pelaksanaan putusan hakim berlaku pula terhadap eksekusi sita jaminan. Tentunya hal ini dikarenakan eksekusi sita jaminan merupakan salah satu jenis pelaksanaan putusan eksekusi yang bersifat
menghukum para pihak untuk membayar sejumlah uang, dan selain itu eksekusi sita jaminan juga salah satu jenis dari putusan yang bersifat condemnatoir.
Sita jaminan yang kemudian menjadi eksekusi sita jaminan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, pada dasarnya bertujuan untuk menjaga atau membekukan harta kekayaan
tergugat yang menjadi objek sengketa agar tidak alihkan, dijual, atau digelapkan oleh tergugat debitur selama proses persidangan berlangsung. Dalam sita jaminan fungsi pembekuan harta
kekayaan debiturlah yang lebih penting yang pada tujuan akhirnya untuk menjamin agar terlaksananya putusan.
68
1. Adanya permohonan sita jaminan oleh penggugat yang dikabulkan oleh hakim dan dinyatakan sah dan berharga pada saat berlangsungnya proses perkara.
Jadi tujuan akhir dari sita jaminan sebenarnya adalah untuk menjamin pelaksanaan putusan pengadilan agar tidak sia-sia dan bisa dijalankan atau dieksekusi vexatoir.
B. Tata cara pelaksanaan eksekusi sita jaminan dalam poses peradilan menurut Rbg.
Mengenai tata cara pelaksanaan eksekusi sita jaminan akan penulis uraikan sistematis sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan eksekusi sebagaimana biasanya. Pelaksanaan eksekusi sita jaminan
ini dimulai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, kemudian adanya permohonan dari penggugat atau pihak yang memenangkan perkara untuk dimajukan eksekusi dan berakhir pada
penjualan lelang.
68 Ibid, h. 255.
Universitas Sumatera Utara
Permohonan sita jaminan sebagai syarat yang sangat mendasar didalam pelaksanaan eksekusi sita jaminan yang diajukan pada saat berlangsungnya proses perkara atau sebelum ada putusan yang
berkekuatan hukum tetap. Permohonan sita ini adalah sebagai langkah awal yang berupa persiapan pelaksanaan putusan apabila telah berkekuatan hukum tetap. Maksudnya kelak apabila putusan
tersebut dapat dijalankan, ada barang yang menjadi objek eksekusi sesuai dengan isi putusan hakim. Sita jaminan berfungsi membekukan harta kekayaan debitur tergugat agar harta yang menjadi
objek sengketa tersebut tidak dialihkan, dijual kepada orang lain, sehingga dapat menjamin terlaksananya putusan .
Dengan adanya permohonan sita jaminan pada awal proses pemeriksaan perkara terutama terhadap jenis perkara sengketa utang-piutang atau tuntutan ganti-kerugian tidak diperlukan lagi tahap
sita eksekutorial. Sita jaminan dengan sendirinya akan berubah menjadi sita eksekusi apabila gugatan penggugat dikabulkan dan hal ini terhitung sejak putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian pada saat putusan mempunyai kekuatan eksekutorial, maka pada saat itu sifat sita jaminan consevatoir beslag otomatis berubah bentuk dan kekuatanya menjadi sita eksekusi
executorial beslag. Adanya permohonan sita jaminan yang telah dikabulkan hakim dan diletakan diatas harta
kekayaan tergugat, dengan sendirinya akan mengecualikan dan menghapus tahap proses sita eksekusi. Sita eksekusi ada apabila sebelum ada sita jaminan yang diletakan oleh hakim.
Demikian kekuatan hukum yang melekat pada sita jaminan yang langsung mempunyai kekuatan hukum sita eksekutorial, sehingga dapat menghapuskan surat perintah eksekusi dan sita eksekusi itu
sendiri. MA menyebutkan “sita eksekusi tidak langsung” yakni sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga. Jadi apabila tenggang waktu masa peringatan telah
Universitas Sumatera Utara
terlampaui tergugat pihak yang kalah perkara, ketua Pengadilan Negeri dapat langsung mengeluarkan surat perintah penjualan lelang.
2. Adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Sebagai bagian dari pelaksanaan putusan, eksekusi sita jaminan harus didasarkan pada adanya
kekuatan hukum tetap. Namun hal ini tidak mengurangi hak bagi hakim untuk melakukan pengecualian dengan mengeluarkan putusan yang bersifat “uitvoerbaar bij voorraad” yaitu bentuk
pelaksanaan putusan “lebih dulu”. Selain itu ada juga jenis putusan provisi. Namun dalam hal ini MA menginstruksikan pada para hakim agar sedapat mungkin jangan memberikan putusan yang dapat
dijalankan terlebih dahulu, kecuali dipandang sangat perlu. Pelaksanaaan putusan ini juga harus dapat persetujuan dari MA.
