Tujuan Penyitaan TINJAUAN UMUM PENYITAAN

Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai dampak psikologis sita. Dari segi pelaksanaannya, penyitaan sifatnya terbuka yang umum, seperti: a. Pelaksanaannya secara fisik dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat sekitarnya. b. Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi maupun oleh kepala desa, namun bisa pula di tonton oleh masyarakat luas c. Administratif Justisial, penyitaan barang tertentu harus diumumkan dalam buku register kantor yang bersangkutan yang sesuai dengan asas publisitas. Berdasarkan hal-hal tersebut, penyitaan berdampak terdapat psikologis yang sangat merugikan nama baik atau kredibilitas seseorang baik sebagai pribadi, apalagi sebagai pelaku bisnis. Tindakan penyitaan meruntuhkan kepercayaan orang atas bonafilitas korporasi dan bisnis yang dijalankan. Pengaruh buruk penyitaan dari segi psikologis bukan hanya ditanggung dan menimpa diri pribadi dan bisnis tersita, tetapi berdampak luas kepada keluarga dalam pergaulan sosial.

B. Tujuan Penyitaan

Sepintas lalu sudah sering disingung apa yang menjadi tujuan sita jaminan. Tujuan utamanya adalah agar tergugat tidak memindahkan atau membebankan harta kekayaan kepada pihak ke tiga. Inilah yang menjadi salah satu tujuan sita jaminan yaitu untuk menjaga keutuhan keberadaan harta atau harta kekayaan tergugat selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan adanya perintah penyitaan atas harta Universitas Sumatera Utara tergugat atas harta sengketa, secara hukum telah terjamin keutuhan keberadaan barang yang disita misalnya didalam contoh surat gugatan perkara harta bersama dalam perkara warisan pada bagian petitum biasanya di mohonkan kepada hakim agar dilakukan sita jaminan terhadap barang-barang yang disengketakan.4 b. Akibat hukum dari segi pidana. Jadi dapat kita simpulkan bahwa sita jaminan harus diajukan oleh pihak penggugat selama perkara berlangsung guna menjaga keutuhan barang barang yang menjadi objek sengketa. Berdasarkan uraian tersebut diatas, sita jaminan merupakan upaya hukum agar tercipta keutuhan dan keberadaan harta yang disita sampai keputusan dapat di eksekusi, hal ini menjaga agar gugatan pada saat proses eksekusi tiba terjadi tidak hampa sehingga dengan telah diletakkannya sita pada harta sengketa atau harta kekayaan tergugat, dan pelaksanaan penyitaan telah didaftarkan dan diumumkan kepada masyarakat, maka terhitung sejak tanggal pendaftaran dan pengumuman sita, sesuai dengan Pasal 213 Rbg, telah digariskan akibat hukumnya seperti yang diatur dalam Pasal 215 Rbg yaitu : 1. Demi hukum melarang tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan kepada siapa pun 2. Pelanggaran atas itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum : a. Akibat hukum dari segi perdata. Apabila barang menjadi objek sengketa dilakukan tindakan jual beli atau penindasan hak atau barang tersebut maka tindakan atau perbuatan tersebut batal demi hukum. Akibat dari batalnya demi perbuatan tindakan tersebut,secara hukum, status barang tersebut kembali menjadi dalam keadaan semula sebagai barang sitaan, sehingga tindakan atau perbuatan pemindahan hak atas barang dianggap tidak pernah terjadi never existed. Ini diatur dalam Pasal 215 Rbg. 4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 57 Universitas Sumatera Utara Dalam hukum pidana, apabila pihak tergugat yang kena sita melakukan penjualan atau pemindahan hak dan barang-barang menjadi sengketa, diancam sesuai Pasal 231 KUHP, tindakan pidana yang diancam dengan Pasal 231 KUHP ini adalah berupa tindak kejahatan yang dengan sengaja melepas barang yang telah dijatuhi sita menurut peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbuatan.tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun. Apabila kita merinci, tindak kejahatan yang diatur Pasal 231 KUHP adalah tindakan terhadap barang sitaan berupa : 1. Melepaskan barang yang disita, baik menjual, maupun memindahkan hak atas barang yang menjadi objek sengketa. 2. Melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim, dan 3. Menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan. Dari teknis peradilan, penyitaan beslag adalah salah satu upaya hukum yang dilakukan penggugat memohonkan diadakannya lembaga sita guna menjamin dan melindungi hak dan kepentingannya atas harta kekayaan tergugat agar tetap terjaga keutuhannya sampai diperoleh kekuatan hukum yang tetap inkracht. Upaya ini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada etikad buruk bad faith dari pada tindakan penggugat yang berusaha melepaskan diri dan mengelak memenuhi tanggung jawab perdata sesuai putusan pengadilan yang merupakan kewajibannya yamg timbul karena adanya Perbuatan Melawan Hukum PMH atau Wanprestasi telah dilakukannya. Akibat hukum yang timbul dari penyitaan ini adalah berupa harta kekayaan tergugat berada dan ditempatkan di bawah penjagaan dan pengawasan pengadilan sampai ada perintah pengangkatan atau pencabutan sita. Universitas Sumatera Utara Seandainya ada tindakan tidak baik dari penggugat bad faith maka baik dari segi perdata dan pidana sudah ada aturan dan ancaman hukum atas perbuatan tindakan tersebut. Namun aturan ini berlaku setelah penyitaan diumumkan melalui pendaftaran pada buku register kantor yang berwewenang sesuai Pasal 213 Rbg. Dengan mengaitkan tujuan penyitaan dengan ketentuan Pasal 215 Rbg dan Pasal 231 KUH Perdata, terjamin perlindungan yang kuat penggugat atas terpenuhinya pelaksanaan putusan pengadilan pada saat eksekusi dijalankan.5 Barang yang menjadi objek sitaan dapat langsung menjadi objek eksekusi. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diterangkan terlebih dahulu. Ini dapat kita lihat pada Pasal 214 Rbg yang menegaskan bahwa setiap barang yang disita dilarang diperjualbelikan atau dipindahkan tergugat kepada pihak ketiga atau pihak lain. Ada tujuan lain yang tidak kalah penting dalam penyitaan, selain dari memberi kepastian kepada penggugat bahwa gugatannya telah dijamin dan mempunyai arti dan nilai apabila gugatannya dikabulkan oleh pengadilan. Yaitu adanya sita, berarti sudah ada secara pasti objek eksekusi atas kemenangan penggugat, atau disimpulkan objek eksekusi sudah pasti. Hal ini menjaga agar kemenangan penggugat tidak ilusioner hampa sehingga kemenangan penggugat ada suatu materinya, yakni barang yang disita tersebut : a. Dapat langsung diserahkan kepada pihak penggugat, jika sengketa perkara merupakan hak milik b. Atau jika barang yang disita dapat di eksekusi melalui penjualan lelang, jika perkara yang sengketakan merupakan perselisihan hutang-piutang atau tuntutnan ganti rugi berdasarkan PMH atau wanprestasi. 5 M. Yahya Harahap, Op. Cit, h. 286 Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini perbuatan jual beli merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam Pasal 214 Rbg, dimana jual beli akan batal demi hukum, apabila terlebih dahulu telah didaftarkan dan diumumkan. Dalam kasus seperti itu, sita itu masih tetap menjangkau pihak ketiga atau pihak lain yang ingin memiliki harta sitaan tersebut. Sehingga eksekusi dapat dilaksanakan dan tanpa halangan.6 Kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan penegasan MA yang menyatakan, bila putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita demi hukum langsung menjadi sita eksekusi. Namun dalam hal ini, penggugat harus menjelaskan secara terperinci dan menunjukkan identitas barang yang hendak disita pada saat permohonan sitq diajukan pada ketua majelis. Ini agar menjaga objek eksekusi yang sudah pasti tadi benar-benar ada dan sesuai data di lapangan. Misalnya penggugat harus menjelaskan letak, ukuran dan batasan-batasannya. 7 6 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Pustaka, Bandung, 1990, h.. 9 7 Himpunan Tanya Jawab Rakerda, MA RI, 1987-1962, h. 177 Lebih lanjut penegasan MA memberi kepastian atas objek eksekusi yang apabila telah berketentuan hukum tetap, kemenangan atas penggugat dapat langsung dijamin dengan pasti terhadap adanya barang sitaan tersebut. Akhirnya apabila kita lihat penjelasan diatas, kita yang menangkap tentang tujuan pokok dari penyitaan yakni sebagai berikut : 1. Untuk melindungi kepentingan penggugat dari itikad buruk tergugat sehingga gugatan menjadi tidak hampa ilusioner, pada saat putusan setelah berkekuatan hukum tetap. 2. Memberi jaminan kepastian hukum bagi Penggugat terhadap kepastian terhadap objek eksekusi, apabila keputusan telah berkekuatan hukum tetap. Universitas Sumatera Utara

C. Syarat dan Alasan Penyitaan