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada hari Senin 04 April 2011 pukul 17:18-18:08 WIB di kediaman beliau, juga pada hari Rabu 12 April 2011 pukul 11:10- 11:50 WIB di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 54 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985, Cet. XII, h. 71 1 Taman Kanak-kanak Semakin kecil anak, maka semakin besar pengaruh guru terhadapnya. Anak yang masih kecil, terutama pada umur Taman Kanak-Kanak, belum mampu berpikir abstrak, mereka lebih banyak meniru dan menyerap pengalaman lewat panca inderanya. Pada umur Taman Kanak-Kanak anak lebih tertarik kepada guru yang ramah, penyayang dan memperhatikannya, bahkan terkadang anak lebih mengagumi dan menyayangi gurunya dari pada orang tuanya, terutama mereka yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Selain guru, semua yang ada di Taman Kanak-Kanak memberi pengaruh pembentukan jiwa agama anak, akhlak dan kepribadiannya. Gambar yang tergantung di dinding dan macam-macamnya dalam kelas, permainan yang ada di dalam kelas maupun di luar kelas, apapun yang dapat dilihat oleh anak, merupakan pendidikan dan pembentukan pengalaman dan pembinaan akhlak dan agama anak. 55 Anak yang belum tumbuh pemikiran logisnya, baginya gambar-gambar yang ada tidak berbeda, baik hewan, besar, kecil, atau patung manusia, hewan, semuanya mempunyai arti bagi anak. Sesuatu yang tampil mengagumkan, akan dipandangnya sebagai sesuatu yang hebat. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang terlihat kerdil, remeh atau buruk, anak akan menyangka dalam kenyataan semua itu memang kerdil, remeh dan buruk. Oleh karena itu, guru di Taman Kanak-Kanak, harus jeli dan menyadari hal tersebut, supaya pemilihan permainan yang akan diberikan kepada anak di kelas maupun di lingkungan sekolah mendorong anak untuk tertarik dan kagum kepada agama Islam. Sehingga anak gembira dan bangga menjadi orang Islam. Lebih baik lagi jika lokasi Taman Kanak-kanak terletak dekat masjid, yang kondisinya indah, menarik dan ramai dikunjungi oleh jamaah. Peranan guru terhadap anak-anak Taman Kanak-Kanak umur pra sekolah sangat penting, penampilan guru, dari agamanya, keyakinannya, akhlaknya, cara berjalan, berbicara, memperlakukan anak didik dan sebagainya, 55 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 78 diserap oleh anak yang mulai mengembangkan pribadinya lewat pengalaman di luar keluarga. Gurulah yang memperlakukan dan melatih anak didik menurut teori perkembangan anak, sedangkan orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya. Jika guru memperkenalkan kepada anak alam raya, tumbuh-tumbuhan, binatang, tanah dan sebagainya, sebagai ciptaan Allah, maka tanpa diajarkan anak akan kagum dan rindu kepada Allah sang pencipta. Kecintaan kepada Allah akan ditunjang pula dengan doa-doa dan lagu-lagu pujian terhadap-Nya. Gambar-gambar, permainan, bacaan sederhana, cerita tentang anak-anak yang berakhlak baik, yang saleh, membentuk identitas anak muslim. Anak-anak pada umur 3-6 tahun tertarik kepada cerita-cerita pendek yang berkisah tentang peristiwa yang sering dialaminya atau dekat dengan kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut sangat membantu perkembangan jiwa keagamaannya, terlebih karena anak pada masa kanak-kanak awal, condong kepada meniru. 56 2 Sekolah Dasar Pada umur Sekolah Dasar pertumbuhan fisik anak berjalan wajar dan hampir sama pada semua anak. Pertumbuhan otot-otot halus telah memungkinkannya untuk melakukan kegiatan yang memerlukan keserasian gerak, seperti melukis, menggambar dan melakukan gerak shalat. Anak-anak pada umur sekolah 6-12 tahun berbeda dengan kanak-kanak dibawah umur enam tahun. Anak-anak umur 6-12 tahun, ditandai dengan perkembangan kecerdasan cepat. Umur tujuh tahun pemikiran logis terus tumbuh dan berkembang dengan cepat sampai umur 12 tahun, di mana anak telah mampu memahami hal yang abstrak. Karena itu, pada usia Sekolah Dasar, anak telah mampu memahami pelajaran yang memerlukan pemikiran, dan sudah dapat dilatih mengikuti disiplin ringan atau sederhana. Mereka suka mendengarkan cerita yang sesuai dengan perkembangan kecerdasannya, suka berfantasi, tidak jarang mereka 56 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 78-79 merasa bahwa pahlawan atau tokoh cerita adalah dirinya sendiri, atau dapat dikatakan bahwa ia mengidentifikasikan dirinya kepada tokoh cerita. 57 Bagi anak-anak, cerita tidak terlalu dibedakan dari kenyataan. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk dan membina identitas anak, karena ia meniru tokoh cerita yang dibaca, didengar atau dilihatnya. Oleh sebab itu, cerita anak-anak harus menyajikan tokoh-tokoh anak saleh, yang kelakuannya selalu terpuji. Jika tokoh cerita yang dikagumi oleh anak mempunyai sifat dan kelakuan yang tercela, maka anak akan meniru kelakuan yang tidak terpuji tersebut. Oleh karena itu, penyajian cerita baik dalam buku, radio, tv, film dan sebagainya haruslah menampilkan akhlak terpuji dan dihindari dari tindakan atau kelakuan yang tercela. Anak-anak sangat peka dan cepat menyerap apa yang dilihat, didengar dan dibacanya. Perkembangan anak pada umur antara 7-9 tahun condong kepada teman sebaya di mana sering terjadi pengelompokkan teman sebaya. Anak-anak sering terpengaruh oleh teman-temannya, terutama teman yang mempunyai kelebihan, seperti kepandaian, keterampilan tertentu, kekuatan anggota tubuh atau pemberani. Terkadang anak pada umur 7-9 tahun lebih suka bermain yang jaraknya jauh dari rumah untuk menghindari campur tangan orang tuanya. Kegiatan bersama seperti pramuka, kesenian, pengajian dan permainan tertentu akan disukai bila bersama teman-temannya. Umur 7-9 tahun ketergantungan anak kepada orang tua mulai berkurang, terutama umur 9 tahun. Peran guru lebih meningkat, tidak jarang anak menjadikan guru sebagai idola. Hal ini sangat penting dalam pembentukan identitas anak terutama guru kelas yang membawa kepribadian, agama, akhlak, dan sikapnya ke dalam kelas. Jika keyakinan beragama orang tua berbeda dengan keyakinan beragama guru, maka dapat menimbulkan kegoncangan jiwa pada anak, karena mereka belum mampu memilih mana yang akan diikutinya, sehingga ia terombang-ambing di antara orang tua dan gurunya. 58 57 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 79 58 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 80