69
Adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dapat dipergunakan oleh penggugat pemohon sita sebagai dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan eksekusi sita jaminan, karena hanya putusan
yang berkekuatan hukum tetaplah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap fixed dan pasti diantara mereka dimana hubungan hukum tersebu harus ditaati dan dipenuhi terutama oleh pihak yang
dihukum. Hal ini juga dikuatkan dalam Putusan MA tanggal 1 April 1978 No.03 Tahun
1978.
70
Menurut Prof. Subekti
71
69 SEMA No.3 Tahun 1964 Tanggal 10 Juli 1964 70 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Op. Cit., h. 7
71 Subekti, Hukum, Op. Cit., h. 130
, bahwa eksekusi melekat setelah putusan berkekuatan hukum tetap res judicata. Perlunya menunggu adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap ini karena
pada masa sebelumnya lembaga “uit vorrbaar bij voorraad” banyak menimbulkan masalah dalam
Universitas Sumatera Utara
prakteknya. Lembaga “uit voerbaar bij voorraad” terasa kegunaanya apabila didalam menghadapi debitur-debitur yang licik.
72
Dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap ini, eksekusi tentu bisa dijalankan tanpa adanya hambatan terutama terbendung oleh upaya hukum verzet, banding, atau kasasi.
Seandainya pihak yang kalah tidak mau eksekusi sita jaminan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka hal ini dapat dipaksakan pelaksanaannya bahkan sampai memakai bantuan
kekuatan umum. Dapat diminta bantuan polisi, jika perlu dengan bantuan militer.
73
Selama permohonan tidak diajukan, maka selama itulah ketua PN tidak akan memerintahakan panitera dan juru sita untuk melaksanakan isi putusan, walaupun putusan tersebut sudah berkekuatan
hukum tetap. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia, 3. Permohonan dari pihak pemohon eksekusi.
Putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang tidak mau dilaksanakan dengan sukarela oleh pihak yang dihukum pihak yang kalah perkara, karenanya harus dilaksanakan secara
paksa oleh panitera dan juru sita dan dipimpin oleh ketua Pengadilan Negeri Pasal 60 dan 65 UU No.2 Tahun 1986, Pasal 206 ayat 1 Rbg. Namun sesuai dengan sifat perkara perdata yang lebih
banyak menyangkut kepentingan pribadi pihak-pihak yang bersengketa, ketua PN hanya memerintah penitera dan juru sita untuk melaksanakan putusan pengadilan jika ada “permohonan pelaksaaan
putusan” dari pihak yang memenangkan perkara.
72 Ibid, h. 138. 73 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Op. Cit., h. 8
Universitas Sumatera Utara
beliau menyimpulkan pelaksanaan putusan hrus diminta oleh para pihak yang bersangkutan dan tidak dapat dilaksanakan secara ex-officio.
74
Peringatan aanmaing adalan tindakan dan upaya yang dilakukan ketua PN berupa “teguran” kepada tergugat agar menjalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang ditetukan oleh ketua PN
tersebut. Hal diatas berlaku pula terhadap eksekusi sita jaminan, karena ia merupakan bagian dari
pelaksanaan putusan eksekusi. Hal ini dibuktikan dari eksekusi putusan perdata harus dimulai dengan siat jaminan consevatoir beslag yang telah dinyatakan sah dan berharga atau melalui sita
eksekutorial yang akan diikuti dengan upaya penjualan barang objek sengketa. Apabila ada permohonan untuk melaksanakan eksekusi sita jaminan baik secara tertulis
maupun lisan, maka atas dasar permohonan tesebut ketua PN akan memanggil pihak yang kalah dalam perkara, untuk selanjutnya diperingatkan.
4. Peringatan aanmaning. Peringatan atau teguran merupakan tahap awal suatu eksekusi termasuk eksekusi sita jaminan.
Proses peringatan merupakan prasyrat yang bersifat formil pada segala bentuk eksekusi, baik pada eksekusi rill maupun ekekusi pembayaran sejumlah uang. Tanpa ada peringatan terlebih dahulu,
eksekusi tidak boleh dijalankan.
75
74 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., h. 255 75 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Op. Cit., h. 30
Peringatan atau teguran baru diprlukan apabila ternyata tergugat tidak menjalankan putusan secara sukarela.
Universitas Sumatera Utara
Peringatan baru dapat dilakukan setelah menerima pengajuan permintaan eksekusi dari pihak penggugat pemohon sita. Peringatan dapat dilakukan dalam sidang insidentil yang dicatat dalam
berita acara sita. Hal ini bertujuan memenuhi tata cara formil yang bernilai autentik. Sidang insidentil dihadiri oleh Ketua Pengadilan Negeri PN, panitera, dan pihak tergugat tersita, pihak yang kalah
dalam perkara. Dalam sidang ini semua peristiwa penting akan dicatat dalam berita acara termasuk tenggang waktu peringatannya.
