Sinkronisasi pelaksanaan putusan hakim dengan eksekusi sita jaminan

BAB IV PELAKSANAAN EKSEKUSI SITA JAMINAN DALAM PROSES PERADILAN MENURUT

RBG

A. Sinkronisasi pelaksanaan putusan hakim dengan eksekusi sita jaminan

Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak. Sebuah putusan yang telah diucapkan didepan persidangan uitspraak tidak boleh berbeda dengan yang ditulis vonnis. Sebuah putusan adalah merupakan perbuatan hakim sebagai penguasa atau sebagai pejabat Negara, jadi bukan bertindak berdasarkan diri pribadi individu. Namun yang menjadi titik utama adalah tentang suatu putusan hakim sebagai sebuah putusan akhir bukan berbentuk putusan sela. Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri dan menyelesaikan suatu sengketa perkara ditingkat perafilan tertentu. Putusan akhir ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Putusan akhir yang bersifat condemnatoir Putusan akhir ini bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi suatu prestasi tertemtu. Umumnya hal ini terjadi pada perikatan yang bersumber dari undang-undang atau persetujuan, dan prestasi tersebut terdiri dari : memberi, berbuat, atau tidak berbuat. Pelaksanaannya juga dapat dipaksa, yaitu eksekusi dengan paksa bila perlu dengan bantuan alat-alat negara POLRI dan putusan ini juga mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memberi alas hak titel eksekutorial Universitas Sumatera Utara bagi yang menang perkara. Secara otomatis, demi hukum bahkan berubah menjadi sita eksekutorial sehingga dapat dieksekusi. 59 b. Bahwa perkawinan tersebut sah, dan 2. Putusan akhir yang bersifat constitutive Putusan akhir ini bersifat meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru, misalnya: a. Pengangkatan wali, b. Pengangkatan curator atau pengampuan, c. Pengangkatan anak angkat adopsi, d. Pemutusan perkawinan perceraian, e. Pernyatan pailit, f. Pemutusan perjanjian, dan sebagainya. Perubahan status atau hubungan hukum tersebut sekaligus terjadi pada putusan diucapkan, dan pada dasarnya tanpa ada upaya paksa bersifat sukarela. 3. Putusan akhir yang bersifat deklaratoir Putusan akhir ini bersifat menyatakan atau menerangkan keadaan atau peristiwa apa yang sah. Yang termasuk putusan yang bersifat menolak gugatan misalnya: a. Anak dari perkawinan yang sah 59 R. Suparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Mandar Madju, Bandung, 2000, h. 123. Universitas Sumatera Utara c. Bahwa , misanya A dan B adalah ahli waris dari si C. Umumnya pelaksanaan putusan ini tanpa ada upaya paksa, karena sudah mempunyai akibat hukum tanpa bantuan pihak lawan atau alat-alat negara. Bagi putusan constitutive dan putusan deklaratoir terlaksana setelah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan untuk putusan yang bersifat condemnatoir dapat dilaksanakan dengan upaya paksa dengan bantuan alat-alat negara POLRI. Didasarkan pada ketiga jenis putusan akhir diatas, hanya putusan yang bersifat condemnatoir saja yang bisa dilaksanakan secara paksa oleh pengadilan. Hal ini dilakukan agar putusan tersebut dapat berarti dan mencegah agar putusan menjadi tidak ada artinya. Selain itu ada tiga macam kekuatan pada suatu putusan akhir , yaitu: 1. Kekuatan mengikat bidende kracht Kekuatan hukun ini terjadi apabila sudah tidak ada lagi upaya hukum verzet, banding, atau kasasi, berarti putusan sudah pasti dan mengikat atau “Res Judicata veritate habetatur” apa yang diputus hakim dianggap benar, sehingga apa yang sudah pasti tetap tersebut tidak boleh diajukan lagi “litis finiri oportet”, dan berdasarkan pada prinsip umum hukum acara, apabila ada suatu putusan yang sudah pasti tidak boleh diajukan untuk yang kedua kalinya dalam hal yang sama. nebis in idem. 2. Kekuatan pembuktian bewijzende kracht Universitas Sumatera Utara Putusan hakim dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti bagi pera pihak, dalam melaksanakan upaya hukum atau pelaksanaan putusan tersebut. 