Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif

Menurut M. Yahya Harahap, dalam bukunya ”Permasalahan Dan Penerapan Sita Jaminan”47 Hal diatas didukung oleh pasal 508 Reglement Acara Perdata Reglement op de Rechtsvordering S.1847-52. Pasal tersebut menyimpulkan bahwa pihak yang barangnya disita tetap menjadi penyimpan barang itu menurut hukum, , bahwa apa yang diajarkan oleh Prof. Subekti harus diterapkan, bahwa penyitaan atas suatu benda yang tidak bergerak tidak boleh mengurangi hak tersita untuk memakai, menguasai, dan menikmatinya. Undang-undang tidak melarang tergugat untuk menguasai dan menikmatinya, yang dilarang di dalam Pasal 214 Rbg adalah: 1. Memindahkan kepada orang lain. 2. Membebani atau menyewakan. 48 Dalam penetapan sita terdapat pertimbangan mengenai alasan yang diajukan penggugat, dimana alasan tersebut berupa sangat berkaitan antara dalil gugatan dengan penyitaan sehingga penyitaan tersebut benar-benar urgen. Selain itu penggugat juga harus mampu menunjukan fakta-fakta atau dan pihak itu berhak menguasai dan mengusahakan asalkan tidak menimbulkan turunnya nilai harga barang yang bersangkutan.

G. Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif

Pengabulan permohonan sita harus berdasarkan suatu pertimbangan objektif, agar tidak timbul corak penyitaan yang sewenang-wenang. Hal ini berkaitan bahwa penyitaan adalah tindakan eksepsional. 47 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Op. Cit., h. 53 48 M. Yahya Harahap, Ibid, h. 54 Universitas Sumatera Utara petunjuk-petunjuk bahwa ada dugaan tergugat akan menggelapkan atau menghilangkan harta kekayaanya selama proses pemeriksaan perkara sedang berlangsung. Jadi pertimbangan hakim boleh diletakan pada urgensi pentingnya pelaksanaan sita bagi kepentingan penggugat. Hal ini juga harus didukung dengan kuatnya bukti-bukti yang mendukung gugatan. Agar hakim dapat memperoleh fakta yang lebih objektif, selain dari fakta-fakta atau petunjuk yang diajukan didepan persidangan oleh penggugat, hakim dapat menempuh langkah-langkah sebagai berikut. 1. Memperoleh fakta melalui proses pemeriksaaan insidentil. Dalam proses penolakan atau pengabulan permohonan sita tidak boleh dilakukan dibelakang meja yang didasarkan dari dokumen dan analisis yang disampaikan penggugat. Hakim sebaiknya menempuh jalur pemeriksaaan isidentil dimana pemeriksaan tersebut berdasarkan azas audi et alteram partem dan harus dihadiri oleh kedua belah pihak. Dalam proses isidentil hakim dapat menggali fakta-fakta yang lebih objektif tentang adanya tindakan tergugat yang ingin menggelapkan atau menghilangkan hartanya. Intinya, pengabulan sita bukan semata-mata didasarkan dari gugatan saja, tetapi harus didukung oleh fakta-fakta yang ada. 2. Memperoleh fakta melalui proses pemeriksaan pokok perkara. Melalui cara ini hakim dapat menggariskan kebijaksanaan agar permasalahan sita tidak diselesaikan sebelum pemeriksaan pokok perkara. Apabila didalam pemeriksaan pokok perkara hakim tidak menemukan fakta-fakta atau petunjuk yang mampu meyakinkannya, maka sita harus ditolak. Dan sebaliknya apabila ada fakta-fakta atau petunjuk, maka hakim dapat mengabulkan sita tersebut. Universitas Sumatera Utara Hakim dapat mengabulkan sita pada pertengahan proses pemeriksaan yang dituangkan dalam penetapan acara sita dan sekaligus dicatat dalam berita acara sidang. Biasanya cara ini lebih lengkap dan objektif karena semua fakta persidangan telah diketahui oleh hakim. Apabila terjadi tindakan tuntutan penggugat untuk menuntut penyitaan yang melampaui jumlah tagihan gugatn exterm, hal ini dianggap tindakan yang “undue process” atau tidak sesuai dengan hukum acara yang merupakan tindakan sewenang-wenang. 1. Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang dipersengketakan. Apabila terjadi tindakan penyitaan yang didasarkan pada sengketa hak milik, maka permintaan pengajuan sita hanya terbatas pada barang yang dipersengketakan saja. Seandainya hakim mengabulkan permohonan sita terhadap barang yang diluar persengketaan, maka tindakan itu tidak mempunyai urgensi dan relevansi. 2. Dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu. Apabila tuntutan utang dijaminkan dalam suatu perjanjian jaminan barang tertentu, maka barang yang boleh disita hanya terbatas pada benda yang dijaminkan saja. Barang yang diikat jaminan memiliki sifat ”separitas” yang berarti barang tersebut secara khusus dipisahkan dari yang lain, yang semata-mata diperuntukkan bagi kreditur. Prinsip diatas ditegaskan dalam Putusan MA No. 545 KSip1983, dimana conservatoir beslag harus diletakan pada barang jaminan pada awalnya. Seandainya barang yang dijaminkan tidak cukup, maka penggugat dapat meminta ketua Pengadilan Negeri untuk meminta eksekusi terhadap harta kekayaan tergugat yang lain penyempurnaan eksekusi. Universitas Sumatera Utara 3. Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai terpenuhi jumlah tuntutan. Seandainya tuntutan yang disengketakan tidak memuat akan dijamin dengan barang-barang tertentu unsecurued transaction, maka sesuai Pasal 1131 KUH Perdata sita dapat diajukan terhadap seluruh harta kekayaan tergugat sampai diperkirakan mencukupi jumlah tuntutan. Apabila dalam penyitaan tersebut sudah tercukupi atas sebagian harta tergugat, maka tidak ada alasan untuk melanjutkan sita terhadap harta yang lain. Hakim harus objektif memperkirakan dengan seksama nilai harga barang yang disita dengan jumlah tuntutan. 4. Apabila terjadi pelampauan segera dikeluarkan penetapan pengangkatan sita. Penyitaan yang melempaui batas dari jumlah tuntutan sering terjadi dalam sengketa utang- piutang yang tidak dijamin dengan suatu barang tertentu maupun berdasarkan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dan juga tuntutan ganti-kerugian. Hakim harus segera mengeluarkan penetapan pengakatan sita atas barang yang berlebih. Karena penyitaan harus proposional dan tidak boleh ceroboh dan semena-mena. Jadi seyogianya penyitaan hanya terbatas sebesar nilai tuntutan saja jangan sampai melampaui jumlah tuntutan. Untuk itu perlu peran dan fungsi hakim didalam kasus ini, guna menetapkan pengangkatan sita terhadap harta yang berlebih tadi.

E. Kekuatan mengikat sita