Apabila tergugat pihak yang kalah perkara tidak hadir memenuhi panggilan peringatan disebabkan alasan yang sah, maka ketidakhadiran dianggap sah dan harus dilakukan panggilan ulang.
Namun apabila tergugat ingkar memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah atau patut, maka terhadapnya tidak diperlukan proses pemeriksaan sidang pemeriksaaan sidang peringatan, dan juga
tidak diberikan tenggang waktu masa peringatan. Pada akhirnya Ketua Pengadilan Negeri dapat langsung mengeluarkan surat perintah eksekusi.
5. Terlampauinya masa tenggang waktu peringatan. Menurut Pasal 207 Rbg, pihak yang kalah sebelumnya telah diperingatkan oleh Ketua PN agar
pihak tersebut melaksanakan putusan pengadilan selambat-lambatnya dalam tempo 8 delapan hari. Tempo 8 delapan hari ini dihitung dari sejak hari peringatan itu disampaikan.
Ketua PN biasanya memberikan batas maksimum peringatan aanmaning paling lama 8 delapan hari. Dari batas maksimum masa peringatan tersebut, berarti Ketua PN boleh memberi batas
kurang dari delapan hari.
76
76 Ibid, h. 31
Maksud dari Ketua PN memberikan batas waktu peringatan adalah bahwa dalam kurun waktu peringatan yang diberikan, tergugat diminta untuk menjalankan putusan secara
sukarela, dan bila lampau waktunya, putusan tersebut dapat dieksekusi dengan paksa.
Universitas Sumatera Utara
Dapat disimpulkan, eksekusi adalah merupakan kesinambungan proses peringatan yang telah dilampaui tenggang waktunya oleh tergugat. Apabila tergugat tidak mau menjalankan isi putusan
dalam kurun waktu paling lama delapan hari atau boleh kurang dari delapan hari, tergatung penilaian dan pertimbangan Ketua PN, maka Ketua PN dapat melaksanakan eksekusi sita jaminan dengan
mengeluarkan surat perintah penjualan lelang terhadap barang-barang yang tercantum dalam berita acara sita.
6. Pelaksanaan sita jaminan yang bernilai sita eksekutorial sebagai tahapan kearah penjualan lelang. Pedoman tata cara pelaksanaan sita dilapangan diatur di dalam Pasal 209 Rbg sampai pasal
dengan Pasal 213 Rbg. Tata cara pelaksanaan sita jaminan meliputi : a. Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Negeri PN.
Syarat formil pertama dilaksanakan sita jaminan didasarkan pada surat perintah, berupa surat penetapan pelaksanaan sita jaminan yang dikeluarkan Ketua PN. Surat perintah ini
dikeluarkan setalah tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan aanmaning tanpa alasan yang sah atau tergugat tidak mau memenuhi putusan selama masa peringatan.
Surat perintah Ketua PN ini dituangkan dalam bentuk surat penetapan beschikking yang berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk melaksanakan sita jaminan terhadap harta
kekayaan tergugat. Surat perintah itulah yang menjadi dasar hukum yang sah untuk melaksanakan sita jaminan.
b. Dilaksanakan panitera atau juru sita.
Universitas Sumatera Utara
Didasarkan pada surat perintah Ketua PN, panitera atau juru sita dapat menyita sejumlah atau seluruh harta kekayaan tergugat. Isi surat perintah tersebut pada pokoknya berisi nama pejabat
yang diperintahkan untuk melaksanakan sita jaminan dan rincian jumlah barang yang hendak disita. Jika panitera berhalangan dapat digantikan oleh pejabat atau pegawai lain berdasarkan
“penunjukan” yang dilakukan oleh panitera tersebut. c.Memberitahukan penyitaan kepada tergugat.
Pemberitahuan ini merupakan syarat formil dan bersifat imperatif dengan acuan penerapan apabila pelaksanaan sita jaminan tidak diberitahukan kepada tersita tergugat maka pelaksanaan
sita tersebut akan cacat demi hukum sehingga tidak sah. Namun ketidakhadiran tersita dalam pelaksanaan penyitaan tidak menjadi syarat sahnya sita, asalkan sudah diberitahukan padanya.
Pemberitahuan penyitaan kepada tergugat berisikan: 1.
Hari, tanggal, bulan, dan tahun penyitaan, serta jam penyitaan, dan dimana penyitaan dilakukan.
2. Agar tegugat mau menghadiri penyitaan.
d. Juru sita dibantu dengan dua orang saksi.