60 Dimana isi putusan tersebut harus dianggap benar. Dengan adanya putusan pengadilan, maka ada kepastian hak dan kewajiban hukum di dalam putusan yang telah diputuskan itu. 61 Syarat kekuatan eksekutorial ternyata dari kepala atau judul irah-irah dari putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”didalam Pasal 4 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970. 3. Kekuatan eksekutorial Kekuatan mengikat sita belum cukup apabila tidak direalisir. Oleh karena itu putusan hakim harus dilaksanakan jika perlu dengan upaya paksa. Kekuatan eksekutorial berarti kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa, kekuatan ini pada dasarnya tidak dapat dilumpukan atau dibatalkan kecuali telah dilaksanakan secara sukarela vrijwillig. 62 Tentang eksekusi sita jaminan diatur dalam Pasal 261 Rbg, yang merupakan tindakan persiapan dalam bentuk permohonan kepada ketua Pengadilan Negeri agar putusan perkara itu dapat dilaksanakan baik dengan cara menjual atau melelang barang si debitur. Penyitaan ini hanya dapat terjadi berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri yang didasarkan dari permohonan penggugat kreditur. Dalam konkretnya permohonan diajukan kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan, bukan kepada ketua Pengadilan Negeri, dan hakim majelis itulah yang akan memerintahkan dengan sebuah surat penetapan. 63 60 M. Nasir, Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta, 2005, h. 193 61 H, Riduan Syahrani, Op. Cit., h. 126. 62 R. Suparmono, Op.Cit., h. 151. 63 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., h. 93. Universitas Sumatera Utara Sita jaminan menjamin harta kekayaan dari si tergugat agar tidak diasingkan, digelapkan, atau dilarikan. Hal ini agar suatu putusan tidak menjadi tindakan yang sia-sia saja yang tidak mengenai sasaran vexatoir. Mengingat fungsi sita jaminan sebagai upaya menjamin hak, sehingga pada dasarnya sita jaminan adalah selalu berkaitan dengan pokok perkara dan bukan merupakan suatu tuntutan hak yang dapat berdiri sendiri. Apabila gugatan pokok suatu perkara dikabulkan maka perlu pernyatan titeL eksekutorial terhadap sita jaminan, dimana sita jaminan harus dinyatakan sah dan berharga didalam amar putusannya. Hampir tidak ada bedanya antara sita jaminan consevatoir beslag dengan sita eksekusi executoriale beslag yang diatur dalam Pasal 208 Rbg yang pada dasarnya bertujuan untuk menjamin pemenuhan “kepentingan” penggugat. Tata cara pelaksanaan perampasan penyitaan terhadap harta kekayaan tergugat diantara kedua istilah tersebut sama-sama dilakukan secara paksa oleh Pengadilan. Letak perbedaanya adalah didalam consevatoir beslag Pasal 261 Rbg, tindakan perampasan penyitaan harta yang menjadi objek sengketa tersebut dapat dilakukan pada proses pemeriksaan perkara. Sedangkan sita eksekusi Pasal 208 Rbg, hanya bisa dilakukan setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap dan penyitaan tersebut dilakukan pada tahap eksekusi. Perbedaan lainya diantara kedua istilah tersebut terletak pada peruntukan yang melekat yaitu didalam consevatoir beslag dapat diletakan pada semua jenis perkara baik dari sengketa utang- piutang, hak milik, and tuntutan ganti-kerugian.. Sedangkan executorial beslag hanya meliputi jenis perkara yang tujuan akhirnya menghukum untuk melakukan pembayaran sejumlah uang. Sita jaminan yang telah diletakan diatas