Prosedur Fungsi pendidikan agama islam pada anak menurut prof. DR. Zaklah Daradjat

sesuai keadaan orang yang dihadapi, menurut beliau tidak mungkin kita menggunakan non-direktif yang dalam prakteknya tanpa penjelasan dan arahan, jika bertemu dengan orang yang kecerdasannya terbatas maka kita menggunakan direktif. Seperti jangan kesana, kesini. Kamu harus gini dan gitu. 1 Dalam kegiatan pendidikan, unsur pergaulan dan unsur lingkungan tidak bisa dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta mendidik anak. Lingkungan secara luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Lingkungan adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepada anak. Di luar lingkungan sekolah sebagai lingkungan pendidikan kedua, terdapat lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan pertama dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan ketiga. 2

a. Fungsi Keluarga dalam Pendidikan Anak Menurut Prof. Dr. Zakiah

Daradjat 1 Keluarga sebagai Wadah Pertama Pendidikan Anak Dalam kegiatan pendidikan, keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama. Dalam lingkungan keluarga terletak dasar-dasar pendidikan. Dalam keluarga pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota 1 Hasil wawancara penulis dengan Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada hari Senin 04 April 2011 pukul 17:18-18:08 WIB di kediaman beliau, juga pada hari Rabu 12 April 2011 pukul 11:10- 11:50 WIB di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet. III, h. 63- 66 keluarga. Dalam keluarga pula diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewajiban dan nilai-nilai kepatuhan. Justru karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang amat penting. 3 Pembentukan identitas anak menurut Islam, dimulai jauh sebelum anak diciptakan. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang disebut baligh-berakal. Beberapa syarat dituangkan dalam al- Qur’an dan Hadits dalam pembentukan keluarga di antaranya, yaitu: a Larangan menikah dengan wanita yang dalam hubungan darah dan kerabat tertentu, 4 seperti disebut dalam al- Qur’an surat an-Nisaa’: 22- 23: “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali kejadian pada masa yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci oleh Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh .” 5 “Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, 3 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam …, h. 66 4 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama, 1995, Cet. II, h. 41-44 5 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009, h. 81 anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu mertua, anak-anak istrimu anak tiri yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu dan sudah kamu ceraikan maka tidak berdosa kamu menikahinya, dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu menantu, dan diharamkan mengumpulkan dalam pernikahan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” an-Nisaa: 23 6 b Larangan menikah dengan orang yang berbeda agama. Disebutkan dalam al- Qur’an surat al-Baqarah: 221: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang laki-laki musrik dengan perempuan yang beriman sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. al-Baqarah: 221. 7 c Larangan menikah dengan orang yang berzina. Diutarakan dalam al- Qur’an surat An-Nuur: 3. “Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan 6 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 81 7 Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahannya…, h. 35