Universitas Sumatera Utara
Juru sita atau pegawai pelaksana sita harus dibantu oleh dua orang saksi. Ketentuan ini bersifat imperatif. Pengabaian terhadap ketentuan ini melanggar undang-undang dan
mengakibatkan batalnya penyitaan.
77
1. Berumur 21 tahun,
Fungsi kedua orang saksi itu berkedudukan sekaligus sebagai pembantu dan saksi pelaksanaan sita eksekusi Pasal 210 ayat 1 Rbg. Para saksi harus menjelaskan nama, pekerjaan,
dan tempat tinggal mereka yang dituangkan didalam berita acara sita. Dan kedua orang saksi tersebut harus menandatangani asli dan salinan berita acara sita jaminan Pasal 210 ayat 1 Rbg.
Dalam Pasal 210 ayat 2 Rbg, ditentukan syarat penunjukan saksi, syara-syarat itu antara lain saksi harus:
2. Berstatus penduduk Indonesia,
3. Jujur atau dapat dipercaya.
e. Pelaksaaan sita dilakukan ditempat barang terletak. Menurut Pasal 209 ayat 4 Rbg dan Pasal 212 Rbg, panitera atau juru sita datang ketempat
dimana barang yang hendak disita terletak untuk melihat sendiri jenis, ukuran, dan letak barang bersama-sama dua orang saksi. Sedapat mungkin mereka melacak status kepemilikan barang
tersebut baik melalui kepala desa atau meneliti surat-surat yang ada di kantor pertanahan. Hal ini dapat juga dilakukan dengan menanyakan kepada orang yang bersebelahan dengan letak barang.
Barang yang disita hendaknya dibiarkan menurut keadaanya semula, dan diberikan penjagaan kepada tersita atau sebagian barang dapta disimpan ke suatu tempat yang patut. Hal ini
77 M. Yahya harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Consevatoir Beslag, Op. Cit., h. 45
Universitas Sumatera Utara
harus diberitahukan kepada polisi atau kepala desa setempat agar menjaga barang-barang sitaan itu.
f. Membuat berita acara sita. Panitera atau juru sita wajib membuat berita acara sita. Berita acara sita merupakan bukti
autentik tentang kebenaran sita jaminan. Hal-hal pokok yang termuat dalam berita acara sita jaminan:
78
Jika yang disita adalah barang tidak bergerak, maka berita acara sita harus diumumkan. Jika barang bergerak itu berupa tanah yang telah didaftarkan di kantor pertanahan, maka berita acara
sita tiu diberitahukan kepada kepala kantor pertanahan yang bersangkutan. Seandainya tanah itu belum didaftar, maka cukuplah panitera atau penggantinya yang mengumumnnya, dengan
dibolehkan meminta bantuan kepala desa untuk mengumumkannya kepada khalayak ramai. Sejak berita acara sita diumumnkan, Tersita tidak boleh memindahkan, membebani, atau menyewakan
barang tersebut Pasal 114 Rbg. Jam, hari, tanggal, bulan , dan tahun penyitaan serta tempat dilaksanakannya penyitaan.
1. Tanggal dan nomor surat pennetapan. 2. Nama, pekerjaan , dan tempat tinggal saksi.
3. Rincian satu-persatu jenis barang yang disita. 4. Penjelasan pembuatan berita acara sita dihadapan tergugat bila hadir.
5. Penjelasan penjagaan barang sitaan diserahkan kepada si tersita, dan 6. Ditanda-tangani oleh juru sita dan saksi-saksi.
78 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Op. Cit., h. 343
Universitas Sumatera Utara
g. Meletakan barang sitaan ditempat semula. Hal ini sesuai dengan prinsip penyitaan bahwa barang sitaan harus diletakan atau
ditempatkan di tempat barang tersebut berada. Hal ini sesuai dengan Pasal 212 Rbg. h. Menyatakan sita sah dan berharga.
79
Penempatan barang eksekusi tetap ditempat barang tersebut disita. Namun ada kemungkinan untuk memindahkan sebagian barang tersebut ketempat lain. Pemindahan ini didasarkan pada alasan
akan keselamatan barang. Namun pemindahan barang ini tidak mengakibatkan hilangnya hak tersita sebagai penjaga dan penguasa barang itu. Jika barang sitaan itu dibiarkan disimpan atau dijaga oleh si
tersita, maka panitera atau penggantinya memberitahukan kepada polisi setempat atau kepala desa untuk menjaga barang itu agar jangan asmpai barang-barang tersebut dibawa pergi.
7. Penjagaan yuridis barang yang disita. Mengenai penjagaan barang yang disita tetap berada pada ditangan tersita. Penjagaan ini tidak
boleh diberikan kepada pihak penggugat. Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmati barang sitaan sampai pada saat dilaksanakan penjualan lelang. Yang dilarang bagi tersita adalah apabila ia
“menjual” atau “menyewakan” barang yang disita Pasal 214 Rbg.