harta kekayaan tergugat, dengan sendirinya akan mengecualikan dan menghapus tahap proses sita eksekusi. Jadi dengan adanya sita jaminan, tidak diperlukan lagi tahap eksekusi karena sita jamina menurut azasnya otomatis berubah menjadi sita Universitas Sumatera Utara eksekusi setelah perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini membuat jalanya eksekusi lebih pendek prosesnya satu tahap. Dari uraian tentang makna sebuah putusan akhir hakim dan sita jaminan dapat diambil hal-hal yang merupakan hubungan diantara kedua istilah diatas. Didalam pelaksanaan sebuah putusan hakim, dikenal jenis-jenis pelaksanaan putusan atau eksekusi, yaitu: 1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang Pasal 208 Rbg. 2. Eksekusi yang menghukum agar melakukan suatu perbuatan Pasal 259 Rbg. 3. Eksekusi rill, seperti pengosongan rumah atau tanah dan penjualan lelang Pasal 1033 Rv. 4. Parate eksekusi, eksekusi langsung barang milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial. 64 Dari keempat jenis diatas, eksekusi sita jaminan cenderung termasuk kedalam jenis pelaksanaan eksekusi yang nomor satu, yaitu eksekusi yang menmghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Secara konkret dapat dikatakan bahwa pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi berarti menguangkan bagian tertentu dari harta kekayaan debitur guna memenuhi isi putusan. Tentunya salah satu cara atau upaya hukum yang akan mampu menguangkan harta tersebut bisa melalui upaya eksekusi sita jaminan yang telah bernilai sita eksekusi. Hubungan lain dari kedua istilah diatas adalah karena eksekusi sita jaminan merupakan bagian dari pelaksanaan putusan, maka apabila pelaksanaan putusan dapat dilaksanakan berarti eksekusi sita jaminan dapat dijalankan terutama apabila jenis pelaksanaan putusan tersebut pada awal proses pemeriksaan perkaranya telah dimohonkan upaya hukum sita jaminan oleh penggugat. Pasal 1155 KUH Perdata dan Pasal 1175 ayat 2 KUH Perdata. 64 R. Suparmono, Op. Cit., h. 152. Universitas Sumatera Utara Eksekusi sita jaminan biasanya menjadi satu dalam pelaksanaan putusan pengadilan sebagai bagian dari pelaksanaan eksekusi. Sehingga tidaklah mungkin antara pelaksanaan putusan eksekusi berbeda dengan eksekusi sita jaminan terutama apabila putusan tersebut didahulukan dengan upaya huku m sita. Sedemikian eratnya hubungan antara pelaksanaan putusan pengadilan dengan eksekusi sita jaminan. Maka ketentuan-ketentuan atau hal-hal yang ada didalam sebuah putusan yang akan dijalankan, berlaku pula bagi eksekusi sita jaminan, karena eksekusi sita jaminan adalah bagian dari salah satu cara pelaksanaan putusan pengadilan. Hal ini seperti, ketentuan bahwa setiap putusan mempunyai kekuatan hukum mengikat, kekuatan hukum pembuktian, dan kekuatan hukum ekekutorial. Maka ketiga macam kekuatan putusan tersebut berlaku pula bagi pelaksanaan eksekusi sita jaminan, seperti kekuatan mengikat bahwa eksekusi sita jaminan akan mengikat para debitur agar mau menyerahkan barang sitaan untuk dieksekusi. Didalam kekuatan pembuktian seperti, pelaksanaan eksekusi sita jaminan yang dicatatkan dalam berita acara sita dapat menjadi bukti dikemudian hari apabila terjadi percecokan akan itu. Sedangkan kekuatan eksekutorial, bahwa pelaksanaan eksekusi sita jaminan dapat dilaksanakan apabila mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tentunya didasarkan juga dari irah-irah atau kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain eksekusi sita jaminan yang merupakan bagian dari jenis pelaksanaan putusan eksekusi yang berisikan menghukum para pihak untuk membayar sejumlah uang tertentu, eksekusi sita jaminan ini