80
Biasanya dasar hukum adanya kewenangan tersita untuk menguasai dan menjaga barang sitaan ini dijelaskan di dalam berita acara sita. Jadi tersita bisa memakai dan menggunakan barang sitaan
namun dengan catatan tidak menyebabkan turunya nilai barang sitaan tersebut. Tetapi ada
79 Ibid, 80 H. Riduan Syahrani, Op. Cit., h. 156
Universitas Sumatera Utara
pengecualian, bahwa tersita tidak boleh memakai barang yang habis apabila dipakai, misanya uang dan makanan.
8. Pejualan lelang. Menurut Pasal 215 Rbg, ada dua macam petugas yang dapat melaksanakan lelang, yaitu kepala
kantor lelang atau panitera atau juru sita Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Jika pada saat yang sama diajukan dua permohonan pelaksanaan putusan yang dijatuhkan pada si tersita debitur, maka
barang debitur harus disita secara sekaligus secara banyak agar cukup untuk memenuhi semua putusan. Untuk penyitaan ini hanya dibuat satu berita acara sita saja Pasal 219 Rbg.
Sebelum pelelangan dilakukan harus diumumkan terlebih dahulu kepada khalayak ramai umum menurut kebiasan setempat dan pelelangan baru dapat dilakukan 8 delapan hari setelah
penyitaan. Apabila barang bergerak itu dijual bersama-sama dengan barang tetap dan barang itu tidak mudah rusak, maka penjualan dilakukan sekaligus pada waktu sesudah diumumkan dua kali dengan
selang waktu 15 lima belas hari. Barang tetap yang harganya lebih dari Rp. 1.000,00 seribu rupiah harus diumumkan satu kali di dalam surat kabar dari tempat barang tetap itu dijual selama-lamanya 14
empat belas hari sebelum penjualan lelang Pasal 217 ayat 4 Rbg. a. Penjualan lelang melalui panitera atau juru sita.
Apabila pelelangan dilakukan melalui panitera atau juru sita Pengadilan Negeri yang bersangkutan, maka biasanya Ketua Pengadilan Negeri PN meminta alasan mengapa tidak
dimintakan perantaraan kantor lelang. Pertimbangan atau alasan itu harus ditegaskan dalam diktum surat perintah itu. Mungkin alasannya bahwa jumlah yang ditagih tidak begitu besar, jika memakai
Universitas Sumatera Utara
perantaraan kantor lelang akan menelan banyak biaya, atau di tempat barang sitaan tersebut berada tidak ada kantor lelang.
Apabila penjualan lelang itu berhubungan dengan eksekusi putusan yang isinya menghukum uang sejumlah Rp. 300,00 tiga ratus rupiah atau kurang dari itu diluar biaya perkara, maka
pelelangan dapat melalui panitera atau juru sita PN. Namun zaman sekarang tidak ada lagi barang sengketa yang nilai perkaranya setara dengan uang Rp. 300,00 atau kurang dari jumlah itu, jadi
secara praktis semua eksekusi pelelangan dilakukan oleh kantor lelang. Hal ini ditegaskan dalam PP No.11 Tahun 1947 jo. PP No.43 Tahun 1948.
Hasil pelelangan harus dilaporkan secara tertulis pada Ketua PN, dimana didalam laporan itu tercantum kutipan risalahnya, sertifikat hak miliknya, bukti identitas pembeli lelang, dan bukti
pelunasan pembelian. b. Penjualan lelang melalui kantor lelang.
Menurut Pasal 1 Peraturang Lelang LN 1908 No.189 jo. LN 1940 No.56, pengertian lelang adalah penjualan barang dimuka umum atau penjualan barang yang terbuka untuk umum.
Pengertian ini diperjelas dengan Kep. Menkeu No.450KMK 012002, yang berbunyi ”lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media
elektronis dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului usaha pengumpulan peminat”.
Barang sitaan hasil eksekusi sita jaminan termasuk didalam kategori jenis barang lelang eksekusi. Menurut Pasal 215 ayat 1 Rbg, syarat pokok yang melekat pada lelang eksekusi adalah
eksekusi harus didahului dengan sita eksekusi. Telah dijelaskan bahwa sita jaminan yang telah berkekuatan hukum tetap otomatis menjadi sita eksekusi. Yang termasuk barang lelang eksekusi
Universitas Sumatera Utara
tidak hanya barang sitaan berdasarkan putusan pengadilan saja, tetapi termasuk juga dokumen atau sertifikat hak tanggungan dan jaminan fiducia.
Sebelum penjualan lelang dimulai, penjual barang sitaan harus mengajukan permohonan kepada kantor lelang yang diajukan secara tertulis dan disertai dengan dokumen yang berisikan
syarat-syarat. Disini Ketua PN yang mengajukan permohonan lelang kepada kantor lelang. Kantor lelang tidak boleh menolak permohonan lelang kecuali ada syarat-syarat yang belum terpenuhi.
Syarat lelang terbagi atas syarat lelang umum dan syarat lelang khusus. Syarat lelang umum terdiri dari adanya pengumuman lelang, dibayarnya harga tunai barang
lelang selambat-lanmbatnya 3 tiga hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Selain itu, lelang harus dilaksanakan dihadapan pejabat lelang, dan lelang harus terbuka untuk umum.
Sedangkan yang merupakan syarat khusus lelang adalah bahwa lelang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturang umum lelang.
Adapun syarat-syarat khusus yang dapat ditentukan oleh penjual, syarat dari penjual itu harus diajukan kepada kantor lelang dan telah mendapat persetujan. Setelah itu syarat itu dibuat dibagian
kepala risalah lelang. Pelaksanaan lelang dilaksanaan diwilayah kerja kantor lelang dimana tempat barang
tersebut berada. Namun dapat juga dilaksanakan diluar tempat barang tersebut berada. Sebelum lelang dimulai, harus ada pengumuman lelang oleh penjual Ketua PN. Hal ini merupakan syarat
sahnya lelang. Setelah semua syarat lelang terpenuhi, maka lelang pun akan dimulai dan dibuka oleh pejabat lelang venumeester. Pejabat lelanglah yang akan melaksanakan lelang mulai dari
periapan lelang sampai melakukan kegiatan setelah lelang.
Universitas Sumatera Utara
Tentang pembeli lelang menurut Pasal 38 Kep. Menkeu, pembeli disahkan oleh pejabat lelang. Semua orang dapat menjadi calon pembeli lelang, tetapi Pasal 40 Kep. Menkeu melarang
bagi beberapa orang atau pejabat seperti: 1. Pejabat lelang,
2. Pejabat penjual lelang,
3. Pemandu lelang,
4. Hakim,
5. Jaksa.
6. Panitera,
7. Juru sita,
8. Advokat pengacara,
9. Notaris,
10. PPAT
11. Penilai
12. Pegawai,dan
13. Pegawai DJPLN Dirjen Piutang dan Lelang Negara,
jika pelelangan dilakukan oleh kepala kantor lelang, maka menurut Pasal 41 PP No. 24 Tahun 1997, selambat-lambatnya 7 tujuh hari sebelum sebidang tanah atau satuan rumah susun dilelang, kepala
kantor leleng wajib meminta keterangan kepada kantor pendaftaran tanah mengenai bidang tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang selambat-lambatnya 5 lima hari kerja setelah diterima
permintaan dari kepala kantor lelang.
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu bidang tanah yang telah terdaftar atau satuan rumah susun dilelang, maka untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada kepala kantor
pendaftaran: 1.
Kutipan risalah lelang yang bersangkutan, 2.
Sertifikat hak milik tanah atau satuan rumah susun, 3.
Bukti identitas pembeli lelang, 4.
Bukti pelunasan harga pembelian, dan 5.
Bukti-bukti tulisan yang menerangkan hak tersebut berasal dari konversi hak-hak lama apabila tanah belum didaftar.
81
Untuk pejualan barang bergeak dilakukan dengan tertulis, dengan terlebih dahulu mengumumkannya kepada khalayak ramai dengan tawaran tertinggi sebagai pemenang. Dalam
pelelangan barang-barang tidak bergerak, hak kepemilikan berpindah kepada pembeli apabila telah terpenuhi syarat-syarat pembelian. Setelah itu diberikan tanda bukti pembelian oleh petugas
pelalangan. Jadi menurut Pasal 218 ayat 1 Rbg, hak orang yang dijual barangnya berpindah kepada pembeli segera setelah perjanjian jual beli ditutup.
Didalam proses pelelangan, tersita berhak untuk menentukan barang yang ingin lebih dahulu dilelang. Bila barang yang telah dilelang mampu mencukupi jumlah yang harus dibayar dalam isi
putusan ditambah dengan biaya-biaya pelaksanaan putusan eksekusi, maka proses pelelangan pun dihentikan. Barang-barang selebihmya harus segera diangkat dari sitaan dan dikembalikan kepada si
tersita. Demikian pula apabila ada sisa uang dari hasil pelelanganpun harus diserahkan kepada si tersita.