termasuk termasuk didalam putusan yang bersifat condemnatoir yaitu putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melaksanakan prestasi tertentu. Sebagai salah satu dari putusan yang bersifat condemnatoir, maka pelaksanaan eksekusi sita jaminan bisa mengerahkan bantuan kekuatan umum Universitas Sumatera Utara POLRI apabila eksekusi sita jaminan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut dihalang-halangi atau tidak dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan. Suatu putusan agar dapat dilaksanakan tentunya disarankan oleh MA agar terlebih dahulu mempunyai kekuatan hukum yang tetap dulu baru boleh dijalankan. Hal ini sesuai dengan putusan MA Tanggal 3 Desember 1974 No. 1043 KSip1971. Putusan ini juga berlaku bagi pelaksanaan eksekusi sita jaminan dimana sebaiknya eksekusi sita jaminan dilaksanakan setelah ada putusan yang telah bekekuatan hukum tetap. Semua ini bertujuan menghindari timbulnya kerugian baik pada pihak kreditur atau penggugat maupun terutama pada pihak debitur atau tergugat apabila eksekusi tersebut dicabut oleh hakim nantinya. Untuk menjalankan pelakanaan eksekusi sita jaminan oleh pengadilan diperlukan permohonan dari penggugat pemohon sita untuk melaksanakan perbuatan eksekusi terseut, karena tanpa adanya permohonan itu pengadilan tidak akan melaksanakan eksekusi sita jaminan walaupun telah didasarkan dengan kekuatan hukum yang tetap. Berdasarkan SEMA No.5 Tahun 1975, pengabulan dan perintah pelaksanaan sita bertitik-tolak dari permintaan atau permohonan penggugat dan perintah penyitaan ini tidak dibenarkan berdasakan ex-officio hakim. 65 Didalam pelaksananan putusan eksekusi juga berlaku hal yang demikian pula, dimana untuk melaksanakan sebuha putusan diperlukan sebuah permintaan atau permohonan. Fiat eksekusi pernyataan dapat dieksekusi 66 dalam hal ini bersifat fakultatif, yaitu harus dimohonkan para pihak. Bahkan dalam rangka menjaga dan memelihara ketertiban umum dan melindungi kepantingan negara, suatu putusan P4P dapat dibatalkan atau ditunda, pelaksanaannya oleh Menteri Tenaga Kerja. 67 Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat sinkronisasi pelaksanaan putusan hakim dengan eksekusi sita jaminan dimana hampir secara keseluruhan hal-hal yang mengatur 65 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Op. Cit., h. 288. 66 R. Suparmono, Op. Cit.,h. 244. 67 Sudikno Mertokusuko, Op.Cit., h. 250. Universitas Sumatera Utara pelaksanaan putusan hakim berlaku pula terhadap eksekusi sita jaminan. Tentunya hal ini dikarenakan eksekusi sita jaminan merupakan salah satu jenis pelaksanaan putusan eksekusi yang bersifat menghukum para pihak untuk membayar sejumlah uang, dan selain itu eksekusi sita jaminan juga salah satu jenis dari putusan yang bersifat condemnatoir. Sita jaminan yang kemudian menjadi eksekusi sita jaminan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, pada dasarnya bertujuan untuk menjaga atau membekukan harta kekayaan tergugat yang menjadi objek sengketa agar tidak alihkan, dijual, atau digelapkan oleh tergugat debitur selama proses persidangan berlangsung. Dalam sita jaminan fungsi pembekuan harta kekayaan debiturlah yang lebih penting yang pada tujuan akhirnya untuk menjamin agar terlaksananya putusan. 68 1. Adanya permohonan sita jaminan oleh penggugat yang dikabulkan oleh hakim dan dinyatakan sah dan berharga pada saat berlangsungnya proses perkara. Jadi tujuan akhir dari sita jaminan sebenarnya adalah untuk menjamin pelaksanaan putusan pengadilan agar tidak sia-sia dan bisa dijalankan atau dieksekusi vexatoir.

B. Tata cara pelaksanaan eksekusi sita jaminan dalam poses peradilan menurut Rbg.