81 PP. No.24 Tahun 1997 Pasal 41
Universitas Sumatera Utara
Seandainya si tersita tidak mau meningalkan barang objek sita tersebut, maka Ketua PN dapat mengeluarkan surat perintah kepada petugas eksekusi dan bila perlu menggunakan bantuan polisi
untuk mengosongkan atau mengamankan barang sitaan tersebut Pasal 218 ayat 2 Rbg tentang eksekusi rill.
Alasan mengapa barang-barang si tersita harus dijual dengan cara pelelangan umum adalah agar barang-barang itu terjual dengan harga tinggi karena ada persaingan dari para calon pembeli yang
mengikuti pelelangan. Hal ini tidak mengurangi hak bagi hakim untuk memberikan kesempatan pada si tersita untuk mencari sendiri calon pembeli yang bersedia membeli barang tersebut dengan harga
yang layak sehingga si tersita tidak terlalu dirugikan.
82
Sita lanjutan voortgezet beslag merupakan kelanjutan dari eksekusi sita jaminan yang pertama. Seandainya barang yang disita sudah cukup untuk melunasi semua tagihan para kreditur, maka sita
Menurut SEMA No.041970 Tanggal 2 Maret 1970 dan Surat Tanggal 20 Oktober 1969 Kepada Ketua Pengadilan Tinggi Manado, menetapkan tentang jika nilai uang pada waktu putusan
dilaksanakan berbeda dengan nilai uang pada waktu penetapan putusan pengadilan, maka yang dipergunakan adalah nilai pembayaran menurut nilai uang lama yaitu sesuai dengan harga emas yang
berlaku pada saat putusan ditetapkan oleh pengadilan. Seandainya setelah dilakukan penyitaan, sebelum barang sitaan dijual diterima lagi permohonan
pelaksanaan putusan dari kreditur lain terhadap si tersita yang sama, maka penyitaan atas barang- barang si tersita yang dilakukan itu digunakan untuk memenuhi putusan yang diminta pelaksanaan
oleh kreditur yang lain itu. Bila eksekusi jaminan yang telah dijual lelang tersebut belum mencukupi, maka Ketua PN dapat memerintahkan untuk melakukan sita lanjutan voortgezet beslag yang diatur
dalam Pasal 220 Rbg.
82 H. Riduan Syahrani, Op. Cit., h. 159
Universitas Sumatera Utara
dihentikan sampai disitu. Namun apabila belum cukup, maka eksekusi sita jaminan dapat dilanjutkan terhadap seluruh harta kekayaan si tersita sampai terpenuhi semua tagihannya. Apabila timbul keadaan
harta kekayaan tersita tidak ada lagi sehingga sita lanjutan tidak mungkin dijalankan, maka semua pemohon eksekusi sita jaminan dimasukan kedalam eksekusi sita jaminan yang terdahulu ada. Dengan
demikian hasil yang telah dinikmati pemohon sita jaminan yang pertama harus dibagi dengan pemohon yang lainnya.
Didalam cara pembagian hasil penjualan diantara para pemohon eksekusi sita para kreditur, ditentukan oleh Ketua PN sesudah si tersita debitur dan para pemohon eksekusi sita jaminan
dipanggil dan didengar. Terhadap putusan hakim tentang pembagian ini dapat dimintakan banding Pasal 222 Rbg.
Apabila pelaksanaan putusan menyangkut suatu hak yang tidak memerlukan usaha pelelangan, yaitu berupa penyerahan barang kepada yang berhak sesuai dengan isi putusan pengadilan, maka
setelah eksekusi sita jaminan dilaksanakan, barang yang disita itu harus diserahkan kepada yang berhak sesuai dengan isi putusan. Penyerahan tersebut dilakukan dengan tanda terima dari petugas
eksekusi kepada orang yang berhak. Jika dalam hal ini pihak yang kalah tidak mau membantu dengan sukarela, bisa dimohonkan bantuan pihak kepolisian setempat Pasal 260 ayat 7 Rbg.
9. Lembaga paksa badan. Jika tidak ada atau tidak cukup barang debitur tersita umtuk menjalankan isi putusan, maka
atas permintaan pihak yang menang baik secara lisan maupun tulisan dapat meminta penerapan lembaga paksa badan. Ketua Pengadlina Negeri PN memberi perintah dengan surat kepada orang
yang berkuasa menjalankan surat perimtah juru sita, supaya orang yang berhutang tadi disanderakan Pasal 242 Rbg.
Universitas Sumatera Utara
Dahulu lembaga paksa badan atau gijzeling dilarang oleh MA berdasarkan SEMA No.2 Tahun 1964 dan SEMA No.4 Tahun 1975, karena menurut MA tentang gijzeling dipandang tidak sesuai lagi
dengan keadaan dan kebutuhan di dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan serta pembangunan ekonomi bangsa Indonesia.
Namun pada Tanggal 30 Juni Tahun 2000, kedua SEMA diatas dicabut dan sebagai gantinya dikeluarkan PERMA RI No. 1 Tahun 2000 tentang Acara Penerapan Lembaga Paksa Badan. Menurut
MA mengapa lembaga paksa badan ini diterbitkan adalah karena perbuatan debitur penanggung, penjamin utang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar kembali utang-utangnya
padahal mampu. Menuurt M. yahya. Harahap dalam salah satu bukunya,
83
Dalam hal kewajiban debitur yang didasarkan atas pengakuan utang sebagaimana diatur dalam Pasal 258 Rbg paksa badan dapat diajukan tersendiri. Tentang orang-orang yang dapat dikenakan
lembaga paksa badan adalah: berpendapat bahwa
lembaga paksa badan perlu dihidupkan lagi karena nilai prikemanusiaan harus dikaji dan diuji keseimbangannya dengan nilai kepentingan umum public interest. Beliau berpendapat bahwa prinsip
kepentingan umum harus diutanakan dari kepentingan individu, sehingga nilai kemanusian dan HAM human right tidak layak dipergunakan sebagai tameng yang melindungi debitur yang nakal dari
pertanggung-jawaban hukum legal liability untuk membayar utangnya. Menurut Perma No.1 Tahun 2000, lembaga paksa badan adalah upaya paksa tidak langsung
dengan memasukan seseorang debitur yang tidak beritikad baik ke dalam rumah tahanan negara yang ditetapkan oleh pengadilan, yang memaksa yang bersangkutan untuk memenuhi kewajibannya.
Didalam Pasal 2 Perma itu disebutkan bahwa hukum acara yang dipakai dalam penerapan lembaga paksa badan adalah aturan dalam Pasal 242 RBg sampai Pasal 258 Rbg.
83 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Op. Cit., h. 145
Universitas Sumatera Utara
a. Debitur yang tidak beriktikad baik, yaitu debitur yang tidak mau memenuhi kewajibannya untuk membayar uatng-piutangnya padahal mampu untuk memenuhinya.
b. Ahli waris yang telah menerima warisan dari debitur yang tidak beriktikad baik. c.
Penanggung atau penjamin utang dari si debitur pasal 1 huruf b Perma dan konsiderans huruf c Perma.
d. Dikenakan apabila utang minimal satu milyar rupiah. e. Namun paksa badan tidak dapat dikenakan terhadap debitur yang tidak beriktikad baik yang
telah berusia 75 tujuh puluh lima tahun. Lamanya paksa badan diatur dalam Pasal 5 Perma yaitu minimal 6 enam bulan dan maksimal
3 tiga tahun. Cara penrapannya bertahap tidak boleh sekaligus. Pelaksanaan eksekusi paksa badan diatur dalam Pasal 6 ayat 3, Pasal 8, dan Pasal 9 Perma No.1 Tahun 2000 jo. Pasal 242 Rbg dan
Pasal 250 Rbg. Tata cara pelaksanaan paksa badan yaitu: a. Adanya permintaan atau permohonan dari penggugat agar putusan paksa badan dijalankan.
b. Adanya aanmaning dari ketua Pengadilan Negeri PN paling lama 8 delapan hari. c. Ketua PN mengeluarkan penetapan paksa badan yang tercantum didalamnya lamanya paksa
badan yang dilakukan. d. Pelaksanaan paksa badan dilakukan oleh panitera atau juru sita dan bila perlu dengan bantuan
alat negara. e. Biaya paksa badan dibebankan kepada pemohon.
Universitas Sumatera Utara
Seandainya penggugat tidak membayar biaya pemeliharaan debitur maka ketua PN dapat melepaskan tergugat dari paksa badan. Pelepasan ini didasarkan pada permintaan atau permohonan
dari tergugat. Namun penggugat dapat meminta paksa badan kembali terhadap tergugat, dengan syarat a. Paksa badan kembali dilakukan setelah 8 delapan hari dari tanggal penetapan.
b. Penggugat telah membayar uang muka pemeliharaan untuk tiga bulan. Terhadap paksa badan yang dikenakan kepada tergugat debitur dapat dilakukan
perlawanan, dimana perlawanan dapat diajukan secara tertulis atau lisan kepada Ketua PN. Proses pemeriksaaan perlawanan ini bersifat kontradiktoir dengan jalan mendengar pendapat kedua belah
pihak. Alasan perlawanan paksa badan berupa: a. Paksa badan yang dilakukan melawan hukum atau berlawanan dengan hukum illegal, Pasal
247 RBg dan Pasal 252 Rbg. b. Tergugat adalah debitur yang beriktikad baik.
c. Tergugat telah berumur 75 tahun.
d. Utang debitur tidak sampai satu milyar.
C. Perlawanan hukum terhadap eksekusi sita jaminan.